
Penilaian Risiko Kualitatif terhadap Pengenalan Peste des Petits Ruminants
(PPR) di kawasan ASEAN
Ringkasan
Peste des petits ruminants (PPR) adalah penyakit hewan lintas batas
yang ditandai dengan demam tinggi, keluarnya sekresi hidung, gangguan
pernapasan, dan diare. Virus PPR sangat menular dan terutama menyebar melalui
kontak dengan hewan terinfeksi, meskipun penularan tidak langsung juga dapat
terjadi melalui pakan, air, dan peralatan yang terkontaminasi. PPR merupakan
salah satu penyakit virus paling penting pada ruminansia kecil dan menyebabkan
morbiditas serta mortalitas yang tinggi, terutama pada populasi naïf yang belum
pernah terpapar virus PPR sebelumnya. PPR menimbulkan ancaman serius bagi
populasi ruminansia kecil dan diperkirakan menyebabkan lebih dari 37 juta
kematian pada domba dan kambing setiap tahun di negara endemik, dengan
kerugian mencapai USD 1,48 miliar per tahun (Jones et al., 2016).
Wilayah Asia Tenggara pada umumnya
masih bebas dari PPR. Namun, bukti serologis telah terdeteksi di Laos dan
Vietnam, dan pernah dilaporkan adanya introduksi penyakit di Thailand akibat
impor hewan hidup. Wilayah ini juga berbatasan dengan India, Bangladesh, dan
Tiongkok, yang merupakan negara endemik PPR. PPR tetap menjadi ancaman
signifikan bagi kawasan karena apabila penyakit ini masuk, dampaknya akan besar
terhadap kesehatan dan produksi ruminansia kecil, serta dapat memengaruhi mata
pencaharian peternak, perekonomian pedesaan, dan pasokan pangan. Mengingat
pentingnya penyakit ini bagi kawasan, ASEAN Sectoral Working Group for
Livestock (ASWGL) pada pertemuan tahun 2021 memutuskan untuk mengembangkan Strategi
Kesiapsiagaan PPR Regional guna memperkuat kapasitas negara anggota dalam
mencegah, mendeteksi, dan menanggulangi PPR, serta meningkatkan koordinasi dan
pertukaran informasi di kawasan ASEAN.
Penilaian risiko ini dilakukan untuk
mendukung pengembangan strategi kesiapsiagaan ASEAN tersebut. Tujuannya adalah
menilai kemungkinan masuknya virus PPR (PPRV) ke negara-negara Anggota ASEAN
untuk menentukan opsi mitigasi risiko demi melindungi populasi ruminansia kecil
yang rentan serta mata pencaharian peternak di kawasan. Analisis risiko
kualitatif ini mengikuti pedoman WOAH sebagaimana dijelaskan dalam Bab 2.1
Kode Kesehatan Hewan Terestrial WOAH (23) dan Handbook on Import Risk
Analysis for Animals and Animal Products (24). Kami juga merujuk pada
rekomendasi terkait impor hewan dan produknya yang tercantum dalam Bab 4.7
Kode Kesehatan Hewan Terestrial WOAH (25).
Dasar inferensi kami menggunakan data
perdagangan resmi dan survei terhadap negara-negara Anggota ASEAN. Proses
dimulai dengan merumuskan pertanyaan risiko dan mengembangkan jalur risiko (risk
pathways) untuk masuknya PPR ke kawasan ASEAN melalui perdagangan formal
maupun informal atas domba/kambing hidup, daging dan produk daging, semen,
serta embrio, dengan berkonsultasi bersama perwakilan regional. Data
perdagangan resmi dikumpulkan dari basis data FAOSTAT, dan informasi status PPR
negara pengekspor berasal dari sistem informasi WAHIS milik WOAH. Data tambahan
terkait praktik impor di negara ASEAN diperoleh melalui survei menggunakan
kuesioner khusus. Menghubungkan data perdagangan dengan status PPR negara asal
serta data survei memungkinkan kami membuat inferensi objektif tentang tingkat
risiko berbagai aktivitas impor dari berbagai negara.
Hasil laporan ini menunjukkan bahwa
kawasan ASEAN memiliki risiko yang tidak dapat diabaikan terkait masuknya PPR
melalui perdagangan ruminansia kecil dan produknya, maupun melalui potensi
introduksi penyakit dari negara tetangga. Namun, sebagian besar risiko dapat
dikelola dengan mengubah sumber impor ruminansia kecil dan produknya,
mewajibkan penyediaan sertifikat veteriner internasional, serta memperkuat
fasilitas dan layanan karantina perbatasan, layanan veteriner, dan laboratorium
melalui partisipasi dalam evaluasi PVS dan implementasi rekomendasinya.
Berdasarkan
temuan penilaian risiko ini, kami memberikan rekomendasi berikut:
Rekomendasi
Utama
1.
Mengimpor dari negara berisiko rendah
Beli ruminansia
kecil dan produknya dari negara/wilayah yang bersertifikat bebas PPR atau yang
secara historis tidak pernah melaporkan PPR. Pastikan eksportir memilih
peternakan yang tidak melaporkan kasus PPR sedikitnya dalam 21 hari terakhir.
2.
Wajibkan penyediaan sertifikat veteriner internasional
Minta eksportir
menyediakan sertifikat yang memenuhi persyaratan dalam Bab 4.7 Kode Kesehatan
Hewan Terestrial WOAH (25), misalnya:
- hewan tidak menunjukkan gejala klinis
PPR dalam 21 hari terakhir,
- donor
semen/embrio berasal dari negara/wilayah bebas PPR selama 21 hari sebelum
pengambilan,
- daging
berasal dari hewan yang tidak menunjukkan gejala PPR dalam 24 jam sebelum
pemotongan.
Sertifikat ini juga menjamin bahwa
hewan dipotong di rumah potong hewan yang disetujui dan menjalani pemeriksaan
ante-mortem dan post-mortem, serta bahwa semen dan embrio dikumpulkan,
diproses, dan disimpan sesuai standar WOAH.
3.
Memastikan pengaturan pra-karantina sebelum ekspor
Wajibkan negara
pengekspor menempatkan hewan di fasilitas pra-ekspor selama minimal 21 hari
sebelum pengiriman dan menolak seluruh kiriman bila ada hewan yang menunjukkan
gejala selama periode tersebut. Pastikan fasilitas memiliki SOP yang diikuti
dengan baik dan bahwa dokter hewan terlatih dalam diagnosis PPR. Wajibkan pula
pengujian hewan dengan uji diagnostik PPR yang memiliki sensitivitas tinggi.
4.
Memperkuat fasilitas dan tenaga karantina
Tempatkan hewan
di stasiun karantina selama minimal 21 hari, terutama jika tidak
menjalani pra-ekspor yang memadai. Susun SOP pemeriksaan dan pengujian hewan di
karantina dengan uji sensitif. Pastikan dokter hewan dan tenaga laboratorium terlatih dalam pengambilan
sampel dan diagnosis PPR. Peningkatan kualitas laboratorium melalui evaluasi
PVS sangat dianjurkan.
5.
Memperkuat biosekuriti perbatasan
Latih petugas
perbatasan dan karantina untuk melakukan pengawasan ketat terhadap perdagangan
ilegal ruminansia kecil dan produknya. SOP harus memastikan bahwa hewan sitaan
dieutanasi dan produk hewan mentah ilegal dimusnahkan.
Strategi manajemen risiko ini
diharapkan dapat mengurangi risiko masuknya PPR ke negara-negara Anggota ASEAN,
sekaligus memperkuat kapasitas mereka dalam menghadapi penyakit hewan lintas
batas lainnya sambil tetap mempertahankan perdagangan ruminansia kecil dan
produknya.
Nilai tambah akan
diperoleh dari pengembangan lanjutan kajian ini. Meski dilakukan pada tingkat
regional, proses dan jalur risiko dapat berbeda antarnegara. Kami berupaya
memberikan detail nasional semaksimal mungkin sambil mempertahankan perspektif
regional, namun penyempurnaan jalur risiko tetap diperlukan untuk implementasi
pada tingkat negara. Selain itu, cakupan proyek ini belum mencakup penilaian
paparan dan konsekuensi. Kajian ini dapat diperluas dengan memasukkan kedua
komponen tersebut untuk menghasilkan estimasi risiko yang lebih komprehensif
melalui integrasi penilaian masuk (entry), paparan (exposure),
dan konsekuensi (consequence).
#PPR
#ASEANBiosecurity
#RiskAssessment
#LivestockHealth
#TransboundaryDisease