Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Antimicrobial Resistance. Show all posts
Showing posts with label Antimicrobial Resistance. Show all posts

Friday, 28 November 2025

Shock! Inilah Mekanisme Rahasia Superbug yang Diam-Diam Menghancurkan Dunia Medis!

 



Mekanisme Rahasia Superbug: Begini Cara AMR Pelan-Pelan Melumpuhkan Dunia Medis!

Bagian Pertama – Pengantar dan Dasar Biologis Terjadinya Resistensi

 

AMR: Ancaman Sunyi yang Mengguncang Fondasi Kedokteran Modern

 

Antibiotik pernah dianggap sebagai “keajaiban abad 20” yang mengubah wajah pengobatan modern. Berkat obat ini, operasi besar, transplantasi organ, hingga terapi kanker bisa dilakukan dengan risiko infeksi yang jauh lebih rendah. Namun, kehebatan antibiotik yang dulu sangat kita banggakan kini mulai tergerus oleh fenomena yang diam-diam tumbuh dalam sistem biologis bakteri—antimicrobial resistance (AMR).

 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menempatkan AMR sebagai tiga besar ancaman kesehatan global abad ke-21. Angkanya mencengangkan: infeksi bakteri resistan diperkirakan menewaskan 23.000 orang per tahun di AS, menghabiskan biaya kesehatan hingga 20 miliar dolar, dan secara global berpotensi menyebabkan 300 juta kematian dini serta kerugian 100 triliun dolar pada tahun 2050 jika tidak dikendalikan. Dunia kedokteran, sedikit demi sedikit, sedang kehilangan salah satu senjata terkuatnya.

 

Resistensi: Bukan Fenomena Baru, Tapi Kini Lebih Berbahaya

 

Salah satu fakta penting yang sampai hari ini sering disalahpahami adalah bahwa resistensi antimikroba bukanlah fenomena buatan manusia. Jauh sebelum antibiotik ditemukan, bakteri di alam telah saling melawan menggunakan molekul antimikroba alami. Karena itu, banyak bakteri telah memiliki mekanisme “pertahanan purba”, yang membuat mereka secara intrinsik resistan terhadap beberapa antibiotik.

 

Masalah sebenarnya muncul ketika bakteri yang tadinya tidak resistan, kini berubah menjadi kebal akibat tekanan seleksi dari penggunaan antibiotik pada manusia, hewan, dan lingkungan. Resistensi jenis ini disebut “resistensi yang didapat”, dan inilah sumber utama krisis AMR saat ini.

 

Perubahan tersebut dapat terjadi melalui dua jalur utama:

 

1. Resistensi Karena Mutasi: Evolusi Kilat dalam Skala Mikroskopis

 

Bakteri dapat tiba-tiba menjadi kebal hanya karena satu mutasi kecil pada bagian DNA-nya. Mutasi ini terjadi secara acak, namun menjadi “berharga” ketika antibiotik hadir sebagai seleksi alam.

Mutasi dapat membuat bakteri kebal dengan cara:

  • mengubah bentuk target antibiotik sehingga obat tidak bisa “menempel” lagi,
  • menurunkan kemampuan obat masuk ke dalam sel,
  • mengaktifkan pompa efflux untuk membuang obat keluar,
  • atau melakukan perubahan metabolisme besar-besaran agar tetap bertahan.

Tak jarang, mutasi ini membuat bakteri kurang “bugar”. Namun dalam lingkungan yang penuh antibiotik, mutan inilah yang bertahan dan berkembang.

 

2. Transfer Gen Horizontal: Bakteri Saling Berbagi ‘Senjata’ Resistensi

 

Berbeda dengan manusia yang hanya mewariskan DNA kepada anaknya, bakteri memiliki trik yang jauh lebih agresif: mereka bisa bertukar gen secara langsung dengan sesama bakteri lain, bahkan lintas spesies. Proses ini disebut horizontal gene transfer (HGT), dan menjadi motor utama ledakan AMR di seluruh dunia.

Ada tiga jalur utama HGT:

  • Transformasi – bakteri “memungut” DNA yang tercecer di lingkungan,
  • Transduksi – DNA ditransfer melalui virus bakteri (fag),
  • Konjugasi – proses mirip “perkawinan bakteri” yang mentransfer plasmid antimikroba.

Bahkan ada elemen genetik khusus bernama integron, yang bekerja seperti “perpustakaan gen resistensi” yang dapat merekrut gen baru, menyimpannya, dan mengekspresikannya. Inilah alasan bakteri bisa tiba-tiba memiliki paket lengkap resistensi multiobat.

HGT banyak terjadi di saluran pencernaan manusia, terutama ketika antibiotik digunakan berlebihan—menciptakan “festival pertukaran gen” di mikrobiota usus.

 

Mekanisme Resistensi: Repertoar Canggih yang Telah Berevolusi Jutaan Tahun

 

Walaupun kecil dan sederhana, bakteri memiliki “arsenal” biokimia yang mengejutkan. Mereka dapat bertahan dari serangan antibiotik melalui beberapa jalur utama:

  1. Memodifikasi antibiotik

Mereka menghasilkan enzim yang menempelkan gugus kimia (asetilasi, adenilasi, fosforilasi) pada antibiotik sehingga obat tak lagi muat menempel pada targetnya.

    • Contoh: enzim aminoglycoside-modifying enzymes (AMEs) yang menonaktifkan gentamisin dan amikasin.
  1. Menghancurkan antibiotik

Ini mekanisme legendaris pada bakteri gram negatif: produksi β-laktamase, enzim yang memotong cincin β-laktam pada penisilin dan sefalosporin.

    • Faktanya, β-laktamase telah ditemukan jauh sebelum penisilin dipasarkan.
  1. Mencegah obat mencapai target

Bakteri gram negatif memiliki membran luar yang bekerja seperti “gerbang keamanan”, mengatur keluar masuknya antibiotik melalui porin.

  1. Mengubah target obat atau menciptakan jalur alternatif

Bakteri bisa memodifikasi protein penting di dalam tubuhnya sehingga antibiotik menjadi tidak efektif—seperti mengganti kunci agar tidak cocok dengan kunci palsu yang dibuat antibiotik.

 

Mengapa Mekanisme Ini Berbahaya bagi Kita?

 

Karena bakteri:

  • memiliki laju reproduksi sangat cepat,
  • mudah mengalami mutasi,
  • dapat saling mentransfer gen,
  • dan hidup dalam komunitas padat seperti usus, tanah, air limbah, serta lingkungan rumah sakit.

Kombinasi ini menciptakan sistem evolusi super-efisien yang terus menghasilkan varian kebal baru, bahkan lebih cepat dari kemampuan manusia mengembangkan antibiotik baru.

 

Penutup: Menghadapi Musuh yang Semakin Cerdas

 

AMR bukan datang tiba-tiba; ia tumbuh diam-diam, memanfaatkan setiap celah dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Jika dibiarkan, kita berisiko kembali ke “era pra-antibiotik”, ketika infeksi sederhana dapat mematikan.

Memahami bagaimana bakteri membangun dan menyebarkan resistensi adalah langkah pertama untuk menahan laju ancaman ini. Pada bagian-bagian berikutnya, kita akan membahas lebih dalam bagaimana mekanisme molekuler ini bekerja, bagaimana superbug menyebar, dan apa yang bisa dilakukan manusia untuk memutus rantai evolusi resistensi.

 

SUMBER:

WASPADA! Mekanisme Rahasia Superbug: Begini Cara AMR Pelan-Pelan Melumpuhkan Dunia Medis!  (https://atanitokyo.blogspot.com/2024/04/mekanisme-resistensi-antibiotik.html)


#Superbug 

#AMR 

#AntibioticResistance 

#GlobalHealth 

#Microbiology

Wednesday, 26 November 2025

Inside the High-Stakes GHSA Summit: How 35 Nations United in Jakarta to Confront the World’s Deadliest Health Threats”

 


Global Health Security Agenda

2nd Commitment Meeting
Jakarta, Indonesia | 21–23 August 2014

Executive Summary

The Second Commitment Meeting of the Global Health Security Agenda (GHSA), held in Jakarta, Indonesia, convened representatives from more than 35 countries, as well as delegates from WHO, FAO, OIE, and multiple sectors relevant to global health security. The meeting provided a platform for open and constructive dialogue regarding ongoing global health threats, including the Ebola outbreak in West Africa and the growing challenge of Antimicrobial Resistance (AMR).

The event strengthened collective understanding of the GHSA as a mechanism for mobilizing political will, technical leadership, and resources to build the capacities required to prevent, detect, and respond to infectious disease threats. It also highlighted Indonesia’s leadership role and continued progress in advancing global health security initiatives.


Objectives of the Meeting

  1. To strengthen sustained support among international stakeholders and enhance multisectoral engagement in the GHSA, particularly in preparation for the White House High-Level GHSA Meeting on 26 September 2014.

  2. To expand outreach to countries and stakeholders previously not involved in the GHSA, thereby increasing awareness, interest, and long-term participation.

  3. To enhance Indonesia’s visibility and international recognition for its leadership and progress in implementing global health security programs.


Meeting Highlights

Broad Multisectoral Participation

Representatives from health, agriculture, defense, foreign affairs, and other sectors engaged in robust exchanges on global health security challenges, with a particular focus on the West Africa Ebola outbreak and emerging AMR threats.

Discussion underscored the GHSA’s role in unifying global efforts to enhance preparedness, accelerate capacity-building, and mobilize coordinated action across countries and sectors.

Progress on GHSA Action Packages

Action Package Leaders presented updates on achievements to date, proposed clear progress indicators, and outlined next steps for advancing commitments. Delegates received a detailed overview of the upcoming White House GHSA High-Level Event and discussed pathways for sustainable post-September implementation and coordination.

A dedicated half-day session for Action Package Leaders further explored leadership functions, communication pathways, technical indicator development, and the need for systematic monitoring and evaluation.


Opening Plenary

The meeting commenced with remarks from:

  • Minister of Health of the Republic of Indonesia, Nafsiah Mboi, and

  • Minister of Agriculture of the Republic of Indonesia, Suswono.

Both emphasized that despite significant global progress, events such as the Ebola outbreak reveal substantial gaps in global preparedness. The ministers highlighted Indonesia’s success with multisectoral collaboration and affirmed the importance of the One Health approach in addressing evolving infectious disease threats.

Video messages by Dr. Margaret Chan (WHO) and statements from FAO and OIE representatives stressed critical priorities:

  • addressing AMR,

  • ensuring sustained long-term capacity building,

  • enhancing early detection, and

  • tackling underlying vulnerabilities related to food insecurity, environmental pressures, and poverty.

In the afternoon session, WHO, OIE, and FAO articulated the complementary relationship between the International Health Regulations (IHR 2005) and the GHSA. Speakers called for stronger political commitment, with particular emphasis on strengthening the veterinary sector—a recognized weak link in many countries.


Country and Organizational Interventions

  • United States representatives outlined the progress since the GHSA launch, reaffirming U.S. commitment through CDC and DTRA initiatives and offering details of the September 26 event.

  • Finland reported outcomes of the Helsinki GHSA Meeting, including a USD 1 million pledge to support Ebola response efforts and training programs for veterinary and public health personnel.

  • The Netherlands highlighted outcomes of the June 2014 Ministerial Conference on AMR, emphasizing infection control, prudent antibiotic use, and the urgent need for new antimicrobial development.

  • Uganda and Vietnam shared country experiences related to zoonotic disease detection and response.

  • Dr. David Nabarro, UN Special Coordinator for the Ebola Response, called for multisectoral collaboration and stressed the importance of incorporating biomedical, social, economic, humanitarian, and political dimensions in global responses to infectious disease threats.


Panel Discussion: Indonesia’s Experience with Zoonotic Diseases

Panelists:

  • Prof. Wiku Bawono Adisasmito (National Commission for Zoonosis Control)

  • Prof. Tjandra Yoga Aditama (Ministry of Health)

  • Dr. Pudjiatmoko (Director of Animal Health, Ministry of Agriculture)

Moderator: Prof. Amin Subandri

The panel highlighted Indonesia’s whole-of-government response to H5N1 and other zoonotic diseases, emphasizing financial and human resource needs, the critical importance of coordinated information-sharing between animal and human health sectors, and meaningful engagement with local stakeholders, including government authorities, communities, and media.


Scenario-Based Multisectoral Exercise

Participants formed multisectoral groups to work through a series of scenario-based challenges. The exercise reinforced:

  • the need for strong national coordination mechanisms,

  • the importance of timely and transparent information exchange, and

  • the practical application of One Health collaboration during public health emergencies.


Conclusion

The GHSA 2nd Commitment Meeting in Jakarta reaffirmed the shared objective of building a safer world protected from infectious disease threats. The meeting strengthened international collaboration, deepened multisectoral engagement, and reinforced Indonesia’s leadership role in shaping the future of the GHSA.

Countries left the meeting with clearer pathways for advancing GHSA commitments, stronger coordination structures, and renewed resolve to address global health security challenges through collective action.


#GlobalHealth
#GHSA
#OneHealth
#PandemicPreparedness
#IndonesiaLeadership