Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Pasar Produk Pertanian. Show all posts
Showing posts with label Pasar Produk Pertanian. Show all posts

Wednesday, 30 March 2016

Anggrek Bulan Indonesia Dipamerkan di Jepang


Anggrek bulan Indonesia pada Japan Grand Prix International Orchid Festival 2016

 
 
Anggrek bulan Indonesia tampil cantik di ajang Japan Grand Prix International Orchid Festival 2016 yang digelar di Tokyo Dome, Tokyo (12/02/2016). Bersama dengan Indonesia, negara lain seperti Angola, Jerman, Nikaragua, Yordania dan Azerbaijan juga menampilkan indahnya kreasi penataan bunga anggrek. Pada table display kali ini, isteri Duta Besar RI untuk Jepang, Dr. Dewi L. Ihza Mahendra memberikan dekorasi aksen Batik dan ornamen khas Indonesia guna menampilkan suasana tradisional Indonesia. Keindahan anggrek bulan berwarna putih yang dipadu dengan nuansa batik tradisional terlihat elegan dan menawan. Pemilihan dekorasi Batik juga sekaligus memperkenalkan budaya Indonesia di ajang festival anggrek internasional ini.

Princess Takamado dalam sambutan pembukaan festival anggrek ini menyampaikan bahwa anggrek adalah salah satu jalan menyatukan dunia serta pertukaran budaya. Pertukaran budaya dapat dilihat dari penampilan table display persembahan isteri dari para Duta Besar yang bertempat di Tokyo, Jepang. Secara khusus, Princess Takamado menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada isteri para Duta Besar yang menyajikan penataan bunga anggrek yang apik sekaligus memperkenalkan sisi budaya dari setiap negara.

Japan Grand Prix International Orchid Festival 2016 merupakan salah satu festival anggrek berskala internasional terbesar di dunia yang pada tahun ini memasuki penyelenggaraan tahun ke-26, sejak pertama kali diadakan pada tahun 1990. Festival anggrek tahunan ini diselenggarakan atas kerja sama antara Yomiuri Shimbun dan NHK (Japan Broadcasting Corporation) dari tanggal 12 – 19 Februari 2016 dengan menyertakan eksibitor dari 19 negara dan wilayah, lebih dari 3.000 jenis anggrek, dengan sebanyak lebih dari 100.000 tanaman.

Sumber : KBRI Tokyo

Thursday, 16 August 2012

Krisis Tempe dan Tahu


Oleh Dedi Rianto Rahadi1)

Faktor kekeringan di Amerika Serikat berimbas ke Indonesia. Salah satu imbasnya adalah harga kedelai yang terus melambung dan berdampak pada kenaikkan harga barang konsumsi yang berbahan baku kedelai. Sebagai bangsa yang menyukai olahan dari tempe seperti menu tempe bacem, tempe penyet, gorengan tempe, tahu bunting saat ini harus merogoh kocek yang lebih mendalam. Betapa tidak, produsen tempe sedang menjerit karena harga bahan bakunya melonjak tajam.

Sebagian penduduk Indonesia mayoritas terdiri dari kelas ekonomi menengah ke bawah. kurang memungkinkan bagi kelas ekonomi menengah ke bawah untuk mencukupi kebutuhan akan protein dengan membeli protein hewani. Sebagai suatu alternatif protein nabati sangat diminati. Harga yang relative murah, kandungan gizi yang lebih baik, dan rasa yang enak membuat protein nabati (khususnya tempe dan tahu) sangat diminati.

Seiring berjalannya waktu, produk olahan kedelai yang sangat diminati lama kelamaan menunjukan tanda-tanda kelangkaan. Indonesia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pasar akan kedelai. Hal itu mengakibatkan Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri. Indonesia yang disebut sebagai negara yang subur dan mayoritas penduduknya adalah petani tetap tidak mampu mencukupi permintaan pasar. Mengimpor barang konsumsi pastilah akan memiliki dampak negatif yaitu terjadinya ketergantungan dan bahaya inflasi.

Sebagian kita berpikir biaya operasional untuk menanam kedelai tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh, maka jalan pintas yaitu impor menjadi pilihan. Pernahkah kita berpikir ketika Amerika Serikat sebagai pengekspor kedelai tebesar mengalami kekeringan alias gagal panen? Pernahkah kita berpikir ketika Amerika Serikat merubah kebijakan untuk mengubah tanaman kedelai menjadi jagung? Indonesia selalu mulai berpikir ketika mengalami masalah bukan sebaliknya berpikir sebelum masalah muncul.

Seperti yang dikemukan Supadi (2009), ketergantungan kepada bahan pangan dari luar negeri dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan nasional dan mengganggu stabilitas sosial, ekonomi, dan politik. Ketahanan pangan berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan rakyat. Pemerintah gagal menjaga stabilitas harga tempe dan membiarkan ketergantungan pada impor yang menyebabkan hancurnya Industri tempe rakyat.

Hukum Permintaan dan Penawaran
Teori permintaan mengatakan jika harga kedelai meningkat maka permintaan terhadap kedelai semakin berkurang, sebaliknya jika harga kedelai turun maka permintaan terhadap kedelai semakin meningkat. Begitu pula pengaruhnya terhadap produk olahan kedelai seperti tempe, tahu dan lain-lain. Jika harga tempe naik maka permintaan terhadap tempe menurun, akibatnya permintaan terhadap kedelai juga menurun. Sebaliknya jika harga tempe turun maka permintaan terhadap tempe meningkat. Begitu pula dengan pendapatan, jika pendapatan konsumen meningkat maka permintaan terhadap kedelai juga meningkat.

Perkembangan jumlah penduduk juga berbanding lurus dengan permintaan kedelai. Jika jumlah penduduk meningkat maka permintaan kedelai juga meningkat disebabkan semakin banyaknya kebutuhan akan produk tersebut. Hal senada dikemukakan Pudjiatmoko, (2008), menjelaskan bahwa permintaan kedelai di Indonesia dipengaruhi oleh harga kedelai domestik, harga kedelai impor, jumlah penduduk dan pendapatan penduduk. Sedangkan menurut Hadipurnomo (2000) permintaan kedelai dipengaruhi oleh harga kedelai domestik, jumlah industry olahan kedelai harga kedelai impor, jumlah penduduk dan permintaan kedelai tahun sebelumnya.

Naiknya harga kedelai di pasar global telah menyebabkan bangkrutnya para produsen tempe nasional. Terlebih tempe merupakan bahan pangan yang sebagian besar dihasilkan oleh UKM. Dalam sebulan terakhir harga kedelai kualitas sedang telah naik dari Rp 6.800 menjadi Rp 7.800 per kg. Bahkan kedelai impor kualitas bagus kini harganya di pasaran telah mencapai Rp 8.300 per kg. Sedangkan harga kedelai lokal kualitas sedang harganya juga terkerek naik menjadi Rp 7.500 per kg.

Sebagian kebutuhan nasional kedelai dipasok dari sumber impor. Departemen Pertanian yang menyatakan, melonjaknya harga kedelai yang mencapai dua kali lipat sejak tahun 2008, berakibat berkurangnya pasokan kedelai di pasar internasional. Departemen Perdagangan menyatakan kebutuhan domestik terhadap kedelai cukup tinggi antara 2,5 juta-3 juta ton per tahun. Sedangkan pasokan dalam negeri yang dihasilkan hanya mencapai 700-800 ribu ton. Dengan demikian lebih dari 75 persen kebutuhan kedelai nasional dipasok impor. ôImpor telah menjadi tujuan utama pemerintah, menjadi strategi dasar dalam menjaga stabilitas harga.

Namun sangat disayangkan seringkali kondisi seperti ini dimanfaatkan oleh oleh sebagian mafia untuk mencari keuntungan sesaat. Pernyataan pemerintah untuk membebaskan bea masuk kedelai menjadi pintu masuk bagi sebagian mafia guna mencari keuntungan. Pembebasan bea masuk (BM) kedelai, memperbanyak impor serta memberikan subsidi harga bukan merupakan cara tepat jangka panjang untuk mengatasi permasalahan kesulitan pengrajin tempe dan tahu dalam negeri.

“Justru itu akan membebani pemerintah sendiri karena selain tetap sangat tergantung dengan impor juga mengurangi pendapatan dari BM hingga beban subsidi. Harusnya yang dilakukan adalah mempercepat swasembada dan menjaga harga jual petani,”Mempercepat swasembada kedelai bisa dilakukan pemerintah dengan merangsang petani bertanam komoditas itu mulai dari pemberian benih gatis, pembinaan cara bertanam baik dan benar hingga menjaga kestabilan harga. Swasembada juga bisa dicapai dengan mengharuskan perusahaan swasta bermitra dengan petani bahkan mewajibkan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) yakni PT. Perkebunan Nusantara bertanam kedelai.

Solusi
Bagi pengusaha. menyusul melonjaknya harga kedelai setidaknya ada dua kiat yang dilakukan kalangan pengusaha tahu dan tempe yakni menyesuaikan harga jual atau mengurangi porsi ukuran dan berat tahu. Keduanya memang merugikan konsumen, dimana konsumen harus mengeluarkan lebih uang atau memperoleh ukuran yang berkurang. Strategi ini diharapkan dapat dimengerti oleh konsumen karena ini yang dapat mereka lakukan agar bias bertahan. Terpenting produsen tidak berbuat curang dengan mengganti bahan baku yang dapat membahayakan konsumen. Mogok kerja atau membuang tempe dan tahu justru merugikan produsen itu sendiri.

Bagi pemerintah, solusi membuka kran impor bukanlah solusi yang tepat untuk jangka panjang. Kondisi ini membuat pemerintah menjadi tidak mandiri. Memberikan kesempatan bagi investor untuk membuka lahan kedelai itu lebih baik. Buat kebijakan secara komprehensive untuk memberikan kesempatan bagi daerah sebagai penghasil khusus kedelai secara professional. Menurut Subandi (2007), paling tidak ada lima strategi penting yang harus dilaksanakan untuk menjamin keberhasilan peningkatan produksi kedelai nasional, yaitu: (1) Perbaikan harga jual; (2) Pemanfaatan potensi lahan; (3) Intensifikasi pertanaman; (4) Perbaikan proses produksi; dan (5) Konsistensi program dan kesungguhan aparat.

Perbaikan Harga Jual
Harga jual yang rendah di tingkat petani sehingga kurang kompetitif dibandingkan komoditas palawija lainnya, merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan petani kurang berminat membudidayakan kedelai. Peningkatan harga jual di tingkat petani merupakan kunci utama dalam mengembalikan minat petani untuk menanam kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai di Indonesia, pemerintah terpaksa melakukan impor kedelai, terutama dari negara Amerika Serikat sebagai pengekspor utama. Terjadinya perubahan kebijakan pengelolaan lahan pertanian di Amerika Serikat dari tanaman kedelai ke tanaman jagung (sebagai sumber ethanol) menyebabkan produksi kedelai dunia mulai berkurang sementara permintaan selalu meningkat. Akibatnya, selain harga kedelai di pasaran dunia dan lokal yang naik lebih dari dua kali lipat, ketersediaan kedelai di pasar juga sudah mulai langka.

Pemanfaatan potensi lahan yang tersedia untuk mendukung peningkatan produksi kedelai antara lain dapat dilakukan dengan penanaman kedelai sebagai tanaman utama ataupun sebagai tanaman sela, diantaranya penanaman kedelai secara tumpang sari dengan ubikayu, kelapa sawit, kelapa, atau tanaman tua lainnya. Menurut Subandi (2007), dengan menerapkan teknologi maju, kedelai yang ditumpang sarikan dengan ubikayu dapat berproduksi mencapai 2 t/ha sedangkan ubikayu 30 t/ha.

Proses produksi yang mampu memberikan produktivitas tinggi, efisien, dan berkelanjutan yakni melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Menurut Balitkabi (2008), PTT adalah salah satu pendekatan dalam usahatani yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta melestarikan lingkungan produksi. Dalam implementasinya, PTT mengintegrasikan komponen teknologi pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO) secara terpadu Konsistensi program dan kesungguhan aparat.
1)Ketua Program Magister Manajemen (S2) Universitas Bina Darma, Anggota Dewan Riset
Daerah Prov. Sumsel

Sumber : Sriwijaya Post - Selasa, 31 Juli 2012 (http://palembang.tribunnews.com/2012/07/31/krisis-tempe-dan-tahu)

Wednesday, 15 August 2012

Tren Produksi Unggas Dunia


Kendati angka pertumbuhan tahunan produksi daging ayam melambat sedikit di bawah 2%, namun pernyataan Badan Pangan Dunia (FAO) yang memperkirakan output tahun 2012 ini akan mencapai 103,5 juta ton menunjukkan kenaikan kontribusi unggas dalam produksi daging dunia hingga mencapai 34,3%.

Tabel produksi daging unggas dunia (dalam juta ton)
Kawasan
2000
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011(E)
2012(F)
Afrika
3,0
3,6
3,6
4,0
4,2
4,4
4,6
4,8
4,9
Amerika
30,1
35,9
37,0
38,9
41,1
40,1
41,8
42,8
43,0
Asia
22,9
27,3
28,3
30,1
31,8
32,9
34,5
36,1
37,4
Eropa
11,9
13,2
13,1
14,0
14,4
15,7
16,1
16,6
16,9
Oceania
0,8
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,1
1,3
1,3
Dunia
68,6
80,9
83,0
87,9
92,5
94,2
98,1
101,6
103,5

Tabel produksi daging ayam dunia (juta ton)
Kawasan
2000
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011(E)
20129(F)
Afrika
2,8
3,4
3,4
3,7
4,0
4,2
4,4
4,6
4,7
Amerika
27,2
32,7
33,7
35,3
37,4
36,7
38,4
39,2
39,4
Asia
18,7
22,5
23,5
24,9
26,4
27,2
28,6
29,9
31,0
Eropa
9,4
10,7
10,8
11,7
12,1
13,4
13,8
14,2
14,5
Oceania
0,7
0,9
1,0
1,0
1,0
1,0
1,1
1,3
1,3
Dunia
58,7
70,2
72,3
76,7
80,8
82,5
86,2
89,2
90,9
E= estimasi; F= prakiraan
Sumber: FAO

Sementara output daging sapi tahun ini diperkirakan akan stagnan pada angka 67,5 juta ton, daging babi diperkirakan meningkat 2,6% menjadi 111,7 juta ton, hampir seluruh kenaikan terjadi di Cina. Untuk tahun 2013, output daging unggas global akan mencapai 106 juta ton.

Dalam dua belas tahun terakhir, kontribusi daging ayam terhadap produksi unggas dunia telah meningkat dari tak sampai 86% menjadi sekitar 88% saat ini. Output daging ayam global meningkat 27,5 juta ton antara 2000 dan 2010. Angka ini ekuivalen dengan rata-rata pertumbuhan 4% per tahun. Angka pertumbuhan ini turun hingga separuh sejak dua tahun lalu sehingga total output pada 2012 menjadi 91 juta ton dan tahun depan diperkirakan sebesar 93 juta ton, demikian dilaporkan Terry Evans seperti yang dimuat dalam the poultry site.

Tentang data daging ayam internasional, perlu dicatat bahwa yang dikeluarkan oleh FAO adalah semua jenis ayam (termasuk ayam petelur afkir), sementara data yang dikeluarkan otoritas lain seperti Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan Institut Riset Kebijakan Pertanian dan Pangan (FAPRI) tidak memasukkan perkiraan daging dari ayam petelur afkir.

Kelima kawasan utama yang tampak pada tabel di atas menunjukkan angka pertumbuhan yang bervariasi. Berdasarkan data tersebut, pada periode 2000-2010, baik Afrika maupun Asia mencatat pertumbuhan sekitar 4,5% per tahun, sementara pertumbuhan di kawasan lain di bawah 4%, yakni rata-rata 3,9% di Eropa dan 3,5% di Amerika.

Sejak 2010, seluruh kawasan menunjukkan angka pertumbuhan yang melambat, mencerminkan semakin rendahnya tingkat keuntungan akibat tingginya biaya produksi, utamanya bahan baku pakan, sementara di beberapa negara wabah penyakit juga turut mempengaruhi skenario ini.

Produksi daging ayam di seluruh Asia meningkat sekitar 10 juta ton antara tahun 2000 dan 2010 dari 18,7 menjadi 28,6 juta ton.

Cina merupakan produsen utama Asia. Namun lagi-lagi sumber data sangat memengaruhi angka yang muncul. Data produksi yang dikeluarkan FAO untuk Cina biasanya memasukkan Taiwan, Hongkong dan Macao. Sementara angka produksi yang dirilis USDA dan FAPRI biasanya tidak memasukkan Taiwan, Hongkong dan Macao.

Berdasarkan data USDA, produksi daging ayam Cina daratan akan tumbuh sebesar 4% tahun ini menjadi 13,7 juta ton dan akan meningkat menjadi 14,3 juta ton pada tahun 2013. Sementara jika menggunakan data FAO, angka pada periode yang sama menunjukkan 12,1 dan 12,6 juta ton.

Di Cina, daging ayam merupakan sumber protein hewani kedua setelah daging babi. Tingginya harga daging babi pada tahun lalu disertai turunnya volume impor ayam membuat produksi broiler Cina meningkat  4 sampai 5 persen tahun ini. Ekspansi ini terutama menguntungkan produsen besar yang memiliki area peternakan komersial lebih terisolasi serta biosecurity yang lebih baik.

Pertumbuhan ekonomi Cina yang melambat akhir-akhir ini diperkirakan akan turut memengaruhi pertumbuhan produksi unggas. Meskipun masih akan naik, namun pertumbuhannya tidak akan mencapai 4,3%.

Tabel produsen daging broiler utama Asia (000 ton)
Negara
2000
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011(E)
2012(F)
2013(F)
Cina
9.269
10.200
10.350
11.291
11.840
12.100
12.550
13.200
13.730
14.279
India
1.080
1.900
2.000
2.240
2.490
2.550
2.650
2.900
3.200
3.520
Iran
803
1.237
1.360
1.468
1.566
1.610
1.650
1.723
1.775
1.828
Indonesia
804
1.126
1.260
1.295
1.350
1.409
1.465
1.515
1.540
1.566
Turki
662
978
946
1.012
1.170
1.250
1.430
1.614
1.687
1.763
Jepang
1.091
1.166
1.258
1.250
1.255
1.282
1.290
1.235
1.270
1.305
Thailand
1.070
950
1.100
1.050
1.170
1.200
1.280
1.380
1.420
1.477
Malaysia
786
904
922
931
945
945
945
950
955
960
E= estimasi, F= prakiraan
Sumber: USDA dan FAO untuk Iran

Produksi ayam di India meningkat sekitar 10% per  tahun selama dekade terakhir. Industri India sangat terorganisir, sektor komersial memberi andil 85% dari output total, dua pertiga diantaranya berasal dari perusahaan (terpadu) integrated.  Kendati sektor produksi sudah terbilang canggih, namun tak sampai 10% dari unggas diproses di fasilitas modern, 90% masih diproses secara manual, dipotong di pasar-pasar tradisional.  Pasar ayam hidup masih mendominasi karena anggapan sebagian besar diproses di rumah potong hewan modern.

Kurangnya infrastruktur rantai dingin jugamerupakan hambatan ekspansi bisnis ayam olahan.  Kendati ada beberapa wawah avian Influenza tahun lalu, namun menurut laporan USDA , tidak memiliki dampak ekonomi maupun produksi yang signifikan.  Dengan angka pertumbuhan yang masih terus tinggi, output daging ayam India tahun 2013 dipastikan akan melampaui 3 juta ton.

Untuk Indonesia pada 2010, data USDA menunjukan output sekitar 1,47 juta ton. Berarti jumlah pemotongan pada tahun itu sekitar 1,2 milyar ekor dengan rata-rata berat hidup sekitar 1,2 kg per ekor.  Sementara angka FAO menunjukan sebanyak 2,2 milyar ekor dipotong (termasuk ayam broiler  dan layer afkir), menghasilkan 1,65 juta ton daging karkas dengan rata-rata berat ayam hanya 0,75 kh per ekor.

Sumber : Poultry Indonesia Vol VII, Agustus 2012.