Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Pendidikan dan Pelatihan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan dan Pelatihan. Show all posts

Tuesday, 29 July 2025

Peringkat Sains Interdisipliner 2025

 


Awal tahun ini (2024), Universitas Nasional Singapura (NUS) meluncurkan Institut Kecerdasan Buatan dengan tujuan yang berani dan ambisius "untuk memperluas batasan dari apa yang mungkin".

 

Direkturnya, Mohan Kankanhalli, mengatakan bahwa ide di balik institut baru ini adalah untuk meruntuhkan sekat-sekat disiplin akademis tradisional, untuk "menyatukan anggota fakultas dari seluruh universitas dengan beragam pengalaman dan keahlian untuk melakukan penelitian fundamental dengan tujuan bersama".

 

Secara umum dipahami bahwa generasi penemuan ilmiah inovatif dan mengubah dunia berikutnya kemungkinan besar akan datang dengan menggabungkan beragam keahlian akademis melalui tim sains "interdisipliner" yang baru, dan Institut AI NUS telah dirancang khusus untuk memungkinkan hal ini. Program ini mempertemukan para ilmuwan komputer dan pakar teknologi kecerdasan buatan (AI) bersama para pakar dari berbagai bidang, mulai dari kesehatan, logistik, manufaktur, robotika, keuangan, keberlanjutan perkotaan, dan sains, serta humaniora dan ilmu sosial, semuanya dengan harapan dapat mendobrak batasan pengetahuan manusia untuk menghadapi beberapa tantangan dunia yang paling mendesak, mulai dari krisis iklim hingga pencegahan pandemi.

 

“Di NUS, kami telah lama memprioritaskan dan mengembangkan program penelitian interdisipliner yang membahas isu-isu relevan global melalui pendekatan holistik dan multifaset, serta dengan beragam perspektif dan keahlian,” ujar Liu Bin, Wakil Presiden (Riset dan Teknologi) di universitas tersebut.

 

Universitas yang Diakui dalam Peringkat Sains Interdisipliner yang Baru

Dan kini, strategi visioner ini telah membantu NUS meraih posisi teratas dalam Peringkat Sains Interdisipliner global yang baru dan inovatif, sebuah cara yang sepenuhnya baru untuk mengakui, memberi tolok ukur, dan memberi insentif kepada universitas-universitas yang paling aktif melintasi batas-batas disiplin ilmu dan melakukan penelitian ilmiah dengan cara-cara baru yang inovatif.

 

Dikembangkan melalui kemitraan antara Times Higher Education (THE), mitra data bagi universitas dan pemerintah di seluruh dunia, dan Schmidt Science Fellows, sebuah inisiatif yayasan filantropi Schmidt Sciences milik Eric dan Wendy Schmidt yang mendukung peneliti interdisipliner melalui beasiswa penelitian, peringkat baru ini menunjukkan beragam praktik baik yang menarik di seluruh dunia, dengan banyak kejutan.

 

Dalam pemeringkatan perdana ini, Massachusetts Institute of Technology menempati posisi pertama, diikuti oleh rivalnya di Pantai Barat AS, Stanford University, di posisi kedua, dan AS mendominasi peringkat teratas, dengan tujuh dari 10 besar.

 

Namun Singapura juga bersinar, dengan NUS di posisi ketiga, dan negara-kota tetangganya, Nanyang Technological University, di posisi ke-9. Eropa juga menempati posisi 10 besar dunia, dengan Wageningen University and Research Belanda di posisi ke-7.

Wednesday, 11 June 2025

Mendidik Anak Usia Dini di Jepang

 

Sistem Pendidikan Anak Usia Dini di Jepang


Tinggal dan menetap di negara asing sering kali membawa tantangan tersendiri, terutama bagi keluarga muda yang sedang membesarkan anak. Di Jepang, salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh warga negara asing adalah memahami sistem pendidikan anak usia dini. Di negara ini, terdapat dua institusi utama yang melayani anak-anak prasekolah, yaitu hoikuen dan youchien.

 

Sekilas, kedua jenis lembaga ini tampak mirip karena sama-sama melayani anak usia dini sebelum masuk sekolah dasar. Namun, kenyataannya, hoikuen dan youchien memiliki konsep, tujuan, dan sistem pengelolaan yang berbeda, yang kadang membingungkan, terutama bagi orang tua yang baru pertama kali berinteraksi dengan sistem pendidikan di Jepang.

 

Hoikuen (保育園) lebih dikenal sebagai tempat penitipan anak, atau nursery school, yang mengutamakan aspek pengasuhan, keamanan, dan kenyamanan anak, terutama bagi orang tua yang bekerja penuh waktu. Di hoikuen, anak-anak cenderung lebih banyak terlibat dalam kegiatan yang menyenangkan dan merangsang kreativitas, seperti bermain, membuat prakarya, mendengarkan dongeng, bernyanyi, atau berolahraga.

 

Kegiatan ini dirancang untuk menumbuhkan rasa percaya diri, kemampuan sosial, dan kebahagiaan anak dalam suasana yang santai. Fokus utama hoikuen bukan semata-mata pada pencapaian akademik, tetapi lebih kepada mendampingi anak tumbuh dan berkembang secara emosional dan fisik di lingkungan yang aman.

 

Sebaliknya, youchien (幼稚園) atau taman kanak-kanak, lebih menekankan aspek pendidikan formal sebagai bentuk persiapan anak sebelum masuk sekolah dasar. Di sini, anak-anak mulai diperkenalkan pada rutinitas belajar, keterampilan dasar seperti membaca dan berhitung, serta berbagai kegiatan terstruktur yang dirancang sesuai tahap perkembangan mereka.

 

Youchien berada di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi (MEXT), sehingga orientasi pendidikannya lebih terarah pada tujuan kurikuler. Dengan demikian, orang tua yang ingin anaknya mulai mengenal dunia belajar sejak dini cenderung memilih youchien sebagai tempat pendidikan awal.

 

Meski berbeda dalam pendekatan, kedua lembaga ini sesungguhnya mengacu pada prinsip dasar pendidikan anak usia dini di Jepang, yang mengutamakan pembangunan karakter, keterampilan sosial, serta tumbuh kembang anak secara menyeluruh. Jepang bahkan telah mengembangkan sebuah bentuk baru yang disebut kodomoen, yaitu pusat pengasuhan dan pendidikan anak terpadu yang menggabungkan konsep hoikuen dan youchien. Kodomoen hadir sebagai solusi untuk menjembatani kebutuhan pendidikan dan pengasuhan dalam satu institusi yang lebih fleksibel dan inklusif, terutama bagi keluarga modern.

 

Memahami perbedaan mendasar antara hoikuen dan youchien sangat penting bagi orang tua, terutama warga negara asing yang mungkin tidak terbiasa dengan struktur pendidikan Jepang. Dengan pemahaman yang tepat, orang tua dapat memilih lembaga pendidikan yang paling sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan nilai yang ingin ditanamkan kepada anak sejak dini. Artikel ini akan mengulas lebih jauh konsep, karakteristik, dan tujuan dari hoikuen dan youchien, serta membantu para orang tua memahami sistem pendidikan anak usia dini di Jepang secara lebih menyeluruh dan mudah dipahami.

 

Mengenal Hoikuen, Tempat Penitipan Anak yang Jadi Andalan Keluarga di Jepang


Di tengah kesibukan hidup modern di Jepang, banyak orang tua—terutama ibu—memilih untuk tetap bekerja setelah memiliki anak. Dalam kondisi ini, hoikuen atau tempat penitipan anak menjadi solusi penting untuk membantu mereka menyeimbangkan antara peran sebagai orang tua dan profesional. Menariknya, konsep hoikuen bukanlah hal baru. Lembaga ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1890, dengan tujuan awal untuk merawat anak-anak dari keluarga kurang mampu. Seiring waktu, peran hoikuen berkembang menjadi bagian penting dari sistem kesejahteraan anak di Jepang.

 

Saat ini, hoikuen berfungsi sebagai lembaga publik non-wajib yang menyediakan layanan pengasuhan selama sekitar delapan jam per hari dan enam hari dalam seminggu. Anak-anak bisa dititipkan sejak usia 6 minggu hingga 6 tahun. Hoikuen terbagi menjadi dua bentuk utama: pengasuhan untuk anak usia di bawah 3 tahun dan program prasekolah bagi anak usia 3 tahun ke atas. Dalam praktiknya, ada tiga jenis hoikuen di Jepang, yaitu yang dikelola pemerintah daerah (negeri), yang dijalankan oleh swasta, dan yang tidak berlisensi (di luar standar nasional).

 

Untuk dapat mendaftarkan anak ke hoikuen berlisensi, baik negeri maupun swasta, orang tua harus mengajukan permohonan resmi dan menyertakan dokumen yang menunjukkan bahwa mereka memang membutuhkan layanan pengasuhan. Hal ini dilakukan agar keluarga yang benar-benar membutuhkan—seperti orang tua tunggal atau keduanya bekerja penuh waktu—mendapat prioritas. Permintaan terhadap hoikuen meningkat tajam dalam beberapa dekade terakhir, seiring dengan bertambahnya jumlah perempuan yang tetap bekerja setelah melahirkan, khususnya di wilayah perkotaan.

 

Di dalam hoikuen, anak-anak tidak hanya dititipkan. Mereka juga belajar banyak hal melalui aktivitas kelompok yang menyenangkan. Kegiatan seperti bermain bersama di luar ruangan, menyanyi, mendongeng, makan siang bersama, hingga tidur siang menjadi bagian dari rutinitas harian mereka. Suasana yang hangat dan penuh perhatian ini membantu anak mengembangkan keterampilan sosial, rasa percaya diri, dan kemandirian. Oleh karena itu, memilih hoikuen bukan hanya soal logistik pengasuhan, tetapi juga tentang menyediakan lingkungan yang positif bagi tumbuh kembang anak.

 

Proses pendaftaran ke hoikuen biasanya dimulai jauh-jauh hari. Orang tua disarankan untuk mulai mengunjungi hoikuen sekitar bulan Mei hingga September, dan mengajukan aplikasi mulai Oktober untuk tahun ajaran berikutnya yang dimulai bulan April. Mengunjungi hoikuen sebelum mendaftar sangat dianjurkan, karena orang tua bisa melihat langsung interaksi antara staf dan anak-anak serta menilai fasilitas yang tersedia. Tak jarang, orang tua mendaftarkan anak ke beberapa hoikuen sekaligus untuk memperbesar peluang diterima.

 

Biaya di hoikuen publik dan swasta biasanya tidak terlalu berbeda karena ditentukan berdasarkan penghasilan keluarga serta jumlah pajak yang dibayarkan. Ini membuat akses terhadap layanan hoikuen menjadi lebih merata dan adil. Salah satu keunggulan utama hoikuen adalah ketersediaan layanan makan siang yang sehat dan seimbang, disiapkan langsung oleh pihak sekolah. Sebagian besar hoikuen juga bekerja sama dengan dokter, perawat, dan ahli gizi untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh sehat, baik secara fisik maupun emosional.

 

Di sisi pembelajaran, hoikuen lebih menitikberatkan pada aktivitas yang menyenangkan (fun activity) daripada target akademik. Kegiatan seperti olahraga, musik, seni, dan permainan kreatif menjadi sarana utama untuk menstimulasi perkembangan anak. Tidak ada seragam, tidak ada nilai atau ujian—yang ada hanyalah pengalaman belajar yang natural, fleksibel, dan menyenangkan. Tujuan utamanya adalah membangun keterampilan sosial serta kebiasaan hidup sehat sejak dini.

 

Meskipun fokusnya bukan pada akademik, kegiatan fisik di hoikuen dirancang untuk mendukung tumbuh kembang motorik anak. Setidaknya ada tujuh kemampuan dasar yang dilatih, seperti berlari, melompat, melempar dan menangkap bola, hingga menjaga keseimbangan tubuh. Semua ini penting untuk mendukung perkembangan fisik anak secara menyeluruh dan mencegah berbagai gangguan kesehatan di masa depan.

 

Dengan pendekatan yang menyeimbangkan antara pengasuhan dan stimulasi perkembangan anak, hoikuen menjadi pilihan yang sangat berharga bagi keluarga di Jepang, terutama bagi mereka yang membutuhkan dukungan dalam menjaga anak saat bekerja. Ini bukan sekadar tempat menitipkan anak, melainkan tempat di mana anak belajar menjadi pribadi yang mandiri, sehat, dan bahagia.

 

Youchien Taman Kanak-Kanak Jepang yang Fokus pada Pendidikan dan Kemandirian Anak

 

Jika hoikuen hadir sebagai solusi bagi orang tua yang bekerja, maka youchien adalah tempat yang dirancang khusus untuk membantu anak-anak mempersiapkan diri sebelum masuk sekolah dasar. Dikenal sebagai taman kanak-kanak di Jepang, youchien terbuka bagi semua anak, tanpa memandang status pekerjaan orang tuanya. Berbeda dari hoikuen yang beroperasi lebih lama, jam belajar di youchien cenderung lebih singkat, umumnya hanya sekitar 4 hingga 5 jam per hari. Selain itu, sistem liburannya juga mengikuti kalender akademik seperti sekolah formal, termasuk libur musim panas dan musim dingin.

 

Menariknya, awal mula berdirinya youchien justru ditujukan untuk anak-anak dari keluarga kaya. Youchien pertama di Jepang dibuka pada tahun 1876 di Tokyo sebagai lembaga publik, dan empat tahun kemudian, muncullah youchien swasta pertama. Kini, youchien swasta menjadi pilihan populer dan melayani anak-anak usia 3 hingga 6 tahun. Ada dua jenis program yang tersedia, yaitu program dua tahun untuk anak usia 4-6 tahun dan program tiga tahun untuk anak usia 3-6 tahun. Di dalamnya, anak-anak dikelompokkan ke dalam tiga jenjang kelas sesuai usia mereka, dengan jumlah siswa yang biasanya dijaga agar tidak melebihi 30 orang per kelas.

 

Berbeda dari hoikuen yang lebih fokus pada pengasuhan dan keamanan anak, youchien lebih menitikberatkan pada pendidikan formal. Anak-anak mulai belajar membaca, menulis, berhitung, bahkan pendidikan jasmani dan seni. Tujuannya jelas: membekali anak dengan keterampilan dasar agar siap menghadapi jenjang sekolah berikutnya. Tak heran jika persaingan untuk masuk ke youchien cukup tinggi. Di beberapa daerah, jumlah pelamar melebihi kuota yang tersedia, sehingga proses seleksi bisa melibatkan undian, wawancara, bahkan tes kecil seperti menyebutkan dan menulis nama sendiri.

 

Youchien juga dikenal karena kurikulum yang lebih bervariasi. Beberapa taman kanak-kanak menekankan pembelajaran berbasis seni, alam, atau bahkan agama. Selain itu, anak-anak di youchien biasanya harus mengenakan seragam dan membawa bekal makan siang dari rumah, meskipun ada juga sekolah yang menyediakan makanan. Kegiatan belajar disampaikan dalam suasana yang menyenangkan dan interaktif, sambil tetap memperkenalkan aturan dan tanggung jawab. Anak-anak belajar mengenal huruf hiragana, berkomunikasi dengan teman sebaya, bekerja sama dalam kelompok, serta memahami nilai-nilai seperti menghargai karya orang lain.

 

Pendidikan di youchien tidak hanya mengembangkan kemampuan akademik, tetapi juga memperkuat karakter anak. Di sini, anak-anak diajarkan untuk mandiri sejak dini. Misalnya, orang tua tidak diperkenankan menunggu di sekolah saat jam belajar dimulai. Hal ini bertujuan untuk melatih keberanian anak menghadapi lingkungan baru tanpa bergantung pada orang tua. Prinsip pendidikan ini sejalan dengan filosofi pembelajaran karakter yang dianut Jepang, yaitu memberikan pengalaman langsung, membiarkan anak belajar melalui bermain, dan memahami setiap anak sebagai individu dengan keunikan masing-masing.

 

Pendekatan tersebut juga didukung oleh berbagai teori pendidikan, seperti metode Montessori yang percaya bahwa anak usia 3-6 tahun sedang berada dalam masa kepekaan sensorik yang tinggi. Maka dari itu, pembelajaran di youchien dibuat sevariatif dan sefleksibel mungkin agar anak dapat berkembang sesuai dengan kebutuhannya. Prinsip ini juga sejalan dengan filosofi pendidikan Indonesia ala Ki Hadjar Dewantara, yaitu asih (mengasihi), asah (memahirkan), dan asuh (membimbing)—membentuk suasana belajar yang menumbuhkan.

 

Untuk mendukung pembelajaran, hasil karya terbaik anak-anak sering kali dipajang di kelas sebagai bentuk penghargaan atas usaha mereka. Anak-anak pun merasa bangga dan termotivasi untuk terus mencoba dan berkembang. Guru di youchien berperan penting dalam mendampingi proses ini. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga memberikan dorongan positif dan pujian atas setiap kemajuan anak, sekecil apa pun.

 

Dari segi biaya, youchien swasta memang cenderung lebih mahal dibandingkan youchien negeri. Selain uang sekolah, orang tua perlu mempersiapkan dana untuk seragam, buku, dan kegiatan tambahan. Beberapa youchien juga menyediakan layanan antar-jemput menggunakan bus sekolah, yang dilengkapi guru pendamping demi memastikan keamanan anak selama perjalanan. Layanan ini tentu dikenakan biaya tambahan, tetapi memberikan kenyamanan lebih bagi orang tua yang tinggal jauh dari sekolah.

 

Secara keseluruhan, youchien bukan hanya tempat belajar huruf atau angka, tetapi juga lingkungan yang dirancang untuk menumbuhkan kemandirian, kepercayaan diri, dan kemampuan sosial anak. Dengan pendekatan yang seimbang antara pendidikan dan pengembangan karakter, youchien menjadi fondasi penting bagi anak-anak Jepang dalam menapaki jenjang pendidikan selanjutnya.

 

Mendidik Anak Sejak Dini Untuk Masa Depan Anak yang Lebih Baik

Setiap orang tua tentu ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, termasuk dalam memilih lingkungan pendidikan yang tepat sejak usia dini. Di Jepang, pilihan utama pendidikan prasekolah terbagi ke dalam dua jalur, yaitu hoikuen dan youchien, yang masing-masing memiliki keunikan, tujuan, dan pendekatan berbeda. Hoikuen lebih menekankan pada pengasuhan dan kesejahteraan anak, sangat cocok bagi orang tua yang bekerja penuh waktu dan membutuhkan layanan penitipan anak yang fleksibel. Sementara itu, youchien lebih berorientasi pada pendidikan formal, dirancang untuk membekali anak dengan keterampilan dasar akademik, karakter, dan kemandirian sebelum masuk sekolah dasar.

 

Keduanya sama-sama memainkan peran penting dalam mendukung tumbuh kembang anak, baik secara fisik, sosial, emosional, maupun intelektual. Yang membedakan hanyalah fokus dan fleksibilitasnya. Dengan memahami perbedaan ini, orang tua—baik warga Jepang maupun warga asing yang tinggal di Jepang—dapat membuat keputusan yang lebih tepat sesuai dengan kebutuhan keluarga dan karakter anak masing-masing. Pada akhirnya, baik hoikuen maupun youchien sama-sama bertujuan untuk menciptakan generasi masa depan yang sehat, cerdas, mandiri, dan siap menghadapi tantangan kehidupan.

PAUD dan Taman Kanak-kanak di Jepang



KONSEP HOIKUEN DAN YOUICHIEN DI JEPANG


RINGKASAN

Konsep hoikuen dan youchien sering kali membuat bingung, karena keduanya merupakan pendidikan untuk anak usia dini. Namun, keduanya memiliki perbedaan dalam sistem pendidikannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep hoikuen (保育園) dan youchien (幼稚園) di Jepang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan metode pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hoikuen umumnya mencakup fasilitas penitipan anak, yang juga disebut nursery, sedangkan youchien mengacu pada taman kanak-kanak. Di hoikuen rata-rata anak akan lebih diajarkan tentang fun activity seperti prakarya, olahraga, mendongeng, musik dan sebagainya. Youchien lebih didedikasikan untuk tujuan pendidikan. Jadi youchien memiliki lebih banyak pelajaran dibandingkan dengan hoikuen.

 

PENDAHULUAN

Membiasakan diri dengan sistem dan cara baru dalam melakukan sesuatu dapat menjadi proses yang terus-menerus dicoba dan berkelanjutan bagi banyak warga negara asing di Jepang. Hal ini terutama berlaku untuk keluarga atau pasangan yang berencana memiliki anak karena pendekatan pemerintah dan masyarakat terhadap anak bisa sangat berbeda, dengan banyak aspek yang perlu dipertimbangkan dan diatur. Beberapa di antaranya termasuk tempat penitipan anak, taman kanak-kanak, yang termasuk dalam pendidikan anak usia dini di Jepang.

 

Sebuah pendidikan anak usia dini sangat penting, karena selama 1.000 hari pertama kehidupan anak dapat memberikan dampak jangka panjang terhadap perkembangan kognitif (Barham, dkk, 2013). Pada usia dini kemampuan gerak fisik juga perlu diperhatikan. Hal tersebut dikarenakan pada usia tersebut, anak melakukan gerakan-gerakan mendasar dan terspesialisasi, misalnya berlari, melompat, menendang, melempar, dan berjalan seimbang di atas palang (Gallahue & Ozmun, 2006). Selain perlunya memperhatikan kemampuan kognitif dan psikomotorik (fisik), kemampuan afektif (karakter) juga menjadi perhatian penuh. Karakter akan terus-menerus ada dari penyesuaian manusia. Karakter berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual, emosional, dan kemanusiaan dari manusia (Listyarti, 2012). Oleh karena itu sebagai orang tua, khususnya yang berkarir sehingga memutuskan untuk menyekolahkan anak di Lembaga pendidikan tentu menginginkan kebutuhan anak tercukupi dengan baik.

 

Sistem pendidikan anak usia dini di Jepang bisa sangat membingungkan. Diperlukan penjelasan yang bertujuan untuk mengklarifikasi dan membedakannya agar warga negara asing juga dapat memahaminya. Ada dua pilihan utama di Jepang untuk mengasuh anak kecil di bawah usia 6 tahun, Nursery School atau Sekolah Penitipan Anak (Hoikuen), dan Taman Kanak-Kanak (Youchien). Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi (MEXT), taman kanak-kanak dan sekolah penitipan anak seharusnya konsisten dengan pedoman pendidikan anak usia dini. Artinya mereka memiliki kebijakan pendidikan yang sama. Secara khusus, pedoman tersebut mencakup membangun hubungan saling percaya antara anak dan pengasuh, menyediakan lingkungan yang sesuai dan menghargai aktivitas mandiri anak, serta memberikan bimbingan yang disesuaikan dengan individualitas dan perkembangan setiap anak. Secara khusus, sejak usia tiga tahun ditetapkan bahwa tidak boleh ada perbedaan pendidikan antara taman kanak-kanak dan sekolah penitipan anak.

 

Menurut Hayashi dan Tobin (2017), selama lebih dari satu abad telah ada dua bentuk penyediaan Early Childhood Education and Care (ECEC) di Jepang, yakni yōchien (taman kanak-kanak untuk anak usia 3-6 tahun) dan hoikuen (tempat penitipan anak untuk anak usia 0-6 tahun). Yōho Ichigenka (TK/Tempat Penitipan Anak/Center Synthesis) adalah sebuah kebijakan yang menyerukan untuk menggabungkan kedua institusi ini menjadi program jenis baru disebut kodomoen (pusat pengasuhan dan pendidikan anak terpadu), dan penempatan kedua bentuk penyediaan pendidikan anak usia dini di bawah satu struktur pemerintahan pusat.

 

Kebijakan penggabungan program kodomoen ini, pertama kali diusulkan pada tahun 1963, dipromosikan selama beberapa dekade secara berkala oleh pemerintah, tetapi dengan sedikit kemajuan menuju merger (penggabungan). Kendalanya adalah pusat penitipan anak dan taman kanak-kanak telah lama dikelola secara berbeda oleh kementerian pemerintah, taman kanak-kanak oleh kementerian pendidikan, kebudayaan, olahraga, sains, dan teknologi (selanjutnya disebut MEXT), dan pusat penitipan anak oleh kementerian kesehatan, tenaga kerja, dan kesejahteraan (selanjutnya disebut MHLW). Terciptanya sistem terpadu anak usia dini pendidikan dan perawatan karena itu diperlukan tidak hanya kompromi antara dua besar birokrasi yang kuat, tetapi juga antara dua sektor pendidikan anak usia dini dengan sejarah, tujuan, dan konstituen yang berbeda.

 

Penelitian sebelumnya terkait konsep hoikuen dan youchien di Jepang pernah dilakukan oleh Velliaris dan Willis (2013). Batasan utama yang diteliti adalah pilihan sekolah berpusat pada orang tua yang memutuskan di mana dan bagaimana anaknya akan dididik. Pilihan sekolah merupakan otoritas yang dilakukan orang tua dalam membuat keputusan tentang di mana anak-anak mereka akan bersekolah, dan memilih jalur pendidikan tertentu untuk anak-anaknya. Sebagian besar orang tua memiliki komitmen yang mendalam terhadap pendidikan anak-anaknya sejak masa kanak-kanak untuk mengembangkan pembelajaran kognitif, kesehatan dan kebahagiaan. Tujuan utama hoikuen adalah untuk menjaga keamanan dan gizi anak-anak, youchien dipertimbangkan lebih mendidik karena ada fokus akademik yang lebih besar.

 

Penelitian mengenai konsep hoikuen dan youchien juga pernah dilakukan oleh Ulfa (2014). Pada penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa pendidikan anak usia dini sudah seharusnya mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal. Pendidikan hoikuen dan youchien juga menerapkan hal serupa. Penerapan konsep nilai-nilai kearifan lokal bisa menjadi salah satu solusi agar anak tidak kehilangan jati diri bangsanya. Fitriawan (2016) melakukan penelitian sejenis. Di dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa metode pembelajaran montessori diterapkan pada pendidikan anak usia dini di Jepang, baik hoikuen maupun youchien. Penerapan metode tersebut juga memperhatikan prinsip-prinsip dan kebutuhan perkembangannya. Lebih lanjut, Mulyadi (2019) dalam penelitiannya juga mengungkapkan adanya perbedaan dan persamaan antara konsep hoikuen dan youchien. Penelitiannya mengkaji mengenai pendidikan karakter di pendidikan anak usia dini di Jepang. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa pembelajaran hoikuen dan youchien disesuaikan dengan perkembangan anak dan kebijakan pemerintah.

 

Topik terkait konsep hoikuen dan youchien di Jepang sangat menarik untuk dikaji. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan konsep hoikuen (保育園) dan youchien (幼稚園) di Jepang. Warga negara asing yang memiliki anak usia dini dan bermukim di Jepang tidak jarang mengalami kebingungan memahami hoikuen dan youchien tersebut. Menarik benang merah dari beberapa paparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kedua bentuk pendidikan anak usia dini (PAUD) di Jepang, terdiri dari sekolah taman kanak-kanak (yochien) dan sekolah penitipan anak (hoikuen). Orang tua dapat mendaftarkan anaknya pada program pendidikan anak usia dini sebelum sekolah dasar. Sekolah taman kanak-kanak didirikan di bawah yuridiksi Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan (sekarang Kementerian Kesehatan, Perburuhan, dan Kesejahteraan). Pada penelitian kali ini, penelitian ini bertujuan menjelaskan mengenai konsep pendidikan hoikuen dan youchien. Penelitian difokuskan untuk mengkaji konsep pembelajaran pendidikan hoikuen dan youchien dengan tujuan warga negara asing di Jepang mampu memilih pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak. Penelitian ini ingin mendeskripsikan lebih lanjut mengenai perbedaan antara kedua pendidikan tersebut.

 

METODE

 

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pengumpulan data penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan adalah penelitian ilmiah yang dilakukan dengan bantuan kepustakaan, baik berupa buku, catatan atau laporan hasil penelitian sebelumnya. Pengumpulan data penelitian kepustakaan difokuskan pada pencarian data atau informasi melalui dokumen elektronik yang dapat diakses melalui website, artikel dalam jurnal, artikel dalam blog, foto/gambar, serta melalui platform youtube. Data-data terkait data mengenai youchien di Jepang diperoleh melalui website, platform youtube, serta sumber studi literatur dari informan yang tinggal di Jepang dan memiliki anak usia dini yang pernah bersekolah di youchien. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi. Analisis isi digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi, termasuk surat kabar, berita radio, iklan televisi, dokumen, foto, gambar, dan dokumen elektronik yang tersedia melalui situs web. Teknik analisis data dilakukan dengan membaca, menelaah, dan menganalisis berbagai literatur yang ada (Sutrisno, 2002).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Hoikuen (保育園)

Pengasuhan anak Jepang, bentuk pertama hoikuen, atau pengasuhan anak Jepang, diluncurkan pada tahun 1890 dan awalnya dirancang untuk anak-anak orang miskin (Boocock, 1989: 44–45). Saat ini, hoikuen adalah lembaga publik non-wajib yang dijalankan oleh pemerintah Jepang hingga 8 jam per hari dan 6 hari per minggu, melayani anak-anak dari usia 6 minggu hingga 6 tahun. Itu merupakan dua bagian hoikuen termasuk pusat pengasuhan anak untuk anak di bawah 3 tahun yang sebanding ke format penitipan anak dalam budaya Barat, dan program prasekolah 3 tahun untuk anak-anak 3 tahun dan lebih tua (Holloway and Yamamoto, 2003). Di Jepang, ada tiga jenis sekolah penitipan anak, terdiri dari: Sekolah penitipan anak umum/negeri (dioperasikan oleh pemerintah daerah, jadi ada standar tertentu untuk kebijakan dan lingkungan), Pusat penitipan anak swasta (dengan kebijakan mereka sendiri), dan Pusat penitipan anak yang tidak disetujui (di luar standar nasional).

 

Memasuki pusat penitipan anak berlisensi, baik negeri maupun swasta, pemerintah daerah harus menyatakan bahwa anak tersebut membutuhkan pengasuhan. Oleh karena itu, orang tua perlu menyiapkan sertifikat dan dokumen yang diperlukan untuk menerima persetujuan. Hal ini diwajibkan oleh pemerintah untuk memastikan bahwa keluarga yang membutuhkan lebih banyak dukungan, seperti keluarga dengan kedua orang tua yang bekerja penuh waktu atau ibu/ayah tunggal, dapat memperoleh prioritas fasilitas ini. Sistem ini diterapkan sebagai tanggapan atas kekurangan fasilitas penitipan anak akibat meningkatnya jumlah perempuan yang terus bekerja setelah cuti melahirkan, terutama di daerah perkotaan.

 

Di tempat penitipan anak, anak-anak mempelajari berbagai hal melalui kegiatan kelompok seperti bermain di dalam dan luar ruangan, waktu makan siang dan kudapan, serta tidur siang. Ini bukan hanya tempat di mana orang tua dapat bekerja sambil mengasuh anak-anak mereka, tetapi juga tempat di mana anak-anak dapat mengembangkan keterampilan sosial mereka, sehingga membantu mereka tumbuh. Pusat penitipan anak swasta dan pusat penitipan anak tidak berlisensi memiliki kebijakan dan jam pendidikan yang berbeda, jadi yang terbaik adalah mengunjungi pusat tersebut terlebih dahulu dan memilih yang paling sesuai dengan gaya hidup dan kepribadian anak.

 

Dalam kebanyakan kasus, anak-anak masuk tempat penitipan anak di Jepang pada bulan April. Membuat perencanaan kunjungan (buat janji temu melalui telepon dengan setiap tempat penitipan anak sekitar bulan April hingga September pada tahun sebelum orang tua ingin mendaftarkan anak-anaknya). Kirim formulir aplikasi untuk masuk (mulai sekitar bulan Oktober lebih aman untuk mulai menyiapkan dokumen sedini mungkin). Melakukan wawancara dengan staf tempat penitipan anak. Tempat penitipan anak menerima pendaftaran anak.

 

Merupakan ide bagus untuk mengunjungi tempat penitipan anak sehingga orang tua dapat melihat hubungan antara staf tempat penitipan anak dan anak-anak yang dititipkan, serta keadaan fasilitas tempat itu sendiri. Banyak tempat penitipan anak menerima kunjungan sepanjang tahun, tetapi ekspektasi umum adalah menelepon setiap tempat penitipan anak antara bulan Mei dan September untuk menjadwalkan kunjungan dengan tempat penitipan anak tersebut. Sebagian besar tempat penitipan anak menerima aplikasi dari Oktober hingga Desember tahun sebelum anak mulai masuk. Orang tua harus menyiapkan semua dokumen anak sebelum mendaftar. Sudah merupakan hal yang umum ketika orang tua mendaftarkan anak-anaknya ke beberapa tempat penitipan anak untuk mendapatkan peluang yang lebih baik untuk mendapatkan tempat.

 

Dalam beberapa kasus, tidak ada wawancara sebelum penerimaan anak. Wawancara sebelum penerimaan terutama untuk mengkonfirmasi isi dokumen lamaran dan menanyakan tentang perlunya pengasuhan anak untuk keluarga. Sebagian besar pemerintah kota akan mengirimi orang tua surat penawaran melalui pos sekitar bulan Januari atau Februari. Ada beberapa sekolah yang tidak menghubungi orang tua jika orang tua gagal dalam proses seleksi, jadi ada baiknya orang tua mengecek terlebih dahulu apakah akan ada pemberitahuan atau tidak, dan kapan akan dikirimkan. Jika orang tua terpilih untuk masuk, pastikan untuk mengkonfirmasi jadwal sesi informasi dan wawancara. Jika orang tua tidak diterima, orang tua harus mencari tempat penitipan anak yang memiliki proses aplikasi kedua atau tempat penitipan anak yang tanpa izin.

 

Hoikuen terus dianggap sebagai fasilitas penitipan anak daripada lembaga pendidikan. Fungsi utamanya adalah untuk mengakomodasi anak-anak saat mereka terpisah dari orang tuanya. Intinya, tujuan utama hoikuen adalah menjaga anak-anak tetap aman dan terpelihara (melalui program gizi sekolah umum), dan pendidikan dapat dilihat sebagai tujuan sekunder. Saat ini, hoikuen publik dan swasta tersedia, tanpa perbedaan biaya yang mencolok. Alih-alih membebankan satu biaya standar, biaya dapat bervariasi dan ditentukan oleh pendapatan keluarga dan jumlah pajak yang dibayar orang tua atau wali (Boocock, 1989).

 

Gambar 1 Suasana di Hoikuen

Gambar 1 merupakan suasana di salah satu hoikuen di kota Suzuka, prefektur Mie Jepang.

Para siswa melakukan kegiatan bersama staf di tempat penitipan anak. Kegiatan di halaman hoikuen tersebut dilakukan bersama-sama dalam bimbingan serta pemantauan dari sensei. Dengan bertambahnya jumlah ibu yang terus bekerja setelah melahirkan, hoikuen atau nursery school (tempat penitipan anak) sangat membantu setiap keluarga di Jepang. Hoikuen disebut juga Nursery School atau Day Care, biasanya ini diperuntukkan bagi ibu yang bekerja. Karena disini, para ibu bekerja bisa menitipkan anaknya dari usia 6 bulan hingga 6 tahun (tergantung peraturan setiap Hoikuen di setiap kota). Meski tidak ada batasan mengenai jumlah anak yang diasuh dalam satu ruang kelas, namun terdapat rasio standar minimum yang dianjurkan yakni 1:3 untuk anak usia dibawah 1 tahun; 1:6 untuk anak usia 1-3 tahun; 1:20 untuk anak usia 3-4 tahun; dan 1:30 untuk anak usia diatas 4 tahun (Chesky, 2011).

 

Saat di hoikuen, orang tua tidak perlu menyediakan bekal makan siang, karena pihak sekolah yang menyediakannya. Hal tersebut dikarenakan fungsi utamanya adalah untuk menampung, menjaga, serta memperhatihan gizi ketika terpisah dengan orang tuanya (Velliaris dan Willis, 2013). Oleh karena itu, hampir semua hoikuen bekerjasama dengan dokter, suster dan ahli nutrisi. Hoikuen tidak mempunyai seragam khusus dan tidak ada target akademis yang harus dicapai anak. Secara akademis, di hoikuen rata-rata anak akan lebih diajarkan tentang fun activity seperti prakarya, olahraga, mendongeng, musik dan sebagainya. Sehingga, dalam hal pelajaran, akan dirasa lebih kurang dari youchien. Pendidikan hoikuen bertujuan untuk mengajari anak menjalin hubungan sosial yang baik dan benar, sedangkan youchien bertujuan untuk membangun landasan hidup yang kuat (Juliandi, 2014).

 

Pembelajaran yang berbasis fun activity tersebut meningkatkan kemampuan fisik (motorik) anak. Meskipun berbasis fun activity namun setidaknya terdapat tujuh dasar kemampuan fisik anak yang perlu untuk diperhatikan, yaitu (1) lari 25 m, (2) melompat, (3) melempar bola, (4) mengangkat badan, (5) melompat dengan dua kaki dalam jarak yang sama urutan, (6) menangkap bola, dan (7) berlari pada lintasan tertentu pulang pergi (Murni, dkk, 2017). Kegiatan yang melibatkan fisik menjadi salah satu program untuk mencegah penyakit dan menjamin kehidupan sehat di usia dini (Traveras, dkk, 2005). Hal tersebut juga sejalan dengan tujuan pembelajaran di hoikuen yakni membantu tumbuh kembang anak baik secara fisik ataupun mental.

 

Youchien (幼稚園)

Youchien terbuka untuk anak-anak terlepas dari status pekerjaan orang tua mereka. Jamnya seringkali lebih pendek, dengan liburan panjang yang sesuai dengan tahun ajaran reguler. Ini karena lebih berbasis pendidikan dan dianggap sebagai langkah menuju sistem pendidikan reguler, daripada dimaksudkan agar sesuai dengan jam kerja orang tua. Berbeda dengan hoikuen, awalnya youchien atau taman kanak-kanak Jepang dirancang untuk anak-anak orang kaya (Boocock, 1989: 44–45). Youchien pertama di Jepang dibuka di Tokyo pada tahun 1876 sebagai entitas publik, dan youchien swasta pertama dibuka 4 tahun kemudian. Saat ini, youchien swasta adalah pusat swasta non-wajib yang melayani anak-anak dari usia 3 hingga 6 tahun dan beroperasi antara 4 dan 5 jam per hari kerja. Dua jenis youchien termasuk program 2 tahun untuk anak usia 4 hingga 6 tahun, dan program 3 tahun untuk anak usia 3 hingga 6 tahun (Holloway dan Yamamoto, 2003).

 

Youchien biasanya dibagi menjadi tiga tingkat kelas, yaitu anak usia 3 hingga 4 tahun, 4 hingga 5 tahun dan 5 hingga 6 tahun. Meskipun tidak ada syarat rasio minimum adult-to-child, sebagian besar mempertahankan jumlah di bawah 30 siswa per kelas (Velliaris dan Willis, 2013). Kadang-kadang, kelas akan memiliki lebih dari satu guru, paling sering di kelas termuda. Sementara tujuan utama hoikuen adalah untuk menjaga keamanan dan gizi anak-anak, youchien dipertimbangkan lebih mendidik karena ada fokus akademik yang lebih besar (Boocock, 1989). Artinya, tujuan primer youchien adalah mempersiapkan anak-anak untuk sekolah dasar Jepang. Youchien cenderung sebagai entitas independen dan tidak dianggap sebagai bagian dari sekolah dasar. Namun, terkadang merek berdampingan dengan SD, SMP dan SMA, dan dalam beberapa kasus, universitas, semua di bawah payung lembaga pendidikan berbadan hukum. Sekolah-sekolah ini sering dibangun di situs yang sama, pengaturan disebut sebagai 'pendidikan yang konsisten' (Boocock, 1989).

 

Cenderung ada banyak persaingan di antara youchien, dan jumlah pelamar melebihi jumlah bukaan, sistem undian dapat digunakan. Untuk masuk, beberapa youchien melakukan sistem seleksi wawancara dan ujian masuk lainnya yang mengharuskan anak mampu menyebutkan dan menulis nama mereka sendiri. Biaya sekolah youchien swasta mungkin dua kali lebih mahal daripada youchien negeri dan seringkali kurikulumnya didasarkan pada tema dan ditetapkan oleh masing-masing sekolah, seperti youchien berbasis seni, youchien berbasis alam atau youchien berbasis agama.

 

Youchien disebut juga Kindergarten atau Taman Kanak-Kanak. Youchien lebih didedikasikan untuk tujuan pendidikan. Jadi youchien memiliki lebih banyak pelajaran dibandingkan dengan hoikuen. Anak-anak di sekolah youchien juga diharuskan membawa makan siang sendiri walaupun terkadang youchien menyiapkan bekal sekolah dan belajar matematika, pendidikan jasmani, menulis dan membaca, serta mata pelajaran lainnya. Di Youchien, anak-anak harus mengenakan seragam sekolah.

 

Gambar 2 Suasana Siswa Youchien di Kelas

Gambar 2 merupakan suasana siswa salah satu youchien di kota Mito prefektur Ibaraki Jepang saat berada di kelas ketika kunjungan orang tua diadakan.

Para siswa mengenakan seragam berwarna biru, berdasarkan gambar terlihat sensei sedang memberikan bimbingan, dan para orang tua melihat anak-anak mereka dari samping. Hal tersebut sesuai dengan Ulfa (2014) yang menyatakan bahwa guru mendorong anak untuk berani mencoba dan memberikan pujian jika menunjukkan kemajuan, meski hanya sedikit.

 

Pendidikan youchien di Jepang didasari oleh tiga hal, antara lain: 1) anak-anak mendapatkan pengalaman sebanyak mungkin; 2) anak-anak belajar melalui bermain; 3) anak-anak berkembang sesuai sifat dan karakter masing-masing. Disamping itu pendidikan di Jepang juga menjunjung pembelajarn karakter. Untuk melatih keberanian, orang tua tidak diperkenankan menunggu di sekolah. Melalui sistem tersebut, anak-anak terlatih mandiri dan berani memasuki lingkungan baru (Mulyadi, 2019).

 

Gambar 3 Suasana Belajar Siswa Youchien di Kelas

Gambar 3 terlihat sensei (guru) sedang menjelaskan tentang salah satu huruf hiragana di papan tulis.

Para siswa menyimak penjelasan tentang huruf hiragana tersebut. Menurut teori pembelajaran montessori, anak usia 3-6 tahun kepekaan indrawinya semakin tinggi (Fitriawan, 2016). Oleh karena itu, orang tua harus memperhatikannya agar anak mampu berkembang sesuai perkembangannya. Lebih lanjut teori montessori sejalan dengan teori tokoh Pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang sangat menyakini dengan prinsip asih (mengasihi), asah (memahirkan), dan asuh (membimbing) (Soeratman, 1985).

 

Gambar 4 Siswa Youchien Latihan Menulis Huruf Hiragana

Gambar 4 menunjukkan seorang siswa youchien sedang latihan menulis salah satu huruf hiragana.

Setelah menyimak penjelasan sensei tentang huruf hiragana, masing-masing siswa kemudian berlatih menulis huruf hiragana di buku tulisnya. Para siswa di youchien diajarkan bahasa nasional (Jepang), sopan santun, komunikasi dengan orang lain, serta kerjasama dengan orang lain (teamwork) dan rasa tanggung jawab (Velliaris dan Willis, 2013). Selain itu, hasil karya anak-anak yang terbaik juga akan dipajang dengan tujuan mengajarkan pentingnya menghargai karya orang lain (Ulfa, 2014).

 

Gambar 5 Bus Sekolah

Biaya yang dibutuhkan untuk youchien lebih banyak. Hal tersebut, dikarenakan pihak sekolah biasanya menetapkan biaya tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku di sekolah tersebut. Biaya tersebut meliputi PIBG, buku, seragam, dan sebagainya (Abdullah, 2021). Tidak seperti kebanyakan hoikuen (terutama di kota), anak-anak yang pergi ke youchien dapat dijemput dengan bus jika sekolah jauh dari rumah mereka. Ini mungkin dikenakan biaya tambahan. Selalu ada guru di dalam bus sehingga orang tua dapat merasa yakin bahwa anak-anaknya aman dan selalu diawasi.

 

SIMPULAN

Perbedaan utama antara hoikuen dan youchien adalah aspek pengasuhan anak dan aspek pendidikan. Hoikuen dapat dimulai dari usia yang lebih muda dan lebih fokus pada pengasuhan anak secara umum, sedangkan youchien dimulai dari usia yang lebih tua dan mencakup topik dan aktivitas berbasis pendidikan yang lebih luas. Secara akademis, di hoikuen rata-rata anak akan lebih diajarkan tentang fun activity seperti prakarya, olahraga, mendongeng, musik dan sebagainya. Sehingga, dalam hal pelajaran, akan dirasa lebih kurang dari youchien. Youchien lebih didedikasikan untuk tujuan pendidikan. Di Youchien, anak-anak harus mengenakan seragam sekolah, selain itu mereka juga belajar materi dasar berupa matematika, pendidikan jasmani, menulis dan membaca, serta mata pelajaran lainnya.

 

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian. Pihak-pihak tersebut yakni informan FED sebagai warga negara Indonesia di Jepang, serta teman-teman rekan sejawat yang membantu memberikan referensi dan saran.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Afifah Binti. 2021. Kajian Perbandingn Terhadap Isu dan Perhatian dalam Pendidikan Awal Kanak-Kanak di Malaysia dan Jepun. Jurnal Al-Sirat, 1(17).

Asmaradayana. 2011. Lawatan ke Yocien Haziq. Di akses melalui tautan, http://asmaradayana.blogspot.com/2011/05/lawatan-ke-yochien-haziq.html.

Barham, T., Macours, K., & Maluccio, J. 2013. Boys’ Cognitive Skill Formation and Physical Growth: Long-Term Experimental Evidence on Critical Ages for Early Childhood Interventions. American Economic Review: Papers & Proceedings, 103(3), 467-471.

Barnett, Steven. 1995. Long Term Effects of Early Childhood Programs on Cognitive and School Outcomes. The Future of Children 5(3): 25–50.

Boocock SS. 1989. Controlled Diversity: an Overview of the Japanese Preschool System. Journal of Japanese Studies 15(1): 41–65.

Chesky, A.K. 2011. Hoikuen or Yochien: Past, Present, and Future of Japanese Early Childhood Education. Childhood Education 87(4): 239–243.

Fitriawan, Fuad. 2016. Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui Prinsip Pendidikan Montessori Pada Anak Usia Dini. Qalamuna-Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama 8(2).

Gallahue, D., & Ozmun, J. 2006. Understanding Motor Development: Infants ,Children, Adolescents, Adults. Boston: McGraw Hill.

Galupe, S.W. (2020). Kyle's First Visit To His Hoikuen [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=Oy-5whR0RfI.

Hayashi A., Tobin J. 2017. Reforming the Japanese Preschool System: An Ethnographic Case Study of Policy Implementation. Arizona State University.

Holloway SD and Yamamoto Y. 2003. Early childhood education teachers in Japan. In: Saracho ON and Spodek B (eds) Studying Teachers in Early Childhood Settings. Greenwich, CT: Information Age, pp.181–209.

Juliandi, Putri. 2014. Pendidikan Anak Ala Jepang. Jakarta: Gramedia.

Listyarti, Retno. 2012. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan Kreatif. Jakarta: Erlangga.

Maria Montessori, 2016, Rahasia Masa Kanak-kanak, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Maunah, Binti. 2016. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.

Mulyadi, Budi, 2014. Model Pendidikan Karakter dalam Masyarakat Jepang. Jurnal Izumi, 3(1), 69-80.

Mulyadi, Budi. 2019. Model Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Dan Anak Usia Sekolah Dasar di Jepang. Kiryoku, 3(3)2019.

Murni, Ramlia, Yudianto Sujanaa, Dyah Yuni Kurniawati, Matsuri. 2017. Adopting Physical Activities and Physical Skills of Japanese Early Childhood Model. Atlantis Press: Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), vol. 58.

Soeratman. 1985. D. Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Sutrisno, H., 2002. Metodologi Reserch. Yogyakarta: Andi Ofset.

Taveras, E.M., Rifas-Shiman, S.L., Berkey, C.S., Rockett, H.R.H., Field, A.E., Frazier, A.L., Colditz, G.A., Gillman, M. W. 2005. Family Dinner and Adolescent Overweight. Obesity Research, 13, 900-906.

Triharjaningrum, A., dkk. 2007. Peranan Orang Tua dan Praktisi Dalam Membantu Tumbuh Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan. Jakarta: Prenada.

Uemaru, Yuna & Yurika Akashi. 2015. An Introduction to Japanese Preschool Education. Di akses melalui tautan, https://blog.littlelives.com/an-introduction-to-japanese-preschool-education-556477b84d2f.

Ulfa, R. A. 2014. Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui Prinsip Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (BPKL) Pada Pendidikan Anak Usia Dini. Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan Dan Keagamaan, 9(2), 207-222.

Velliaris, D. M., and Willis, C.R. 2013. School Choice for Transnational Parents in Tokyo. Journal of Research in International Education,12(3)228-238.

Venture, Alex. 2023. Japanese Kindergarten School (Youchien) 幼稚園 [Video].Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=FERa0XjzC1I.

 

SUMBER:

Yenny Jeine Wahani. 2023. Konsep Hoikuen dan Youchien di Jepang.  Journal of Education Research, 4 (4), 2023, Pages 1785-1792

Thursday, 15 March 2012

Scholarships

Scholarships - United States

The Dag Hammarskj�ld Fund for Journalists
New York, US
Scholarship / Financial aid: the cost of travel and accommodations, as well as a per diem allowance offered
Date: 2012
Deadline: March 30, 2012
Open to: professional journalists from developing countries
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=1870,us,sch&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

2012 Collegiate Inventors Competition
Washington, US
Scholarship / Financial aid: over $100,000 available in prizes
Date: 2012
Deadline: June 15, 2012
Open to: applicants which are enrolled or have been enrolled full-time in any US or Canadian college
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=1871,us,sch&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

Scholarships - European Union

Internship | EU Information Assistant
Brussels, Belgium
Scholarship / Financial aid: available but undefined
Date: 2012
Deadline: 15 April 2012
Open to: applicants with a university degree in political science, EU affairs, journalism or equivalent
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=1105,eu,sch&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

Laces Trust Scholarship in Philosophy/Ethics
University of Oxford, UK
Scholarship / Financial aid: �3000 per annum plus a small stipend
Date: the academic year 2012-2013
Deadline: 1st June 2012
Open to: students who will begin studying for a postgraduate research degree in philosophy and/or ethics
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=1106,eu,sch&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

E.P. Abraham Scholarship in the Chemical, Biological/Life and Medical Sciences
University of Oxford, UK
Scholarship / Financial aid: �2426 per annum+a room in College accommodation
Date: the academic year 2012-2013
Deadline: 25th May 2012
Open to: students who will begin studying for a postgraduate research degree in the University of Oxford
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=1107,eu,sch&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

The Politecnico di Milano Scholarships
Politecnico di Milano, Italy
Scholarship / Financial aid: fifty 10,000 Euro scholarships are now available
Date: 2012-2013
Deadline: 18th of May 2012
Open to: international students
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=1108,eu,sch&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

PhD Studentship in Applied Organic/Analytical Chemistry
University of Southampton, UK
Scholarship / Financial aid: this research project has funding attached
Date: starting with 2012
Deadline: ongoing
Open to: European/UK students
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=1109,eu,sch&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

PhD Studentship in Social Epidemiology: Health Effects of Social Change in Gender, Work & Family
University College London, UK
Scholarship / Financial aid: the studentship covers home fees and stipend of approximately �14,500 pa
Date: 3-year PhD studentship
Deadline: 12 April 2012
Open to: applicants with a Master�s degree in social sciences, epidemiology, public health, or statistics
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=1110,eu,sch&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

Conferences - No fee conferences

Model NATO Youth Summit 2012
Brussels, Belgium
Scholarship / Financial aid: undefined
Date: 8th-13th of July 2012
Deadline: 18 March 2012
Open to: everyone interested
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=253,nfe,int&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

Summer courses - European Union

Second European Business Intelligence Summer School (eBISS 2012)
Brussels, Belgium
Scholarship / Financial aid: undefined
Date: July 15-21, 2012
Deadline: May 1, 2012
Open to: applicants from anywhere in the world
Website: http://www.eastchance.com/anunt.asp?q=423,eu,sco&issue=20120313&utm_source=eastchanceMailingGroups&utm_medium=email&utm_campaign=20120313

Wednesday, 29 July 2009

Pelajar Indonesia Juara Olimpiade Biologi

 
 Tiga Pelajar Indonesia Raih Juara International Olimpiade Internasional ke 20 di Tsukuba, Jepang
 
 
Indonesia raih 1 emas 1 perak dan 1 perunggu dalam kejuaraan Olimpiade Biologi Internasional ke 20 ( the 20th INTERNATIONAL BIOLOGY OLYMPIAD) di Tsukuba Jepang – July 12-19, 2009IBO ke 20 tahun 2009 telah diselenggarakan di Tsukuba, Jepang. Acara Olimpiade Biologi ini bertepatan dengan perayaan 200 tahun Charles Darwin serta 150 tahun publikasi “The Origin of Spesies”.

Acara IBO tahun ini diikuti oleh delegasi dari 56 negara dengan jumlah siswa 221 orang, ditambah 4 negara sebagai observer. Acara pembukaan hari Senin, 13 Juli 2009 dihadiri oleh Prince & Princess Akishimo sebagai Honorary President IBO ke 20. Chairperson Organizing Committee IBO ke 20, Dr. Hirro Imura dari Universitas Tsukuba mengawali acara pembukaan, dilanjutkan oleh sambutan dari Chairman IBO, Dr. Poonpipoe Kasemsap (Koordinator Tim IBO Thailand). Kemudian Menteri Pendidikan, Kultur, Sains & Teknologi Jepang, Mr. Ryu Shinoya; Chairman Japan Science Foundation, Dr. Akito Arima dan President University of Tsukuba, Dr. Nobuhiro Tamada. Prince & Princess Akishimo yang menghadiri acara pembukaan sejak 30 menit sebelum dimulainya acara juga memberikan sambutan sekaligus membuka acara IBO ke 20.


Prince & Princess Jepang terus mengikuti acara hingga melakukan ramah tamah dan bersantap siang bersama dengan para peserta. Empat (4) siswa IBO ke 20 yang mewakili Indonesia adalah: Anugerah Erlaut, siswa kelas XII, SMA Kharisma Bangsa, Tangerang. Pada OSN 2007 di Surabaya meraih Medali Emas dan mendapatkan The Best Teori. Pada IBO ke 19 tahun 2008 di India, Anugerah memperoleh Medali Perak.

Irfan Haris, siswa kelas X, SMAN 1 Pringsewu, Lampung. Pada OSN 2008 di Makasar meraih Medali Perak. Tahun 2007, Irfan mengikuti IJSO di Taiwan dan memperoleh Medali Perak.
Danang Crysnanto, siswa kelas XI, SMAN 1 Wonogiri. Pada OSN 2008 di Makasar meraih Medali Perunggu.

Elbert Wijaya, siswa kelas XII, SMANK 1 Penabur Jakarta, Pada OSN 2008 di Makasar meraih Medali Perak.Ke empat siswa di dampingi Pembina Tim IBO Indonesia, yaitu: Dr. Agus Dana Permana; Dr. Maelita R. Moeis; Dr. Devi Nandita Choesin; dan Dr. Iriawati dari SITH – ITB, Dr. Sucipto Hariyanto dari Biologi UNAIR, serta Ir. Gunardi Sihhatmanahadi dari DEPDIKNAS.
Setelah pembukaan, sekitar pukul 14.00 waktu setempat para pembina yang bertindak sebagai Juri mulai melakukan diskusi dan penterjemahan 4 set soal Test Praktikum, yaitu : 1) Anatomi Hewan dan Tumbuhan : Anatomi ulat sutera (Bombix mori), bunga dan buah Vigna angularis (sejenis tanaman kacang); 2) Biokimia dan Biologi Molekuler : Penetuan aktifitas enzim asam fosfatase yang dilihat berdasarkan reaksi fosfatase dari perubahan absorbansi karena perubahan konsentrasi yang diukur dengan spektrofotometer; 3) Genetika : Karakter berbagai lalat buah yang sangat sering digunakan sebagai studi Genetika, serta pigmen matanya yang dilihat dengan cara kromatografi dan analisis proteinnya dengan elktroforesis; 4) Fisiologi Sel : Bentuk dan jumlah sel ragi yang berproliferasi, serta mekanisme pergerakan regenerasi alga uniseluler. Seluruh Test Praktikum dilakukan di Department of Biological Sciences, Universitas Tsukuba.
Para juri dari Indonesia selesai dengan menterjemahkan soal pada pukl 03.00. Selasa, 14-7-2009 Test Praktikum dimulai pukul 09.00 dan selesai pukul 17.00. Setiap bidang test harus diselesaikan oleh para siswa selama 90 menit.Para siswa diberi kesempatan istirahat dengan melakukan tour ke Pusat Penelitian Roket Jepang, Science Center, serta salah satu Kuil yang menjadi World Heritage, yaitu Nikko Toshugu. Selama para siswa melakukan tour, para Juri menterjemahkan 2 set soal Test Teori.
Diskusi dan penterjemahan soal berlangsung hari Rabu, 15-7-2009 dan diselesaikan selama sekitar 14 jam, walaupun ada beberapa delegasi yang bekerja hingga 18 jam.Kamis, 16-7-2009, seluruh siswa melakukan Test Teori di Universitas Tsukuba selama 4,5 jam dengan diselingi istirahat 1 jam untuk makan siang.Setelah melakukan koreksi hasil pemeriksaan Panitia setempat, para Juri melakukan moderasi dan berdiskusi mengenai penilaian serta jumlah medali yang akan diberikan.


Acara Penutupan IBO ke 20 dilakukan pada hari Sabtu, 18-7-2009, diawali dengan spesial seminar yang disampaikan oleh Prof. Dr. Makoto Asashima, salah satu ahli Biologi Perkembangan di dunia. Pada pukul 16.00 mulai diumumkan para pemenang yang meraih medali perunggu, perak dan emas. Dengan bangga, Tim IBO Indonesia 2009 berhasil mempersembahkan 1 Medali Emas yang diperoleh Anugerah Erlaut, 1 Medali Perak dari Irfan Haris dan 1 Medali Perunggu dari Elbert Wijaya. Hasil tersebut merupakan kerja keras para putra terbaik Indonesia, walaupun tidak lepas dari bantuan para pembina, pengajar, asisten, tutor, dan guru mereka, serta Departemen Pendidikan Nasional yang senantiasa membuat Program Olimpiade Internasional di bidang Biologi, Kimia, Fisika, Matematika, Komputer dan Astronomi berjalan dengan lancar.


Untuk mempersiapkan peserta IBO ke 21 tahun 2010 yang akan dilaksanakan di Korea Selatan, pada awal Agustus 2009, Depdiknas akan melakukan seleksi melakui ajang Olimpiade Sains Nasional yang akan diselenggarakan di Jakarta dari tanggal 3 – 9 Agustus 2009.
Koordinator


Tim IBO Indonesia
Dr. Agus Dana Permana
SITH – ITB