Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label lingkungan. Show all posts
Showing posts with label lingkungan. Show all posts

Monday, 3 November 2025

Bahaya Tersembunyi Cesium-137: Racun Tak Kasatmata di Sekitar Kita



Kasus cemaran radioaktif Cesium-137 (Cs-137) di kawasan industri Cikande, Kabupaten Serang, baru-baru ini menjadi perhatian publik. Bahan ini bukanlah sesuatu yang asing dalam dunia sains, namun keberadaannya di luar kendali manusia dapat menimbulkan risiko serius bagi kesehatan dan lingkungan. Lalu, apa sebenarnya Cesium-137 itu, dari mana asalnya, dan seberapa besar bahayanya?

 

Apa Itu Cesium-137 dan Dari Mana Asalnya?

Cesium-137 (dikenal juga sebagai Cs-137) merupakan isotop radioaktif buatan manusia yang terbentuk dari hasil fisi nuklir — proses pemecahan atom uranium-235 atau plutonium dalam reaktor nuklir maupun ledakan senjata atom. Isotop ini pertama kali ditemukan oleh dua ilmuwan, Glenn T. Seaborg dan Margaret Melhase. Dengan waktu paruh sekitar 30 tahun, Cs-137 termasuk produk fisi berumur menengah yang dapat bertahan lama di lingkungan.

 

Cs-137 memiliki titik didih rendah (sekitar 671°C) dan sangat mudah menguap pada suhu tinggi, sehingga bisa menyebar luas di udara ketika terjadi kebocoran atau kecelakaan nuklir. Sejarah mencatat, bencana Chernobyl di Ukraina (1986) dan Fukushima di Jepang (2011) adalah dua contoh nyata bagaimana isotop ini mencemari tanah, air, dan bahan pangan dalam jangka panjang.

 

Mengapa Cs-137 Berbahaya bagi Kesehatan?

Bahaya Cs-137 berasal dari radiasi beta dan gamma yang dipancarkannya saat meluruh menjadi isotop stabil, barium-137. Paparan radiasi ini, terutama dalam jangka panjang, dapat menyebabkan kerusakan jaringan, gangguan sistem saraf, hingga peningkatan risiko kanker.


Begitu masuk ke dalam tubuh—baik melalui makanan, air, atau udara yang terkontaminasi—Cs-137 akan menyebar merata di jaringan lunak, mirip dengan cara tubuh memperlakukan unsur kalium. Untungnya, Cs-137 tidak bertahan selamanya di tubuh karena akan dikeluarkan secara bertahap dalam waktu sekitar 70 hari. Namun, jika paparan terus-menerus terjadi, efek akumulasinya tetap berbahaya.


Penelitian di sekitar wilayah terdampak Chernobyl menunjukkan bahwa Cs-137 cenderung terakumulasi di pankreas, organ yang rentan terhadap kanker. Di Jepang, setelah insiden Fukushima, kadar Cs-137 yang tinggi ditemukan pada daging sapi dan hasil laut, jauh di atas ambang batas aman untuk konsumsi manusia. Hal ini membuktikan betapa cepat dan luasnya penyebaran unsur radioaktif ini di rantai makanan.

 

Mengapa Cs-137 Mudah Menyebar di Lingkungan?

Cs-137 memiliki sifat sangat larut dalam air, sehingga begitu masuk ke tanah atau sungai, ia dapat bergerak bebas dan mencemari sumber air, tumbuhan, dan organisme lain. Karena tidak berbau dan tidak terlihat, kontaminasinya sulit dideteksi tanpa alat khusus. Oleh sebab itu, pengawasan ketat dari lembaga seperti Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sangat penting untuk mencegah terjadinya kebocoran atau penyalahgunaan bahan radioaktif.

 

Selain dari reaktor nuklir, insiden pelepasan Cs-137 juga pernah terjadi karena kesalahan penanganan limbah industri. Salah satu tragedi paling terkenal adalah kecelakaan Goiânia di Brasil (1987), ketika perangkat radioterapi bekas dibongkar dan bubuk Cs-137 yang bersinar biru tersebar di lingkungan. Akibatnya, empat orang meninggal dan ratusan lainnya mengalami luka bakar serta penyakit akibat radiasi.

 

Kegunaan Cs-137 dalam Kehidupan Sehari-hari

Meskipun berbahaya, Cs-137 memiliki manfaat penting jika digunakan dengan aman dan dalam pengawasan ketat. Di bidang medis, Cs-137 digunakan dalam radioterapi untuk membunuh sel kanker. Dalam industri, isotop ini digunakan untuk mengukur ketebalan, densitas, dan aliran bahan, serta untuk kalibrasi alat deteksi radiasi. Dalam bidang penelitian, Cs-137 bahkan dimanfaatkan untuk menentukan usia anggur atau sedimen tanah yang terbentuk setelah tahun 1945.


Namun, penggunaannya memerlukan standar keselamatan tinggi. Kebocoran kecil sekalipun dapat mencemari area luas dan membutuhkan waktu lama untuk didekontaminasi.

 

Kasus Cikande: Waspada, tapi Jangan Panik

Indonesia sendiri belum pernah mengalami kecelakaan nuklir besar, tetapi insiden cemaran Cs-137 di kawasan industri Cikande, Kabupaten Serang, menjadi peringatan penting. Menurut Satuan Tugas Penanganan Bahaya Radiasi Cs-137 yang dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat 12 titik paparan radioaktif, di mana tujuh di antaranya sedang didekontaminasi. Sebanyak 27 keluarga telah direlokasi sementara untuk menjamin keselamatan mereka.

 

Dekontaminasi dilakukan dengan penyemenan dan pengecoran area terpapar, serta pemasangan pagar pengaman sementara di zona berisiko. Proses ini dikawal langsung oleh BAPETEN, dengan pemantauan dosis radiasi harian guna memastikan bahwa aktivitas masyarakat dan petugas tetap dalam batas aman.

 

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa seluruh langkah dilakukan secara transparan, cepat, dan sesuai protokol keselamatan radiasi. Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak panik, tetap tenang, dan selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah jika membutuhkan bantuan selama masa relokasi.

 

Pelajaran yang Dapat Diambil

Kasus Cikande menunjukkan bahwa kesadaran publik tentang bahan radioaktif masih perlu ditingkatkan. Banyak masyarakat yang belum memahami bentuk, sifat, dan bahaya isotop seperti Cs-137. Padahal, zat ini tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak terlihat, sehingga hanya bisa dikenali melalui alat ukur radiasi. Oleh karena itu, edukasi publik dan pelatihan tanggap darurat menjadi kunci untuk mencegah kepanikan dan mempercepat penanganan ketika insiden terjadi.

 

Kesimpulan

Cesium-137 merupakan isotop radioaktif yang bermanfaat namun berisiko tinggi jika tidak dikendalikan dengan benar. Sifatnya yang mudah larut dan sulit terdeteksi menjadikannya ancaman laten bagi kesehatan dan lingkungan. Walau kasus di Cikande belum tergolong parah seperti Chernobyl atau Fukushima, langkah cepat pemerintah dalam melakukan dekontaminasi, relokasi warga, dan pemantauan radiasi patut diapresiasi.

 

Masyarakat tidak perlu panik, tetapi harus waspada dan teredukasi. Pengelolaan bahan radioaktif membutuhkan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri, dan masyarakat agar manfaat teknologi nuklir bisa dirasakan tanpa mengorbankan keselamatan generasi mendatang.


#Cesium137
#Cs137
#PencemaranRadioaktif
#BahayaRadiasi
#Cikande
#BAPETEN
#KeselamatanRadiasi
#KesehatanLingkungan