Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Kerjasama Luar Negeri. Show all posts
Showing posts with label Kerjasama Luar Negeri. Show all posts

Saturday, 30 July 2022

Motif Negara Beri Bantuan Luar Negeri

 



Bantuan luar negeri merupakan salah satu instrumen yang sering digunakan untuk mencapai tujuan kebijakan luar negeri suatu negara. Bantuan luar negeri sebagai piranti dalam diplomasi, propaganda, maupun aksi militer yang ditujukan oleh suatu negara terhadap negara lain. Seperti yang diungkapkan oleh Weisman bahwa bantuan luar negeri adalah komponen diplomasi dan dapat dikatakan sebagai alat pengontrol yang efektif, setidaknya untuk mempengaruhi tindakan negara lain.


Motif Bantuan Luar Negeri

Motif merupakan atribut yang sangat penting dalam bantuan luar negeri. Motif bantuan luar negeri menjadi dorongan bagi negara donor untuk memberikan bantuan luar negerinya kepada negara penerima yang sekaligus merefleksikan tujuan dari negara donor dalam memberikan bantuan tersebut kepada negara penerima.

Menurut Alan rix dalam bukunya Japan’s Foreign Aid Challenge; Policy Reform and Aid Leadership, pemberian bantuan luar negeri antara negara pendonor dan negara penerima bantuan tidak terlepas dari maksud dan motif para negara donor.

Menurut Sogge, dalam bukunya yang berjudul “Motives Behind the Allocation of Aid” bahwasannya dibalik bantuan bantuan luar negeri selalu terdapat motif, yaitu : (A) Motif Kemanusiaan; (B) Motif Ekonomi; (C) Motif Sosial Politik.


A. Motif Kemanusiaan

Mengekspresikan belas kasih kepada korban konflik dan pemberian bantuan terhadap kemiskinan dengan tujuan membantu masyarakat miskin di negara berkembang sebagai landasan utamanya.

Dalam motif kemanusiaan terdapat dua indikator:

1. Mengurangi kemiskinan, kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh setiap negara yang dapat ditanggulangi agar negara tersebut mendapatkan hak untuk hidup. Motif ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan lapangan kerja

2. Memperlihatkan Kepedulian, dapat dilihat jika adanya pemberian bantuan kepada korban konflik dalam upaya pengentasan kemiskinan dan memperlihatkan kepeduliannya kepada negara lain.

 

B. Motif ekonomi

Motif ini ditandai dengan adanya kegiatan yang merujuk terhadap perdagangan, kegiatan ekspor impor dan investasi yang dapat mempengaruhi keadaan ekonomi negara, maka dapat dipahami sebagai motif ekonomi. Dalam Motif ekonomi terdapat tiga indikator:

 

1. Perdagangan: Motif ini berbicara tentang perdagangan internasional dan bagaimana membantu negara-negara agar masuk ke pasar internasional. Karena ketidak ikut sertaan negara tersebut dalam perdagangan internasional yang akan membuat mereka bertahan dalam kemiskinan.

2. Investasi: Motif ini dapat dilihat dari adanya bantuan luar negeri melalui investasi, maka akam menguntungkan negara pemberi dan penerima, dan terciptalah lapangan pekerjana, perusahaan negara bisa go international, meningkatnya pertumbuhan ekonomi, dan menjalin hubungan baik antar negara.

3. Ekspor: Motif ini ditandai dengan adanya, kegiatan ekspor dimana banntuan luar negeri menciptakan peluang bagi negara untuk menambah pendapatan yang didapat dari ekspor negara yang dibantu, dengan harapan adanya kegiatan ekspor berkelanjutan walaupun tidak lagi memberi bantuan luar negeri

4. Impor: Motif ini ditandai dengan adanya, kegiatan Impor dimana bantuan luar negeri menciptakan peluang bagi negara untuk menambah pendapatan yang didapat dari Impor untuk negara yang dibantu, dengan harapan adanya kegiatan Impor berkelanjutan walaupun tidak lagi memberi bantuan luar negeri.

 

C. Motif Sosial Politik

Motif ini ditandai dengan adanya kegiatan sosial politik antar negara pendonor dan negara penerima donor yang mana akan mempengaruhi keadaan politik masing masing negara, yang ditandai dengan adanya beberapa indikator:

 

1. Ikatan: Motif Ikatan atau dapat disebut Bonding adalah dimana negara bertujuan untuk mempererat hubungannya dengan negara lain. Maka jika kita lihat dari segi bantuan luar negeri sebuah negara, maka bantuan tersebut bertujuan untuk mempererat hubungan si negara pemberi bantuan dengan negara yang menerima bantuan. Motif ikatan juga berhubungan dengan motif kemanusiaan, dimana motif tersebut bertujuan untuk membantu negara yang sedang membutuhkan bantuan, maka akan menciptakan rasa untuk saling membantu kedepannya dan menunjukan bahwa kedua negara tersebut dapat percaya dengan satu sama lain dan akan siap membantu jika butuh bantuan. Bisa dilihat dengan adanya framework agreement atau kerjasama.

 

2. Embassies: Keberadaan sebuah embasi adalah agar dapat memperlancar kepentingan negara tersebut dimana embasi itu berada, misalnya kepentingan ekonomi. Keberadaan embasi tersebut akan sangat membantu dalam proses mendapatkan kepentingan negara yang bersangkutan.

 

3. Keamanan Aliansi: Kerjasama keamanan bisa termasuk militer agar memperkuat keamanan kedua negara. Keamanan aliansi disini bisa termasuk memberi pasukan untuk keamanan negara, melatih, atau bantu mengalahkan kelompok/regime yang membuat kerusakan.

 

4. Perdamaian dan keamanan: Jika motif di atas berfokus kepada militer, motif perdamaian dan keamanan tidak harus melibatkan militer. Namun bisa dikatakan upaya untuk mempertahankan keamanan negara dan internasional. Bantuan Luar Negeri tersebut dapat memperlancar upaya negara pemberi bantuan untuk menciptakan perdamaian.

 

5. Ideology: ditafsirkan mengenai paham politik dan nilai kebersamaan yang bertujuan untuk membantu sebuah negara yang membutuhkan otoritas yang lebih demokratis. Maka, kepatuhan terhadap hak asasi manusia dipahami sebagai ideologi yang memotivasi.

 

6. Demokrasi: adanya dorongan bagi negara pendonor agar negara penerima terbebas dari penindasan dan mencegah adanya konflik agar menguntungkan semua orang, tak terkecuali mereka yang hari ini hidup dalam kemiskinan yang berada dalam pengucilan dunia. Demokrasi adalah landasan dalam mengurangi kemiskinan dan mencegah konflik.

 

7. Hak asasi manusia (HAM): Hak asasi manusia adalah kebutuhan masyarakat untuk dapat menjalani kehidupan yang bebas dari penindasan dan adanya kesetaraan untuk mendapatkan hak. Adanya tindakan internasional untuk mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Penghormatan terhadap hak asasi manusia dan prinsip demokrasi adalah prioritas yang dijalankan melalui setiap aspek.

 

8. Tujuan Politik: Bantuan luar negeri bertujuan untuk mengemukakan tujuan politik sebuah negara. Adanya kebijakan dan kepentingan nasional yang ingin dicapai.

 

9. Pengakuan internasional: Bantuan luar negeri bertujuan untuk negara pemberi mendapatkan pengakuan di level internasional atau oleh organisasi internasional, dimana jika negara dapat pengakuan di level internasional maka negara tersebut akan dapat ikut serta dalam tahap pembangunan atau kerjasama di level internasional. Juga akan mendapatkan apresiasi dari negara lain, dan power untuk mendapatkan kepentingan negara tersebut dengan lebih lancar mengemukakan kebijakan domestiknya melalui kebijakan internasional negara tersebut.

Tuesday, 29 March 2016

Abe Tawarkan 600 Juta Yen Hibah ke Zimbabwe

 

Abe Menawarkan 600.000.000 ¥ Hibah ke Zimbabwe dalam Upaya untuk Melawan Ofensif Ekonomi China

Perdana Menteri Shinzo Abe menawarkan bantuan dalam bentuk hibah sebanyak 600 juta ¥ ke Zimbabwe pada hari Senin 28 Maret 2016, untuk membantu agar lebih banyak perusahaan Jepang kembali lagi sebagai penggerak pertanian di tengah agresifisitas yang dilakukan oleh China.

Pada konferensi pers bersama setelah pertemuan puncak bilateral dengan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, Abe berjanji memberikan ¥ 600 juta bantuan keuangan untuk mendanai proyek jalan di koridor utara-selatan negara kaya sumber daya itu.

Dia juga mengatakan Jepang akan mempertahankan konsultasi dengan Zimbabwe untuk menanggulangi kekurangan pangan yang parah di sana.

Bantuan ini untuk negara Afrika yang miskin merupakan bantuan yang kedua Jepang sejak tahun lalu, ketika diperpanjang ¥ 1,8 miliar hibah pertama dalam 15 tahun.

Dengan membantu Zimbabwe dalam perbaikan infrastruktur, Tokyo berharap bisa membawa lebih banyak perusahaan Jepang ke Zimbabwe pada saat China secara agresif mencari peluang ekonomi di Afrika.

Tahun lalu, Presiden China Xi Jinping mengunjungi ibukota Harare dan menghasilkan 10 kesepakatan dan nota kerjasama ekonomi.

Pada konferensi pers, Mugabe mengundang perusahaan-perusahaan Jepang berinvestasi di negaranya, yang kaya akan mineral seperti emas, platinum dan nikel. Dia mengatakan perusahaan-perusahaan Jepang dapat mengambil keuntungan dari zona ekonomi khusus di negara ini.

"Pintu Zimbabwe terbuka untuk investor Jepang dan mereka harus melihat ke depan untuk hubungan yang saling menguntungkan dengan kami," kata Kepala Negara yang umurnya tertua di dunia, pada akhir bulan lalu berumur 92 tahun.

Mengamankan investasi internasional sangat penting untuk Zimbabwe, yang juga menderita kekeringan.  Ekonominya, yang digunakan untuk menjadi lokomotif pertanian, telah menderita parah sejak Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa memberlakukan sanksi ekonomi mengikuti program reformasi tanah Mugabe pada tahun 2000. Setelah sanksi mereda pada tahun 2014, Uni Eropa kembali melakukan investasi langsung tahun 2015 untuk pertama kalinya dalam 13 tahun.

Tetapi masyarakat internasional tetap kritis terhadap pelanggaran hak asasi manusia Mugabe dan ia masih terkena pelarangan pemasukan ini baik dari AS maupun dari Uni Eropa.

Meskipun kecaman internasional, Jepang mengundang pemimpin Afrika karena ia masih memegang kekuasaan pada saat Jepang sedang mencoba untuk membangun konsensus untuk rencana untuk mereformasi PBB. Pada hari Senin (28 Maret 2016), kedua negara sepakat untuk bekerja sama dalam masalah ini serta upaya Jepang untuk memperoleh dukungan kursi tetap di Dewan Keamanan.

Kedua pemimpin juga berjanji untuk mensukseskan 6th Tokyo International Conference on African Development (TICAD) pada bulan Agustus, yang akan diselenggarakan oleh Afrika untuk pertama kalinya. Sedangkan kelima pertemuan TICAD sebelumnya, Jepang telah menjadi tuan rumah.

 
SUMBER
 
Oleh Ayako Mie
http://www.japantimes.co.jp/news/2016/03/28/national/politics-diplomacy/abe-offers-%C2%A5600-million-grant-zimbabwe-bid-counter-chinese-economic-offensive/

Friday, 27 February 2009

Pertemuan Dubes RI dengan Presiden Pasona O2

Bapak Dubes Prof. Dr. Jusuf Anwar bersama Ny. Lastrijah Jusuf Anwar pada tanggal 25 Pebruari 2009 berkenan memenuhi undangan makan malam Presiden Pasona O2 Mr. Yasuyuki Nambu, bertempat di Nym-Poo-Lym, Tokyo. Selain Mr. Nambu dan Mrs. Nambu hadir pula pejabat Pasona O2 antara lain Ms. Junko Fukasawa, Mr. Yoshihisa Endo, Mr. Seiichi Hayakawa, Ms. Marikanazawa dan Ms. Eri Tsukamoto serta beberapa undangan lain dari kalangan pemerintah, swasta, anggota dewan majelis, perguruan tinggi, dan kedutaan negara sahabat.

Sebagai tamu utama Bapak Dubes RI menyampaikan ucapan terimakasih atas penerimaan Pasona O2 dengan baik terhadap Wakil Presiden RI Jusuf Kalla beserta rombongan pada Januari 2009. Mr. Nambu dari Pasona O2 mengatakan setelah kunjungan Wapres RI ke Pasona O2 diharapkan dapat dibangun hubungan kerjasama antara Pasona O2 dan masyarakat Indonesia.

Dubes RI Prof. Dr. Jusuf Anwar menyambut baik ajakan Presiden Pasona O2 tersebut terutama kerjasama dalam teknologi pertanian yang sedang dikembangkan oleh Pasona O2. Atase Pertanian yang ikut mendampingi Dubes menambahkan kepada pihak Pasona O2 bahwa Indonesia selama ini telah melakukan kerjasama pelatihan pertanian di Jepang program MAFF Jepang yang dilaksanakan oleh Japan Agricultural Exchange Council dan kerjasama dengan Asosiasi Pertanian di beberapa prefektur di Jepang. Diharapkan Pasona O2 bidang pelatihan pertanian bisa memberikan kesempatan untuk menerima Trainee asal Indonesia. Pihak Pasona O2 akan mempertimbangkan penerimaan trainee asal luar negeri yang akan berlatih dalam jangka waktu dua bulan.

Tampak pada gambar Dubes RI Prof. Dr. Jusuf Anwar (paling kanan) dan Ny. Lastrijah Jusuf Anwar sedang berpose bersama Presiden Pasona O2 (paling kiri) dan Ny. Nambu dan Dubes Marshall Islands Mr. Jiba Kabua.

Monday, 23 February 2009

Kunjungan Menteri KPDT ke KBRI Tokyo, Jepang

Menteri Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) Bapak Muhamad Lukman Edi pada 24 Februari 2009, melakukan kunjungan ke KBRI Tokyo disela-sela kunjungan kerja ke Jepang. Dalam kunjungannya beliau didampingi Deputi Bidang Peningkatan Infrastruktur Drs. Agus Salim Dasuki, M.Eng. dan 6 orang Pejabat dan Staf KPDT. Beliau melaporkan kepada Dubes KBRI Tokyo Prof. Dr. Jusuf Anwar tentang kegiatan yang sedang dan akan dilaksanakan selama 4 hari tanggal 22 – 25 Pebruari 2009. Tujuan Kunjungan Kerja ke Jepang ini adalah untuk menjajagi kerjasama dengan Jepang dalam bidang pembangunan infra struktur daerah tertinggal. Di depan para Koordinator Fungsi dan Atase Teknis Bapak Menteri memaparkan visi dan misi KPDT, serta pencapaian program KPDT yang telah dilaksanakan. Bapak Menteri menyampaikan bahwa pada tahun 2007 sudah terdapat 28 daerah tertinggal Indonesia yang sudah lepas dari ketertinggalannya.

Seusai pemaparan visi dan misi KPDT, tampak pada gambar Menteri KDPT Bapak Muhamad Lukman Edi dan Bapak Dubes Prof. Dr. Jusuf Anwar sedang malakukan pertukaran cindera mata berupa logo Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dan logo Kedutaan Besar Republik Indonesia, Tokyo. Bapak Dubes berseloroh, “Sama-sama Garuda, tetapi Garuda KBRI lebih besar”. Sebelum acara pertukaran cindera mata, Bapak Dubes memberikan penjelasan bahwa memang Jepang termasuk penyandang dana terbesar dalam kerjasama dengan Indonesia, tetapi sebaiknya kita usahakan agar bantuan kerjasama jangan dalam bentuk pinjaman tetapi dalam bentuk hibah. Semoga usaha Bapak Menteri dan rombongan dapat mencapai hasil terbaik untuk kemajuan bangsa.

Monday, 5 January 2009

Pembahasan Pemberdayaan Sumber Daya Alam dengan MAFF Jepang

Dalam rangka peningkatan pemberdayaan sumber daya alam bidang Pertanian, pada tanggal 19 Desember 2008 Delegasi RI telah melakukan pembahasan penggunaan Zeolite dengan pejabat Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF) Jepang. Delri terdiri dari Dr. Rudi Lumanto Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Inovasi dan Peningkatan Daya Saing, Dr. Mappaona Kepala Biro Perencanaan, Setjen Departemen Pertanian dan Drh. Pudjiatmoko, Ph.D Atase Pertanian KBRI Tokyo. Delri diterima oleh pejabat MAFF yaitu Mr. Tomohiro Bessho, Director Sustainable Agriculture and Soil Management Division, Agricultural Production Bureau dan Mr. Takahiko Nikaido Deputy Director.
Pembahasan pemberdayaan penggunaan sumber daya alam dengan pejabat MAFF Jepang bertujuan penjajagan kerjasama dengan Jepang dalam bidang teknologi peningkatan pemberdayaan sumber daya alam.

Sedangkan yang menjadi latar belakangnya adalah:

1) Tantangan pembangunan pertanian di Indonesia semakin berat: a) Pertumbuhan penduduk Indonesia 1,3% per tahun, b) Lahan terbatas dengan konversi yang tinggi, c) Kebutuhan pupuk semakin tinggi, d) Produksi terbatas, e) Rendahnya tingkat inovasi petani;

2) Peluang banyaknya SDA yang belum tergarap: a) Pemanfaatan Zeolite, b) Transfer technology antar petani.

Pejabat dari MAFF tersebut telah menjelaskan bahwa:

1) Untuk mencegah kondisi pertanian di Jepang semakin menurun maka perlu perhatian pemerintah.

2) Di beberapa daerah di Jepang mempunyai SDA yang bisa digunakan sebagai bahan baku untuk memperbaiki kesuburan tanah seperti Zeolite.

3) Pada mulanya belum terdapat peraturan pemakaian Zeolite sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan standar penggunaan Zeolite yang bisa dipergunakan untuk umum.

4) Pabrik yang mengolah produk Zeolite akan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut.

5) Penggunaan Zeolite untuk berbagai macam keperluan di Jepang cukup banyak tetapi porsi pertanian masih kecil.

6) Pemakaian Zeolite di Jepang yang semakin lama semakin kecil karena terdapat promosi pemakaian produk organik, dan karena penggunaan Zeolite di lapangan lebih memerlukan tenaga sementara petani-petani Jepang rata-rata sudah berumur lanjut.

7) Pemerintah memberikan subsidi langsung kepada petani berupa insentif yang digunakan petani untuk mengontrol kesuburan tanahnya seperti dana untuk membeli Piranti Penguji Kandungan Hara Tanah, dalam rangka menentukan tindakan yang akan diambil untuk meningkatkan kesuburan tanahnya.

Untuk studi lapangan pada tanggal 23-24 Desember 2008 Delri melakukan kunjungan ke lapangan meninjau pabrik Nitto Funka Kogyo Co, Ltd. (NFK) yang berlokasi di Prefektur Fukushima. Sebelum melakukan kunjungan kelapangan telah dilakukan pertemuan dengan Mr. Furue Manabu Kepala Bidang Pemasaran NFK. Beliau menjelaskan bahwa fungsi Zeolit secara umum karena sifat fisiknya berporus sehingga dapat menjernihkan air dengan cara menyerap partikel kotoran yang terdapat dalam air, dapat menagkap dan melepaskan (menukar) kation-kation tanah, membuat pupuk keluar perlahan-lahan dalam tanah sehingga penggunaan pupuk lebih efisien, meningkatkan atau memperbaiki kondisi kimia tanah. Dua pabrik pengolahan Zeolite NFK terletak dekat dengan lokasi tanah berbukit yang mengandung bahan Zeolite yaitu di Iizawa dan Adachi, Prefektur Fukushima.

Pertama Delri melakukan kunjungan ke Pabrik NFK yang berlokasi di Iizaka, Prefektur Fukushima diterima oleh Mr. Sato Tsuneyoshi Wakil Kepala Bagian Produksi. Produk yang dihasilkan perusahaan NFK berfungsi untuk : a) penjernihan air, b) penggunaan untuk tambak udang (ditaburkan ke air untuk menetralisir racun, amonia, logam berbahaya), c) penggunaan untuk pupuk dalam bidang pertanian, d) penggunaan untuk makanan / ransum hewan sebagai sumber mineral.

Selanjutnya Delri melakukan kunjungan ke Pabrik NFK yang berlokasi di Adachi, Prefektur Fukushima diterima oleh Mr. Suzuki Akira Kepala Bagian Produksi. Di pabrik ini telah dilakukan observasi pembuatan media tanaman, Zeolite dari Jepang dicampur dengan Vermiculite dari Afrika Selatan, Peat (tanah gambut) dari Kanada. Dari pengolahan pabrik ini menunjukan bahwa Jepang memaksimalkan penggunaan sumber daya alamnya untuk memakmurkan negaranya. Di bawah terlihat gambar-gambar peralatan dan fasilias dalam proses pembuatan produk zeolit:

Pengambilan bahan dari tanah bukit menggunakan buldoser

















Pemilahan bahan berdasarkan ukurannya dengan cara penyaringan secara kasar dengan alat seperti pada gambar sebelah.

















Pemilahan bahan menggunakan mesin.



















Penyaringan bahan yang sudah digiling dengan mesin.


















Pengeringan bahan secara alami.



















Penampungan bahan yang sudah digiling.



















Penimbangan produk secara otomatis dan pengemasannya dengan sistem vakum seperti terlihat pada gambar sebelah.

















Salah satu kemasan produk yang sedang diamati persentase kandungannya oleh Dr. Rudi Lumanto dan Dr. Mappaona.

















Tindak lanjut dari kunjungan kerja ini adalah a) Mengkaji penggunaan teknologi tepat guna dari Jepang yang dapat diaplikasikan di Indonesia, b) Mendorong Peneliti baik dari lembaga penelitian maupun perguruan tinggi mempelajari dan mengembangkan teknologi pemanfaatan Zeolite untuk peningkatan produksi pertanian di Indonesia. c) Perlu dipertimbangankan pemberian insentif kepada para petani yang menggunakan teknologi yang direkomendasikan pemerintah. d) Penggunaan bahan Zeolite di Indonesia untuk memperbaiki tanah-tanah masam yang mempunyai pH rendah dengan cara mengikat unsur hidrogen.

Thursday, 4 December 2008

Jabar Kerjasama Perikanan dengan Ishinomaki

Pemerintah Propinsi Jawa Barat melakukan usaha peningkatan kerjasama bidang Perikanan dengan Pemerintah Ishinomaki, Prefektur Miyagi, Jepang. Kerjasama tersebut telah dimulai sejak bulan April 2007, berupa pelatihan awak buah kapal penangkap ikan, pelatihan pengolahan produk perikanan, dan teknologi perikanan. Sejak pertengahan tahun lalu telah dilatih sebanyak 22 orang lulusan Sekolah Kejuruan Perikanan di Ishinomaki. Pada tanggal 2-3 Desember 2008 Wakil Gubernur Jawa Barat Yusuf Macan Efendi melakukan kunjungan kerja ke Ishinomaki guna membicarakan peningkatan kerjasama ini, termasuk didalamnya usaha hibah kapal penangkap ikan. Dalam pertemuan dengan para pejabat pejabat Pemerintahan Ishinomaki dan Kamar dagang Ishinomaki, Wagub juga menawarkan kerjasama dalam bidang pariwisata seperti ecotourism. Tampak pada Gambar Wagub sedang memperlihatkan lambang logo Pemerintah Propinsi Jawa Barat sebagai tanda kenang-kenangan kunjungan kepada Wali Kota Ishinomaki Mr. Kimio Doi. Dalam kunjungannya beliau didampingi 4 orang anggota DPRD dan 5 orang pejabat Propinsi Jawa Barat.

Delri telah melakukan kunjungan ke Pasar Lelang Ishinomaki, Pabrik Pengolahan Kamaboko, Pusat Pelatihan Trainee Perikanan dan Kantor Gubernur Miyagi. Pada gambar sebelah tampak Delri sedang berada disamping kapal ikan yang sedang menurunkan hasil tangkapannya di Pasar Lelang Ikan Ishinomaki.

Wednesday, 29 October 2008

Southeast Asian Nations Endorse Rice Action Plan

The world’s biggest rice-exporting and -importing nations have collectively endorsed a new Rice Action Plan targeting many of the problems that triggered this year’s rice price crisis.

At a meeting of the ten-nation Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) in the Vietnamese capital Hanoi on October 24, 2008, ministers of agriculture unanimously endorsed a seven-point action plan presented by the International Rice Research Institute (IRRI). ASEAN includes two of the world’s largest rice exporters, Thailand and Vietnam, and several importing nations as well.

The endorsement came at the 30th annual meeting of the ASEAN Ministers of Agriculture and Forestry (AMAF). It was presented as part of a comprehensive food security strategy being developed for the region, home to more than 500 million rice consumers, including some of Asia’s poorest.

“The message is very clear,” IRRI’s director general, Robert S. Zeigler, said. “We have the scientific expertise, knowledge, and partnerships to grow the rice Asia needs and now—with this endorsement by these nations—we have strong political support. The only thing missing are the financial resources needed to implement this.”

Dr. Zeigler told the ministers that IRRI needs an additional US$15 million a year for the next ten years to adequately support the ASEAN Rice Action Plan. “At a time of trillion-dollar bailouts for the global financial sector, $15 million a year is barely the annual bonus of a former Wall Street executive,” Dr. Zeigler said.

The Rice Action Plan was developed by IRRI earlier this year during the rice price crisis in consultation with its partners around the region. It includes the following measures:

1. Bring about an agronomic revolution to reduce existing yield gaps.
Depending on production conditions, an unexploited yield gap of 1–2 t/ha currently exists in most farmers’ fields in the rice-growing areas of Asia. This yield gap can be reduced through the integrated use of stress-resistant varieties and better crop management practices. This requires funding support to programs aimed at improving farmers’ skills in practices such as land preparation, water and nutrient management, and the control of various pests, diseases, and weeds.

2. Accelerate the delivery of new postharvest technologies to reduce losses.
Postharvest includes the storing, drying, and processing of rice. Considerable losses occur in terms of both the quantity and quality of rice during postharvest operations because of the use of old and inefficient practices. The active promotion of exciting new technologies that are currently available for on-farm storage and drying will reduce losses considerably.

3. Accelerate the introduction and adoption of higher-yielding rice varieties.
New rice varieties are available today that can increase production, but farmers are not using them because the systems that introduce new varieties are under-resourced. Enhancing germplasm exchange, variety testing, and release pipelines can make current high-yielding stress-resistant varieties and hybrids more widely available to farmers in irrigated and rainfed lowland areas of Asia.

4. Strengthen and upgrade breeding pipelines for developing new varieties and hybrids.
Funding for the development of new rice varieties has declined steadily over the past decade or more. This must be reversed in order to develop the next generations of new rice varieties that will be required for productivity growth in sustainable agriculture. Several opportunities are available to accelerate the development of new rice varieties and hybrids with higher yield, better grain quality, and increased tolerance of abiotic stresses and with multiple resistances to insects and diseases through new molecular breeding approaches.

5. Accelerate research on the world’s thousands of rice varieties so scientists can use the vast reservoir of untapped genetic resources they contain.
Working with IRRI, the world’s nations have spent decades carefully collecting thousands of rice varieties. More than 100,000 rice types are now being carefully managed and used at IRRI and in Asian nations. However, only a small fraction of these vital genetic resources has been characterized in detail or used widely. New molecular methods have now opened the door for revealing the valuable genetic characteristics in each variety.

6. Develop a new generation of rice scientists and researchers for the public and private sectors.
Part of the current rice crisis reflects the lack of investment in science, including human capital investment. The education and training of young scientists and researchers are also vital concerns for the rice industry. Asia urgently needs to train a new generation of rice scientists and researchers to enable the region to exploit the latest developments in modern science more effectively.

7. Provide rice policy support.
Conducive policy environments are needed to achieve the fuller use of technology for rapid production growth in an efficient, equitable, and sustainable manner. Rice production is being affected by several dynamic economic factors and their potential impact can be manipulated through suitable policy reforms. The identification of policy constraints, the generation of alternative policy options, and policy advocacy are therefore essential.

Tuesday, 26 August 2008

Important Agricultural Research Topics in Southeast Asia

The Agriculture, Forestry and Fisheries Research Council of Japan has decided to formulate “International Research Strategies” in addition to the present “Guidelines”. The strategies, firstly clarify recent movements surrounding international research and then present important research topics to be tackled with and the cross cutting policies for promoting international research, mainly for those developing countries that are important to Japan’s international research.

There are recent movements surrounding international research.

1. Changes in global food supplies and their impact on Japan

In recent year, international prices of grain and other farm products have increased sharply against the background of greater demand for feed grains as increasing population and economic growth of developing countries with large population such as China and India and of the conflicts between foods and bio-fuels. Moreover, in the situation where investment fund is flowing in agricultural markets, financial markets influence grain market, and international food prices tend to fluctuate rapidly. This situation threatens food security in those developing countries heavily relying their foods on international food markets.

2. Emerging global warming

Forests and farmland have functions to absorb and store atmospheric CO2, a major cause of global warming. They thus play important roles in preventing global warming. From 2000 to 2005, the world’s forests, however, suffered a net loss of 0.73 million hectares on average per year, which is equivalent to 20% of Japan’s land. This reduction may further aggravate global warming and other environmental problems. Actions to combat global warming by controlling deforestation in developing countries are drawn worldwide attention. In order to realize this, discussion among countries has set out concerning technical and methodological approaches.

3. Expanding international cooperation to secure safety and protect lives

In Japan and other developed countries, public concerns are growing about food quality and safety, as well as supplying food in quality. On other hand, there are many developing countries to be produce agricultural products, still focusing on the quantity. Responding quickly and adequately to these concerns, it is important to enhance quarantine and epidemic prevention schemes, based on latest scientific knowledge and by collecting overseas information. It is also necessary to tackle with these issues in a series of processes, from production to processing, distribution and consumption, through international cooperation and information exchange.

In Southeast Asia, while highly profitable agricultural activities are being carried out along with economic growth, there remains traditional farming under rain-fed condition in some areas. This results in economic disparity between the former and the latter areas. Hence, improving food productivities and agricultural incomes in the latter areas remains an essential challenge to be address in the region.

In recent years, resource crops and unused biomass resources for bio-fuels (e.g. felled oil palm trunks and wasted cassava pulp) and bio-plastics have been drawn attention in Southeast Asia. Thus it is necessary to develop technologies for efficient energy conversion and new crop varieties. Moreover, CO2 emissions from deforestation in developing countries become global issues. Asia is an expected region with high possibilities of the reduction in CO2 emissions by controlling over deforestation.

There is a great risk of the outbreak of emerging zoonosis in developing countries, although the real situation about the infection to the people is not clear in these countries. As in the region there is anxiety about expanding infections of avian influenza virus and the outbreak of new strains of influenza virus, protecting against livestock diseases is yet another essential challenge to be addressed.

Key Priorities for Research

1. Promoting research for enhancing efficiency in water use, such as water-saving cultivation and the evaluation of the function in water collection and distribution by small irrigation facilities.

2. Developing high-yielding biomass crops and efficient energy conversion technologies in order to expand the production of bio-energy and biomaterials by utilizing unused local biomass resources, such as felled oil palm trunks and wasted cassava pulp.

3. Developing evaluation and forecasting techniques for sustainable agricultural and forestry systems contributing to reductions in greenhouse gas emissions resulting from the depletion and degradation of forests in developing countries.

4. Promoting research for sophisticating anti-infection technologies, including those to expedite inspection for avian influenza virus and the development of influenza vaccine for poultry.

Tuesday, 29 July 2008

Forum Perlindungan Varietas Tanaman bagi Negara-negara Asia Timur Diresmikan di Tokyo

Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) telah mendapat perhatian masyarakat dunia termasuk negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Timur. Negara ASEAN+3 yang terdiri atas Brunei, Cambodia, Indonesia, Lao PDR, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand, Vietnam, China, Jepang, dan Korea Selatan, akhirnya sepakat membentuk forum yang berhubungan dengan PVT dengan nama East Asia Plant Variety Protection Forum (EAPVP Forum).

Sebenarnya forum ini telah digagas tahun lalu ketika diselenggarakannya Workshop on the Cooperation and Harmonization in Plant Variety Protection in the Asian Region di Tokyo, pada 5 Oktober 2007. Saat itu dilakukan pertukaran pendapat dan pandangan antara perwakilan pemerintah dan organisasi dari negara-negara ASEAN+3 untuk membentuk sistem perlindungan varietas tanaman yang lebih kuat. Pada saat itu telah disepakati pernyataan bersama termasuk kerjasama bidang perlindungan varietas tanaman.

Kemudian pada 2 November 2007 dalam 7th Meeting of the ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry plus 3 (AMAF+3) di Bangkok proposal Jepang tentang pembentukan Forum EAPVPF ini diterima yang kemudian melahirkan pertemuan pertama kalinya pada 23 Juli 2008 di Tokyo. Pertemuan perdana Forum EAPVP ini yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah dari negara-negara ASEAN+3 untuk mengukuhkan pembentukan Forum EAPVP. Indonesia diwakili oleh Dr. Mulyanto Inspektur Jenderal Departemen Pertanian dan Ir. Hindarwati, MSc Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Departemen Pertanian.

Ada 3 landasan dasar operasinal forum EAPVP yaitu: (1) kepentingan sistem perlindungan varietas tanaman, (2) kegunaan pengembangan dan harmonisasi sistem perlindungan varietas tanaman, (3) Pembentukan East Asia Plant Variety Protection Forum. Aktivitas yang akan dikerjakan forum dititikberatkan pada: (1) kebijakan kegiatan operasional dan (2) pertukaran informasi perlindungan varietas tanaman antar negara-negara anggota.

Kerangka kerja forum ini meliputi: (1) partisipasi negara anggota forum dan negara organisasi yang diundang, (2) pelaksanaan pertemuan-pertemuan, (3) penyusunan rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan, (4) pelaksanaan kegiatan kesekretariatan.
Forum ini menetapkan lima kerangka kerja yaitu: (1) kerjasama dalam capacity building, (2) kegiatan kerjasama untuk pengembangan dan harmonisasi sistem perlindungan varietas tanaman, (3) kegiatan kerjasama yang berhubungan dengan pengujian, (4) kerjasama penelitian dan pengembangan tehnik identifikasi varietas tanaman dengan analisis DNA, dan (5) pembuatan website resmi.

Khusus untuk kerjasama dalam capacity building, ada tiga hal yang dijadikan fokus. Pertama, program pelatihan internasional dengan mengundang trainee dari negara-negara peserta. Enam program akan direncanakan oleh negara China, Jepang dan Korea Selatan. Kedua, workshop, seminar dan pelatihan dengan mengundang petugas bidang perlindungan varietas tanaman dari negara-negara peserta. Tujuh program ini akan disiapkan oleh Indonesia, Myanmar, Philipina, Thailand dan Vietnam. Ketiga, pengiriman tenaga ahli ke negara-negara peserta. Untuk itu, China, Jepang dan Korea akan menyediakan tenaga ahli bidang perlindungan varietas tanaman.

Kerjama teknis meliputi (1) harmonisasi garis besar pengujian termasuk pengujian kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan, (2) pengembangan dan penggunaan data base yang berhubungan dengan perlindungan varietas tanaman, (3) pengembangan sistem aplikasi secara elektronik. Pada kerjasama dalam pengujian, negara peserta dengan kepentingan yang sama akan memulai penyelidikan dan pengkajian pemanfaatan data pengujian umum.

Forum ini menyadari perlunya website resmi yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan bersama anggota forum. Melalui tukar pikiran dan informasi dalam Forum EAPVP akan mendorong perluasan dan peningkatan hubungan kegiatan kerjasama di negara ASEAN+3 dan mendukung realisasi landasan umum sistem perlindungan varietas tanaman di setiap negara. Akhirnya harmonisasi sistem perlindungan varietas tanaman di negara ASEAN+3 dapat terealisasi.

Dari 13 negara ASEAN+3 yang telah masuk menjadi anggota International Union for Protection New Varieties of Plants (UPOV) yang berkedudukan di Genewa, Swis tercatat baru 5 negara yaitu China (Act of 1978), Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Vietnam (Act of 1991). Pada November 2007 jumlah anggota UPOV seluruhnya tercatat 65 negara.

Pada Juni 2008, Indonesia, Malaysia, Philipina, dan Jepang masih melindungi semua tanamannya. Akan tetapi Korea Selatan telah membuat daftar tanaman yang dilindungi sebanyak 223 varietas, sedangkan China 152 varietas, Thailand 33 varietas, dan Vietnam 27 varietas.

Melalui forum ini, Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan diri menjadi anggota UPOV. Dengan menjadi anggota forum ini, di dalam negeri sendiri diharapkan para peneliti dan breeder akan terdorong untuk meningkatkan kerjasama dalam pengembangan varietas unggul tanaman Indonesia. Para petani dapat meningkatkan mutu dan kwantitas produksinya dengan menggunakan varietas bibit unggul, di pihak lain breeder dapat memperoleh intensif melalui hak atas kekayaan intelektualnya.

Para breeder akan diberikan hak PVT sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemberian sertifikat hak PVT dilakukan apabila suatu varietas telah memenuhi persyaratan baru, unik, seragam dan stabil berdasarkan hasil pemeriksaan substantif. Pemerintah Indonesia melaksanakan pengembangan penerbitan sertifikasi hak PVT untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat pertanian secara nasional maupun internasional.

Sumber: Berita Iptek online 28 Juli 2008

Thursday, 19 June 2008

Training Executive Group Sustainable Indonesian Fisheries Product Competitiveness Japan, 7 - 14 June 2008

Participants of Training Executive Group Sustainable Indonesian Fisheries Product Competitiveness:

1. Prof. Dr. Martani Huseini, Director General of Fisheries Product Processing and Marketing, Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF).
2. Ir. Sahut Parulian Hutagalung, M.Sc. Director of Foreign market Development, Directorate General of Fisheries Product Processing and Marketing, MMAF
3. Ir. Sadullah Muhdi, MBA, Director of Domestic marketing,Directorate General of Fisheries Product Processing and Marketing, MMAF
4. Ir. Nazori Djazuli, M.Sc. Director of Standardization and Accreditation, Directorate General of Fisheries Product Processing and Marketing, MMAF
5. Ir. Saifuddin, M.M.A. Director of Planning Bureau, Secretariat General of MMAF
6. Dr. Soen'an Hadipoernomo, M.Ed., Director of Data, Statistic, and Information Center, Secretariat General of MMAF
7. Ir. Soenaryanto, M.Sc., Director of Aquaculture Business and Services, Directorate General of Aquaculture, MMAF
8. Ir. Ibrahim Ismail, Director of Fishing Business enterprise, Directorate General of Cupture Fisheries
9. Wahyu Widayat, M.Sc., Deputy Director for Export Development, Directorate of Foreign Market Development, Directorate General of Fisheries Product Processing and Marketing, MMAF

Friday, 30 May 2008

Seminar Coalition for Africa Rice Development

– Toward a Green Revolution in Africa -

1. Seminar Coalition for Africa Rice Development Toward a green revolution in Africa diselenggarakan tanggal 29 Mei 2008 Pasifico Yokohama, Yokohama. Penyelenggara utamanya adalah NEPAD, AGRA, FASID dan JICA dan disponsori oleh Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF). Seminar ini merupakan bagian dari Forth Tokyo International Conference on African Development (TICAD IV).

2. Dengan latar belakang isu kekurangan bahan makanan dan kenaikan harga makanan di dunia seminar diselenggarakan dengan tujuan: a) Menetapkan pentingnya perbaikan produktivitas pertanian menuju pengembangan sosial, pertumbuhan ekonomi, dan penurunan kemiskinan di Afrika; b) Mempertimbangkan kemungkinan sebuah revolusi hijau padi dan pengembangan pedesaan, terutama melalui peningkatan produksi padi secara cepat.

3. Agendanya meliputi : Opening Remarks, Key Note Speech, “Launching of : Coalition for African Rice Development”, Messages from Vietnam, Togo, World Bank, UNDP, AfDB and IRRI/WARDA; Panel Discussion: Toward a rice Green Revolution in Africa.

4. ”Coalition for African Rice Development” (CARD) merupakan insiatif strategi dalam rangka membantu usaha-usaha negara Afrika meningkatkan produksi berasnya, dan juga berperan sebagai kelompok konsultasi donor bilateral maupun multilateral. CARD juga menjadi wadah organisasi regional dan internasional bekerja sama dengan negara Afrika penghasil beras. Anggotanya pada saat ini adalah AGRA, NEPAD, FARA, WARDA, IRRI, JIRCAS dan JICA. Sasaran CARD adalah meningkatkan produksi beras dua kali lipat di Sub-Sahara Africa dalam waktu sepuluh tahun, dari 14 juta ton per tahun menjadi 28 juta ton per tahun.

5. Mr. Masatoshi Wakabayashi Menteri Pertanian Jepang dalam sambutan tertulisnya menyebutkan MAFF Jepang juga akan aktif berpartisipasi dalam “Coalition for African Rice Development”. Jepang akan membantu sebaik-baiknya dalam peningkatan keahlian, ketrampilan dan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran berupa peningkatan produksi padi menjadi dua kali lipat di Afrika selama 10 tahun ini. Pendekatan konkrit dalam usaha peningkatan produksi beras, sangat penting mengimplementasikan penelitian dan pengembangan bidang pembibitan padi termasuk varietas NERICA, desiminasi teknologi penanaman padi, peningkatan fasilitas irigasi dan pengembangan sumber daya manusia.

6. Mr. Kenzo Oshima, Senior Vice President, JICA dalam presentasinya menyampaikan tujuan seminar ini adalah untuk Launching inisiatif multi-stake holder bidang pertanian di Afrika yang dinamakan “Coalition for African Rice Development” disingkat CARD. Organisasi yang berperan dalam launching ini adalah Alliance for a Green Revolution (AGRA) yang diwakili oleh Dr. Namanga Ngongi dan Forum for Agricultural Research in Africa (FARA) diwakili oleh Dr. Mothly Jones. Tiga hal yang perlu diperhatikan CARD dalam menjalankan tugasnya adalah: a) Peningkatan produksi padi yang menyebabkan kenaikan keuntungan para petani padi sehingga dapat mengantarkan ketahanan pangan dan peningkatan pendapatan petani; b) CARD ini harus respek terhadap prinsip kepemilikan dan kepemimpinan Afrika; c) Inisiatif pembangunan pedesaan dan peningkatan taraf hidup petani. Jepang sendiri akan meningkatkan bantuannya melalui ODA ke Afrika, direncanakan jumlahnya menjadi dua kali lipat dalam 5 tahun mendatang sampai dengan 2012.

7. Duta Besar Ambassador O. Wiloughby, Acting CEO, NEPAD Secretariat pada Key Note Speech menekankan : a) Pemimpin Afrika telah sepakat bekerjasama melalui NEFAD untuk melihat visi CAADP terealisir; b) NEFAD sebagai salah satu program African Union, akan meneruskan bekerja lebih dekat dengan AUC yang saling menguntungkan dalam implementasi CAADP; c) Pemerintah Jepang diundang untuk bergabung dengan NEPAD dan AUC dalam implentasi dan intervensi nyata yang telah diidentifikasi pada level negara maupun komunitas regional; d) Empat hal yang harus dipertimbangkan adalah: program produktivitas pertanian; program fasilitasi perdagangan produk pertanian; program tatalaksana pencegahan bencana alam; dan pendanaan sektor pertanian.

8. Prof. Kojiro Otsuka dari FASID pada Key Note Speech yang berjudul Fundamental Strategy for African Agricultural Development menyimpulkan : a) Panen padi di Afrika dengan hasil dua kali lipat dapat dicapai dengan cara peningkatan produktivitas padi 50% dan peningkatan area panen padi 33% (1,5x1.33 = 2.0); b) Dengan keberhasilan penanaman padi dapat menjadi model Green Revolution untuk tanaman lain.

9. Pesan tertulis dari Mr. Bui Ba Bong, Vice Minister of Agriculture and Rural Development Vietnam menyebutkan Vietnam 20 tahun yang lalu masih sebagai Negara pengimpor beras, tetapi sejak 1989 Vietnam telah menjadi Negara pengekspor beras kedua di dunia dengan volume ekspor 4 – 4,5 jutan ton beras setiap tahun. Vietnam telah memperoleh bantuan internasional untuk pengembangan pertanian termasuk sektor beras. Pada saat ini lebih dari 80% sawah padi dapat irigasi yang cukup dan petani dapat menanam padi 2 kali setahun bahkan bisa 3 kali setahun. Rata-rata produksinya sekitar 5 ton per ha dan dibeberapa tempat pada musim kering bisa mencapai 8 ton beras per ha. Melalui land reform dan pengembangan teknologi pertanian Vietnam telah dapat mencukupi kebutuhan beras dalam negeri dan telah dapat mengekspor ke beberapa Negara di Asia dan Afrika. Vietnam akan meningkatkan kerjasama teknik dalam peningkatan produksi beras dengan negara-negara Afrika. Dr. Karen Brooks, Sector Manager dari World Bank menyampaikan perlu digalakannya kerjasama selatan-selatan dan World Bank siap membantu projek-projek pertanian terutama untuk perluasan area tanaman padi. Mr. Kossi Messan Ewovor Pimpinan WARDA mengutarakan bahwa dua puluh satu anggota West Africa Rice Development Association (WARDA) dan 15 pusat Kelompok Konsultasi pada Penelitian Pertanian Internasional secara resmi ditetapkan menjadi ”Coalition for African Rice Development"(CARD).

10. Diskusi Panel dengan Judul “Toward a rice Green Revolution in Africa” yang dimoderatori Prof. Kejiro Otsuka, FASID menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a) World Bank akan membantu projek berhubungan dengan Teknologi pertanian untuk peningkatan produksi pangan, World Bank akan membantu pembangunan infrasturktur irigasi, pembiayaan penelitian bidang pertanian, dan bantuan peningkatan pembangunan agribisnis; b) FARA mengemukakan perlu dibangun struktur penelitian bidang pertanian di Afrika dengan cara pengembangan African Rice Research Center; Peningkatan taraf hidup para petani; CARD dipacu untuk meningkatkan produksi tanaman pangan; c) IRRI/WARDA mendorong program implementasi tekonologi bercocok tanam dalam rangka peningkatan produksi padi dengan dititikberatkan pada peningkatan kwalitas bibit, perbaikan varietas, tatalaksana pertanahan, praktek agronomi, tatalaksana pengairan, dan penanganan pasca panen; Perkiraan biaya untuk capacity buliding sekitar 22,8 juta US dolar selama 5 tahun; d) AGRA mengungkapkan perlunya usaha mengantisipasi tantangan biodiversity; rencana Program for Africa’s Seed System (PASS) dengan dana 10 juta US dolar; serta Soil Health Initiative dengan dana 180 juta US dollar.

Thursday, 19 April 2007

Gubernur Kalbar Jajagi Kerja Sama Pertanian

Gubernur Kalimantan Barat Usman Ja'far telah melakukan kunjungan kerja ke Propinsi Ibaraki, Jepang pada tanggal 26 dan 27 Mei 2006. Kunjungan kerja ini dalam usaha penjajagan kerjasama antara Propinsi Kalimantan Barat dan Propinsi Ibaraki.

Dalam kunjungan kerja ini Usman Ja'far didampingi Ketua DPR Propinsi Kalimantan Barat Zulfadli, Asisten II Setda Propinsi, Kepala BAPPEDA Propinsi, dan 5 orang Kepala Dinas Propinsi Kalimantan Barat, terdiri dari Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kelautan dan Perindustri dan Perdagangan, serta Kepala Bakomapin Kalimantan Barat dan Kepala SPP-SPMA Kalimantan Barat. Selama kunjungan ini rombongan yang berjumlah 15 orang didampingi oleh Atase Pertanian Drh.Pudjiatmoko, Ph.D dari Kedutaan Besar Republik Indonesia Tokyo.

Gubernur Usman Ja'far dan rombongan telah menemui Wakil Gubernur Ibaraki Mr. Kawamata Katsuyoshi, dan Usman Ja'far menyampaikan keinginannya untuk kerja sama dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, perindustrian dan perdagangan. Mr. Kawamata Katsuyoshi menyambut positif ajakan tersebut.

Dalam usaha peningkatan SDM pertanian, sudah 26 orang alumni SPP-SPMA Negeri Singkawang Kalimantan Barat yang mengikuti program magang pertanian di Jepang. Dalam pembicaraan dengan Kepala Daerah Kabupaten Ibaraki, kedua belah pihak setuju untuk dilakukan penyusunan naskah kerjasama antara Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Ibaraki.

Rombongan mengunjungi Koperasi Hortikultura Ibaraki yang sangat berperan dalam memperjuangan kesejahteraan petani Jepang. Sedangkan untuk studi banding teknik pertanian mereka mengunjungi peternakan sapi Torihata, pertanian sayur Amagai, peternakan sapi Nomoto dan pertanian padi Inaba di Propinsi Ibaraki.

Rombongan sangat terkesan kemajuan pertanian Propinsi Ibaraki, dari sekitar 3 juta penduduk Propinsi Ibaraki, luas wilayah hanya 6000 km2 dengan 126.000 keluarga petani dapat menghasilkan produk pertanian senilai 400 milyar yen atau 30 trilyun rupiah, urutan tertinggi ke empat seluruh Jepang. Dari hasil lawatan ini Gubernur bertekad untuk meningkatkan usaha pertanian, perikanan dan peternakan di wilayahnya dengan cara melakukan kerja sama teknis dengan Propinsi Ibaraki dan menarik investasi dari Jepang.

Tuesday, 10 April 2007

Kunker Bupati Pontianak ke Yamanashi


1. Pada tanggal 30-31 Mei 2006, Bupati Pontianak Agus salim bersama Asisten II Gubernur Kalbar, Ketua Bappeda, Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan, Perindistrian dan Perdagangan, Kepala Bakomapin, dan Kepala sekolah SPP-SPMA Kalimantan Barat melakukan kunjungan ke Kabupaten Hokuto, Propinsi Yamanashi, Jepang.

2. Selama kunjungan rombongan didampingi oleh Mr. Hirano Hirotaka petani Jepang di Indonesia, Mr. Kunio Yamanaka dari Japanese Agricultural Cooperation Association. Inc. (JACA), Mr. Hideo Toyoshima GM Ibaraki Central Horticultural and Agricultural Cooperation Association dan Drh. Pudjiatmoko, Ph.D Atase Pertanian Keduataan Besar Republik Indonesia untuk Jepang.

3. Kunjungan bertujuan untuk menjajagi kerjasama antara Kabupaten Hokuto dan Kabupaten Pontianak. Dalam kunjungan tersebut di Kantor Bupati Hokuto, Agus Salim memaparkan masih tersedianya tanah yang masih luas di kabupaten Pontianak dan mengajak Bupati Kabupaten Hokuto, Mr. Shirokura Masaji untuk bekerjasama dalam bidang, pertanian, perikanan dan peternakan.

4. Bupati Shirokura Masaji yang didampingi oleh Kepala Dinas Keuangan, Perencanaan dan Pertanian menyambut baik ajakan tersebut, dan akan melakukan kunjungan balasan ke Kabupaten Pontianak. Selama ini terdapat lulusan SPP-SPMA asal Kalimantan Barat yang sedang trainee di Pertanian Izumi Farm dan Perusahaan Pengolahan Pasca Panen Izumi Food di Popinsi Yamanashi.


5. Bupati Agus Salim dan rombongan mengunjungi Pertanian Izumi milik Keluarga Mr. Umezu Tetsuichi di 2415, Nishiide, Ooizumi-mura, Kita Koma-gun, Yamanasi Prefecture. Di pertanian ini terdapat 11 trainee perempuhan Indonesia, 9 orang berasal dari Kalimantan Barat, sedangkan 2 orang dari Sulawesai Selatan. Mereka ditempatkan ke Yamanashi melalui kerja sama antara Asosiasi Koperasi Pertanian Jepang, JACA dan Agro International Indonesia, NGO Pekan Baru. Masa training satu tahun yang dapat diperpanjang sampai 3 tahun. Pada saat kondisi kesehatan secara umum terlihat baik. Menurut orang tua angkat hanya terdapat sedikit masalah mengenai pemilihan makanan halal.

6. Rombongan juga mengunjungi Pabrik Pengolahan Sayur Izumi Food di 3800-1 Tanido, Ooizumi-mura, Kitamori-shi, Yamanashi Prefecture, milik Mr. Koike Yoshihito. Di pabrik ini terdapat 12 trainee perempuhan Indonesia, 8 orang berasal dari Kalimantan Barat, sedangkan 4 orang dari Jawa Barat. Diperusahaan ini terdapat 72 pekerja dan dapat menghasilkan 80 jenis makanan sayuran siap saji sebanyak 20.000 kemasan per hari yang dipasarkan langsung ke supermarket. Bahan baku berasal dari pertanian sendiri maupun dari pertanian di sekitarnya.


7. Dari hasil kunjungan ini Bupati Pontianak dan rombongan bertekad untuk menyediakan 380 ha tanah untuk membangun kawasan agro industri di wilayah kerjanya baik untuk mensuplai kebutuhan produk pertanian di Indonesia maupun untuk diekspor ke kawasan Asia Tenggara dan Jepang.

Kunker Kadis Perikanan Jabar ke Miyagi

Kunjungan kerja Kepala Dinas Perikanan Jawa Barat ke Miyagi prefecture dilakukan pada tanggal 15-19 Mei 2006, didampingi oleh Atase Pertanian KBRI Tokyo Drh. Pudjiatmoko, Ph.D. Tujuan kunjungan adalah studi penjajagan kerjasama antara propinsi Jawa Barat dan Miyagi Prefecture dalam bidang perikanan, perdagangan dan investasi, sumberdaya manusia dan pariwisata.

 

Rombongan dipimpin oleh Kepala Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, Ir. Sudarsono, sedangkan anggotanya terdiri dari Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Setda Jawa Barat Drs. H. Syamsudin Abas, MM, Direktur Kapal dan Alat Penangkapan Ikan Departemen Kelautam dan Perikanan, Ir. Deddy Heryadi Sutisna, Anggota Komisi B DPRD Jawa Barat Bapak Ginanjar Daradjat.

 

Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan kunjungan di Kedutaan Besar Republik Indonesia, pertemuan dengan tokoh nelayan di Kabupaten Ishinomaki, observasi pasar ikan Ishinomaki, diskusi dengan pejabat perikanan Miyagi Prefecture, pertemuan dengan Wali kota Ishinomaki, observasi Ishinomaki Fish Market co. ltd., kunjungan ke Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan Miyamizu, observasi kondisi kapal-kapal yang akan dihibahkan, mengikuti metoda penangkapan ikan di Ayukawa, studi banding ke Asosiasi perikanan Omotehama, Pusat pembibitan Ikan Miyagi Prefecture, dan Kunjungan ke cabang pabrik mesin Yanmar Ishinomaki.

 

Pertemuan dengan tokoh asosiasi perikanan dilakukan di Ishinomaki tanggal 15 Mei 2006. Yang hadir selain rombongan adalah Mr. Ankai Masahiro dari Miyagiken Kogatasokobiki Kenkyukai (Telp. 0225-97-4728), Mr. Takahashi Kouetu dari Miyagiken Kogatasokobiki Kenkyukai (Telp. 0225-46-2149), Mr. Irogawa dari Shimin Ichiba (Telp. 0225-96-3567). Kami mendiskusikan rencana kerjasama dalam bidang perikanan terutama dalam bidang penyelenggaraan training nelayan pemuda dan kemungkinan penggunaan kapal penangkap ikan layak pakai dihibahkan ke Indonesia. Informasi diperoleh bahwa tokoh masyarakat nelayan Ishinomaki sedang mempersiapkan training nelayan magang yang akan disampaikan ke sidang DPRD.

 

Observasi Pasar Ikan Ishinomaki yang dapat dilaporkan:

Gedung pasar lelang ikan milik pemerintah kabupaten, sedangkan operasionalnya dilakukan oleh swasta Ishinomaki Fish Market Co., Ltd. Yang dipimpin oleh presiden Mr. Kunio Snow.

Kegiatan persiapan pasar ikan pukul 03:00-04:00, pasar dimulai pukul 06:00-08:00.

Terdapat 200 spesies yang dipasarkan di pasar ikan ini.

Kapal yang datang membawa hasil tangkapannya sekitar 300 kapal per hari.

Ikan yang dipasarkan sekitar 200.000 ton per tahun atau sekitar 600 ton per hari.

Harga ikan Salmon pada lelang tanggal 16 Mei 2006, untuk ukuran 1,5 kg/ekor sebesar 429 yen, 419 yen, 421 yen per kg dari 3 perusahaan penangkap ikan yang berbeda. Sedangkan yang berukuran 1,0 kg/ekor seharga 420 yen, 431 yen dan 439 yen per kg masing-masing dari dari 3 perusahaan penangkap ikan yang berbeda.

Komisi pasar lelang ikan sebesar 3,0% sedangkan untuk pasar konsumsi ditempat lain sebesar 5,5%.

Pajak untuk kabupaten sebesar 0,5% dan propinsi 0,02%.

Secara umum tidak tercium bau anyir karena fasilitas air sangat baik, air cukup banyak mengalir, saluran air besar mengalir lancar.

Pegawai yang bekerja, para pedagang ikan dan orang yang masuk dalam wilayah pasar ikan ini menggunakan seragam dan sepatu khusus dengan tanda tertentu, sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat masuk.

 

Meskipun pasar ikan ini merupakan pasar ikan terbesar ke 3 di Jepang, Menurut keterangan Mr. Kimura dari Ishinomaki Tomorrow Busness Town, Pasar ikan ini bukan standar Jepang sehingga disarankan untuk mengunjungi pasar ikan ditempat lain.

 

Diskusi dengan pejabat Dinas Perikanan Miyagi Prefecture, Mr. Bunya Tohio Kepala Bidang Fisheries and Fishing Port Division (Telp. 0225-95-1411)

 

Miyagi prefecture akan mempelajari lebih lanjut keperluan dan keinginan Jawa Barat dalam melakukan kerjasama dengan Miyagi Prefecture. Hal ini berarti mereka menunggu data atau proposal yang akan diajukan oleh Provinsi Jawa barat.

 

Masalah training nelayan sedang dipersiapkan dan dipelajari oleh asosiasi petani mengenai kondisi-kondisi kerjasama yang akan dilakukan ini agar dapat berjalan dengan lancar. Persiapan ini akan diajukan ke DPRD. Sehingga perlu waktu untuk mempersiapkannya.

 

Sebelum kerjasama dimulai perlu dilakukan pertemuan-pertemuan agar saling memahami kebutuhan masing-masing propinsi. Untuk maksud tersebut di atas, Jawa Barat menawarkan pejabat Miyagi Prefecture untuk berkunjung ke Jawa Barat dalam waktu mendatang.