Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label terapi kanker. Show all posts
Showing posts with label terapi kanker. Show all posts

Wednesday, 18 June 2025

Liposom dan Revolusi Terapi Medis

 



Liposom: Struktur Canggih dan Harapan Baru dalam Dunia Medis

 

BAGIAN PERTAMA


Apa Itu Liposom?

Bayangkan sebuah gelembung mikroskopis yang mampu mengantarkan obat langsung ke sel target dalam tubuh kita—itulah liposom. Liposom merupakan jenis nanopartikel berbentuk bola yang tersusun dari molekul lipid, dengan bagian kepala yang menyukai air (hidrofilik) dan ekor yang menghindarinya (hidrofobik). Struktur unik ini membuat liposom sangat mirip dengan membran sel alami, sehingga tubuh lebih mudah "menerima" kehadirannya. Karena kemiripan ini pula, liposom dianggap sebagai salah satu sistem penghantaran obat paling aman dan efektif saat ini.


Manfaat Luas Liposom dalam Dunia Kesehatan

Liposom telah menjadi bintang di dunia biomedis. Fungsinya sangat beragam, mulai dari penghantaran obat dan vaksin, hingga digunakan dalam kosmetik, makanan, dan biosensor. Karena mampu membawa senyawa aktif baik yang larut dalam air maupun lemak, liposom sangat cocok untuk menangani berbagai jenis zat terapi. Beberapa produk berbasis liposom bahkan telah disetujui oleh badan otoritas seperti FDA, yang membuktikan potensi dan keamanannya. Dalam pengobatan kanker, misalnya, liposom mampu mengantarkan obat langsung ke sel tumor, sehingga meminimalkan efek samping bagi jaringan sehat.


Masalah Stabilitas: Tantangan di Balik Potensi Besar

Meski menjanjikan, liposom bukan tanpa kendala. Salah satu masalah utama adalah stabilitas fisik dan kimianya. Tanpa struktur yang stabil, liposom bisa bocor atau rusak sebelum mencapai target. Di sinilah kolesterol berperan penting. Kolesterol membantu memperkuat dinding liposom, menjaga fluiditas dan kekakuan membran, serta mencegah kebocoran isi liposom. Dengan menambahkan kolesterol dalam komposisi liposom, para peneliti berharap dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan efektivitas pengiriman obat, dan menjamin kestabilan dalam darah manusia.


Mengapa Kolesterol Jadi Kunci?

Selama ini kolesterol sering dikaitkan dengan hal-hal negatif, seperti risiko penyakit jantung. Namun, dalam konteks liposom, kolesterol adalah sahabat terbaik. Kolesterol bekerja dengan cara memperkuat bilayer lipid—lapisan ganda yang membentuk struktur liposom—dan mengatur sifat fisik membran. Ia mampu menstabilkan suhu transisi, mengurangi permeabilitas terhadap air dan ion, serta membantu mempertahankan bentuk liposom di lingkungan tubuh yang kompleks. Meskipun belum ada kesepakatan tentang jumlah kolesterol ideal dalam formulasi liposom, hampir semua penelitian mengakui perannya yang sangat krusial.


Beragam Bentuk Nanopartikel Berbasis Lipid

Selain liposom, masih banyak jenis nanopartikel berbasis lipid lainnya yang juga dikembangkan untuk berbagai tujuan medis. Misalnya, emulsi yang menyatukan dua cairan tak larut, misel yang terbentuk dari akumulasi molekul surfaktan, atau kokleat yang memiliki struktur berlapis dan lebih stabil untuk membawa obat tertentu. Ada juga SLN (Solid Lipid Nanoparticles) dan NLC (Nanostructured Lipid Carriers) yang berbasis lipid padat untuk meningkatkan daya serap obat dalam tubuh. Setiap jenis nanopartikel lipid ini memiliki karakteristik unik dan manfaat spesifik, namun semua berangkat dari prinsip dasar yang sama: meniru struktur alami tubuh untuk menghantarkan zat aktif dengan cara paling aman dan efektif.


Penutup: Menatap Masa Depan Terapi Modern

Liposom adalah bukti nyata bahwa inovasi di tingkat molekuler bisa membawa dampak besar dalam dunia medis. Dengan kemampuan menyerupai membran sel dan membawa obat langsung ke targetnya, liposom membuka jalan bagi pengobatan yang lebih presisi dan minim efek samping. Tantangan terbesar ke depan adalah bagaimana menjaga kestabilan struktur ini, dan kolesterol tampaknya akan terus menjadi fokus utama dalam upaya tersebut. Dengan penelitian yang terus berkembang, liposom dan nanopartikel lipid lainnya berpotensi menjadi solusi terapi masa depan yang revolusioner dan lebih ramah bagi tubuh manusia.

 

BAGIAN KEDUA

 

Liposom: Struktur, Variasi, dan Metode Pembuatannya


Struktur Liposom: Inovasi dari Alam untuk Dunia Kesehatan

Liposom adalah sistem penghantaran obat berbasis lipid yang meniru struktur membran sel. Ditemukan pertama kali oleh Alec D. Bangham pada tahun 1961, istilah “liposom” berasal dari bahasa Yunani: lipos berarti lemak dan soma berarti tubuh. Dalam dunia mikroskop, struktur bilayer lipid liposom memperlihatkan kemiripan mencolok dengan membran sel, menjadikannya kandidat ideal sebagai model membran maupun pembawa zat aktif.

Liposom berbentuk bola kecil dengan lapisan konsentris lipid yang membungkus cairan di dalamnya. Fosfolipid yang menyusunnya bersifat amfifilik, yaitu memiliki kepala hidrofilik (menyukai air) dan ekor hidrofobik (menolak air). Struktur ini memungkinkan liposom untuk mengangkut zat aktif baik yang larut dalam air maupun dalam lemak. Tak heran jika sejak awal 1990-an, liposom mulai digunakan dalam sistem penghantaran obat, vaksin, hingga kosmetik.


Menjelajahi Dunia Liposom dan Strukturnya yang Serupa

Seiring perkembangan teknologi, muncul berbagai struktur mirip liposom yang menawarkan keunggulan masing-masing. Misalnya, niosom dibuat dari surfaktan nonionik dan kolesterol, sedangkan fitosom menggabungkan senyawa tumbuhan dan fosfolipid untuk meningkatkan bioavailabilitas bahan aktif herbal. Ada pula virosom yang berbasis fosfolipid dan digunakan dalam pengangkutan molekul terapi seperti protein dan DNA.


Lebih jauh, struktur eksotik seperti archaeosom, yang menggunakan lipid khas dari mikroorganisme purba Archaea, menawarkan stabilitas tinggi dalam kondisi ekstrem. Sementara itu, ethosom, dengan kandungan etanol tinggi, dirancang khusus untuk penghantaran transdermal.


Rahasia Pembentukan: Parameter Pengemasan Liposom

Untuk membentuk liposom yang stabil, diperlukan pemahaman mendalam tentang Parameter Pengemasan atau Packing Parameter (PP). PP merupakan rasio luas penampang bagian hidrofobik terhadap hidrofilik dari molekul pembentuk liposom. Nilai PP menentukan apakah molekul fosfolipid akan membentuk struktur vesikel seperti liposom atau bentuk lainnya.


Contohnya, HSPC (hydrogenated soy phosphatidylcholine) dengan PP 0,8 dapat membentuk liposom yang stabil, sementara DSPE–PEG dengan PP rendah cenderung gagal membentuk liposom karena kepalanya yang terlalu besar akibat rantai PEG. Dalam Tabel 3, dapat dilihat berbagai fosfolipid yang umum digunakan, lengkap dengan karakteristik suhu transisi (Tc) dan berat molekulnya.


Jenis-Jenis Liposom: Dari Mikro Hingga Makro

Liposom dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan jumlah lapisannya. Terdapat empat jenis utama:

1.Multilamellar Vesicle (MLV): terdiri dari banyak lapisan lipid seperti susunan bawang.

2.Oligolamellar Vesicle (OLV): memiliki lebih sedikit lapisan dibanding MLV.

3.Multivesicular Vesicle (MVV): satu vesikel besar berisi banyak vesikel kecil di dalamnya.

4.Unilamellar Vesicle (ULV): hanya memiliki satu lapisan bilayer lipid.

Lebih lanjut, ULV dibagi berdasarkan ukurannya menjadi:

  • Small Unilamellar Vesicle (SUV)
  • Medium Unilamellar Vesicle (MUL)
  • Large Unilamellar Vesicle (LUV)
  • Giant Unilamellar Vesicle (GUV)

Keragaman jenis ini memungkinkan penyesuaian liposom untuk berbagai keperluan, mulai dari terapi kanker hingga vaksinasi.


Teknik Pembuatan Liposom: Pilih yang Sesuai Kebutuhan

Pembuatan liposom tidak bisa sembarangan. Teknik yang digunakan sangat menentukan ukuran, kestabilan, serta efisiensi enkapsulasi zat aktif di dalamnya. Beberapa teknik yang umum digunakan antara lain:

1.Ekstrusi: Menggunakan filter berpori untuk mengontrol ukuran liposom, cocok untuk memproduksi LUV atau nanoliposom.

2.Sonikasi: Teknik sederhana dengan gelombang ultrasonik untuk menghasilkan liposom kecil, meski memiliki kelemahan dalam efisiensi enkapsulasi dan risiko kontaminasi dari probe.

3.Mikrofluidisasi: Metode industri yang mampu menghasilkan liposom dalam jumlah besar dengan ukuran seragam dan efisiensi tinggi, menjadikannya favorit dalam dunia farmasi.


Metode lainnya termasuk dehidrasi–rehidrasi (DRV), evaporasi fase balik (REV), teknik pembekuan–pencairan (FAT), dan vesikel ekstrusi teknik (VET). Masing-masing menawarkan kelebihan tergantung pada kebutuhan aplikatif.

 

BAGIAN KETIGA

 

Beragam Teknik Sintesis Liposom: Memilih yang Tepat untuk Tujuan yang Tepat

Liposom dapat diproduksi dengan berbagai teknik yang masing-masing memiliki fitur khas, keunggulan tertentu, dan juga kelemahan yang perlu diperhatikan. Pemilihan metode sintesis ini sangat penting karena akan memengaruhi ukuran, kestabilan, kapasitas pemuatan, dan efektivitas liposom dalam mengantar zat aktif ke target yang diinginkan.


1. Teknik Ekstrusi: Ukuran Sesuai Permintaan

Teknik ekstrusi dilakukan dengan memaksa larutan liposom melalui membran filter berpori. Ukuran pori filter yang digunakan menentukan ukuran akhir liposom—semakin kecil porinya, semakin kecil pula liposom yang dihasilkan. Meskipun proses ini cukup sederhana dan banyak digunakan, efisiensi pemuatan dan ketepatan distribusi ukuran liposom masih dapat menjadi tantangan.


2. Sonikasi: Favorit dalam Skala Laboratorium

Sonikasi adalah metode paling populer dalam skala laboratorium. Dengan bantuan gelombang ultrasonik, ukuran liposom dapat dikurangi hingga mencapai skala nano. Sonikasi dapat dilakukan menggunakan probe atau dalam bak sonikasi. Namun, metode ini memiliki kelemahan utama: rendahnya volume internal liposom dan keterbatasan dalam menghilangkan molekul besar atau logam berat yang mungkin terbawa dari alat sonikasi.


3. Mikrofluidisasi: Efisien dan Ramah Industri

Metode ini sangat cocok untuk produksi massal. Mikrofluidisasi memungkinkan penyesuaian ukuran liposom dan efisiensi pemuatan mencapai hingga 70%. Kelebihan lainnya, metode ini tidak memerlukan pelarut organik beracun, menjadikannya lebih aman untuk produksi farmasi. Tak heran, mikrofluidisasi menjadi favorit di industri farmasi.


4. Metode Pemanasan: Hemat Biaya dan Minim Risiko

Dalam metode ini, pelarut organik beracun seperti metanol dan kloroform tidak digunakan sama sekali. Bahkan tekanan tinggi pun tidak diperlukan, sehingga proses menjadi lebih sederhana dan hemat energi. Metode ini juga memungkinkan produksi liposom khusus, seperti hollow-liposomes (HM-liposom), yang ideal untuk pengantaran obat atau gen.


5. Liofilisasi: Stabilitas Jangka Panjang Terjaga

Liofilisasi atau pengeringan beku adalah teknik yang berguna untuk meningkatkan stabilitas liposom dalam penyimpanan jangka panjang. Proses ini melibatkan penghilangan air pada tekanan rendah setelah liposom dibekukan. Penambahan trehalosa—sejenis gula pelindung—dapat menjaga integritas liposom dan kandungannya hingga hampir 100%.


6. Reverse-Phase Evaporation (REV): Satu Langkah, Banyak Manfaat

REV menawarkan pendekatan satu langkah yang efisien dan tidak menggunakan pelarut toksik. Liposom yang dihasilkan biasanya berukuran besar (Large Unilamellar Vesicles/LUV) dan mampu membawa zat larut air maupun minyak. Kombinasi ini menjadikannya ideal untuk senyawa aktif dengan sifat kimia yang bervariasi.


7. Dispersi Pelarut: Cepat tapi Butuh Hati-hati

Metode ini mencakup teknik injeksi eter dan etanol. Meski sederhana dan cepat, keduanya melibatkan pelarut organik yang dapat memengaruhi stabilitas dan aktivitas biologis zat aktif. Terutama dalam metode etanol, keberadaan azeotrop (campuran etanol dan air yang sulit dipisahkan) bisa mengganggu kemurnian liposom yang dihasilkan.


Strategi Pemuatan Obat: Aktif atau Pasif?

Tak kalah penting dari teknik sintesis adalah cara memasukkan zat aktif (obat, gen, peptida, atau lainnya) ke dalam liposom. Secara umum, terdapat dua pendekatan utama: pemuatan pasif dan pemuatan aktif.


Pemuatan pasif dilakukan saat atau sesaat setelah liposom terbentuk. Metode ini cocok untuk senyawa yang secara alami larut dalam fase lipid atau air saat pembentukan liposom. Meski mudah dilakukan, metode ini kerap menghasilkan efisiensi pemuatan yang rendah, serta rawan terjadi kebocoran selama penyimpanan.


Sebaliknya, pemuatan aktif, atau sering disebut remote loading, menggunakan prinsip gradien pH atau potensial listrik untuk menarik molekul obat ke dalam liposom yang telah terbentuk. Metode ini memungkinkan pemuatan obat dilakukan setelah liposom jadi, memberi keleluasaan lebih pada tahap produksi. Selain itu, teknik ini menghasilkan efisiensi tinggi, mengurangi degradasi zat aktif, dan menjaga kestabilan selama penyimpanan.

 

Kesimpulan: Menyesuaikan Teknologi dengan Kebutuhan

Dalam dunia nanoteknologi farmasi, tidak ada satu metode sintesis liposom yang sempurna untuk semua kebutuhan. Pemilihan teknik harus mempertimbangkan sifat senyawa yang akan dimuat, tujuan penggunaan (misalnya terapi kanker, vaksinasi, atau suplemen nutrisi), hingga skala produksi yang diinginkan—apakah hanya untuk penelitian atau untuk skala industri.


Dengan pemahaman yang mendalam terhadap fitur, keunggulan, dan kekurangan dari masing-masing metode, para ilmuwan dapat merancang sistem penghantaran liposom yang optimal—efektif, aman, dan berdaya guna tinggi bagi kesehatan manusia.

 

BAGIAN KE EMPAT

 

Peran Strategis Liposom dalam Dunia Terapan: Penargetan, Efisiensi, dan Masa Depan Nanoteknologi Medis


Karakteristik Struktural Liposom: Peran Komposisi Lipid

Metode pemuatan obat secara aktif maupun pasif memiliki peran signifikan dalam menentukan efisiensi terapi yang ditawarkan oleh liposom. Namun, efektivitas sistem penghantaran ini sangat ditentukan oleh karakteristik dasar liposom itu sendiri, terutama komposisi lipid-nya. Kombinasi lipid yang digunakan akan menentukan ukuran, muatan permukaan, kekakuan membran, hingga tingkat permeabilitasnya.


Misalnya, lipid yang berasal dari sumber alami seperti fosfatidilkolin tak jenuh dari telur atau kedelai menghasilkan bilayer yang permeabel namun kurang stabil. Sebaliknya, lipid jenuh seperti dipalmitoil fosfatidilkolin menghasilkan struktur yang lebih kaku dan lebih tahan terhadap kebocoran muatan (AllenLiposomes, 1997; Sahoo dan Labhasetwar, 2003).

 

Liposom dalam Dunia Nyata: Aplikasi Lintas Bidang

Betapa luasnya aplikasi liposom di berbagai bidang. Tidak hanya terbatas pada terapi medis dan farmasi, liposom juga digunakan dalam kosmetika, industri pangan, dan pertanian. Dalam dunia medis, liposom telah dimanfaatkan untuk penghantaran obat kanker, vaksin, dan bahkan terapi gen. Sifatnya yang biokompatibel, mampu membawa zat hidrofilik maupun lipofilik, serta ukurannya yang nano membuat liposom menjadi kandidat ideal untuk sistem penghantaran terapi modern (Figueroa-Robles et al., 2020; Matole et al., 2020).


Dalam industri pangan dan pertanian, liposom digunakan sebagai vektor penghantaran zat aktif seperti antioksidan dan antimikroba untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas nutrisi. Liposom juga dimanfaatkan untuk melindungi senyawa bioaktif yang mudah terdegradasi dari pengaruh lingkungan.


Penargetan Liposom: Pasif dan Aktif

Keberhasilan terapi yang ditargetkan sangat bergantung pada bagaimana liposom dapat mencapai lokasi spesifik dalam tubuh. Oleh karena itu, dua strategi utama dalam drug targeting dikembangkan: penargetan pasif dan penargetan aktif.


  • Penargetan Pasif memanfaatkan sifat fisiologis tumor seperti peningkatan permeabilitas pembuluh darah (efek EPR, enhanced permeability and retention). Ukuran liposom yang tepat memungkinkan penetrasi ke jaringan tumor melalui celah kapiler yang lebih besar dari normal (Zhu et al., 2017; Liu et al., 2021).
  • Penargetan Aktif melibatkan modifikasi permukaan liposom dengan molekul pengarah (targeting ligands) seperti antibodi atau peptida. Tujuannya adalah untuk meningkatkan selektivitas terhadap sel kanker yang mengekspresikan reseptor tertentu secara berlebihan. Teknik ini tidak hanya meningkatkan efisiensi pengantaran, tetapi juga mengurangi toksisitas terhadap jaringan sehat (Raj et al., 2021).


Untuk menghindari deteksi oleh sistem imun, permukaan liposom juga dapat dimodifikasi dengan PEG (polyethylene glycol)—proses yang disebut PEGilasi (PEGylation)—yang secara efektif memperpanjang waktu sirkulasinya dalam tubuh (Suk et al., 2016).


Kesimpulan dan Masa Depan Liposom

Liposom telah berkembang dari sekadar sistem vesikel sederhana menjadi platform canggih dalam dunia nanoteknologi medis. Kemampuannya dalam membawa dan melepaskan obat secara terkendali menjadikannya alat penting dalam terapi kanker, penyakit infeksi, vaksinasi, dan bahkan terapi gen. Masa depan liposom berpotensi lebih cerah lagi dengan pengembangan sistem liposom pintar (smart liposomes) yang mampu merespons rangsangan spesifik seperti pH, suhu, atau enzim tertentu.


Dengan pemahaman yang terus berkembang mengenai struktur, metode fabrikasi, serta mekanisme penargetan dan pemuatan obat, liposom siap menjadi pelopor sistem penghantaran obat yang presisi dan personal, membuka babak baru dalam pengobatan modern.

 

BAGIAN KE LIMA

 

Ragam Aplikasi Liposom dalam Bidang Biomedis

Liposom, sebagai sistem penghantaran obat dan gen yang menjanjikan, terus mengalami pengembangan yang luar biasa dalam aplikasi biomedis. Beragam jenis liposom telah dirancang dan disesuaikan untuk berbagai kebutuhan klinis, mulai dari pelabelan sel hingga terapi kanker. Berikut adalah ragam jenis liposom dan aplikasinya dalam dunia medis modern.


1. Liposom Fusogenik (Fusogenic Liposome / FL)

Liposom jenis ini memiliki kemampuan unik untuk berfusi langsung dengan membran sel, sehingga muatan yang dibawanya dapat langsung masuk ke dalam sitoplasma tanpa melalui endosom.

  • Pelabelan dan Visualisasi Sel:

Liposom fusogenik digunakan untuk melabeli membran sel dengan zat fluoresen secara efisien. Ini mempermudah visualisasi struktur seluler dalam penelitian biologi sel (Csiszár et al., 2010; Kleusch et al., 2012).

  • Transfer Gen:

Dengan bantuan glikoprotein dari virus vesikular stomatitis, liposom ini mampu menghantarkan gen ke dalam sel sasaran, bahkan dalam konteks terapi prenatal (Shoji et al., 2004; Hirano et al., 2002).

  • Penghantaran Obat:

Beberapa studi telah menunjukkan efektivitas liposom fusogenik dalam menghantarkan insulin melalui mukosa (Goto et al., 2006), serta antitumor seperti doksorubisin (Deng et al., 2017).

  • Aplikasi Vaksin:

Liposom fusogenik juga digunakan untuk meningkatkan respons imun dengan cara menyampaikan antigen langsung ke jalur MHC kelas I, sehingga mampu memicu pembentukan sel T sitotoksik (CTL) (Sugita et al., 2005; Yoshikawa et al., 2006a).

  • Terapi Vaksin:

Beberapa studi telah menguji potensi vaksin berbasis liposom fusogenik terhadap melanoma dan jenis kanker lainnya (Qiang et al., 2004).


2. Liposom Kationik

Jenis liposom ini memiliki muatan positif yang membuatnya sangat efisien dalam mengikat dan menghantarkan molekul bermuatan negatif seperti DNA dan RNA.

  • Transfer Gen dan RNA Interferensi:

Digunakan untuk terapi gen, misalnya menghantarkan gen CFTR pada fibrosis kistik (Lee et al., 2012), atau kombinasi dengan inhibitor MEK untuk pengobatan kanker (Kang et al., 2011).

  • Penghantaran Obat:

Liposom kationik telah dikembangkan untuk penghantaran obat-obatan kemoterapi seperti doksorubisin dan paklitaksel secara terarah (Chen et al., 2010b).

  • Ajuvan dan Terapi Vaksin:

Liposom kationik tidak hanya memperkuat respons imun humoral, tetapi juga membantu menghasilkan respons seluler yang kuat, sangat ideal untuk vaksin kanker atau HIV (Davidsen et al., 2005; Varypataki et al., 2017).


3. Liposom Sirkulasi Panjang (Long Circulating Liposome)

Didesain untuk bertahan lebih lama dalam aliran darah, jenis ini sangat cocok untuk penghantaran obat jangka panjang dan terapi kanker.

  • Terapi Fotodinamik dan Kanker:

Liposom ini digunakan dalam terapi fotodinamik yang menargetkan pembuluh darah tumor, serta untuk penghantaran vincristine dan adriamisin dalam berbagai model kanker (Ichikawa et al., 2004; Zhang et al., 2016).

  • Transfer Gen:

Dengan menggunakan liposom pH-sensitif, para peneliti berhasil mentransfer DNA plasmid ke berbagai jenis sel, termasuk sel tanaman (Hahn dan Friedt, 2012).


4. Liposom Imunologi (Immunoliposome)

Jenis ini dimodifikasi secara spesifik untuk mengenali dan menargetkan sel-sel tertentu menggunakan antibodi atau peptida.

  • Terapi Tumor:

Liposom ini mampu menghantarkan siRNA dan obat kemoterapi ke dalam sel tumor secara spesifik dan sinergis (Yang et al., 2014; Pastorino et al., 2003).

  • Diagnosis dan Citra Medis:

Immunoliposome telah dikembangkan sebagai agen kontras cerdas untuk pencitraan molekuler tumor, dengan sensitivitas tinggi dan kemampuan menembus sawar darah otak (Freedman et al., 2009; Liu et al., 2016).

 

Keuntungan dan Keterbatasan Liposom

Sebagai sistem penghantaran, liposom menawarkan banyak keuntungan. Sifatnya yang amfifilik memungkinkan penghantaran baik senyawa larut air maupun larut lemak. Selain itu, liposom dapat dirancang agar memiliki pelepasan yang terkendali, bertarget, dan kompatibel secara biologis (Joshi et al., 2016; Daraee et al., 2016).


Namun demikian, liposom juga menghadapi sejumlah tantangan:

  • Stabilitas fisik dan kimia: Liposom mudah mengalami oksidasi dan hidrolisis, terutama pada suhu dan pH yang ekstrem.
  • Waktu paruh pendek dalam tubuh, yang membuatnya cepat dieliminasi.
  • Biaya produksi yang tinggi dan potensi kebocoran muatan juga membatasi penggunaannya dalam skala luas.
  • Interaksi dengan sistem imun, termasuk deteksi oleh sistem retikuloendotelial, bisa mengurangi efektivitas liposom sebagai carrier.

 

Stabilitas Liposom: Faktor Kunci Keberhasilan

Agar efektif dalam aplikasi medis, stabilitas liposom menjadi hal krusial. Ketidakstabilan dapat menurunkan efisiensi penghantaran serta menimbulkan efek samping. Faktor seperti muatan permukaan, ukuran, dan komposisi lipid sangat menentukan nasib liposom di dalam tubuh.


Ukuran liposom juga berperan besar: semakin kecil partikel, semakin baik penetrasinya ke dalam jaringan. Namun, ukuran yang sangat kecil bisa menyebabkan penurunan stabilitas karena tingginya energi permukaan (Drin et al., 2008).


Dengan terus berkembangnya teknologi nanomedisin, tantangan-tantangan tersebut kini mulai diatasi melalui modifikasi lipid, pelapisan dengan polimer seperti PEG, serta penggabungan dengan sistem penghantaran cerdas lainnya. Masa depan liposom sebagai platform penghantaran obat dan vaksin tampak semakin cerah.

 

BAGIAN KE ENAM

 

Kolesterol sebagai Kunci Stabilitas Liposom dalam Sirkulasi Plasma

Dalam lingkungan biologis, terutama saat liposom beredar dalam darah, mereka menghadapi berbagai tantangan—dari enzim perusak seperti fosfolipase, hingga sistem imun tubuh seperti makrofag yang mengenali dan menghancurkan partikel asing. Di sinilah kolesterol memainkan peran penting. Penambahan kolesterol ke dalam membran liposom terbukti secara signifikan dapat meningkatkan ketahanan liposom terhadap kerusakan fisik dan enzimatik.


Bagaimana cara kerja kolesterol dalam hal ini? Kolesterol membantu memperkuat dan memadatkan struktur bilayer fosfolipid, sehingga mengurangi kemungkinan liposom pecah atau terdegradasi selama berada dalam aliran darah. Selain itu, kolesterol juga mengurangi kemampuan protein plasma untuk menempel pada permukaan liposom. Hal ini penting, karena semakin banyak protein plasma yang menempel, semakin besar kemungkinan liposom dikenali oleh sistem kekebalan tubuh dan dihancurkan sebelum mencapai targetnya.


Implikasi Klinis dan Penggunaan Terapeutik

Penambahan kolesterol dalam formulasi liposom bukan hanya memperpanjang umur sirkulasi liposom, tetapi juga meningkatkan kemungkinan liposom mencapai target terapi, seperti sel kanker atau jaringan yang mengalami peradangan. Liposom yang stabil akan melepaskan kandungan obatnya secara bertahap dan terkendali, sehingga meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping.


Beberapa produk liposomal berbasis kolesterol telah berhasil dikomersialisasikan dan digunakan dalam terapi medis, seperti dalam pengobatan kanker, infeksi sistemik, dan penyakit autoimun. Tabel 7 dalam artikel ini menyajikan contoh produk-produk tersebut, menunjukkan bahwa penambahan kolesterol bukan sekadar strategi ilmiah, tetapi sudah terbukti secara klinis.


Penutup: Kolesterol, Komponen Kecil dengan Dampak Besar

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa kolesterol bukan sekadar molekul lemak biasa. Dalam dunia teknologi farmasi, khususnya pada sistem penghantaran obat berbasis liposom, kolesterol menjelma menjadi elemen kunci yang menentukan keberhasilan terapi. Dengan meningkatkan stabilitas membran, mengurangi pengenalan oleh sistem imun, serta menjaga kandungan obat tetap terjaga hingga mencapai target, kolesterol memainkan peran yang tak tergantikan dalam formulasi liposomal modern.


Ke depan, pemahaman yang lebih dalam tentang interaksi antara kolesterol dan fosfolipid akan membuka jalan bagi pengembangan sistem penghantaran obat yang lebih canggih, aman, dan efektif. Dengan begitu, liposom tidak hanya akan menjadi kendaraan obat yang andal, tetapi juga menjadi harapan baru dalam dunia terapi yang presisi dan bertarget.

 

BAGIAN KE TUJUH

 

Peran Kolesterol dalam Meningkatkan Stabilitas Liposom: Bukti dan Implikasinya

Kolesterol telah lama dikenal sebagai komponen penting dalam formulasi liposom karena kemampuannya dalam meningkatkan stabilitas fisik dan kimiawi vesikel. Dalam berbagai penelitian, penambahan kolesterol terbukti mampu mengurangi kebocoran obat, memperlambat pelepasan kandungan liposom, serta meningkatkan ketahanan terhadap suhu dan lingkungan fisiologis. Misalnya, dalam formulasi liposom yang mengandung vitamin E, kolesterol mampu memperpanjang waktu penyimpanan dengan menurunkan hidrasi bilayer dan memperlambat oksidasi lipid (Samuni et al., 2000). Sementara itu, dalam liposom yang digunakan untuk penghantaran obat kemoterapi seperti doksorubisin atau vinorelbin, kolesterol tidak hanya memperpanjang waktu sirkulasi dalam darah, tetapi juga mencegah agregasi partikel dan meningkatkan efektivitas terapi.


Yang menarik, efek kolesterol sangat tergantung pada komposisi lipid dan jenis obat yang dikandung. Sebagai contoh, dalam sistem penghantaran kurkumin, kolesterol berfungsi memperbaiki bioavailabilitas zat aktif, sedangkan dalam liposom siprofloksasin, kolesterol justru berperan sebagai pengatur kecepatan pelepasan obat dari sistem penghantarnya. Data dari berbagai studi juga menunjukkan bahwa ada batas optimal konsentrasi kolesterol yang bisa ditambahkan ke dalam bilayer lipid sebelum efeknya menjadi kontraproduktif—misalnya, pada silymarin, penambahan kolesterol berlebih justru menurunkan efisiensi enkapsulasi (El-Samaligy et al., 2006b).


Kolesterol dalam Produk Komersial: Membuktikan Signifikansinya

Peran kolesterol dalam meningkatkan performa liposom tidak hanya terbatas pada laboratorium. Sejumlah produk liposomal komersial yang telah disetujui dan digunakan secara luas di dunia medis juga memanfaatkan kolesterol sebagai komponen kuncinya. Produk seperti Doxil®, Myocet™, dan Marqibo® mengandalkan kolesterol dalam komposisinya untuk meningkatkan stabilitas, memperlambat pelepasan obat, serta memperpanjang waktu edar dalam sirkulasi darah.


Misalnya, AmBisome®, yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur serius, mengandung kolesterol dalam formulasi HSPC dan DSPG-nya guna mengurangi toksisitas dan memperbaiki efikasi klinis. Formulasi ini terbukti sangat penting dalam pengobatan pasien neutropenia berat pasca kemoterapi yang sangat rentan terhadap infeksi sistemik. Di sisi lain, Vyxeos sebagai sistem liposom dua komponen (daunorubisin dan sitarabin) menunjukkan harapan besar dalam pengobatan leukemia mieloid akut, dengan hasil uji klinis menunjukkan peningkatan angka harapan hidup dibandingkan terapi konvensional (Tzogani et al., 2020).


Tantangan dan Peluang Penelitian Masa Depan

Walaupun liposom berbasis kolesterol telah memberikan terobosan besar dalam bidang penghantaran obat, masih terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait stabilitas jangka panjang, biokompatibilitas, dan efisiensi pengiriman ke target spesifik dalam tubuh. Salah satu kendala utama adalah identifikasi kadar kolesterol optimal dalam berbagai jenis liposom. Rasio kolesterol terhadap lipid yang paling sering digunakan adalah 1:1 atau 2:1, namun rasional ilmiah di balik penggunaan rasio tersebut masih belum sepenuhnya dipahami. Inilah yang membuka peluang bagi penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan formulasi berdasarkan mekanisme interaksi kolesterol dengan berbagai jenis fosfolipid.


Selain itu, studi simulasi molekuler mulai mendapatkan perhatian sebagai pendekatan modern dalam memahami perilaku liposom secara lebih mendalam. Misalnya, studi oleh Hashemzadeh et al. (2020a) mengungkap bahwa struktur geometrik dan ukuran kepala fosfolipid dapat mempengaruhi kecenderungan liposom untuk mempertahankan bentuk vesikularnya atau berubah menjadi struktur misel. Penerapan metode serupa untuk mengevaluasi efek kolesterol secara digital dapat membuka jalan bagi perancangan liposom generasi berikutnya yang lebih stabil dan lebih efisien.


Penutup: Kolesterol, Pilar Stabilitas dalam Sistem Liposomal

Secara keseluruhan, liposom tetap menjadi platform unggulan dalam penghantaran obat karena fleksibilitasnya dalam mengakomodasi berbagai molekul bioaktif. Peran kolesterol sebagai “penguat” stabilitas telah terbukti di banyak studi dan aplikasi klinis. Kolesterol tidak hanya memperkuat struktur bilayer, tetapi juga membantu mengendalikan pelepasan obat, memperpanjang waktu sirkulasi dalam tubuh, dan meningkatkan efisiensi terapeutik.


Ke depan, penelitian tentang liposom harus difokuskan pada pendekatan multidisipliner—menggabungkan teknik eksperimental, simulasi komputer, dan pendekatan klinis—untuk merumuskan sistem penghantaran yang lebih presisi dan aman. Dalam dunia farmasi yang terus berkembang, kolesterol bukan sekadar zat tambahan, melainkan komponen vital yang mendasari keberhasilan banyak terapi modern yang kita kenal saat ini.

Thursday, 27 March 2025

Rahasia Liposom: Nanoteknologi Canggih Penentu Efektivitas Obat

 


Liposom: Struktur, Aplikasi Biomedis, dan Parameter Stabilitas dengan Penekanan 

pada Kolesterol

 

ABSTRAK

 

Liposom pada dasarnya merupakan subtipe nanopartikel yang terdiri dari ekor hidrofobik dan kepala hidrofilik yang membentuk membran fosfolipid. Struktur liposom yang berbentuk bola atau bola berlapis-lapis sangat kaya akan kandungan lipid dengan berbagai kriteria klasifikasinya, termasuk karakteristik struktural, parameter struktural, ukuran, metode sintesis, metode persiapan, dan pemuatan obat. Meskipun liposom memiliki berbagai aplikasi, seperti penghantaran obat, vaksin/gen, pembuatan biosensor, diagnosis, dan aplikasi dalam produk pangan, penggunaannya menghadapi banyak keterbatasan akibat ketidakstabilan fisikokimia. Stabilitas liposom sangat dipengaruhi oleh bahan penyusunnya, di mana kolesterol memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas membran liposom. Telah diketahui dengan baik bahwa kolesterol memberikan pengaruhnya dengan mengendalikan fluiditas, permeabilitas, kekuatan membran, elastisitas dan kekakuan, suhu transisi (Tm), retensi obat, kepadatan fosfolipid, serta stabilitas dalam plasma. Meskipun jumlah kolesterol yang optimal untuk menyiapkan sistem penghantaran yang stabil dan terkontrol masih belum ditentukan, para peneliti tetap berfokus pada kolesterol sebagai bahan yang menjanjikan untuk meningkatkan stabilitas liposom. Oleh karena itu, tinjauan ini membahas perkembangan terkini dalam aplikasi liposom, khususnya dalam penghantaran obat untuk terapi kanker, serta peran kolesterol dalam meningkatkan stabilitas liposom.


Kata kunci: liposom, lipid, senyawa, kolesterol, stabilitas

 

PENDAHULUAN

 

Kemajuan yang pesat dalam bidang nanoteknologi dan nanosains telah menimbulkan harapan besar dalam bidang biomedis. Berkat sifatnya yang unik, multifungsi, dan fleksibel, nanomaterial mampu mengatasi berbagai tantangan dalam berbagai bidang kedokteran, termasuk kesehatan, diagnosis, dan pengobatan (Liu et al., 2020; Naskar dan Kim, 2021), dengan nanoliposom menjadi salah satu nanopartikel yang paling banyak digunakan dalam biomedis. Liposom adalah membran berbentuk bola yang terdiri dari bilayer lipid dan menyediakan lingkungan baik hidrofilik maupun hidrofobik. Sifatnya yang dapat disesuaikan, fleksibel, memiliki variasi bahan penyusun, mudah untuk difungsikan, dapat disesuaikan dalam jumlah lapisan/ukuran, serta memiliki biokompatibilitas dan biodegradabilitas, telah menjadikan liposom sebagai struktur luar biasa dalam dunia medis, terutama dalam penghantaran obat (Aguilar-Pérez et al., 2020; Trucillo et al., 2020; Kashapov et al., 2021). Penggunaan liposom yang paling menonjol adalah dalam kosmetik dan penghantaran obat. Akibatnya, berbagai produk berbasis liposom telah dikomersialkan hingga saat ini, dengan persetujuan dari United States Food and Drug Administration (FDA) (Yuba, 2020; Barenholz, 2021). Liposom, sebagai salah satu jenis nanopartikel berbasis lipid, memiliki berbagai macam varian yang masing-masing menawarkan sifat unik. Namun, masih terdapat kendala dan tantangan terkait dengan nanopartikel lipid, di mana permasalahan paling krusial adalah stabilitasnya (Yu et al., 2021). Dalam tinjauan ini, dilakukan pembahasan komprehensif mengenai liposom dari segi struktur, fungsi, dan stabilitas, dengan dimulai dari pengenalan terhadap struktur lipid.

 

Nanopartikel Lipid

 

Molekul lipid merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan, dan nanopartikel berbasis lipid mencakup berbagai jenis berdasarkan aplikasi, komponen, bentuk, dan metode pembuatannya. Nanopartikel berbasis lipid memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan nanopartikel berbasis polimer. Selain penggunaan topikal, penghantaran zat aktif merupakan aplikasi utama dari nanopartikel berbasis lipid. Sebagai analog fisiologis dari membran seluler, liposom memiliki biokompatibilitas yang lebih unggul dibandingkan dengan nanopartikel berbasis polimer, sehingga lebih dapat diterima dalam aplikasi biomedis (Müller et al., 2000).

 

Sebagai nanopartikel yang sangat adaptif, nanopartikel lipid dapat digunakan untuk berbagai jenis penghantaran dengan sedikit keterbatasan. Liposom dan niosom, masing-masing terdiri dari fosfolipid dan lipid amfipatik, merupakan formulasi berbasis lipid yang paling dikenal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, liposom dapat direkayasa secara khusus dengan parameter yang menguntungkan. Namun, stabilitas kinetik merupakan keterbatasan utama dari nanopartikel berbasis lipid vesikular, termasuk liposom (Battaglia dan Ugazio, 2019). Jenis-jenis nanopartikel berbasis lipid yang paling umum digunakan disajikan dalam Tabel 1.

 

TABEL 1. Struktur berbasis lipid.

Jenis

Ciri Struktur

Komposisi Struktur

Liposom (Pan et al., 2002; Thompson et al., 2006; Yavlovich et al., 2009; Chen et al., 2012)

1- Kemiripan dengan membran sel

DSPC- HSPC- DPPC-DOPEPC- EPCSPC-DMPC-DOPC Kolesterol


2- Satu atau lebih bilayer lipid konsentris yang mengelilingi sejumlah bagian akuatik yang sama


Emulsi (Pan et al., 2002; Cardenia et al., 2011; Lu et al., 2012)

1- Terdiri dari dua fase berbeda, yaitu fase difusi dan fase kontinu

PC- EPC – DOPC- DMPC DPPC- POPC- DSPC


2- Struktur koloid cair dalam cair



Terdiri dari dua cairan yang tidak dapat bercampur (biasanya minyak dan air). Emulsi cair-cair terutama dibagi menjadi dua kategori: air dalam minyak (W/O) dan minyak dalam air (O/W), di mana fase minyak dan fase akuatik masing-masing membentuk fase kontinu.


Misel (Ashok et al., 2004; Faustino et al., 2011; Deng et al., 2012; Saadat et al., 2014)

1- Struktur pembentukan berdasarkan akumulasi molekul surfaktan yang terdifusi dalam cairan koloidal

PC- DSPE- DOPE- EPC Asam glikolat-lesitin


2- Misel konvensional dan misel terbalik dapat dibuat



Misel konvensional: ekor hidrofobik berkumpul di pusat misel



Misel terbalik: ujung hidrofobik mengarah ke pelarut, dan kepala hidrofilik berkumpul di dekat pusat misel


Kokleat (Pawar et al., 2015; Mannino dan Lu, 2018; Asprea et al., 2019)

1- Struktur berlapis-lapis

PS dan PC


2- Terdiri dari dua lapisan lemak yang luas dan kontinu



3- Struktur stabil dengan sedimen fosfolipid bervalensi dua dari bahan alami



4- Dapat dibuat dari fosfolipid bermuatan negatif dan kation divalen



5- Dapat digunakan untuk mengantarkan molekul obat hidrofobik dan hidrofilik; bermuatan positif dan negatif


SLN (Solid Lipid Nanoparticles) (Shah et al., 2007; Fang et al., 2008; Mehnert dan Mäder, 2012)

1- Nanostruktur dengan inti padat dari partikel, yang terutama terdiri dari lipid, untuk mengantarkan asam nukleat, protein, dan obat

Tween 80- fosfolipid kedelai- SPC- skualena- precirol- PF68- gliseril palmito-stearat

NLC (Nanostructured Lipid Carriers) (Müller et al., 2002; Müller et al., 2007)

1- Struktur SLN yang dimodifikasi

Tween 80-fosfolipid- gliseril palmito stearat- glisirhizin- propilen glikol monostearat- lesitin, poloxamer 800, poligliseril-3 metil-glukosa di-stearat, SDS, SDC, asam oleat, alfa-tokoferol/vitamin E, minyak jagung- skualena


2- NLC, atau SLN yang dimuat minyak, mengandung tetesan lipid yang sebagian mengkristal dan memiliki struktur kristal padat yang kurang teratur atau amorf untuk mengatasi keterbatasan SLN


 

Catatan: DMPC, Dipalmitoil fosfatidilkolin; DOPC, Dioleoil-sn-glisero-3-fosfatidilkolin; DOPE, Dioleoil fosfatidiletanolamina; DOPEPC, Dioleoil fosfatidiletanolamina fosfatidilkolin; DPPC, Dipalmitoil fosfatidilkolin; DSPC, Distearoil-sn-glisero-3-fosfatidilkolin; DSPE, Distearoil-sn-glisero-3-fosfatidiletanolamina; EPC, Etanolamina fosfatidilkolin; HSPC, Hidro Kedelai fosfatidilkolin; PC, Fosfatidilkolin; POPC, Palmitoil-oleoil-sn-glisero-fosfatidilkolin; PS, Fosfatidilserin; SDC, Natrium deoksikolat; SDS, Natrium dodesil sulfat; SPC, Sfingosil fosforilkolin.

 

Struktur Liposom

Struktur liposom pertama kali dideskripsikan oleh ahli hematologi Inggris, Alec D. Bangham, pada tahun 1961. Dari segi terminologi, istilah "liposom" berasal dari kata "Lipos" yang berarti lemak dan "Soma" yang berarti tubuh. Struktur bilayer lipid pada membran sel telah diidentifikasi melalui pencitraan mikroskop elektron, yang membuktikan kemiripannya yang jelas dengan plasmalema (Dua et al., 2012; Hashemzadeh et al., 2020a).

 

Liposom pertama kali digunakan sebagai pembawa obat pada awal tahun 1990-an. Sejak saat itu, ditemukan bahwa inklusi polimer yang terikat lipid dalam jumlah kecil (disebut sebagai polimer-lipid) dalam struktur liposom dapat meningkatkan sirkulasi dalam darah secara in vivo. Secara struktural, liposom adalah vesikel berlapis konsentris di mana bilayer lipid membran mengelilingi volume berisi air. Biasanya, membran bilayer lipid ini terdiri dari fosfolipid yang memiliki ekor hidrofobik dan kepala hidrofilik (Rovira-Bru et al., 2002).

 

Berdasarkan sifat fosfolipidnya, struktur akhir liposom menunjukkan karakter amfifilik (Dua et al., 2012). Karena struktur unik ini, baik liposom berbasis fosfolipid alami maupun sintetik dianggap sebagai vesikel atau sistem penghantaran obat. Desain liposom yang berbentuk bola atau multilayer sangat bergantung pada jumlah dan jenis komponen lipid yang digunakan. Dalam bentuk konsentris, susunan pembentukan bilayer lipid membentuk jumlah ruang air yang sama (Chetoni et al., 2004; Choi dan Maibach, 2005; Pavelić et al., 2005).

 

Karena kemiripannya yang tinggi dengan membran sel, liposom telah dijelaskan sebagai model membran yang sesuai untuk mengungkap sifat mendasar dari membran sel dengan berbagai aplikasi (Wong et al., 2001; Laouini et al., 2012). Proses swarakit dari fosfolipid rantai diasil dalam larutan berair dapat membentuk struktur bilayer berbentuk bola yang disebut liposom. Karena kemampuannya dalam mengenkapsulasi lingkungan berair yang luas, struktur liposom dapat memuat hampir semua jenis molekul hidrofilik (Lebègue et al., 2015; Vakili-Ghartavol et al., 2020; Wu et al., 2021).

 

Bagian hidrofilik internal liposom dapat melindungi obat yang dimuat dari faktor-faktor destruktif dalam tubuh inang, sehingga pada akhirnya dapat meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan. Selain lingkungan berair internal, zat hidrofobik juga dapat dimasukkan ke dalam membran lipid atau diadsorpsi pada permukaan liposom (Xu et al., 2007; Silverman et al., 2013; Chen et al., 2014; Eloy et al., 2014; Jain et al., 2014). Struktur dasar yang menyerupai liposom disajikan dalam Tabel 2.

 

TABEL 2. Struktur mirip liposom.

Struktur Mirip Liposom

Deskripsi

Niosom

Niosom merupakan pembawa (carrier) yang terdiri dari surfaktan nonionik melalui hidrasi kolesterol (Sankhyan dan Pawar, 2012; Puras et al., 2014; Arora, 2016).

Fitosom

Fitosom dibuat dari senyawa tumbuhan. Fitosom merupakan nanopembawa lipid yang diproduksi melalui pengikatan fosfolipid dengan polifenol dalam pelarut organik (Kidd, 2009; Jain et al., 2010; Pawar dan Bhangale, 2015; Abd El-Fattah et al., 2017).

Virosom

Virosom adalah struktur berbentuk bulat dengan membran berbasis fosfolipid mono/bilayer. Rongga pusat yang tertanam dalam struktur ini digunakan untuk memuat molekul terapeutik seperti asam nukleat, protein, dan obat-obatan (Felnerova et al., 2004; Daemen et al., 2005).

BODIPYsome

Lipid aza-BODIPY adalah blok penyusun yang dapat menyusun dirinya sendiri menjadi struktur vesikel BODIPYsome yang mampu membentuk agregasi J yang stabil dalam rentang NIR (Near-Infrared) (Cheng et al., 2019).

DQAsome

DQAsome adalah struktur vesikular yang terdiri dari amfifil, dekolinium (Zupančič et al., 2014; Weissig, 2015; Bae et al., 2018).

Archaeosom

Archaeosom adalah keluarga baru dari liposom. Struktur ini dibuat dari satu atau lebih lipid eter yang unik untuk domain Archaea. Jenis struktur ini ditemukan dalam Archaeobacteria. Lipid tipe Archaea terdiri dari inti struktur archaeol (diether) dan/atau caldarchaeol (tetraether) (Réthoré et al., 2007; Benvegnu et al., 2009; Kaur et al., 2016).

Ethosom

Ethosom adalah nanovesikel fosfolipid. Struktur ini terdiri dari bilayer fosfolipid yang fleksibel dengan konsentrasi etanol yang relatif tinggi (20–45%), glikol, dan air. Penghantaran transdermal dianggap sebagai aplikasi utama dari ethosom (Dayan dan Touitou, 2000; Ainbinder et al., 2010).

 

Parameter Pengemasan

Seperti yang telah dijelaskan, liposom adalah struktur berbasis lipid yang terdiri dari satu atau lebih bilayer fosfolipid yang dapat mengenkapsulasi media berair. Pembentukan liposom dimulai dengan mendispersikan fosfolipid dalam air, yang mengarah pada interaksi antara fosfolipid dan air (Anwekar et al., 2011). Parameter Pengemasan (PP) merupakan kriteria penting yang menentukan pembentukan liposom.

 

PP dijelaskan sebagai rasio antara luas penampang bagian hidrofobik amfifil (rantai hidrokarbon dari fosfolipid atau cincin hidrokarbon dari sterol) dan luas penampang bagian hidrofilik (gugus kepala amfifil). Lipid pembentuk liposom dianggap sebagai struktur amfifilik dengan PP sebesar 0,74–1,0. Dalam hal ini, HSPC (PP: 0,8) dan DSPE–PEG (PP: 0,487) masing-masing telah diidentifikasi sebagai lipid pembentuk liposom dan non-liposom. Pada DSPE-PEG, nilai PP yang rendah menunjukkan adanya gugus kepala polar yang luas akibat keberadaan bagian polietilen glikol (PEG) berukuran besar (45 mer) yang menghambat pembentukan struktur liposom. Gugus kepala pada molekul ini sangat fleksibel (Nagarajan, 2002; Garbuzenko et al., 2005; Barenholz, 2016; Maritim et al., 2021). Fosfolipid dan kolesterol yang paling umum digunakan dalam pembuatan liposom, beserta suhu transisi (Tm) dan berat molekulnya, disajikan dalam Tabel 3.

TABEL 3. Senayawa umum yang digunakan untuk menyiapkan liposom.

Fosfolipid

Rumus Molekul

Muatan Listrik

Tc (°C)

Berat Mol.

Dilauril fosfatidil kolin (DLPC) (Jung et al., 2005)

C32H64NO8P

−1

−1

633

Dimiristoil fosfatidil kolin (DMPC) (Akabori dan Nagle, 2015)

C36H72NO8P

0

23

678

Dipalmtoil fosfatidil kolin (DPPC) (Jimbo et al., 2016)

C40H80NO8P

0

41

734

Dioleolil fosfatidil kolin (DOPC) (Chibowski dan Szcześ, 2016)

C44H84NO8P

-

−20

786

Dilauril fosfatidil etanolamin (DLPE) (Benz et al., 2004)

C29H58NO8P

-

30,5

579,75

Dipalmtoil fosfatidil kolin (DPPC) (Gullapalli et al., 2008)

C40H80NO8P

−1

41

734,053

Distearoil fosfatidil kolin (DSPC) (Hashemzadeh et al., 2020b)

C44H88NO8P

0

58

790

Dioleolil fosfatidil kolin (DOPC) (Attwood et al., 2013)

C44H84NO8P

0

−16,5

786

Dimiristoil fosfatidil etanolamin (DMPE) (Li et al., 2015)

C33H66NO8P

0

50

635,85

Distearoil fosfatidil etanolamin (DSPE) (Seo et al., 2011)

C41H82NO8P

0

-

748

Dilauril fosfatidil gliserol (DLPG) (Jacoby et al., 2015)

C30H58O10PNa

−1

4

633

Disetil fosfat (DCP) (Chupin et al., 2002)

C32H67O4P

−1

-

546,85

Dioleolil fosfatidil etanolamin (DOPE) (Evjen et al., 2011)

C41H78NO8P

-

−16

744

1,2-Dioleolil-3 trimetilamoniumpropana (DOTAP) (Caracciolo et al., 2005)

C42H80ClNO4

-

-

698,5

Dioleolil fosfatidil serin (DOPS) (Okamoto et al., 2008)

C42H78NO10P

-

−10

788

Fosfatidilkolin kedelai terhidrogenasi (HSPC) (Kitayama et al., 2014)

C42H84NO8P

-

52

762,1

Kolesterol (Bennett et al., 2009)

C27H46O

0

-

386,65354

 

Jenis-Jenis Liposom

Liposom merupakan senyawa yang sangat serbaguna dan dapat dibuat dengan berbagai kombinasi, sehingga memiliki keragaman dan sifat yang bervariasi dalam hal struktur, ukuran, bentuk, serta karakteristik permukaan. Salah satu klasifikasi liposom didasarkan pada ukuran dan jumlah lapisan, misalnya liposom unilamelar dan multilamelar. Liposom ini dapat dibagi menjadi empat kategori utama berdasarkan parameter strukturalnya, yaitu liposom/vesikel multilamelar (MLV), vesikel oligolamelar (OLV), liposom/vesikel multivesikular (MVV), dan vesikel unilamelar (ULV). Selanjutnya, ULV dapat dikelompokkan lebih lanjut menjadi liposom/vesikel unilamelar raksasa (GUV), liposom/vesikel unilamelar besar (LUV), vesikel unilamelar sedang (MUL), dan liposom/vesikel unilamelar kecil (SUV), berdasarkan ukurannya (Walde dan Ichikawa, 2001; Gabriëls dan Plaizier-Vercammen, 2003; Wagner et al., 2006; Drulis-Kawa dan Dorotkiewicz-Jach, 2010; Baykal-Caglar et al., 2012; Garg dan K. Goyal, 2014).

 

Meskipun berbagai klasifikasi liposom telah disebutkan, beberapa karakteristik liposom tidak dapat disimpulkan hanya dari klasifikasi ini, termasuk teknik sintesis maupun aplikasinya. Sejak diperkenalkannya liposom sebagai struktur pembawa lipid, banyak metode telah dikembangkan untuk pembuatannya. Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsi praktisnya. Proses pembuatan liposom sangat memengaruhi sifat akhirnya, sehingga metode konstruksi harus diperhatikan secara khusus. Liposom dikenal memiliki struktur yang sangat bervariasi dalam hal muatan listrik dan ukuran, di mana ukuran akhir dan muatan listrik liposom yang dibuat sangat bergantung pada metode pembuatannya serta jenis fosfolipid yang digunakan. Dalam hal ini, metode sintesis liposom dapat dikategorikan sebagai metode dehidrasi dan rehidrasi (DRV), evaporasi fase balik (REV) yang khusus digunakan untuk liposom SUL, OLV, dan MLV, vesikel yang dibuat dengan teknik ekstrusi (VET), serta metode pembekuan dan pencairan (FAT) untuk pembuatan MLV (Zhang dan Pawelchak, 2000; Scott dan Jones, 2001; Xia dan Xu, 2005; Zaru et al., 2007; Akbarzadeh et al., 2013; Pradhan et al., 2015). Berbagai jenis liposom berdasarkan metode pembuatannya disajikan dalam Tabel 4.

 

TABEL 4. Teknik Sintesis Liposom: Fitur, Keunggulan, dan Kelemahan

Teknik

Fitur

Keunggulan

Kelemahan

Teknik Ekstrusi (Al-Remawi et al., 2017; Wang et al., 2017)

1- Menggunakan filter dengan ukuran pori yang berbeda sesuai kebutuhan

-

-


2- Produksi LUV atau nanoliposom bergantung pada ukuran pori filter

-

-

Sonikasi (Nasrabadi et al., 2016; Veneti et al., 2016; Yu dan Tang, 2016)

1- Teknik yang paling banyak digunakan untuk persiapan dan produksi liposom serta nanoliposom

-

1- Volume internal/efisiensi enkapsulasi rendah 2- Kemampuan rendah dalam menghilangkan molekul besar dan polutan logam dari ujung probe


2- Salah satu teknik paling sederhana untuk mengurangi ukuran dan menghasilkan nanoliposom

-

-


3- Sonikasi probe dan sonikasi bak adalah teknik utama

-

-

Mikrofluidisasi (Alizadeh et al., 2015; Yu et al., 2015; Davidson et al., 2016; Devrim et al., 2016; Saliba et al., 2016; Tabatabaei Mirakabad et al., 2016)

1- Metode ini digunakan dalam industri farmasi untuk memproduksi liposom dan emulsi farmasi

1- Kemungkinan menghasilkan volume liposom dalam jumlah besar 2- Kemampuan untuk menyesuaikan ukuran rata-rata liposom 3- Efisiensi tinggi (hingga 70%)

-


2- Ruang mikrofluidizer mengandung aliran tekanan yang terbagi

-

-


3- Menggunakan mikrofluidizer

-

-


4- Tidak menggunakan pelarut yang berpotensi toksik

-

-

Metode Pemanasan (Mozafari, 2005; Mozafari et al., 2007; Panahi et al., 2017; Hadavi et al., 2020; Khosravi-Darani dan Sheida Aarabi)

1- Dapat digunakan untuk produksi nanoliposom

1- Tidak memiliki kelemahan metode lain, seperti: Tidak menggunakan pelarut toksik seperti etil eter, metanol, dan kloroform 2- Tidak menggunakan tekanan tinggi

-


2- Mengurangi waktu dan biaya produksi dalam skala industri yang mendapat banyak perhatian

-

-


3- Memproduksi mikroliposom berongga (HM-liposom) yang dapat digunakan sebagai vektor dalam transfer obat dan gen

-

-

Pengeringan Beku (Liofilisasi) (Chen et al., 2010a; Franzé et al., 2018)

1- Berdasarkan penghilangan air dari produk dalam keadaan beku

-

-


2- Langkah ini berlangsung pada tekanan yang sangat rendah

-

-


3- Metode ini dapat mengatasi masalah stabilitas jangka panjang dari pelarut

-

-


4- Penggunaan trehalosa dapat membantu liposom mempertahankan hingga 100% kandungan aslinya, sehingga trehalosa (karbohidrat) dalam metode ini dapat digunakan sebagai pelindung beku

-

-

REV (Otake et al., 2001; Kafle et al., 2020)

1- Metode satu langkah untuk produksi liposom tanpa menggunakan pelarut organik toksik

-

-


2- Metode ini dapat menghasilkan LUV dengan diameter 0,1–1,2 μm

-

-


3- Memiliki kemampuan tinggi dalam menangkap zat yang larut dalam air maupun minyak

-

-

Metode Dispersi Pelarut (Mozafari, 2005; Dua et al., 2012; Akbarzadeh et al., 2013)

Mencakup metode injeksi eter dan 1- metode injeksi etanol. Dalam metode injeksi eter, larutan lipid yang dilarutkan dalam dietil eter atau campuran eter/metanol diinjeksi secara perlahan ke dalam larutan air. Suhu harus disetel sekitar 55–65°C, atau eksperimen dilakukan di bawah tekanan rendah. Pada tahap selanjutnya, dalam kondisi vakum, eter dihilangkan dari lingkungan, dan akhirnya liposom akan terbentuk.

Metode injeksi eter 1- Sifat heterogen liposom yang disintesis (70–190 nm) 2- Paparan senyawa terhadap suhu yang relatif tinggi 3- Paparan senyawa yang dienkapsulasi terhadap pelarut organik Metode injeksi etanol 1- Produk heterogen (30–110 nm) 2- Liposom yang terbentuk sangat encer 3- Sulit menghilangkan semua etanol dari lingkungan karena pembentukan azeotrop dengan air. Kegagalan dalam menghilangkan etanol sepenuhnya dari media reaksi dan pembentukan azeotrop dengan air dapat menyebabkan inaktivasi aktivitas biologis yang berbeda.



2- Metode injeksi etanol: Dalam metode ini, larutan lipid dalam etanol diinjeksi secara cepat ke dalam buffer dalam jumlah besar. Pada titik ini, MLV terbentuk secara langsung.

-

-

 

Terkait dengan produksi liposom, selain metode fabrikasi, pemuatan obat juga harus dipertimbangkan. Secara umum, pemuatan obat dilakukan melalui dua prosedur standar, yaitu pemuatan pasif dan pemuatan aktif, yang memengaruhi jumlah dan kualitas obat yang dimuat serta, dalam beberapa hal, sifat liposom. Pada metode pemuatan aktif, yang dikenal sebagai metode pemuatan jarak jauh, molekul obat dimasukkan ke dalam liposom yang telah difabrikasi. Perbedaan gradien pH dan potensial listrik melintasi membran liposom merupakan mekanisme utama yang mendasari proses pemuatan obat secara aktif (Gambar 1).

 

Metode pemuatan aktif memiliki berbagai keunggulan dibandingkan metode pemuatan pasif, termasuk efisiensi dan kapasitas pemuatan yang tinggi, pengurangan kebocoran obat yang dimuat, serta penurunan penyusutan obat selama penyimpanan. Salah satu keunggulan utama dari metode ini adalah kemungkinan pemuatan obat setelah pembentukan pembawa karena memanfaatkan fleksibilitas lipid penyusunnya. Selain itu, metode ini juga memungkinkan pencegahan degradasi senyawa aktif biologis selama proses persiapan (Barratt, 2003; Anwekar et al., 2011; Agrawal et al., 2012; Burton et al., 2015).

 

GAMBAR 1.


 

 

Pemuatan Obat Secara Aktif dan Pasif pada Liposom

Telah diketahui dengan baik bahwa karakteristik liposom sangat bergantung pada komposisi lipid. Muatan permukaan, ukuran partikel, dan metode preparasi merupakan beberapa fitur utama yang paling dipengaruhi oleh kombinasi lipid. Selain itu, sifat efektif dari struktur bilayer, termasuk kekakuan, fluiditas, dan muatan listrik, dapat ditentukan melalui pemilihan komponen bilayer.

 

Dalam hal ini, liposom berbasis bahan alami yang difabrikasi dari spesies fosfatidilkolin tak jenuh, seperti fosfatidilkolin dari telur atau kedelai, menghasilkan struktur bilayer dengan permeabilitas tinggi tetapi stabilitas rendah. Namun, liposom berbasis fosfolipid jenuh, seperti dipalmitoil fosfatidilkolin, menghasilkan struktur bilayer yang kaku dan hampir tidak dapat ditembus (AllenLiposomes, 1997; Sahoo dan Labhasetwar, 2003). Sistem liposom yang paling umum berdasarkan komposisi penyusunnya disajikan dalam Tabel 5.

 

TABEL 5. Klasifikasi liposom berdasarkan komposisi penyusunnya.

Jenis

Fitur

Liposom Konvensional

Fosfolipid yang secara spontan membentuk diri sendiri (bermuatan netral/negatif) dalam medium berair. Liposom yang terbentuk mengelilingi medium berair (Zhao et al., 2005; Zaru et al., 2007; Meure et al., 2008).

Liposom Fusogenik (FL)

Sistem liposomal yang berbasis pada rekonstruksi virus Sendai (Nakanishi et al., 2000; Kunisawa et al., 2005).

Liposom Kationik

Liposom yang mengandung lipid kationik (Dokka et al., 2000; Radwan Almofti et al., 2003; Sioud dan Sørensen, 2003).

Liposom Sirkulasi Panjang

Produk yang dihasilkan dapat meningkatkan lokalisasi di jaringan. Jenis liposom ini merupakan liposom dengan suhu transisi tinggi yang netral (Moghimi et al., 2001; Awasthi et al., 2003; Metselaar et al., 2003; Moghimi dan Szebeni, 2003).

Liposom Sensitif terhadap pH

Liposom ini biasanya mengandung fosfatidiletanolamin (P.E.) dan amfifil penstabil yang dapat dititrasi, yang menjadi tidak stabil dalam kondisi asam (Simões et al., 2004).

Imunoliposom

Liposom bersirkulasi panjang yang dapat mengandung antibodi monoklonal atau fragmennya (Fab ') (Park et al., 2004; Hua, 2013).

 

Aplikasi Liposom

Sebagai nanopartikel yang sangat serbaguna, liposom telah dipertimbangkan untuk berbagai aplikasi biomedis (Gambar 2). Liposom, sebagai vesikel berbentuk bola yang berbasis kolesterol dan fosfolipid alami yang tidak beracun, telah memberikan banyak peluang dalam bidang biomedis, terutama dalam penghantaran obat karena sifatnya yang biokompatibel, ukurannya yang sesuai, serta karakter hidrofobik dan hidrofiliknya yang cocok. Selain itu, industri kosmetik juga telah terdampak secara signifikan oleh formulasi liposom, karena liposom menawarkan berbagai sifat unik sebagai penghantar obat (Figueroa-Robles et al., 2020; Matole et al., 2020).

 

Di sisi lain, potensi besar aplikasi liposom juga tidak boleh diabaikan dalam industri pangan dan pertanian. Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai enkapsulasi liposom untuk mengembangkan sistem penghantaran yang sesuai guna menangkap senyawa yang tidak stabil. Bahan-bahan invertebrata yang terperangkap, seperti antimikroba, antioksidan, serta senyawa hidrofobik dan hidrofilik dalam partikel liposom, dapat digunakan untuk penghantaran yang terarah serta mencegah gangguan terhadap komposisi dan fungsinya (Benech et al., 2002; Shehata et al., 2008; Atrooz, 2011).

 

GAMBAR 2.


 

Berbagai Aplikasi Biomedis dari Struktur Berbasis Liposom

Nanoliposom merupakan partikel yang menguntungkan untuk mengembangkan sistem penghantaran obat kanker karena sifat uniknya, termasuk biokompatibilitas, biodegradabilitas, serta kemampuannya memuat obat yang bersifat hidrofilik dan lipofilik. Struktur berbasis liposom telah menjadi sistem penghantaran obat komersial yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Berbagai penelitian sedang berlangsung untuk meningkatkan toksisitas obat dan penargetan spesifik menggunakan liposom (Akbarzadeh et al., 2013).

 

Mengingat sifat luar biasa yang dimiliki liposom, liposom telah banyak dipelajari dalam penghantaran obat ke jaringan kanker dan tumor melalui dua pendekatan utama dalam desain untuk menargetkan jaringan tumor: penargetan pasif dan penargetan aktif (Gambar 3). Penargetan pasif bergantung pada karakteristik fisiologis tumor dan ukuran nanopartikel. Sel kanker mengekspresikan faktor pertumbuhan endotel vaskular (vascular endothelial growth factor, VEGF) secara berlebihan akibat metabolismenya yang sangat tinggi, yang menyebabkan angiogenesis berlebihan pada jaringan tumor. Pori-pori vaskular dalam jaringan tumor lebih besar dibandingkan dengan jaringan normal, sehingga ukuran liposom yang sesuai memungkinkan mereka untuk beredar lebih lama dalam sistem sirkulasi, sehingga sistem nanosistem obat antikanker dapat menargetkan jaringan tumor (Zhu et al., 2017; Jeon et al., 2020; Liu et al., 2021).

 

Selain itu, setelah sistem penghantaran obat memasuki jaringan kanker akibat adanya kelainan pada sistem limfatik, waktu retensi nanopartikel meningkat, yang tidak dapat terjadi pada molekul obat berukuran kecil (Attia et al., 2019). Dalam metode ini, nanosistem juga dilapisi dengan polimer PEG yang biokompatibel, yang memungkinkan penghindaran dari sistem retikuloendotelial (reticuloendothelial system, RES) dan meningkatkan waktu sirkulasi dalam sistem peredaran darah. Efek PEG ini bekerja dengan melindungi liposom dari proses opsonisasi (Suk et al., 2016; Nunes et al., 2019).

Gambar 3



Penargetan Pasif dan Penargetan Aktif

Liposom dapat difungsikan pada permukaannya untuk memberikan efek stealth melalui PEGilasi (PEGylation) dan untuk meningkatkan endositosis yang dimediasi reseptor dengan menggunakan ligan penargetan seperti antibodi, peptida, protein, karbohidrat, aptamer, serta berbagai molekul kecil lainnya. PEGilasi memperpanjang waktu paruh sirkulasi liposom di dalam tubuh (in vivo). Jenis obat, baik yang bersifat hidrofobik maupun hidrofilik, dapat dienkapsulasi ke dalam lumen berair, dimasukkan ke dalam bilayer lipid, atau dikonjugasikan pada permukaan liposom.

 

Meskipun penargetan pasif memiliki kinerja yang relatif baik dalam meningkatkan penghantaran obat ke jaringan kanker, jumlah obat yang mencapai jaringan target mungkin masih belum optimal atau obat dapat bocor ke jaringan normal. Oleh karena itu, para peneliti menggunakan metode penargetan aktif untuk meningkatkan penghantaran obat ke jaringan target. Dasar dari metode ini adalah fungsionalisasi permukaan liposom. Sel kanker membutuhkan lebih banyak nutrisi karena metabolisme mereka yang khas. Oleh karena itu, beberapa reseptor permukaan diekspresikan secara berlebihan pada sel-sel ini. Penghantaran obat yang ditargetkan ke jaringan kanker dapat dilakukan dengan memanfaatkan karakteristik ini melalui fungsionalisasi spesifik pada permukaan liposom (Dana et al., 2020; Montaseri et al., 2020; Raj et al., 2021).

 

Tinjauan komprehensif mengenai aplikasi liposom dalam bidang biomedis dirangkum dalam Tabel 6 berdasarkan jenis liposom yang digunakan.

 

TABEL 6. Penggunaan liposom dalam aplikasi biomedis.

Uraian pengganti tabel 6 sevagai berikut:

 

LIPOSOM FUSOGENIK (FL)


Pelabelan

  • Liposom fusogenik baru untuk pelabelan sel fluoresen dan modifikasi membran (Csiszár et al., 2010)

  • Liposom fusogenik untuk pelabelan dan visualisasi membran sel (Kleusch et al., 2012)

  • Penghantaran intraseluler titik kuantum CdTe berlapis karboksil yang dimediasi oleh liposom fusogenik (Lira et al., 2013)

Transfer Gen

  • Transfer gen menggunakan liposom fusogenik yang mengandung glikoprotein G dari virus vesikular stomatitis (Shoji et al., 2004)

  • Trafiking subseluler oligonukleotida antisense dan penurunan ekspresi gen BCL-2 pada sel melanoma manusia menggunakan sistem penghantaran liposom fusogenik (Hu et al., 2002)

  • Transfer kompleks liposom fusogenik-DNA yang diberikan secara maternal ke dalam janin monyet dalam model kehamilan (Hirano et al., 2002)

Penghantaran Obat

  • Liposom fusogenik untuk menghantarkan insulin mukosa (Goto et al., 2006)

  • Liposom fusogenik yang mengandung fragmen A toksin difteri untuk menekan pertumbuhan tumor (Fang et al., 2005)

  • Penghantaran antibodi dan doksorubisin ke dalam sitoplasma berdasarkan liposom fusogenik untuk terapi metastasis kanker payudara (Deng et al., 2017)

Vaksin

  • Liposom fusogenik (LF) yang mengandung motif CpG non-metilasi untuk meningkatkan imunisasi spesifik antigen pada tikus (Yoshikawa et al., 2006a)

  • Liposom fusogenik (LF) dapat menghantarkan antigen eksogen secara efisien melalui sitoplasma ke jalur pemrosesan MHC kelas I (Nakanishi et al., 2000)

  • Liposom fusogenik berpotensi digunakan sebagai pembawa vaksin yang efektif untuk vaksinasi peptida guna menginduksi respons limfosit T sitotoksik (CTL) (Sugita et al., 2005)

Terapi Vaksin

  • Vaksin liposom fusogenik membran untuk melanoma yang dapat menghasilkan respons imun sistemik dan CTL (Qiang et al., 2004)

  • Imunoterapi kanker serbaguna menggunakan vaksin liposom fusogenik yang mengandung lisat sel tumor terhadap melanoma B16BL6 pada mencit (Yoshikawa et al., 2006b)

 

LIPOSOM KATIONIK


Penghantaran Gen

  • Liposom kationik untuk menghantarkan gen regulator transmembran fibrosis kistik manusia (CFTR) ke model tikus dengan fibrosis kistik (CF) (Lee et al., 2012)

  • Liposom kationik untuk penghantaran bersama siRNA dan inhibitor MEK guna meningkatkan efektivitas antikanker (Kang et al., 2011)

  • Liposom kationik berbasis poliester trilisinoyl untuk penghantaran sistemik siRNA dan obat antikanker (Shim et al., 2011)

Penghantaran Obat

  • Liposom kationik berisi doksorubisin (LPs-DOX) dan paklitaksel (LPs-PTX) melalui gaya elektrostatik ke sel tumor (TRAMP-C1, B16) dan sel HUVEC secara in vitro (Chen et al., 2010b)

  • Penghantaran terarah paklitaksel yang dienkapsulasi dalam liposom kationik (EndoTAG-1) untuk pengobatan CNV (Gross et al., 2013)

  • Liposom kationik yang mengandung Doxil untuk melawan model tikus xenograft adenokarsinoma ovarium manusia SKOV-3 (Jung et al., 2009)

Ajuvan Vaksin

  • Liposom kationik yang mengandung lipid mikobakterial sebagai ajuvan Th1 (Rosenkrands et al., 2005)

  • Liposom kationik berbasis dimetildioctadecylammonium dan faktor tali sintetik dari Mycobacterium tuberculosis (trehalosa 6,6′-dibehenate)—Ajuvan yang menginduksi respons CMI dan antibodi yang kuat (Davidsen et al., 2005)

  • Liposom kationik sebagai ajuvan potensial untuk vaksin DNA virus imunodefisiensi manusia tipe 1 (Qiao et al., 2016)

Terapi Vaksin

  • Liposom kationik sebagai vaksin antitumor berbasis sel kanker paru Lewis autologus yang direkayasa untuk mensekresikan interleukin-27 tikus (Zhang et al., 2013)

  • Vaksin peptida panjang sintetik berbasis liposom kationik yang dapat mengaktifkan sel T CD8+ dan CD4+ spesifik antigen secara kuat serta menginduksi sitotoksisitas in vivo terhadap melanoma dan tumor yang diinduksi HPV pada mencit (Varypataki et al., 2017)

  • Sel dendritik yang dipulsasi dengan kompleks ekstrak tumor-liposom kationik meningkatkan induksi limfosit T sitotoksik pada glioma ganas mencit (Aoki et al., 2001)

 

LIPOSOM SIRKULASI PANJANG


Terapi Fotodinamik (PDT)

Liposom yang dimodifikasi glukuronat (juga dikenal sebagai liposom sirkulasi panjang) yang mengandung BPD-MA digunakan dalam PDT pada tikus Balb/c yang mengidap sarkoma Meth A (Ichikawa et al., 2005)

PDT antiangiogenik menggunakan liposom sirkulasi panjang yang dimodifikasi dengan peptida spesifik pembuluh angiogenik sebagai pembawa fotosensitizer ke sel endotel angiogenik (Ichikawa et al., 2004)

Terapi Kanker
Liposom yang mengandung turunan lipid polietilen glikol (liposom distabilkan secara sterik), dikenal sebagai liposom sirkulasi panjang, digunakan untuk mentransfer doksorubisin ke karsinoma sel skuamosa paru melalui antibodi spesifik yang terikat pada permukaan liposom (Bakker-Woudenberg, 2002)

Marqibo®: Liposom sirkulasi panjang yang mengandung vincristine sulfat (Zhang et al., 2016)

Liposom sirkulasi panjang yang mengandung adriamisin digunakan pada tikus yang mengidap karsinoma Colon 26 NL-17, terutama pada lokasi angiogenik (Maeda et al., 2004)

Penghantaran Gen

Liposom pH-sensitif untuk transfer DNA plasmid ke lini sel mamalia (Chen et al., 2013)

Enkapsulasi DNA plasmid yang mengandung gen asetiltransferase kloramfenikol E. coli dalam liposom pH-sensitif serta peningkatan kondisi transfeksinya (Torchilin, 2006)

Liposom pH-sensitif yang mengandung DNA sebagai sistem transformasi protoplas mesofil tembakau (Hahn dan Friedt, 2012)

 

LIPOSOM IMUNOLOGI (IMMUNOLIPOSOME)


Penghantaran Obat

Liposom imunologi dapat menghantarkan atom 10B dalam jumlah tinggi ke dalam sel tumor dan menimbulkan efek sitotoksik oleh neutron termal (Thirumamagal et al., 2006)

Liposom yang dimodifikasi peptida ganda dan mengandung siRNA VEGF serta DTX dapat menghambat pertumbuhan sel glioma secara sinergis (Yang et al., 2014)

Liposom yang mengandung doksorubisin dan peptida NGR yang menargetkan aminopeptidase N, penanda sel endotel angiogenik, digunakan untuk mengobati neuroblastoma (NB) pada tikus SCID (Pastorino et al., 2003)

 

Diagnosis

Liposom yang dilapisi polietilen glikol dan dimodifikasi dengan antibodi monoklonal 2C5 digunakan sebagai agen kontras untuk diagnosis dan pencitraan molekuler tumor menggunakan SPECT/CT (Silindir et al., 2013)

Kompleks imunoliposom dengan antibodi fragmen tunggal anti-reseptor transferin (TfRscFv) digunakan untuk meningkatkan sensitivitas deteksi metastasis paru (Freedman et al., 2009)

IL-13-liposom-Gd-DTPA dapat menembus BBB dan mendeteksi glioma pada tahap awal (Liu et al., 2016)

 

Keuntungan dan Kerugian Liposom

Seperti halnya pembawa (carrier) lainnya, liposom memiliki beberapa keuntungan dan juga kerugian. Manfaat liposom telah disebutkan secara singkat dalam teks ini. Sebagai partikel dengan struktur amfifilik dan non-ionik, liposom menawarkan peluang luar biasa untuk mengantarkan obat yang larut dalam air maupun lipid. Fitur ini memiliki prioritas penting dalam industri farmasi untuk mengembangkan formulasi baru (Abdelkader et al., 2014; Joshi et al., 2016). Selain itu, kerangka struktur unik liposom memungkinkan para peneliti untuk merancang sistem penghantaran obat yang tertarget dan berkelanjutan dengan mengontrol permeabilitas, kekakuan, ukuran, serta fungsionalisasi permukaannya (Daraee et al., 2016; Jain dan Jain, 2016). Meskipun liposom dapat diberikan melalui berbagai rute, mereka terdiri dari bahan-bahan yang bersifat biokompatibel (Mansoori et al., 2012).

 

Salah satu keterbatasan utama dalam sistem distribusi obat adalah pentingnya transportasi obat yang dapat terurai secara hayati. Hal ini dapat diatasi melalui penghantaran berbasis liposom yang mencegah oksidasi obat (Manconi et al., 2016). Selain itu, liposom juga dapat meningkatkan farmakokinetik obat dengan mengurangi eliminasi serta memperpanjang waktu sirkulasi dalam tubuh (Bhatt et al., 2018).

 

Meskipun memiliki banyak keunggulan, struktur berbasis liposom juga memiliki beberapa keterbatasan yang menghambat penggunaannya dalam praktik klinis secara luas. Hambatan paling signifikan terkait dengan stabilitas fisik dan kimianya (Bakker-Woudenberg, 2002). Beberapa kendala lainnya termasuk kelarutan yang rendah dalam larutan berair (Li et al., 2019), waktu paruh yang pendek dalam lingkungan tubuh (Kshirsagar et al., 2005), biaya produksi yang tinggi (Noble et al., 2014), kesulitan dalam penargetan jaringan tertentu akibat ukuran liposom yang relatif besar (Santos et al., 2005), kebocoran dan fusi obat yang dimuat dalam liposom (Joly et al., 2011), oksidasi dan hidrolisis fosfolipid (Jain dan Jain, 2016), deteksi yang cepat oleh sistem retikuloendotelial (Daraee et al., 2016), serta reaksi alergi terhadap beberapa senyawa liposom (Mansoori et al., 2012).

 

Stabilitas Liposom

Salah satu tantangan paling kritis dalam aplikasi liposom adalah stabilitasnya yang relatif rendah dalam dispersi berair. Ketidakstabilan fisik dan kimia liposom dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan serta penurunan efektivitasnya (Scrimgeour et al., 2005; Toh dan Chiu, 2013). Oksidasi dan hidrolisis merupakan dua mekanisme utama dalam degradasi liposom yang menyebabkan ketidakstabilan kimia (Carlson et al., 2006; Jung et al., 2006; Frenzel dan Steffen-Heins, 2015).

 

Proses oksidasi sangat mungkin terjadi karena adanya radikal bebas dalam asam lemak sebagai senyawa intrinsik, di mana asam lemak tidak jenuh lebih rentan terhadap oksidasi dibandingkan asam lemak jenuh (Anderson dan Omri, 2004; Tan et al., 2016). Dalam keberadaan katalis asam atau basa, proses ini dapat terjadi baik pada posisi 1-akil maupun 2-akil, yang selanjutnya menghasilkan lisofosfolipid melalui pembentukan asam lemak bebas. Akhirnya, terjadi hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas dan fosfogliserol (Patel dan Panda, 2012; Frenzel dan Steffen-Heins, 2015).

 

Selain itu, kombinasi bilayer membran, agregasi, penurunan retensi material yang terenkapsulasi, serta perubahan struktural lainnya dapat menyebabkan ketidakstabilan fisik pada liposom (Karmali dan Chaudhuri, 2007; Shim et al., 2013; Rahdar et al., 2019).

 

Nasib dan stabilitas liposom yang diberikan dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisikokimianya, termasuk komposisi membran bilayer, ukuran, kekakuan, dan muatan listriknya (Portet dan Dimova, 2010; Ghanbarzadeh et al., 2013; Ib dan Corredig, 2013). Muatan permukaan liposom dapat bersifat positif, negatif, atau netral, tergantung pada gugus fungsional yang terdapat pada permukaan liposom dalam pH lingkungan. Liposom dengan muatan bersih cenderung lebih mudah terakumulasi dalam jaringan target setelah pemberian sistemik karena memiliki tingkat pembersihan yang rendah oleh sistem retikuloendotelial. Di sisi lain, liposom kationik sering digunakan untuk mengangkut asam nukleat bermuatan negatif (Xia dan Xu, 2005; El-Samaligy et al., 2006a; Demetzos, 2008; Fujisawa et al., 2012).

 

Metode yang digunakan dalam pembuatan liposom sangat mempengaruhi sifat fisiknya, seperti ukuran partikel dan efisiensi pelapisan senyawa aktif. Berbagai fenomena seperti agregasi dan pencampuran dapat memengaruhi karakteristik material, termasuk distribusi ukuran partikel yang berkaitan dengan akumulasi partikel liposom. Telah dilaporkan bahwa pengurangan ukuran partikel dapat digunakan untuk memperoleh senyawa bioaktif dengan ketersediaan hayati optimal akibat peningkatan luas permukaan spesifik (Campbell et al., 2001; Miao et al., 2002; Ulrich, 2002; Silva et al., 2011).

 

Semakin kecil ukuran liposom, semakin mudah liposom menembus membran, tetapi hal ini juga dapat memengaruhi sifat liposom, seperti mengurangi jumlah dan efisiensi muatan obat serta menurunkan stabilitas liposom akibat peningkatan energi permukaan. Distribusi ukuran partikel yang lebih kecil menghasilkan ukuran liposom yang lebih seragam dan karakteristik produk yang lebih konsisten secara keseluruhan (Marsh, 2001; Yamauchi et al., 2007; Drin et al., 2008).

 

Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Liposom

Salah satu faktor kritis yang mempengaruhi stabilitas liposom adalah komposisi lipidnya. Studi menunjukkan bahwa pengendalian retensi zat terlarut oleh liposom dan waktu paruh sirkulasi sangat dipengaruhi oleh fluiditas membran liposom serta manipulasi komposisinya. Salah satu hambatan terbesar dalam mentransfer obat liposomal dari skala laboratorium ke pasar farmasi adalah ketidakstabilan fisik dan kimianya selama proses produksi dan penyimpanan. Bilayer yang kuat secara mekanis dan terisi dengan baik dapat mengurangi paparan terhadap agen oksidatif dan hidrolitik, sehingga meningkatkan stabilitas struktur melalui distribusi ukuran (Kunzelmann-Marche et al., 2002; Liu dan Krieger, 2002; López-Revuelta et al., 2006; Giulimondi et al., 2019). Komposisi membran bilayer merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dan esensial dalam stabilitas liposom. Oleh karena itu, pemilihan lipid selama proses fabrikasi liposom harus disesuaikan dengan komposisi pembawa (Jiménez-Escrig dan Sánchez-Muniz, 2000; Scheffer et al., 2005; Zhao et al., 2015; Ricci et al., 2016).

 

Pengaruh Kolesterol terhadap Stabilitas Membran Liposom

Kolesterol adalah molekul sterol organik yang bersifat amfifilik. Secara struktural, molekul ini memiliki gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan fosfolipid, serta cincin steroid besar yang fleksibel dengan ekor karbohidrat. Kolesterol merupakan molekul dengan 27 atom karbon yang ditemukan dalam membran sel eukariotik, dengan konsentrasi sekitar 30–50 mol% dari seluruh senyawa lipid. Kolesterol memiliki berbagai peran penting, termasuk dalam regulasi permeabilitas membran, elastisitas dan kekakuan, serta kekuatan membran. Kolesterol merupakan sterol yang paling banyak digunakan dalam formulasi liposom karena dapat mencegah agregasi liposom dan meningkatkan stabilitas membran liposomal (Jiménez-Escrig dan Sánchez-Muniz, 2000; Scheffer et al., 2005; Sun et al., 2007; Ricci et al., 2016; Trucillo et al., 2017).

 

Dalam struktur tiga dimensi berbentuk bola, liposom menunjukkan fluiditas dan mobilitas membran sel yang lebih realistis dibandingkan lapisan monolayer lipid. Berbagai sterol, seperti ergosterol, stigmasterol, lanosterol, β-sitosterol, dan kolesterol, telah ditambahkan ke dalam liposom untuk memodulasi fluiditas membran, meningkatkan stabilitas bilayer fosfolipid, serta mengurangi permeasi senyawa aktif yang terenkapsulasi. Molekul sterol terletak di dalam bilayer fosfolipid, di mana ekor karbohidrat sterol pada C17 berinteraksi dengan rantai asil lemak hidrofobik, sementara gugus hidroksil sterol berikatan dengan kepala fosfolipid yang bersifat hidrofilik (Socaciu et al., 2000; Sodt et al., 2015; Zhao et al., 2015; Giulimondi et al., 2019).

 

Kolesterol memainkan peran vital dalam komposisi liposom dan merupakan salah satu komponen struktural paling penting dalam membran plasma sel mamalia. Studi telah membuktikan bahwa fluiditas dan permeabilitas vesikel buatan sangat dipengaruhi oleh kolesterol melalui pembentukan ikatan hidrogen dengan asam lemak, yang pada akhirnya meningkatkan kohesi dan kekuatan mekanis. Kolesterol adalah pengatur kritis dinamika bilayer lipid dan sangat penting bagi fungsi sel yang normal. Pengurangan permeabilitas pasif terhadap molekul kecil merupakan hasil interaksi kolesterol dengan fosfolipid membran, yang meningkatkan kohesi membran. Berdasarkan studi eksperimental, penambahan kolesterol pada bilayer liposom dapat mencegah pertukaran lipid, yang dapat dianggap sebagai efek stabilisasi tambahan (Sun et al., 2007; Ricci et al., 2016; Trucillo et al., 2017).

 

Hubungan antara Kolesterol dan Suhu Transisi

Faktor penting lainnya dalam pengaturan bilayer liposom adalah tingkat kejenuhan fosfolipid dan panjang rantai hidrokarbonnya. Kehadiran sterol seperti kolesterol, β-sitosterol, dan sterol tanaman lainnya dapat menyebabkan hilangnya puncak suhu pre-transisi. Dilaporkan bahwa suhu transisi dari fase gel ke fase kristalin cair (Tm) menurun dengan penambahan sterol. Dapat dikatakan bahwa orientasi kolesterol dalam bilayer lipid memiliki pengaruh menentukan terhadap pengurangan akumulasi gugus kepala fosfolipid. Pada suhu transisi rendah (low Tm), kolesterol menyebabkan kristalisasi rantai hidrokarbon menjadi fase gel yang kaku. Sebaliknya, pada suhu transisi tinggi (high Tm), molekul kolesterol yang kaku dapat membatasi pergerakan rantai hidrokarbon. Dengan meningkatnya konsentrasi sterol, terjadi penurunan entalpi dalam transisi fase utama (Silva et al., 2011; Wu et al., 2012; Ricci et al., 2016).

 

Sebagai contoh, dalam kasus molekul fosfatidilkolin (PC), dilaporkan bahwa kolesterol dengan konsentrasi lebih dari 25% menyebabkan terbentuknya fase cair-teratur, yang penting untuk mobilitas komponen membran. Hal ini menunjukkan bahwa kolesterol dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat kebebasan posisi dan konformasi molekul fosfolipid. Sebaliknya, pada konsentrasi kolesterol yang rendah (<10%), efeknya terhadap bilayer fosfolipid sangat berbeda; hanya terjadi sedikit penurunan pada suhu transisi utama (Tm). Ini berarti bahwa pada konsentrasi rendah, kolesterol tidak dapat mengganggu keteraturan kristalin, maupun sepenuhnya menginduksi rantai asil ke dalam fase cair. Oleh karena itu, kolesterol berperan sebagai molekul surfaktan yang menyebabkan pembentukan domain lipid, sehingga meningkatkan heterogenitas dinamika membran (Trandum et al., 2000; Pinilla et al., 2020).

 

Peran Kolesterol dalam Retensi Obat dan Modulasi Susunan Fosfolipid

Kandungan kolesterol memiliki peran penting dalam retensi obat karena memengaruhi kepadatan susunan fosfolipid, yang pada akhirnya mengurangi permeabilitas bilayer terhadap pelarut non-elektrolit dan dielektrik (Dos Santos et al., 2002; Johnston et al., 2007). Diperkirakan bahwa dalam lingkungan biologis, mekanisme utama yang mendasari fenomena ini adalah pertukaran fosfolipid dan lipoprotein densitas tinggi pada liposom dengan kadar kolesterol rendah atau tanpa kolesterol. Sebaliknya, dalam liposom yang mengandung kolesterol, mobilitas fosfolipid menjadi terbatas, yang mencegah hilangnya lipoprotein (Kunzelmann-Marche et al., 2002; Liu dan Krieger, 2002; López-Revuelta et al., 2006).

 

Kandungan kolesterol dapat memodulasi susunan fosfolipid, fluiditas membran, dan muatan permukaan liposom, yang pada gilirannya memengaruhi ukuran partikel, efisiensi enkapsulasi, dan morfologi akhir liposom (Zhao et al., 2015; Ohvo-Rekilä et al., 2002). Studi menunjukkan bahwa kolesterol sebagai molekul non-ionik memiliki efek menarik pada potensial zeta, terutama dalam meningkatkan potensial zeta tertinggi pada liposom kationik. Mekanisme yang diusulkan bergantung pada transisi struktur membran dan keadaan pengisian molekuler dalam meningkatkan muatan liposom kationik akibat keberadaan kolesterol. Kolesterol dapat menginduksi transisi fase dari keadaan kristalin menjadi fase cair-teratur (LO) (Lv et al., 2006; Aramaki et al., 2016).

 

Peningkatan kandungan kolesterol dalam membran liposom dapat meningkatkan ukuran rata-rata liposom. Karena sifat hidrofobiknya, struktur kolesterol dapat dengan mudah berinteraksi dengan rantai asil fosfolipid melalui ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Struktur cincin kolesterol yang relatif kaku berperan dalam menstabilkan susunan rantai lurus panjang asam lemak jenuh melalui interaksi van der Waals (Lee et al., 2005).

 

Peran Liposom yang Mengandung Kolesterol dalam Stabilitas Plasma

Kolesterol memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap stabilitas struktural liposom dalam plasma (Gambar 4). Kolesterol dapat mengurangi interaksi liposom dengan berbagai protein, sehingga membuatnya kurang rentan terhadap fosfolipase, mengurangi kehilangan fosfolipid oleh lipoprotein densitas tinggi, mengubah aktivitas enzim membran, menghambat pencernaan oleh makrofag, serta menghambat fusi dengan jenis sel tertentu. Dengan mengubah beberapa karakteristik liposom melalui modifikasi komposisi, terutama melalui penambahan kolesterol, pembersihan darah dan distribusi jaringan dari liposom yang disuntikkan secara intravena dapat diprediksi.

 

Modifikasi liposom dengan kolesterol memiliki efek penghambatan terhadap penyerapan oleh sistem retikuloendotelial. Modifikasi ini mengurangi interaksi liposom dengan berbagai protein dan kemungkinan juga dengan komponen serum, yang dapat memengaruhi penyerapan liposom oleh jaringan (D’Avanzo et al., 2011; Johnstone et al., 2001; Moghimi dan Patel, 2002). Produk liposomal berbasis kolesterol disajikan dalam Tabel 7.

 

GAMBAR 4.


Persiapan Liposom dan Peran Kolesterol dalam Stabilitasnya

 

TABEL 7. Produk Liposomal Berbasis Kolesterol.

 

Senyawa Obat

Komposisi

Tujuan Penggunaan Kolesterol

Vitamin E (Samuni et al., 2000)

EPC + PUFA + kolesterol

1- Meningkatkan waktu penyimpanan dengan mengurangi perubahan fisik dan kimia:



a- Mengurangi hidrasi bilayer lipid



b- Menurunkan tingkat oksidasi

5(6)Karboksifluorescein (CF) (Liang et al., 2007)

DPPC + kolesterol

1- Meningkatkan stabilitas fisik dan mengurangi deformasi liposom

Epirubisin (Wang et al., 2010)

CHCS + fosfatidilkolin + kolesterol

1- Stabilitas fisik



2- Pelepasan obat

Doksorubisin (Zhao et al., 2007)

mPEG-DSPE + HSPC + kolesterol

1- Menghambat agregasi melalui penghalang sterik



2- Memperpanjang sirkulasi darah dalam tubuh

CF (Abu-Dahab et al., 2001)

DPPC + LC-Biotin-DPPE + kolesterol

1- Meningkatkan stabilitas

Paklitaksel (Yang et al., 2007)

SPC + EPC + PE + DSPC + DPPC + HPC + kolesterol

1- Meningkatkan stabilitas fisikokimia

Vinorelbin (Semple et al., 2005)

SM + kolesterol

1- Meningkatkan retensi obat



2- Memperpanjang waktu sirkulasi plasma



3- Meningkatkan aktivitas terapeutik

Kurkumin (Chen et al., 2009)

DMPC + DMPG + kolesterol

1- Meningkatkan bioavailabilitas dan efektivitas liposom yang mengandung obat

Vincristine (Liang et al., 2008)

PC + OQCMC + kolesterol

1- Bentuk fisik yang baik



2- Stabilitas termal



4- Efektivitas tinggi dalam enkapsulasi obat

Tenofovir (Xu et al., 2011)

DMPC + DPPC + DSPC + DPTAP + kolesterol

1- Mengurangi permeabilitas membran

Amfoterisin B (Matsuoka dan Murata, 2002)

POPC + EPC + FCCP + kolesterol

1- Mencegah pembentukan saluran ion dalam fase kristalin membran cair

 


2- Menghambat permeabilitas membran yang diinduksi oleh AmB

Minoksidil (Mx) (López-Pinto et al., 2005)

α-DPPC + kolesterol

1- Meningkatkan persentase obat yang terperangkap akibat efek stabilisasi kolesterol dalam bilayer lipid



2- Meningkatkan ukuran partikel rata-rata



3- Menghilangkan puncak suhu transisi fase (Tc) DPPC sehingga meningkatkan rentang keadaan gel vesikel



4- Mencegah pengenceran parsial bilayer



5- Mengurangi permeabilitas dan membuatnya lebih kaku

CLX (celecoxib) (Deniz et al., 2010)

DSPC + kolesterol

1- Menurunkan suhu transisi fase (Tm)



2- Efisiensi enkapsulasi, pemuatan, dan pelepasan CLX berkurang dengan meningkatnya kandungan kolesterol



3- Meningkatkan retensi obat

Asetazolamid (Hathout et al., 2007)

PC + kolesterol + SA + DP

1- Meningkatkan pemuatan obat

 


2- Meningkatkan stabilitas fisik

 


3- Meningkatkan retensi obat

Silymarin (El-Samaligy et al., 2006b)

Lesitin kedelai + SA + DP + kolesterol

1- Penambahan kolesterol melebihi batas tertentu menyebabkan penurunan efisiensi enkapsulasi

Dithranol (Agarwal et al., 2001)

Fosfatidilkolin + DCP + kolesterol

1- Meningkatkan efisiensi penjebakan dithranol

Siprofloksasin (Hosny, 2010)

PC + kolesterol

1- Efisiensi enkapsulasi optimal dengan meningkatkan kandungan kolesterol dalam jumlah tertentu

 


2- Memperpanjang pelepasan obat

 


3- Agen yang membantu mengontrol pelepasan obat

 

Catatan:

CF, karboksifluorescein; CLX, celecoxib; EPC, etanolamin fosfatidilkolin; PUFA, asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids); DPPC, dipalmitoil fosfatidilkolin; PEG-DSPE, distearoil-sn-glisero-3-fosfoetanolamin-polietilen glikol; HSPC, fosfatidilkolin kedelai terhidrogenasi (hydrogenated soybean phosphatidylcholine); LC-Biotin-DPPE, N((biotinil)amino)heksanoil-dipalmitoil-l-α-fosfatidiletanolamin; SPC, sfingosil fosforilkolin; PE, fosfatidiletanolamin; DSPC, distearoil L-3-fosfatidilkolin; HPC, fosfatidilkolin kedelai terhidrogenasi; SM, sfingomielin; DMPC, dimiristoilfosfatidilkolin; DMPG, dimiristoilfosfatidilgliserol; PC, fosfatidilkolin; OQCMC, kitosan karboksimetil tersier kuartener oktadesil; DPTAP, 1,2-dipalmitoil-3-trimetilamonium-propane; POPC, 1-palmitoil-2-oleoil-sn-glisero-3-fosfokolin; EPC, fosfatidilkolin kuning telur (egg yolk phosphatidylcholine); FCCP, karbonil sianida-p-trifluorometoksifenil hidrazon; α-DPPC, α-dipalmitoilfosfatidilkolin; SA, stearilamina; DP, diketil fosfat; DCP, diketil fosfat.

 

Konsentrasi Kolesterol Optimum untuk Stabilitas Liposom

Pentingnya kolesterol dalam stabilitas liposom telah dijelaskan sebelumnya dan ditampilkan secara skematis pada Gambar 3. Namun, konsentrasi kolesterol yang optimal untuk mendapatkan formulasi yang sesuai belum sepenuhnya dikaji. Untuk mencapai stabilitas dan pengaturan pelepasan obat yang optimal, pengujian rasio lipid terhadap kolesterol dalam berbagai penelitian dapat memberikan wawasan yang berguna. Dalam pembuatan liposom, beberapa jenis fosfolipid dicampur dengan berbagai rasio molar kolesterol.

 

Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa jumlah maksimum kolesterol yang dapat diintegrasikan ke dalam bilayer yang direkonstruksi diperkirakan sekitar 50 mol%. Rasio yang paling umum digunakan adalah 2:1 (misalnya, dua bagian lipid dan satu bagian kolesterol) atau 1:1. Namun, alasan utama penggunaan rasio ini masih belum sepenuhnya dipahami (Marsh, 2001; Liang et al., 2007; Briuglia et al., 2015).

 

Mekanisme utama interaksi liposom dengan sel berdasarkan studi in vitro dan in vivo dirangkum sebagai berikut:

1.Interaksi spesifik dengan komponen permukaan sel, seperti ikatan elektrostatik dan interaksi non-spesifik, termasuk ikatan hidrofobik lemah.

2.Endositosis oleh sel-sel sistem retikuloendotelial (reticuloendothelial system atau RES), termasuk neutrofil dan makrofag.

3.Integrasi dengan membran sel plasma melalui penyertaan bilayer lipid liposom ke dalam membran plasma (Akbarzadeh et al., 2013).

 

Penyesuaian kadar kolesterol dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam mengendalikan stabilitas liposom. Faktor ini dapat menjadi kunci dalam perancangan liposom untuk aplikasi praktis dalam sistem biologis, baik in vivo maupun in vitro (Epstein et al., 2008). Liposom komersial yang paling penting disajikan dalam Tabel 8.

 

TABEL 8. Liposom komersial berbasis kolesterol.

Nama Komersial

Komposisi

Jenis Obat

Aplikasi

LADR (small-sized liposomal Adriamycin) (Chen et al., 2005)

Kolesterol + fosfatidilkolin kuning telur

Doksorubisin HCl

Anti-kanker

AmBisome (Dynarowicz-Łątka et al., 2003)

HSPC + DSPG + kolesterol

Amfoterisin B

Anti-jamur

Doxil®/Caelyx® (Wibroe et al., 2016)

HSPC + kolesterol + DSPE-PEG2.000

Doksorubisin

Anti-kanker

Myocet™ (Collier et al., 2017)

EPC + kolesterol

Doksorubisin konjugasi sitrat

Anti-kanker

Marqibo® (Silverman dan Deitcher, 2013)

Sfingomielin + kolesterol

Vincristin sulfat

Anti-kanker

Abelcet® (Husain et al., 2010)

DMPC + DMPG

Amfoterisin B

Anti-jamur

DaunoXome® (Lowis et al., 2006)

DSPC + kolesterol

Daunorubisin

Anti-kanker

Depocyt® (Phuphanich et al., 2007; Crommelin et al., 2020)

Kolesterol + triolein + DOPC + DPPG

Sitarabin

Anti-kanker

Lipo-dox (Huang et al., 2018; Weng et al., 2019)

DSPC + kolesterol + PEG 2000-DSPE

Doksorubisin

Anti-kanker

Visudyne (Barnes et al., 2010; Jain et al., 2016; Rizvi et al., 2019)

EPG + DMPC

Verteporfin

PDT (Photodynamic Therapy)

DepoDur (Peravali et al., 2014)

Kolesterol + triolein + DOPC + DPPG

Morfin sulfat

Pengendalian dan manajemen nyeri

 

Uji Klinis

Tidak seperti sebagian besar nanopartikel lainnya yang menghadapi tantangan serius untuk memasuki klinik karena berbagai alasan, termasuk masalah keamanan, liposom telah diterima dengan baik di dunia medis. Obat berbasis liposom pertama yang disetujui adalah Doxil® (Anselmo dan Mitragotri, 2015; Bulbake et al., 2017; Singh et al., 2020), yaitu formulasi doksorubisin berbasis liposom yang telah mendapatkan persetujuan FDA pada tahun 1995 untuk pasar Amerika Serikat guna mengobati kanker ovarium dan sarkoma Kaposi terkait AIDS. Selanjutnya, berbagai obat berbasis liposom lainnya telah dikomersialisasikan, seperti DaunoXome® untuk penghantaran daunorubisin, yang disetujui pada tahun 1996 untuk menangani sarkoma Kaposi terkait HIV stadium lanjut (Khadke et al., 2020).

 

Saat ini, banyak upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan formulasi lipid agar dapat digunakan dalam berbagai bidang medis. Untuk meneliti studi klinis terkait struktur berbasis liposom, istilah “liposom” telah ditelusuri dalam basis data PubMed yang mencakup berbagai penelitian klinis selama tahun terakhir. Dalam sebuah studi, efek formulasi amfoterisin B liposomal sebagai agen anti-jamur diteliti pada pasien dengan keganasan hematologi yang mengalami neutropenia dan demam persisten (Yoshida et al., 2020). Karena infeksi jamur setelah kemoterapi pada pasien neutropenia dianggap sebagai komplikasi yang serius dan penggunaan obat anti-jamur konvensional sangat toksik, maka eliminasi komplikasi yang mengancam jiwa ini sangat penting. Penggunaan amfoterisin B liposomal dengan konsentrasi 3 mg/kg/hari pada pasien dibandingkan dengan itrakonazol menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara amfoterisin B liposomal dan itrakonazol dalam hal efektivitas dan keamanan terapi anti-jamur pada pasien dengan keganasan hematologi (Yoshida et al., 2020).

 

Senyawa liposomal diketahui sangat efektif dalam pengobatan kanker. Baru-baru ini, sistem liposomal lain telah diajukan untuk pengobatan leukemia mieloid akut, di mana liposom Vyxeos dalam uji klinis fase III telah diteliti. Sistem liposomal ini terdiri dari dua inhibitor topoisomerase II yang berbeda, yaitu daunorubisin dan sitarabin, yang masing-masing terkandung dalam jumlah 1 mg dan 0,44 mg dalam setiap satuan formulasi liposom. Studi ini dilakukan pada pasien lanjut usia dengan leukemia mieloid akut yang belum pernah diobati, di mana tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi ditemukan pada pasien yang menjalani terapi dengan formulasi liposomal dibandingkan dengan kemoterapi standar, meskipun beberapa efek samping telah dilaporkan akibat penggunaan formulasi ini (Tzogani et al., 2020).

 

KESIMPULAN

 

Masalah kesehatan dan medis selalu menjadi salah satu bidang utama yang menarik perhatian para ilmuwan. Penerapan metode baru untuk menyelesaikan masalah medis memerlukan pengenalan bahan dan alat yang baru serta lebih efektif guna menjawab berbagai pertanyaan dan tantangan yang terkait. Liposom telah banyak diteliti sejak diperkenalkan, dan potensinya dalam bidang biomedis telah terbukti dengan baik. Sifat unik liposom, termasuk biokompatibilitas, biodegradabilitas, sifat amfifilik, toksisitas rendah, sifat non-ionik, pelepasan obat yang terkontrol, dan penargetan aktif, menjadikannya salah satu nanopartikel yang paling banyak digunakan. Saat ini, nanopartikel yang paling banyak dikomersialisasikan dalam bidang penghantaran obat dan kosmetik adalah liposom. Namun, liposom masih memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diatasi untuk penggunaan klinis dan farmasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sejak Doxil® diperkenalkan pada tahun 1995, banyak upaya telah dilakukan untuk membawa nanomaterial serbaguna ini ke dalam dunia klinik. Akan tetapi, strukturnya masih perlu dioptimalkan guna mengurangi beberapa komplikasi. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan efisiensi liposom, khususnya dalam terapi kanker, adalah penggunaan RGD yang dapat diintegrasikan ke permukaan liposom atau melalui mekanisme perakitan sendiri (Cheng dan Ji, 2019). Strategi ini telah diajukan untuk mengurangi efek samping obat liposomal, seperti reaksi infus akut dan sindrom tangan-kaki (HFS), yang terkadang terjadi dalam uji klinis. Oleh karena itu, studi di masa depan harus mencakup prosedur baru untuk mengatasi masalah keamanan ini (He dan Tang, 2018; Cheng dan Ji, 2019). Karena kombinasi yang bervariasi dari liposom dapat menghasilkan sifat unik dan khas, berbagai usulan menarik telah diajukan dalam bidang sistem penghantaran obat yang inovatif, seperti transportasi langsung obat dari hidung ke otak menggunakan formulasi liposom berbasis bahan DTE dan DTP (Hong et al., 2019).

 

Namun, salah satu tantangan paling krusial yang dihadapi liposom adalah ketidakstabilan fisik dan kimianya. Berbagai faktor seperti kondisi lingkungan, metode produksi, karakteristik komponen, jenis lipid, serta keberadaan atau ketiadaan kolesterol mempengaruhi stabilitas liposom. Kebutuhan yang mendesak untuk mengembangkan liposom dengan stabilitas tinggi sangat berdampak pada aplikasinya di dunia klinis. Kolesterol telah terbukti meningkatkan stabilitas liposom melalui berbagai mekanisme, termasuk peningkatan waktu retensi, modulasi kemasan fosfolipid, peningkatan suhu transisi fase (Tm), dan stabilitas dalam plasma. Namun, jumlah optimal kolesterol masih belum teridentifikasi. Penelitian masa depan di bidang ini harus berfokus pada prinsip menemukan jumlah kolesterol yang optimal dalam produksi liposom. Kolesterol juga diketahui tetap mempertahankan fluiditas membran saat konsentrasinya meningkat maupun menurun. Oleh karena itu, jumlah kolesterol serta jenis konstituen liposom memerlukan penelitian lebih lanjut. Dalam konteks ini, simulasi dan studi komputasional dapat memberikan kontribusi yang sangat berharga. Hashemzadeh et al. (2020a) telah meneliti efek DSPC dan DPSM terhadap stabilitas liposom melalui studi simulasi, yang mengungkapkan bahwa DSPC mempertahankan bentuk strukturnya karena struktur geometrik silindris dan ukuran kepala molekul yang kecil, sementara DPSM menyebabkan liposom bertransformasi menjadi struktur misel karena desain geometrik berbentuk kerucut dengan ukuran kepala molekul yang lebih besar. Studi serupa mengenai efek kolesterol terhadap stabilitas liposom melalui investigasi simulasi sangat diperlukan.

 

SUMBER:

Pooria Nakhaei, Ria Margiana, Dmitry O Bokov, Walid Kamal Abdelbasset, Mohammad Amin Jadidi Kouhbanani, Rajender S Varma, Faroogh Marofi, Mostafa Jarahian, Nasrin Baheshtkhoo. 2023. Liposomes: Structure, Biomedical Applications, and Stability Parameters With Emphasis on Cholesterol. Front Bioeng Biotechnol. 2021. Sep 9;9:705886. doi: 10.3389/fbioe.2021.705886