Belajar dari Brazil: Rahasia Sukses
Negara Penghasil Sapi Terbesar di Dunia
Ketika mendengar kata
"Brazil", kebanyakan orang langsung terbayang dengan kehebatan tim
sepak bolanya atau irama tarian samba yang mendunia. Namun, tahukah Anda bahwa
Brazil juga merupakan salah satu negara penghasil sapi terbesar di dunia? Dengan
populasi sapi mencapai lebih dari 280 juta ekor dan produksi daging sapi
sekitar 10 juta ton per tahun, Brazil tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan
domestiknya, tetapi juga menjadi eksportir utama ke berbagai negara di Eropa,
Amerika, Timur Tengah, dan Asia.
Keunggulan Brazil dalam dunia
peternakan tentu menjadi hal yang menarik untuk dikaji, terutama jika
dibandingkan dengan Indonesia. Saat ini, populasi sapi di Indonesia hanya
sekitar 17 juta ekor, jauh tertinggal dari Brazil, padahal kedua negara
sama-sama berada di wilayah tropis. Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia
mencapai 270 juta jiwa, yang artinya kebutuhan akan daging sapi jauh lebih
besar dibandingkan ketersediaannya. Inilah yang membuat kita bertanya: apa yang
membuat sistem peternakan sapi di Brazil begitu unggul?
Salah satu
faktor keberhasilan Brazil adalah pemilihan jenis sapi. Di sana, sapi-sapi yang
dipelihara mayoritas merupakan hasil persilangan dari bangsa Zebu, terutama
jenis Brahman yang berasal dari India. Sekitar 50% populasi sapi di Brazil
adalah Brahman murni maupun hasil persilangan dengan sapi Limosin, Simental,
dan Korthort. Sapi-sapi ini dikenal tangguh di iklim tropis dan mampu tumbuh
dengan baik di sistem penggembalaan terbuka.
Sistem peternakan di Brazil juga
sangat berbeda dengan di Indonesia. Mereka menerapkan sistem pastural, di mana
sapi-sapi dilepas di padang penggembalaan dan dibiarkan makan rumput alami (full
grazing). Untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan, mereka menambahkan
suplemen vitamin dan mineral yang disediakan di titik-titik tertentu. Suplemen
ini penting terutama bagi indukan sapi yang sedang menyusui, agar terhindar
dari gangguan metabolisme seperti hipokalsemia.
Setelah anak
sapi lahir, mereka disapih dan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Anak sapi
betina berkualitas tinggi akan diseleksi sebagai calon indukan, sedangkan
sisanya, termasuk anak sapi jantan, akan digemukkan untuk dipotong. Brazil juga
memiliki industri penggemukan sapi atau feedlot, yang mampu meningkatkan
bobot sapi secara signifikan dalam waktu tiga bulan melalui pemberian pakan
berkualitas tinggi.
Yang menarik,
konversi lahan di Brazil lebih banyak diarahkan untuk mendukung peternakan.
Hutan-hutan tropis, termasuk sebagian kawasan Amazon, dialihfungsikan menjadi
padang penggembalaan. Ini berbeda dengan Indonesia, di mana banyak hutan tropis
beralih menjadi perkebunan kelapa sawit. Tak heran jika Brazil unggul dalam produksi sapi, sementara
Indonesia menonjol di sektor industri sawit.
Perbedaan pendekatan inilah yang
menjadikan Brazil sukses besar dalam dunia peternakan. Dengan strategi
pemeliharaan yang tepat, pemanfaatan lahan yang optimal, dan fokus pada
kualitas pakan serta genetika ternak, Brazil mampu menjawab tantangan kebutuhan
daging secara global.
Mempelajari sistem peternakan di
Brazil bukan hanya soal meniru, tapi juga memahami bahwa keberhasilan sebuah
negara dalam memajukan peternakannya sangat dipengaruhi oleh kebijakan,
inovasi, dan komitmen untuk membangun industri berbasis sumber daya yang
dimiliki. Mungkin sudah saatnya Indonesia mengevaluasi ulang arah pengembangan
peternakan nasional agar lebih mandiri dan berdaya saing tinggi di kancah
global.
