Friday, 15 November 2019
Reformasi Kelembagaan Pengelolaan Irigasi
Posted by Drh.Pudjiatmoko,PhD at 16:13 0 comments
Labels: Irigasi
Wednesday, 28 January 2009
Berapa Air Memproduksi 1 Kg Beras?
Bercocok tanam padi menggunakan air melalui proses transparirasi untuk mendinginkan tanaman dan membawa unsur hara yang dibutuhkan tanaman dari tanah naik ke atas sampai ke daun. Proses ini merupakan penggunaan air secara nyata, tumbuhan mengambil air dan melepaskannya ke atmosfir melalui transpirasi. Air yang dipergunakan dalam proses ini tidak dapat dipergunakan kembali oleh tumbuhan yang sama dalam siklus pertumbuhan yang sama. Air yang ditranspirasi tersebut masuk ke siklus air alam dan pada waktunya kembali ke bumi lagi melalui hujan atau salju.
Untuk bercocok tanam padi terdapat dua unsur yaitu tanaman padi dan tanah media bercocok tanam. Disamping transpirasi dari tumbuhan, air yang diatas tanah meninggalkan tempat bercocok tanam melalui evaporasi. Seperti transpirasi, evaporasi air menghilang dan tidak dapat digunakan lagi oleh tanaman yang sama dalam masa siklus pertumbuhannya. Kombinasi dua jenis penggunaan air oleh tanaman padi ini disebut ”evapotranspirasi”.
Air di sawah biasa digenangkan dalam jumlah cukup banyak sehingga dapat memenuhi kebutuhan tanaman padi. Selain evapotranspirasi seperti tersebut diatas, air dapat mengalir ke luar sawah melalui perembesan dan penapisan: menuju ke bawah merembes ke dalam tanah dan menuju kesamping mengalir ke luar sawah. Bagi seorang petani, perembesan dan penapisan air ini merupakan kehilangan air yang nyata. Ketika air dipergunakan untuk tanaman padi di sawah petani sebaiknya mempertimbangkan jumlah air yang terpakai untuk evapotranspirasi, perembesan dan penapisan. Petani memerlukan air irigasi yang cukup, untuk menggantikan air hujan jika curah hujan tidak cukup. Pada hamparan sawah yang lebih luas, perembesan dan penapisan air dari permukaan sawah masuk ke air tanah atau air selokan maupun anak sungai. Dengan air tersebut petani lain bisa menggunakannya lagi untuk mengaliri sawah yang lain. Sedangkan air untuk evapotranspirasi tidak dapat dipergunakan kembali.
Penggunaan air tanaman padi melalui transpirasi
Menurut Haefele dkk (2008) hasil kajian percobaan di dalam pot dan greenhouse yang dilaksanakan di International Rice Research Institute (IRRI) memperlihatkan bahwa penggunaan air untuk memproduksi 1 kg gabah berkisar antara 500 – 1.000 liter. Kebutuhan air untuk tanaman padi terbanyak dibandingkan dengan cereal lain seperti gandum (Wheat) dan Barley.
Penggunaan air tanaman padi melalui evapotranspirasi
Perkiraan penggunan air melalui evapotranspirasi dalam sawah padi di dunia adalah 859 kubik kiloliter per tahun. Produksi beras gabah sedunia diperkirakan sejumlah 600 juta ton. Untuk memproduksi satu kilogram gabah memerlukan 1,432 liter air evapotranspirasi. Secara kasar rata-rata penggunaan air untuk budidaya padi sedunia sama dengan untuk budidaya Wheat, akan tetapi lebih tinggi dari pada penggunaan untuk budidaya jagung dan Barley. Menurut Falkenmark dan Rockstrom (2004) untuk memperoleh satu kilogram Wheat memerlukan air sebanyak 1.480 liter, jagung (Maize) 1.250 liter, dan Barley 1.000 liter. Sedangkan menurut Chapagain and Hoekstra (2004) untuk memperoleh satu kilogram Wheat memerlukan air sebanyak 1.300 liter dan untuk jagung 900 liter.
Jumlah air yang dibutuhkan dalam evapotranspirasi untuk budidaya padi sangat bervariasi. Menurut Zwart and Bastiaansen (2004) hasil penelitian pada sawah dataran rendah menyebutkan jumlah air evapotranspirasi untuk menghasilkan satu kilogram beras paling sedikit 625 liter, pertengahannya 909 liter dan paling banyak 1.667 liter.
Penggunaan air per tahun secara global pada evapotranspirasi dilihat dari peruntukannya, Chapagain dan Hoekstra (2004) menyebutkan bahwa air yang diperlukan untuk produksi makanan sebesar 6.390 kilometer kubik, untuk keperluan industri 716 kilometer kubik dan untuk keperluan domestik 344 kilometer kubik, sedangkan menurut Falkenmark dan Rockstrom (2004) untuk makanan 7.200 kilometer kubik, industri 780 kilometer kubik dan untuk domestik 180 kilometer kubik. Kebutuhan air untuk memproduksi beras total sedunia adalah 12 – 13 % dari jumlah air evapotranspirasi yang diperlukan untuk memproduksi semua bahan makanan di dunia. Sebagai catatan bahwa rumput dan bahan pakan ternak dikategorikan kedalam kebutuhan peternakan.
Penggunaan air sawah untuk tanaman padi melalui evapotranspirasi, perembesan dan penapisan air
Rata-rata sekitar 2.500 liter air yang diperlukan (dengan air hujan dan / atau irigasi) tanaman padi untuk memproduksi satu kilogram gabah padi. Angka 2.500 liter ini dihitung dari evapotranspirasi, perembesan dan penapisan. Rata-rata angka ini berasal dari data penelitian terhadap sawah perorangan di Asia. Angka dari hasil penelitian tersebut sangat beragam yaitu antara 800 – 5.000 liter lebih. Keberagaman ini disebabkan oleh tata laksana budidaya yang beragam seperti penggunaan varietas tanaman, penggunaan pupuk dan cara penanggulangan penyakit, juga tergantung pada iklim dan kesuburan tanah yang berbeda. Penggunaan air di sawah yang ditanami padi memerlukan air 2 - 3 kali lebih banyak dibandingkan tanaman cereal utama yang lain.
Meskipun kebutuhan air untuk evapotranspirasi dalam memproduksi padi hampir sama dengan Wheat, padi memerlukan lebih banyak air sawah dari pada tanaman cereal yang lain karena diperlukan pengaliran air yang tinggi baik perembesan maupun penapisan. Akan tetapi air yang mengalir tersebut dapat diambil dan dipergunakan lagi di bagian hilir. Efisiensi penggunaan air untuk tanaman padi dalam sistem irigasi yang dikelola dengan banyak sawah (dikelola secara kelompok) lebih tinggi dari pada penggunaan air untuk sawah perorangan (dikelola sendiri). Sekitar 1/4 – 1/3 sumber air bersih yang dibangun di dunia digunakan untuk irigasi padi.
Sebagai catatan bahwa beras merupakan bahan makan pokok yang dikonsumsi oleh separuh populasi manusia di planet bumi ini.
Dalam rangka usaha peningkatan produksi padi, yang perlu kita perhatikan adalah masalah krisis air, imbas perubahan iklim terhadap pola curah hujan serta penggunaan saluran air irigasi di perkotaan dan wilayah industri. Ketika terjadi kelangkaan air untuk irigasi pertanian diperlukan peningkatan teknologi penghematan air seperti aerobic rice yaitu varietas padi yang tumbuh baik di sawah yang tidak tergenang air, dan sistem irigasi yang lebih efisien seperti pengairan dan pengeringan sawah secara bergantian.
Sumber : Rice Today, Vol 8, No. 1, 2009.
Posted by Drh.Pudjiatmoko,PhD at 13:23 0 comments
Labels: Irigasi
Thursday, 18 December 2008
The Subak of Bali : Still Exist or Extinct
Subak and the Concept of Tri Hita Karana
According to Provincial Decree of Bali No.02/PD/DPRD/1972, a Subak is defined as being a legal custom of the Balinese people of Socio-agricultural religious character which has been established and developed over a long period as a landowners organization for the purpose of controlling water from water resources and other factors relating to the operation of rice fields in a specific area. (Provincial Public Works Service of Bali, 1997).
It should be said that subak is communal organization specially formed to control the distribution of water for rice fields in Bali. Under the subak system, a group of farmers joins together to build and control the distribution of water for irrigation and farming in their area in an autonomous and democratic manner (Semada, 2003). The control of irrigation is lead by a cultural leader who is also a farmer.
1. A Subak is an organization of farmers, which manages water supply amongst its members. AS an organization, subak has organizers and basic rules (awig-awig) both written and unwritten ones.
2. The members have water resources of their own i.e. river, spring, ground water, dam or main water ditches for irrigation systems.
3. Having its own area of rice fields.
4. Having internal and external autonomy.
5. Having one or more Bedugul temples, which have relationship to subak affairs.
Basically, subak is a community-based irrigation system, which is carried out the concept of Tri Hita Karana for its cooperation and management. The concept is applied both in subak and in subak abian (dry field).
Tri Hita Karana is composes of three words i.e. Tri= 3, Hita=welfare and Karana= cause. These three words interpret to the understanding of three principal for welfare that are provided that from the harmonious relationship of mankind with God (parhyangan), mankind with his environment (pelemahan) and man with man (pawongan).
To keep the harmonization of three factors, the subak was awig-awig (basic rule) and paswara/pararem (Rules for performing to complete the awig-awig principles). Below are some examples of how the Tri Hita Karana Concept in Cekungan Tukad Daya Barat, Jembrana Regency being applied:
1. Ritual Sub-system of parhyangan: Performance of rituals ceremonies at temples related to water sources and farming such as at Ulun Subak Temple and Ulun Danu Temple.
2. Social organization sub-system of pawongan: a) meeting of members and official activities of the ground water subak; b) Subak administration and financial report; c) Transportation for subak needs.
3. Physical sub-system of palemahan : a) Maintenance of parhyangan; b) Operation and Maintenance of generator and pump, farming machinery and tools of subak; c) Operation and maintenance of ground water irrigation ditch network.
Organization and Irrigation System of Subak
As an organization, a subak consists of Paruman subak , Prajuru subak and Krama subak. Paruman subak is a consensus forum and it is the highest authority within the subak.
Secondly, Prajuru subak (the subak organizers) consist of Pakaseh/Kelian/Ketua or Head of the Subak. Juru tulis/Penyarikan or Secretary, Juru Raksa/Bendahara or Treasurer, Juru Arah/Kasinoman as the spokesman responsible for passing the massages to all members. In larger scale of subak, the prajuru subak are supported by pekaseh/kelihan tempek, which is like a special adviser for the group or block.
Thirdly, Krama Subak is the members of subak, which are the farmers. Members of the subak have the same responsibility regarding the amount of water used in their rice fields. Therefore, they are obligated to be active or ngayah in subak activities, such as actively taking part in ritual ceremonies, meetings and maintenance of subak facilities. If they receive a portion or tektek of water but are not active in subak activities, they are able to fines set by subak.
According to Provincial Public Works Services of Bali (1997), the irrigation system of Subak comprises four physical aspects:
1. Man construction i.e. an intake water until located at the water source.
2. A waterway network i.e. ducts or ditches designed to flow the irrigation water from source to the rice fields area.
3. Area if rice fields according to topographic conditions with systems of water distribution and collective drainage.
4. The drainage system, either natural or manmade ditches that are located out of the subak irrigation area drain excess water.
Source: Indonesian Geographical expedition of Bali 2007, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (National Coordinating Agency for Survey and Mapping)
Posted by Drh.Pudjiatmoko,PhD at 16:10 0 comments
Labels: Irigasi
Thursday, 28 June 2007
Sistem irigasi pertanian di Niigata
Sekitar 3 km dari tempat tersebut tedapat sungai besar yang debit airnya cukup dan tidak berlebih. Air sungai dinaikan ke Tempat penampungan air menggunakan pompa berkekuatan besar. Tempat tersebut terlihat sekitar 3 km dari pertanian milik Mr.Nobutoshi Ikezu (Bangunan putih di bagian tengah pada gambar di atas).
Air dari tempat penampungan dialirkan menggunakan pipa-pipa air bawah tanah berdiameter 30 cm ke pertanian di sekitarnya.
Pada setiap pemilik sawah terdapat tempat pembukaan air irigasi tersebut. Pembagian air ini bergilir berselang sehari, yang berarti sehari keluar, sehari tutup. Penggunaannya sesuai dengan kebutuhan sawah setempat yang dapat diatur menggunakan tuas yang dapat dibuka tutup secara manual.
Dari pintu pengeluaran air tersebut dialirkan ke sawahnya melalui pipa yang berada di bawah permukaan sawahnya. Kalau di tanah air kita pada umumnya air dialirkan melalui permukaan sawah.
Sedangkan untuk mengatur ketinggian air dilakukan dengan cara menaikan dan menurunkan penutup pintu pembuangan air secara manual seperti yang terlihat pada gambar di atas.
Pembuangan air dari sawah masuk saluran irigasi yang terbuat dari beton sehingga air dengan mudah kembali ke sungai kecil, tanpa merembes terbuang ke bawah tanah. Pencegahan perembesan air dilakukan dengan sangat efisien.
Posted by Drh.Pudjiatmoko,PhD at 08:28 5 comments
Labels: Irigasi