Liposom: Struktur, Aplikasi Biomedis, dan
Parameter Stabilitas dengan Penekanan
pada Kolesterol
ABSTRAK
Liposom pada dasarnya merupakan subtipe nanopartikel yang
terdiri dari ekor hidrofobik dan kepala hidrofilik yang membentuk membran
fosfolipid. Struktur liposom yang berbentuk bola atau bola berlapis-lapis
sangat kaya akan kandungan lipid dengan berbagai kriteria klasifikasinya,
termasuk karakteristik struktural, parameter struktural, ukuran, metode
sintesis, metode persiapan, dan pemuatan obat. Meskipun liposom memiliki
berbagai aplikasi, seperti penghantaran obat, vaksin/gen, pembuatan biosensor,
diagnosis, dan aplikasi dalam produk pangan, penggunaannya menghadapi banyak
keterbatasan akibat ketidakstabilan fisikokimia. Stabilitas liposom sangat
dipengaruhi oleh bahan penyusunnya, di mana kolesterol memainkan peran penting
dalam menjaga stabilitas membran liposom. Telah diketahui dengan baik bahwa
kolesterol memberikan pengaruhnya dengan mengendalikan fluiditas,
permeabilitas, kekuatan membran, elastisitas dan kekakuan, suhu transisi (Tm),
retensi obat, kepadatan fosfolipid, serta stabilitas dalam plasma. Meskipun
jumlah kolesterol yang optimal untuk menyiapkan sistem penghantaran yang stabil
dan terkontrol masih belum ditentukan, para peneliti tetap berfokus pada
kolesterol sebagai bahan yang menjanjikan untuk meningkatkan stabilitas
liposom. Oleh karena itu, tinjauan ini membahas perkembangan terkini dalam
aplikasi liposom, khususnya dalam penghantaran obat untuk terapi kanker, serta
peran kolesterol dalam meningkatkan stabilitas liposom.
Kata kunci: liposom, lipid, senyawa,
kolesterol, stabilitas
PENDAHULUAN
Kemajuan yang pesat dalam bidang nanoteknologi dan
nanosains telah menimbulkan harapan besar dalam bidang biomedis. Berkat
sifatnya yang unik, multifungsi, dan fleksibel, nanomaterial mampu mengatasi
berbagai tantangan dalam berbagai bidang kedokteran, termasuk kesehatan,
diagnosis, dan pengobatan (Liu et al., 2020; Naskar dan Kim, 2021), dengan
nanoliposom menjadi salah satu nanopartikel yang paling banyak digunakan dalam
biomedis. Liposom adalah membran berbentuk bola yang terdiri dari bilayer lipid
dan menyediakan lingkungan baik hidrofilik maupun hidrofobik. Sifatnya yang
dapat disesuaikan, fleksibel, memiliki variasi bahan penyusun, mudah untuk difungsikan,
dapat disesuaikan dalam jumlah lapisan/ukuran, serta memiliki biokompatibilitas
dan biodegradabilitas, telah menjadikan liposom sebagai struktur luar biasa
dalam dunia medis, terutama dalam penghantaran obat (Aguilar-Pérez et al.,
2020; Trucillo et al., 2020; Kashapov et al., 2021). Penggunaan liposom yang
paling menonjol adalah dalam kosmetik dan penghantaran obat. Akibatnya,
berbagai produk berbasis liposom telah dikomersialkan hingga saat ini, dengan
persetujuan dari United States Food and Drug Administration (FDA) (Yuba, 2020;
Barenholz, 2021). Liposom, sebagai salah satu jenis nanopartikel berbasis
lipid, memiliki berbagai macam varian yang masing-masing menawarkan sifat unik.
Namun, masih terdapat kendala dan tantangan terkait dengan nanopartikel lipid,
di mana permasalahan paling krusial adalah stabilitasnya (Yu et al., 2021).
Dalam tinjauan ini, dilakukan pembahasan komprehensif mengenai liposom dari
segi struktur, fungsi, dan stabilitas, dengan dimulai dari pengenalan terhadap
struktur lipid.
Nanopartikel
Lipid
Molekul lipid
merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan, dan nanopartikel berbasis
lipid mencakup berbagai jenis berdasarkan aplikasi, komponen, bentuk, dan
metode pembuatannya. Nanopartikel berbasis lipid memiliki banyak keunggulan
dibandingkan dengan nanopartikel berbasis polimer. Selain penggunaan topikal,
penghantaran zat aktif merupakan aplikasi utama dari nanopartikel berbasis
lipid. Sebagai analog fisiologis dari membran seluler, liposom memiliki
biokompatibilitas yang lebih unggul dibandingkan dengan nanopartikel berbasis
polimer, sehingga lebih dapat diterima dalam aplikasi biomedis (Müller et al.,
2000).
Sebagai
nanopartikel yang sangat adaptif, nanopartikel lipid dapat digunakan untuk
berbagai jenis penghantaran dengan sedikit keterbatasan. Liposom dan niosom,
masing-masing terdiri dari fosfolipid dan lipid amfipatik, merupakan formulasi
berbasis lipid yang paling dikenal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, liposom
dapat direkayasa secara khusus dengan parameter yang menguntungkan. Namun,
stabilitas kinetik merupakan keterbatasan utama dari nanopartikel berbasis
lipid vesikular, termasuk liposom (Battaglia dan Ugazio, 2019). Jenis-jenis
nanopartikel berbasis lipid yang paling umum digunakan disajikan dalam Tabel 1.
TABEL
1. Struktur berbasis lipid.
|
Jenis
|
Ciri Struktur
|
Komposisi Struktur
|
|
Liposom (Pan et al., 2002; Thompson et al., 2006; Yavlovich
et al., 2009; Chen et al., 2012)
|
1- Kemiripan dengan membran sel
|
DSPC- HSPC- DPPC-DOPEPC- EPCSPC-DMPC-DOPC Kolesterol
|
|
2- Satu atau lebih bilayer lipid konsentris yang mengelilingi sejumlah
bagian akuatik yang sama
|
|
|
Emulsi (Pan et al., 2002; Cardenia et al., 2011; Lu et
al., 2012)
|
1- Terdiri dari dua fase berbeda, yaitu fase difusi dan fase kontinu
|
PC- EPC – DOPC- DMPC DPPC- POPC- DSPC
|
|
2- Struktur koloid cair dalam cair
|
|
|
Terdiri dari dua cairan yang tidak dapat bercampur (biasanya minyak dan
air). Emulsi cair-cair terutama dibagi menjadi dua kategori: air dalam minyak
(W/O) dan minyak dalam air (O/W), di mana fase minyak dan fase akuatik
masing-masing membentuk fase kontinu.
|
|
|
Misel (Ashok et al., 2004; Faustino et al., 2011; Deng et
al., 2012; Saadat et al., 2014)
|
1- Struktur pembentukan berdasarkan akumulasi molekul surfaktan yang
terdifusi dalam cairan koloidal
|
PC- DSPE- DOPE- EPC Asam glikolat-lesitin
|
|
2- Misel konvensional dan misel terbalik dapat dibuat
|
|
|
Misel konvensional: ekor hidrofobik berkumpul di pusat misel
|
|
|
Misel terbalik: ujung hidrofobik mengarah ke pelarut, dan kepala
hidrofilik berkumpul di dekat pusat misel
|
|
|
Kokleat (Pawar et al., 2015; Mannino dan Lu, 2018; Asprea
et al., 2019)
|
1- Struktur berlapis-lapis
|
PS dan PC
|
|
2- Terdiri dari dua lapisan lemak yang luas dan kontinu
|
|
|
3- Struktur stabil dengan sedimen fosfolipid bervalensi dua dari bahan alami
|
|
|
4- Dapat dibuat dari fosfolipid bermuatan negatif dan kation divalen
|
|
|
5- Dapat digunakan untuk mengantarkan molekul obat hidrofobik dan
hidrofilik; bermuatan positif dan negatif
|
|
|
SLN (Solid Lipid Nanoparticles) (Shah et al., 2007;
Fang et al., 2008; Mehnert dan Mäder, 2012)
|
1- Nanostruktur dengan inti padat dari partikel, yang terutama terdiri
dari lipid, untuk mengantarkan asam nukleat, protein, dan obat
|
Tween 80- fosfolipid kedelai- SPC- skualena- precirol- PF68- gliseril
palmito-stearat
|
|
NLC (Nanostructured Lipid Carriers) (Müller et al.,
2002; Müller et al., 2007)
|
1- Struktur SLN yang dimodifikasi
|
Tween 80-fosfolipid- gliseril palmito stearat- glisirhizin- propilen
glikol monostearat- lesitin, poloxamer 800, poligliseril-3 metil-glukosa
di-stearat, SDS, SDC, asam oleat, alfa-tokoferol/vitamin E, minyak jagung-
skualena
|
|
2- NLC, atau SLN yang dimuat minyak, mengandung tetesan lipid yang
sebagian mengkristal dan memiliki struktur kristal padat yang kurang teratur
atau amorf untuk mengatasi keterbatasan SLN
|
|
Catatan: DMPC, Dipalmitoil fosfatidilkolin; DOPC,
Dioleoil-sn-glisero-3-fosfatidilkolin; DOPE, Dioleoil fosfatidiletanolamina;
DOPEPC, Dioleoil fosfatidiletanolamina fosfatidilkolin; DPPC, Dipalmitoil
fosfatidilkolin; DSPC, Distearoil-sn-glisero-3-fosfatidilkolin; DSPE,
Distearoil-sn-glisero-3-fosfatidiletanolamina; EPC, Etanolamina
fosfatidilkolin; HSPC, Hidro Kedelai fosfatidilkolin; PC, Fosfatidilkolin;
POPC, Palmitoil-oleoil-sn-glisero-fosfatidilkolin; PS, Fosfatidilserin; SDC,
Natrium deoksikolat; SDS, Natrium dodesil sulfat; SPC, Sfingosil fosforilkolin.
Struktur Liposom
Struktur liposom
pertama kali dideskripsikan oleh ahli hematologi Inggris, Alec D. Bangham, pada
tahun 1961. Dari segi terminologi, istilah "liposom" berasal dari
kata "Lipos" yang berarti lemak dan "Soma" yang berarti
tubuh. Struktur bilayer lipid pada membran sel telah diidentifikasi melalui
pencitraan mikroskop elektron, yang membuktikan kemiripannya yang jelas dengan
plasmalema (Dua et al., 2012; Hashemzadeh et al., 2020a).
Liposom pertama kali
digunakan sebagai pembawa obat pada awal tahun 1990-an. Sejak saat itu,
ditemukan bahwa inklusi polimer yang terikat lipid dalam jumlah kecil (disebut
sebagai polimer-lipid) dalam struktur liposom dapat meningkatkan sirkulasi dalam
darah secara in vivo. Secara struktural, liposom adalah vesikel berlapis
konsentris di mana bilayer lipid membran mengelilingi volume berisi air.
Biasanya, membran bilayer lipid ini terdiri dari fosfolipid yang memiliki ekor
hidrofobik dan kepala hidrofilik (Rovira-Bru et al., 2002).
Berdasarkan sifat
fosfolipidnya, struktur akhir liposom menunjukkan karakter amfifilik (Dua et
al., 2012). Karena struktur unik ini, baik liposom berbasis fosfolipid alami
maupun sintetik dianggap sebagai vesikel atau sistem penghantaran obat. Desain
liposom yang berbentuk bola atau multilayer sangat bergantung pada jumlah dan
jenis komponen lipid yang digunakan. Dalam bentuk konsentris, susunan
pembentukan bilayer lipid membentuk jumlah ruang air yang sama (Chetoni et al.,
2004; Choi dan Maibach, 2005; Pavelić et al., 2005).
Karena kemiripannya
yang tinggi dengan membran sel, liposom telah dijelaskan sebagai model membran
yang sesuai untuk mengungkap sifat mendasar dari membran sel dengan berbagai
aplikasi (Wong et al., 2001; Laouini et al., 2012). Proses swarakit dari
fosfolipid rantai diasil dalam larutan berair dapat membentuk struktur bilayer
berbentuk bola yang disebut liposom. Karena kemampuannya dalam mengenkapsulasi
lingkungan berair yang luas, struktur liposom dapat memuat hampir semua jenis
molekul hidrofilik (Lebègue et al., 2015; Vakili-Ghartavol et al., 2020; Wu et
al., 2021).
Bagian hidrofilik
internal liposom dapat melindungi obat yang dimuat dari faktor-faktor
destruktif dalam tubuh inang, sehingga pada akhirnya dapat meminimalkan efek
samping yang tidak diinginkan. Selain lingkungan berair internal, zat
hidrofobik juga dapat dimasukkan ke dalam membran lipid atau diadsorpsi pada
permukaan liposom (Xu et al., 2007; Silverman et al., 2013; Chen et al., 2014;
Eloy et al., 2014; Jain et al., 2014). Struktur dasar yang menyerupai liposom
disajikan dalam Tabel 2.
TABEL 2. Struktur mirip liposom.
|
Struktur Mirip
Liposom
|
Deskripsi
|
|
Niosom
|
Niosom merupakan pembawa (carrier) yang terdiri dari surfaktan nonionik
melalui hidrasi kolesterol (Sankhyan dan Pawar, 2012; Puras et al., 2014;
Arora, 2016).
|
|
Fitosom
|
Fitosom dibuat dari senyawa tumbuhan. Fitosom merupakan nanopembawa lipid
yang diproduksi melalui pengikatan fosfolipid dengan polifenol dalam pelarut
organik (Kidd, 2009; Jain et al., 2010; Pawar dan Bhangale, 2015; Abd
El-Fattah et al., 2017).
|
|
Virosom
|
Virosom adalah struktur berbentuk bulat dengan membran berbasis
fosfolipid mono/bilayer. Rongga pusat yang tertanam dalam struktur ini
digunakan untuk memuat molekul terapeutik seperti asam nukleat, protein, dan
obat-obatan (Felnerova et al., 2004; Daemen et al., 2005).
|
|
BODIPYsome
|
Lipid aza-BODIPY adalah blok penyusun yang dapat menyusun dirinya sendiri
menjadi struktur vesikel BODIPYsome yang mampu membentuk agregasi J yang
stabil dalam rentang NIR (Near-Infrared) (Cheng et al., 2019).
|
|
DQAsome
|
DQAsome adalah struktur vesikular yang terdiri dari amfifil, dekolinium
(Zupančič et al., 2014; Weissig, 2015; Bae et al., 2018).
|
|
Archaeosom
|
Archaeosom adalah keluarga baru dari liposom. Struktur ini dibuat dari
satu atau lebih lipid eter yang unik untuk domain Archaea. Jenis struktur ini
ditemukan dalam Archaeobacteria. Lipid tipe Archaea terdiri dari inti
struktur archaeol (diether) dan/atau caldarchaeol (tetraether) (Réthoré et
al., 2007; Benvegnu et al., 2009; Kaur et al., 2016).
|
|
Ethosom
|
Ethosom adalah nanovesikel fosfolipid. Struktur ini terdiri dari bilayer
fosfolipid yang fleksibel dengan konsentrasi etanol yang relatif tinggi
(20–45%), glikol, dan air. Penghantaran transdermal dianggap sebagai aplikasi
utama dari ethosom (Dayan dan Touitou, 2000; Ainbinder et al., 2010).
|
Parameter
Pengemasan
Seperti yang telah
dijelaskan, liposom adalah struktur berbasis lipid yang terdiri dari satu atau
lebih bilayer fosfolipid yang dapat mengenkapsulasi media berair. Pembentukan
liposom dimulai dengan mendispersikan fosfolipid dalam air, yang mengarah pada
interaksi antara fosfolipid dan air (Anwekar et al., 2011). Parameter
Pengemasan (PP) merupakan kriteria penting yang menentukan pembentukan liposom.
PP dijelaskan sebagai
rasio antara luas penampang bagian hidrofobik amfifil (rantai hidrokarbon dari
fosfolipid atau cincin hidrokarbon dari sterol) dan luas penampang bagian
hidrofilik (gugus kepala amfifil). Lipid pembentuk liposom dianggap sebagai
struktur amfifilik dengan PP sebesar 0,74–1,0. Dalam hal ini, HSPC (PP: 0,8)
dan DSPE–PEG (PP: 0,487) masing-masing telah diidentifikasi sebagai lipid
pembentuk liposom dan non-liposom. Pada DSPE-PEG, nilai PP yang rendah
menunjukkan adanya gugus kepala polar yang luas akibat keberadaan bagian
polietilen glikol (PEG) berukuran besar (45 mer) yang menghambat pembentukan
struktur liposom. Gugus kepala pada molekul ini sangat fleksibel (Nagarajan,
2002; Garbuzenko et al., 2005; Barenholz, 2016; Maritim et al., 2021).
Fosfolipid dan kolesterol yang paling umum digunakan dalam pembuatan liposom,
beserta suhu transisi (Tm) dan berat molekulnya, disajikan dalam Tabel 3.
TABEL 3. Senayawa umum yang digunakan untuk
menyiapkan liposom.
|
Fosfolipid
|
Rumus Molekul
|
Muatan Listrik
|
Tc (°C)
|
Berat Mol.
|
|
Dilauril fosfatidil kolin (DLPC) (Jung et al., 2005)
|
C32H64NO8P
|
−1
|
−1
|
633
|
|
Dimiristoil fosfatidil kolin (DMPC) (Akabori dan Nagle, 2015)
|
C36H72NO8P
|
0
|
23
|
678
|
|
Dipalmtoil fosfatidil kolin (DPPC) (Jimbo et al., 2016)
|
C40H80NO8P
|
0
|
41
|
734
|
|
Dioleolil fosfatidil kolin (DOPC) (Chibowski dan Szcześ, 2016)
|
C44H84NO8P
|
-
|
−20
|
786
|
|
Dilauril fosfatidil etanolamin (DLPE) (Benz et al., 2004)
|
C29H58NO8P
|
-
|
30,5
|
579,75
|
|
Dipalmtoil fosfatidil kolin (DPPC) (Gullapalli et al., 2008)
|
C40H80NO8P
|
−1
|
41
|
734,053
|
|
Distearoil fosfatidil kolin (DSPC) (Hashemzadeh et al., 2020b)
|
C44H88NO8P
|
0
|
58
|
790
|
|
Dioleolil fosfatidil kolin (DOPC) (Attwood et al., 2013)
|
C44H84NO8P
|
0
|
−16,5
|
786
|
|
Dimiristoil fosfatidil etanolamin (DMPE) (Li et al., 2015)
|
C33H66NO8P
|
0
|
50
|
635,85
|
|
Distearoil fosfatidil etanolamin (DSPE) (Seo et al., 2011)
|
C41H82NO8P
|
0
|
-
|
748
|
|
Dilauril fosfatidil gliserol (DLPG) (Jacoby et al., 2015)
|
C30H58O10PNa
|
−1
|
4
|
633
|
|
Disetil fosfat (DCP) (Chupin et al., 2002)
|
C32H67O4P
|
−1
|
-
|
546,85
|
|
Dioleolil fosfatidil etanolamin (DOPE) (Evjen et al., 2011)
|
C41H78NO8P
|
-
|
−16
|
744
|
|
1,2-Dioleolil-3 trimetilamoniumpropana (DOTAP) (Caracciolo et al., 2005)
|
C42H80ClNO4
|
-
|
-
|
698,5
|
|
Dioleolil fosfatidil serin (DOPS) (Okamoto et al., 2008)
|
C42H78NO10P
|
-
|
−10
|
788
|
|
Fosfatidilkolin kedelai terhidrogenasi (HSPC) (Kitayama et al., 2014)
|
C42H84NO8P
|
-
|
52
|
762,1
|
|
Kolesterol (Bennett et al., 2009)
|
C27H46O
|
0
|
-
|
386,65354
|
Jenis-Jenis
Liposom
Liposom merupakan
senyawa yang sangat serbaguna dan dapat dibuat dengan berbagai kombinasi,
sehingga memiliki keragaman dan sifat yang bervariasi dalam hal struktur,
ukuran, bentuk, serta karakteristik permukaan. Salah satu klasifikasi liposom
didasarkan pada ukuran dan jumlah lapisan, misalnya liposom unilamelar dan
multilamelar. Liposom ini dapat dibagi menjadi empat kategori utama berdasarkan
parameter strukturalnya, yaitu liposom/vesikel multilamelar (MLV), vesikel
oligolamelar (OLV), liposom/vesikel multivesikular (MVV), dan vesikel
unilamelar (ULV). Selanjutnya, ULV dapat dikelompokkan lebih lanjut menjadi
liposom/vesikel unilamelar raksasa (GUV), liposom/vesikel unilamelar besar
(LUV), vesikel unilamelar sedang (MUL), dan liposom/vesikel unilamelar kecil
(SUV), berdasarkan ukurannya (Walde dan Ichikawa, 2001; Gabriëls dan
Plaizier-Vercammen, 2003; Wagner et al., 2006; Drulis-Kawa dan
Dorotkiewicz-Jach, 2010; Baykal-Caglar et al., 2012; Garg dan K. Goyal, 2014).
Meskipun berbagai
klasifikasi liposom telah disebutkan, beberapa karakteristik liposom tidak
dapat disimpulkan hanya dari klasifikasi ini, termasuk teknik sintesis maupun
aplikasinya. Sejak diperkenalkannya liposom sebagai struktur pembawa lipid,
banyak metode telah dikembangkan untuk pembuatannya. Setiap metode memiliki
keunggulan dan kelemahan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsi
praktisnya. Proses pembuatan liposom sangat memengaruhi sifat akhirnya, sehingga
metode konstruksi harus diperhatikan secara khusus. Liposom dikenal memiliki
struktur yang sangat bervariasi dalam hal muatan listrik dan ukuran, di mana
ukuran akhir dan muatan listrik liposom yang dibuat sangat bergantung pada
metode pembuatannya serta jenis fosfolipid yang digunakan. Dalam hal ini,
metode sintesis liposom dapat dikategorikan sebagai metode dehidrasi dan
rehidrasi (DRV), evaporasi fase balik (REV) yang khusus digunakan untuk liposom
SUL, OLV, dan MLV, vesikel yang dibuat dengan teknik ekstrusi (VET), serta
metode pembekuan dan pencairan (FAT) untuk pembuatan MLV (Zhang dan Pawelchak,
2000; Scott dan Jones, 2001; Xia dan Xu, 2005; Zaru et al., 2007; Akbarzadeh et
al., 2013; Pradhan et al., 2015). Berbagai jenis liposom berdasarkan metode pembuatannya
disajikan dalam Tabel 4.
TABEL 4. Teknik Sintesis Liposom: Fitur, Keunggulan, dan Kelemahan
|
Teknik
|
Fitur
|
Keunggulan
|
Kelemahan
|
|
Teknik Ekstrusi (Al-Remawi et al., 2017; Wang et al., 2017)
|
1- Menggunakan filter dengan ukuran pori yang berbeda sesuai kebutuhan
|
-
|
-
|
|
2- Produksi LUV atau nanoliposom bergantung pada ukuran pori filter
|
-
|
-
|
|
Sonikasi (Nasrabadi et al., 2016; Veneti et al., 2016; Yu
dan Tang, 2016)
|
1- Teknik yang paling banyak digunakan untuk persiapan dan produksi
liposom serta nanoliposom
|
-
|
1- Volume internal/efisiensi enkapsulasi rendah 2- Kemampuan rendah dalam
menghilangkan molekul besar dan polutan logam dari ujung probe
|
|
2- Salah satu teknik paling sederhana untuk mengurangi ukuran dan
menghasilkan nanoliposom
|
-
|
-
|
|
3- Sonikasi probe dan sonikasi bak adalah teknik utama
|
-
|
-
|
|
Mikrofluidisasi (Alizadeh et al., 2015; Yu et al., 2015; Davidson
et al., 2016; Devrim et al., 2016; Saliba et al., 2016; Tabatabaei Mirakabad
et al., 2016)
|
1- Metode ini digunakan dalam industri farmasi untuk memproduksi liposom
dan emulsi farmasi
|
1- Kemungkinan menghasilkan volume liposom dalam jumlah besar 2-
Kemampuan untuk menyesuaikan ukuran rata-rata liposom 3- Efisiensi tinggi
(hingga 70%)
|
-
|
|
2- Ruang mikrofluidizer mengandung aliran tekanan yang terbagi
|
-
|
-
|
|
3- Menggunakan mikrofluidizer
|
-
|
-
|
|
4- Tidak menggunakan pelarut yang berpotensi toksik
|
-
|
-
|
|
Metode Pemanasan (Mozafari, 2005; Mozafari et al., 2007; Panahi et
al., 2017; Hadavi et al., 2020; Khosravi-Darani dan Sheida Aarabi)
|
1- Dapat digunakan untuk produksi nanoliposom
|
1- Tidak memiliki kelemahan metode lain, seperti: Tidak menggunakan
pelarut toksik seperti etil eter, metanol, dan kloroform 2- Tidak menggunakan
tekanan tinggi
|
-
|
|
2- Mengurangi waktu dan biaya produksi dalam skala industri yang mendapat
banyak perhatian
|
-
|
-
|
|
3- Memproduksi mikroliposom berongga (HM-liposom) yang dapat digunakan
sebagai vektor dalam transfer obat dan gen
|
-
|
-
|
|
Pengeringan Beku (Liofilisasi) (Chen et al.,
2010a; Franzé et al., 2018)
|
1- Berdasarkan penghilangan air dari produk dalam keadaan beku
|
-
|
-
|
|
2- Langkah ini berlangsung pada tekanan yang sangat rendah
|
-
|
-
|
|
3- Metode ini dapat mengatasi masalah stabilitas jangka panjang dari
pelarut
|
-
|
-
|
|
4- Penggunaan trehalosa dapat membantu liposom mempertahankan hingga 100%
kandungan aslinya, sehingga trehalosa (karbohidrat) dalam metode ini dapat
digunakan sebagai pelindung beku
|
-
|
-
|
|
REV (Otake et al., 2001; Kafle et al., 2020)
|
1- Metode satu langkah untuk produksi liposom tanpa menggunakan pelarut
organik toksik
|
-
|
-
|
|
2- Metode ini dapat menghasilkan LUV dengan diameter 0,1–1,2 μm
|
-
|
-
|
|
3- Memiliki kemampuan tinggi dalam menangkap zat yang larut dalam air
maupun minyak
|
-
|
-
|
|
Metode Dispersi Pelarut (Mozafari, 2005;
Dua et al., 2012; Akbarzadeh et al., 2013)
|
Mencakup metode injeksi eter dan 1- metode injeksi etanol. Dalam metode
injeksi eter, larutan lipid yang dilarutkan dalam dietil eter atau campuran
eter/metanol diinjeksi secara perlahan ke dalam larutan air. Suhu harus
disetel sekitar 55–65°C, atau eksperimen dilakukan di bawah tekanan rendah.
Pada tahap selanjutnya, dalam kondisi vakum, eter dihilangkan dari
lingkungan, dan akhirnya liposom akan terbentuk.
|
Metode injeksi eter 1- Sifat heterogen liposom yang disintesis (70–190
nm) 2- Paparan senyawa terhadap suhu yang relatif tinggi 3- Paparan senyawa
yang dienkapsulasi terhadap pelarut organik Metode injeksi etanol 1-
Produk heterogen (30–110 nm) 2- Liposom yang terbentuk sangat encer 3- Sulit
menghilangkan semua etanol dari lingkungan karena pembentukan azeotrop dengan
air. Kegagalan dalam menghilangkan etanol sepenuhnya dari media reaksi dan
pembentukan azeotrop dengan air dapat menyebabkan inaktivasi aktivitas
biologis yang berbeda.
|
|
|
2- Metode injeksi etanol: Dalam metode ini, larutan lipid dalam
etanol diinjeksi secara cepat ke dalam buffer dalam jumlah besar. Pada titik
ini, MLV terbentuk secara langsung.
|
-
|
-
|
Terkait dengan
produksi liposom, selain metode fabrikasi, pemuatan obat juga harus
dipertimbangkan. Secara umum, pemuatan obat dilakukan melalui dua prosedur
standar, yaitu pemuatan pasif dan pemuatan aktif, yang memengaruhi jumlah dan
kualitas obat yang dimuat serta, dalam beberapa hal, sifat liposom. Pada metode
pemuatan aktif, yang dikenal sebagai metode pemuatan jarak jauh, molekul obat
dimasukkan ke dalam liposom yang telah difabrikasi. Perbedaan gradien pH dan
potensial listrik melintasi membran liposom merupakan mekanisme utama yang
mendasari proses pemuatan obat secara aktif (Gambar 1).
Metode pemuatan aktif
memiliki berbagai keunggulan dibandingkan metode pemuatan pasif, termasuk
efisiensi dan kapasitas pemuatan yang tinggi, pengurangan kebocoran obat yang
dimuat, serta penurunan penyusutan obat selama penyimpanan. Salah satu
keunggulan utama dari metode ini adalah kemungkinan pemuatan obat setelah
pembentukan pembawa karena memanfaatkan fleksibilitas lipid penyusunnya. Selain
itu, metode ini juga memungkinkan pencegahan degradasi senyawa aktif biologis
selama proses persiapan (Barratt, 2003; Anwekar et al., 2011; Agrawal et al.,
2012; Burton et al., 2015).
GAMBAR 1.
Pemuatan Obat Secara Aktif dan Pasif pada Liposom
Telah diketahui dengan
baik bahwa karakteristik liposom sangat bergantung pada komposisi lipid. Muatan
permukaan, ukuran partikel, dan metode preparasi merupakan beberapa fitur utama
yang paling dipengaruhi oleh kombinasi lipid. Selain itu, sifat efektif dari
struktur bilayer, termasuk kekakuan, fluiditas, dan muatan listrik, dapat
ditentukan melalui pemilihan komponen bilayer.
Dalam hal ini, liposom
berbasis bahan alami yang difabrikasi dari spesies fosfatidilkolin tak jenuh, seperti
fosfatidilkolin dari telur atau kedelai, menghasilkan struktur bilayer dengan
permeabilitas tinggi tetapi stabilitas rendah. Namun, liposom berbasis
fosfolipid jenuh, seperti dipalmitoil fosfatidilkolin, menghasilkan struktur
bilayer yang kaku dan hampir tidak dapat ditembus (AllenLiposomes, 1997; Sahoo
dan Labhasetwar, 2003). Sistem liposom yang paling umum berdasarkan komposisi
penyusunnya disajikan dalam Tabel 5.
TABEL 5. Klasifikasi liposom berdasarkan
komposisi penyusunnya.
|
Jenis
|
Fitur
|
|
Liposom Konvensional
|
Fosfolipid yang secara spontan membentuk diri sendiri (bermuatan
netral/negatif) dalam medium berair. Liposom yang terbentuk mengelilingi
medium berair (Zhao et al., 2005; Zaru et al., 2007; Meure et al., 2008).
|
|
Liposom Fusogenik (FL)
|
Sistem liposomal yang berbasis pada rekonstruksi virus Sendai (Nakanishi
et al., 2000; Kunisawa et al., 2005).
|
|
Liposom Kationik
|
Liposom yang mengandung lipid kationik (Dokka et al., 2000; Radwan
Almofti et al., 2003; Sioud dan Sørensen, 2003).
|
|
Liposom Sirkulasi Panjang
|
Produk yang dihasilkan dapat meningkatkan lokalisasi di jaringan. Jenis
liposom ini merupakan liposom dengan suhu transisi tinggi yang netral
(Moghimi et al., 2001; Awasthi et al., 2003; Metselaar et al., 2003; Moghimi
dan Szebeni, 2003).
|
|
Liposom Sensitif terhadap pH
|
Liposom ini biasanya mengandung fosfatidiletanolamin (P.E.) dan amfifil
penstabil yang dapat dititrasi, yang menjadi tidak stabil dalam kondisi asam
(Simões et al., 2004).
|
|
Imunoliposom
|
Liposom bersirkulasi panjang yang dapat mengandung antibodi monoklonal
atau fragmennya (Fab ') (Park et al., 2004; Hua, 2013).
|
Aplikasi
Liposom
Sebagai nanopartikel
yang sangat serbaguna, liposom telah dipertimbangkan untuk berbagai aplikasi
biomedis (Gambar 2). Liposom, sebagai vesikel berbentuk bola yang berbasis
kolesterol dan fosfolipid alami yang tidak beracun, telah memberikan banyak
peluang dalam bidang biomedis, terutama dalam penghantaran obat karena sifatnya
yang biokompatibel, ukurannya yang sesuai, serta karakter hidrofobik dan
hidrofiliknya yang cocok. Selain itu, industri kosmetik juga telah terdampak
secara signifikan oleh formulasi liposom, karena liposom menawarkan berbagai
sifat unik sebagai penghantar obat (Figueroa-Robles et al., 2020; Matole et
al., 2020).
Di sisi lain, potensi
besar aplikasi liposom juga tidak boleh diabaikan dalam industri pangan dan
pertanian. Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai enkapsulasi liposom
untuk mengembangkan sistem penghantaran yang sesuai guna menangkap senyawa yang
tidak stabil. Bahan-bahan invertebrata yang terperangkap, seperti antimikroba,
antioksidan, serta senyawa hidrofobik dan hidrofilik dalam partikel liposom,
dapat digunakan untuk penghantaran yang terarah serta mencegah gangguan
terhadap komposisi dan fungsinya (Benech et al., 2002; Shehata et al., 2008;
Atrooz, 2011).
GAMBAR 2.
Berbagai
Aplikasi Biomedis dari Struktur Berbasis Liposom
Nanoliposom merupakan
partikel yang menguntungkan untuk mengembangkan sistem penghantaran obat kanker
karena sifat uniknya, termasuk biokompatibilitas, biodegradabilitas, serta
kemampuannya memuat obat yang bersifat hidrofilik dan lipofilik. Struktur
berbasis liposom telah menjadi sistem penghantaran obat komersial yang paling
banyak digunakan di seluruh dunia. Berbagai penelitian sedang berlangsung untuk
meningkatkan toksisitas obat dan penargetan spesifik menggunakan liposom
(Akbarzadeh et al., 2013).
Mengingat sifat luar
biasa yang dimiliki liposom, liposom telah banyak dipelajari dalam penghantaran
obat ke jaringan kanker dan tumor melalui dua pendekatan utama dalam desain
untuk menargetkan jaringan tumor: penargetan pasif dan penargetan aktif (Gambar
3). Penargetan pasif bergantung pada karakteristik fisiologis tumor dan ukuran
nanopartikel. Sel kanker mengekspresikan faktor pertumbuhan endotel vaskular (vascular
endothelial growth factor, VEGF) secara berlebihan akibat metabolismenya
yang sangat tinggi, yang menyebabkan angiogenesis berlebihan pada jaringan
tumor. Pori-pori vaskular dalam jaringan tumor lebih besar dibandingkan dengan
jaringan normal, sehingga ukuran liposom yang sesuai memungkinkan mereka untuk
beredar lebih lama dalam sistem sirkulasi, sehingga sistem nanosistem obat
antikanker dapat menargetkan jaringan tumor (Zhu et al., 2017; Jeon et al.,
2020; Liu et al., 2021).
Selain itu, setelah
sistem penghantaran obat memasuki jaringan kanker akibat adanya kelainan pada
sistem limfatik, waktu retensi nanopartikel meningkat, yang tidak dapat terjadi
pada molekul obat berukuran kecil (Attia et al., 2019). Dalam metode ini,
nanosistem juga dilapisi dengan polimer PEG yang biokompatibel, yang
memungkinkan penghindaran dari sistem retikuloendotelial (reticuloendothelial
system, RES) dan meningkatkan waktu sirkulasi dalam sistem peredaran darah.
Efek PEG ini bekerja dengan melindungi liposom dari proses opsonisasi (Suk et
al., 2016; Nunes et al., 2019).
Gambar 3
Penargetan
Pasif dan Penargetan Aktif
Liposom dapat
difungsikan pada permukaannya untuk memberikan efek stealth melalui
PEGilasi (PEGylation) dan untuk meningkatkan endositosis yang dimediasi
reseptor dengan menggunakan ligan penargetan seperti antibodi, peptida,
protein, karbohidrat, aptamer, serta berbagai molekul kecil lainnya. PEGilasi
memperpanjang waktu paruh sirkulasi liposom di dalam tubuh (in vivo).
Jenis obat, baik yang bersifat hidrofobik maupun hidrofilik, dapat
dienkapsulasi ke dalam lumen berair, dimasukkan ke dalam bilayer lipid, atau
dikonjugasikan pada permukaan liposom.
Meskipun penargetan
pasif memiliki kinerja yang relatif baik dalam meningkatkan penghantaran obat
ke jaringan kanker, jumlah obat yang mencapai jaringan target mungkin masih
belum optimal atau obat dapat bocor ke jaringan normal. Oleh karena itu, para
peneliti menggunakan metode penargetan aktif untuk meningkatkan penghantaran
obat ke jaringan target. Dasar dari metode ini adalah fungsionalisasi permukaan
liposom. Sel kanker membutuhkan lebih banyak nutrisi karena metabolisme mereka
yang khas. Oleh karena itu, beberapa reseptor permukaan diekspresikan secara
berlebihan pada sel-sel ini. Penghantaran obat yang ditargetkan ke jaringan
kanker dapat dilakukan dengan memanfaatkan karakteristik ini melalui
fungsionalisasi spesifik pada permukaan liposom (Dana et al., 2020; Montaseri
et al., 2020; Raj et al., 2021).
Tinjauan komprehensif
mengenai aplikasi liposom dalam bidang biomedis dirangkum dalam Tabel 6
berdasarkan jenis liposom yang digunakan.
TABEL 6. Penggunaan liposom dalam aplikasi
biomedis.
Uraian
pengganti tabel 6 sevagai berikut:
LIPOSOM
FUSOGENIK (FL)
Pelabelan
Liposom fusogenik baru untuk
pelabelan sel fluoresen dan modifikasi membran (Csiszár et al., 2010)
Liposom fusogenik untuk pelabelan
dan visualisasi membran sel (Kleusch et al., 2012)
Penghantaran intraseluler titik
kuantum CdTe berlapis karboksil yang dimediasi oleh liposom fusogenik
(Lira et al., 2013)
Transfer Gen
Transfer gen menggunakan liposom
fusogenik yang mengandung glikoprotein G dari virus vesikular stomatitis
(Shoji et al., 2004)
Trafiking subseluler
oligonukleotida antisense dan penurunan ekspresi gen BCL-2 pada sel
melanoma manusia menggunakan sistem penghantaran liposom fusogenik (Hu et
al., 2002)
Transfer kompleks liposom
fusogenik-DNA yang diberikan secara maternal ke dalam janin monyet dalam
model kehamilan (Hirano et al., 2002)
Penghantaran
Obat
Liposom fusogenik untuk
menghantarkan insulin mukosa (Goto et al., 2006)
Liposom fusogenik yang mengandung
fragmen A toksin difteri untuk menekan pertumbuhan tumor (Fang et al.,
2005)
Penghantaran antibodi dan
doksorubisin ke dalam sitoplasma berdasarkan liposom fusogenik untuk
terapi metastasis kanker payudara (Deng et al., 2017)
Vaksin
Liposom fusogenik (LF) yang
mengandung motif CpG non-metilasi untuk meningkatkan imunisasi spesifik
antigen pada tikus (Yoshikawa et al., 2006a)
Liposom fusogenik (LF) dapat
menghantarkan antigen eksogen secara efisien melalui sitoplasma ke jalur
pemrosesan MHC kelas I (Nakanishi et al., 2000)
Liposom fusogenik berpotensi
digunakan sebagai pembawa vaksin yang efektif untuk vaksinasi peptida guna
menginduksi respons limfosit T sitotoksik (CTL) (Sugita et al., 2005)
Terapi Vaksin
Vaksin liposom fusogenik membran
untuk melanoma yang dapat menghasilkan respons imun sistemik dan CTL
(Qiang et al., 2004)
Imunoterapi kanker serbaguna
menggunakan vaksin liposom fusogenik yang mengandung lisat sel tumor
terhadap melanoma B16BL6 pada mencit (Yoshikawa et al., 2006b)
LIPOSOM
KATIONIK
Penghantaran
Gen
Liposom kationik untuk
menghantarkan gen regulator transmembran fibrosis kistik manusia (CFTR) ke
model tikus dengan fibrosis kistik (CF) (Lee et al., 2012)
Liposom kationik untuk
penghantaran bersama siRNA dan inhibitor MEK guna meningkatkan efektivitas
antikanker (Kang et al., 2011)
Liposom kationik berbasis
poliester trilisinoyl untuk penghantaran sistemik siRNA dan obat
antikanker (Shim et al., 2011)
Penghantaran
Obat
Liposom kationik berisi
doksorubisin (LPs-DOX) dan paklitaksel (LPs-PTX) melalui gaya
elektrostatik ke sel tumor (TRAMP-C1, B16) dan sel HUVEC secara in vitro
(Chen et al., 2010b)
Penghantaran terarah paklitaksel
yang dienkapsulasi dalam liposom kationik (EndoTAG-1) untuk pengobatan CNV
(Gross et al., 2013)
Liposom kationik yang mengandung
Doxil untuk melawan model tikus xenograft adenokarsinoma ovarium manusia
SKOV-3 (Jung et al., 2009)
Ajuvan Vaksin
Liposom kationik yang mengandung
lipid mikobakterial sebagai ajuvan Th1 (Rosenkrands et al., 2005)
Liposom kationik berbasis
dimetildioctadecylammonium dan faktor tali sintetik dari Mycobacterium
tuberculosis (trehalosa 6,6′-dibehenate)—Ajuvan yang
menginduksi respons CMI dan antibodi yang kuat (Davidsen et al., 2005)
Liposom kationik sebagai ajuvan
potensial untuk vaksin DNA virus imunodefisiensi manusia tipe 1 (Qiao et
al., 2016)
Terapi Vaksin
Liposom kationik sebagai vaksin
antitumor berbasis sel kanker paru Lewis autologus yang direkayasa untuk
mensekresikan interleukin-27 tikus (Zhang et al., 2013)
Vaksin peptida panjang sintetik
berbasis liposom kationik yang dapat mengaktifkan sel T CD8+ dan CD4+
spesifik antigen secara kuat serta menginduksi sitotoksisitas in vivo
terhadap melanoma dan tumor yang diinduksi HPV pada mencit (Varypataki et
al., 2017)
Sel dendritik yang dipulsasi
dengan kompleks ekstrak tumor-liposom kationik meningkatkan induksi
limfosit T sitotoksik pada glioma ganas mencit (Aoki et al., 2001)
LIPOSOM
SIRKULASI PANJANG
Terapi
Fotodinamik (PDT)
Liposom yang
dimodifikasi glukuronat (juga dikenal sebagai liposom sirkulasi panjang) yang
mengandung BPD-MA digunakan dalam PDT pada tikus Balb/c yang mengidap sarkoma
Meth A (Ichikawa et al., 2005)
PDT antiangiogenik
menggunakan liposom sirkulasi panjang yang dimodifikasi dengan peptida spesifik
pembuluh angiogenik sebagai pembawa fotosensitizer ke sel endotel angiogenik
(Ichikawa et al., 2004)
Terapi Kanker
Liposom yang mengandung turunan lipid polietilen glikol (liposom distabilkan
secara sterik), dikenal sebagai liposom sirkulasi panjang, digunakan untuk
mentransfer doksorubisin ke karsinoma sel skuamosa paru melalui antibodi
spesifik yang terikat pada permukaan liposom (Bakker-Woudenberg, 2002)
Marqibo®: Liposom
sirkulasi panjang yang mengandung vincristine sulfat (Zhang et al., 2016)
Liposom sirkulasi
panjang yang mengandung adriamisin digunakan pada tikus yang mengidap karsinoma
Colon 26 NL-17, terutama pada lokasi angiogenik (Maeda et al., 2004)
Penghantaran
Gen
Liposom pH-sensitif
untuk transfer DNA plasmid ke lini sel mamalia (Chen et al., 2013)
Enkapsulasi DNA
plasmid yang mengandung gen asetiltransferase kloramfenikol E. coli
dalam liposom pH-sensitif serta peningkatan kondisi transfeksinya (Torchilin,
2006)
Liposom pH-sensitif
yang mengandung DNA sebagai sistem transformasi protoplas mesofil tembakau
(Hahn dan Friedt, 2012)
LIPOSOM
IMUNOLOGI (IMMUNOLIPOSOME)
Penghantaran
Obat
Liposom imunologi
dapat menghantarkan atom 10B dalam jumlah tinggi ke dalam sel tumor dan
menimbulkan efek sitotoksik oleh neutron termal (Thirumamagal et al., 2006)
Liposom yang
dimodifikasi peptida ganda dan mengandung siRNA VEGF serta DTX dapat menghambat
pertumbuhan sel glioma secara sinergis (Yang et al., 2014)
Liposom yang
mengandung doksorubisin dan peptida NGR yang menargetkan aminopeptidase N,
penanda sel endotel angiogenik, digunakan untuk mengobati neuroblastoma (NB)
pada tikus SCID (Pastorino et al., 2003)
Diagnosis
Liposom yang dilapisi
polietilen glikol dan dimodifikasi dengan antibodi monoklonal 2C5 digunakan sebagai
agen kontras untuk diagnosis dan pencitraan molekuler tumor menggunakan
SPECT/CT (Silindir et al., 2013)
Kompleks imunoliposom
dengan antibodi fragmen tunggal anti-reseptor transferin (TfRscFv) digunakan
untuk meningkatkan sensitivitas deteksi metastasis paru (Freedman et al., 2009)
IL-13-liposom-Gd-DTPA
dapat menembus BBB dan mendeteksi glioma pada tahap awal (Liu et al., 2016)
Keuntungan
dan Kerugian Liposom
Seperti
halnya pembawa (carrier) lainnya, liposom memiliki beberapa keuntungan dan juga
kerugian. Manfaat liposom telah disebutkan secara singkat dalam teks ini.
Sebagai partikel dengan struktur amfifilik dan non-ionik, liposom menawarkan
peluang luar biasa untuk mengantarkan obat yang larut dalam air maupun lipid.
Fitur ini memiliki prioritas penting dalam industri farmasi untuk mengembangkan
formulasi baru (Abdelkader et al., 2014; Joshi et al., 2016). Selain itu,
kerangka struktur unik liposom memungkinkan para peneliti untuk merancang
sistem penghantaran obat yang tertarget dan berkelanjutan dengan mengontrol
permeabilitas, kekakuan, ukuran, serta fungsionalisasi permukaannya (Daraee et
al., 2016; Jain dan Jain, 2016). Meskipun liposom dapat diberikan melalui
berbagai rute, mereka terdiri dari bahan-bahan yang bersifat biokompatibel
(Mansoori et al., 2012).
Salah satu
keterbatasan utama dalam sistem distribusi obat adalah pentingnya transportasi
obat yang dapat terurai secara hayati. Hal ini dapat diatasi melalui
penghantaran berbasis liposom yang mencegah oksidasi obat (Manconi et al., 2016).
Selain itu, liposom juga dapat meningkatkan farmakokinetik obat dengan
mengurangi eliminasi serta memperpanjang waktu sirkulasi dalam tubuh (Bhatt et
al., 2018).
Meskipun
memiliki banyak keunggulan, struktur berbasis liposom juga memiliki beberapa
keterbatasan yang menghambat penggunaannya dalam praktik klinis secara luas.
Hambatan paling signifikan terkait dengan stabilitas fisik dan kimianya
(Bakker-Woudenberg, 2002). Beberapa kendala lainnya termasuk kelarutan yang
rendah dalam larutan berair (Li et al., 2019), waktu paruh yang pendek dalam
lingkungan tubuh (Kshirsagar et al., 2005), biaya produksi yang tinggi (Noble
et al., 2014), kesulitan dalam penargetan jaringan tertentu akibat ukuran
liposom yang relatif besar (Santos et al., 2005), kebocoran dan fusi obat yang
dimuat dalam liposom (Joly et al., 2011), oksidasi dan hidrolisis fosfolipid
(Jain dan Jain, 2016), deteksi yang cepat oleh sistem retikuloendotelial
(Daraee et al., 2016), serta reaksi alergi terhadap beberapa senyawa liposom
(Mansoori et al., 2012).
Stabilitas
Liposom
Salah satu
tantangan paling kritis dalam aplikasi liposom adalah stabilitasnya yang
relatif rendah dalam dispersi berair. Ketidakstabilan fisik dan kimia liposom
dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan serta penurunan
efektivitasnya (Scrimgeour et al., 2005; Toh dan Chiu, 2013). Oksidasi dan
hidrolisis merupakan dua mekanisme utama dalam degradasi liposom yang
menyebabkan ketidakstabilan kimia (Carlson et al., 2006; Jung et al., 2006;
Frenzel dan Steffen-Heins, 2015).
Proses
oksidasi sangat mungkin terjadi karena adanya radikal bebas dalam asam lemak
sebagai senyawa intrinsik, di mana asam lemak tidak jenuh lebih rentan terhadap
oksidasi dibandingkan asam lemak jenuh (Anderson dan Omri, 2004; Tan et al.,
2016). Dalam keberadaan katalis asam atau basa, proses ini dapat terjadi baik
pada posisi 1-akil maupun 2-akil, yang selanjutnya menghasilkan lisofosfolipid
melalui pembentukan asam lemak bebas. Akhirnya, terjadi hidrolisis yang
menghasilkan asam lemak bebas dan fosfogliserol (Patel dan Panda, 2012; Frenzel
dan Steffen-Heins, 2015).
Selain itu,
kombinasi bilayer membran, agregasi, penurunan retensi material yang
terenkapsulasi, serta perubahan struktural lainnya dapat menyebabkan
ketidakstabilan fisik pada liposom (Karmali dan Chaudhuri, 2007; Shim et al.,
2013; Rahdar et al., 2019).
Nasib dan
stabilitas liposom yang diberikan dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh
karakteristik fisikokimianya, termasuk komposisi membran bilayer, ukuran,
kekakuan, dan muatan listriknya (Portet dan Dimova, 2010; Ghanbarzadeh et al.,
2013; Ib dan Corredig, 2013). Muatan permukaan liposom dapat bersifat positif,
negatif, atau netral, tergantung pada gugus fungsional yang terdapat pada
permukaan liposom dalam pH lingkungan. Liposom dengan muatan bersih cenderung
lebih mudah terakumulasi dalam jaringan target setelah pemberian sistemik
karena memiliki tingkat pembersihan yang rendah oleh sistem retikuloendotelial.
Di sisi lain, liposom kationik sering digunakan untuk mengangkut asam nukleat
bermuatan negatif (Xia dan Xu, 2005; El-Samaligy et al., 2006a; Demetzos, 2008;
Fujisawa et al., 2012).
Metode yang
digunakan dalam pembuatan liposom sangat mempengaruhi sifat fisiknya, seperti
ukuran partikel dan efisiensi pelapisan senyawa aktif. Berbagai fenomena
seperti agregasi dan pencampuran dapat memengaruhi karakteristik material,
termasuk distribusi ukuran partikel yang berkaitan dengan akumulasi partikel
liposom. Telah dilaporkan bahwa pengurangan ukuran partikel dapat digunakan
untuk memperoleh senyawa bioaktif dengan ketersediaan hayati optimal akibat
peningkatan luas permukaan spesifik (Campbell et al., 2001; Miao et al., 2002;
Ulrich, 2002; Silva et al., 2011).
Semakin
kecil ukuran liposom, semakin mudah liposom menembus membran, tetapi hal ini
juga dapat memengaruhi sifat liposom, seperti mengurangi jumlah dan efisiensi
muatan obat serta menurunkan stabilitas liposom akibat peningkatan energi
permukaan. Distribusi ukuran partikel yang lebih kecil menghasilkan ukuran
liposom yang lebih seragam dan karakteristik produk yang lebih konsisten secara
keseluruhan (Marsh, 2001; Yamauchi et al., 2007; Drin et al., 2008).
Faktor
yang Mempengaruhi Stabilitas Liposom
Salah satu
faktor kritis yang mempengaruhi stabilitas liposom adalah komposisi lipidnya.
Studi menunjukkan bahwa pengendalian retensi zat terlarut oleh liposom dan
waktu paruh sirkulasi sangat dipengaruhi oleh fluiditas membran liposom serta
manipulasi komposisinya. Salah satu hambatan terbesar dalam mentransfer obat
liposomal dari skala laboratorium ke pasar farmasi adalah ketidakstabilan fisik
dan kimianya selama proses produksi dan penyimpanan. Bilayer yang kuat secara
mekanis dan terisi dengan baik dapat mengurangi paparan terhadap agen oksidatif
dan hidrolitik, sehingga meningkatkan stabilitas struktur melalui distribusi
ukuran (Kunzelmann-Marche et al., 2002; Liu dan Krieger, 2002; López-Revuelta
et al., 2006; Giulimondi et al., 2019). Komposisi membran bilayer merupakan
salah satu faktor yang paling berpengaruh dan esensial dalam stabilitas
liposom. Oleh karena itu, pemilihan lipid selama proses fabrikasi liposom harus
disesuaikan dengan komposisi pembawa (Jiménez-Escrig dan Sánchez-Muniz, 2000;
Scheffer et al., 2005; Zhao et al., 2015; Ricci et al., 2016).
Pengaruh
Kolesterol terhadap Stabilitas Membran Liposom
Kolesterol
adalah molekul sterol organik yang bersifat amfifilik. Secara struktural,
molekul ini memiliki gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan fosfolipid, serta cincin steroid besar yang fleksibel dengan ekor
karbohidrat. Kolesterol merupakan molekul dengan 27 atom karbon yang ditemukan
dalam membran sel eukariotik, dengan konsentrasi sekitar 30–50 mol% dari
seluruh senyawa lipid. Kolesterol memiliki berbagai peran penting, termasuk
dalam regulasi permeabilitas membran, elastisitas dan kekakuan, serta kekuatan
membran. Kolesterol merupakan sterol yang paling banyak digunakan dalam
formulasi liposom karena dapat mencegah agregasi liposom dan meningkatkan
stabilitas membran liposomal (Jiménez-Escrig dan Sánchez-Muniz, 2000; Scheffer
et al., 2005; Sun et al., 2007; Ricci et al., 2016; Trucillo et al., 2017).
Dalam
struktur tiga dimensi berbentuk bola, liposom menunjukkan fluiditas dan
mobilitas membran sel yang lebih realistis dibandingkan lapisan monolayer lipid.
Berbagai sterol, seperti ergosterol, stigmasterol, lanosterol, β-sitosterol,
dan kolesterol, telah ditambahkan ke dalam liposom untuk memodulasi fluiditas
membran, meningkatkan stabilitas bilayer fosfolipid, serta mengurangi permeasi
senyawa aktif yang terenkapsulasi. Molekul sterol terletak di dalam bilayer
fosfolipid, di mana ekor karbohidrat sterol pada C17 berinteraksi dengan rantai
asil lemak hidrofobik, sementara gugus hidroksil sterol berikatan dengan kepala
fosfolipid yang bersifat hidrofilik (Socaciu et al., 2000; Sodt et al., 2015;
Zhao et al., 2015; Giulimondi et al., 2019).
Kolesterol
memainkan peran vital dalam komposisi liposom dan merupakan salah satu komponen
struktural paling penting dalam membran plasma sel mamalia. Studi telah membuktikan
bahwa fluiditas dan permeabilitas vesikel buatan sangat dipengaruhi oleh
kolesterol melalui pembentukan ikatan hidrogen dengan asam lemak, yang pada
akhirnya meningkatkan kohesi dan kekuatan mekanis. Kolesterol adalah pengatur
kritis dinamika bilayer lipid dan sangat penting bagi fungsi sel yang normal.
Pengurangan permeabilitas pasif terhadap molekul kecil merupakan hasil
interaksi kolesterol dengan fosfolipid membran, yang meningkatkan kohesi
membran. Berdasarkan studi eksperimental, penambahan kolesterol pada bilayer
liposom dapat mencegah pertukaran lipid, yang dapat dianggap sebagai efek
stabilisasi tambahan (Sun et al., 2007; Ricci et al., 2016; Trucillo et al.,
2017).
Hubungan
antara Kolesterol dan Suhu Transisi
Faktor penting lainnya
dalam pengaturan bilayer liposom adalah tingkat kejenuhan fosfolipid dan
panjang rantai hidrokarbonnya. Kehadiran sterol seperti kolesterol,
β-sitosterol, dan sterol tanaman lainnya dapat menyebabkan hilangnya puncak
suhu pre-transisi. Dilaporkan bahwa suhu transisi dari fase gel ke fase
kristalin cair (Tm) menurun dengan penambahan sterol. Dapat dikatakan bahwa
orientasi kolesterol dalam bilayer lipid memiliki pengaruh menentukan terhadap
pengurangan akumulasi gugus kepala fosfolipid. Pada suhu transisi rendah (low
Tm), kolesterol menyebabkan kristalisasi rantai hidrokarbon menjadi fase gel
yang kaku. Sebaliknya, pada suhu transisi tinggi (high Tm), molekul kolesterol
yang kaku dapat membatasi pergerakan rantai hidrokarbon. Dengan meningkatnya
konsentrasi sterol, terjadi penurunan entalpi dalam transisi fase utama (Silva
et al., 2011; Wu et al., 2012; Ricci et al., 2016).
Sebagai contoh, dalam
kasus molekul fosfatidilkolin (PC), dilaporkan bahwa kolesterol dengan
konsentrasi lebih dari 25% menyebabkan terbentuknya fase cair-teratur, yang
penting untuk mobilitas komponen membran. Hal ini menunjukkan bahwa kolesterol
dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat kebebasan posisi dan konformasi
molekul fosfolipid. Sebaliknya, pada konsentrasi kolesterol yang rendah (<10%),
efeknya terhadap bilayer fosfolipid sangat berbeda; hanya terjadi sedikit
penurunan pada suhu transisi utama (Tm). Ini berarti bahwa pada konsentrasi
rendah, kolesterol tidak dapat mengganggu keteraturan kristalin, maupun
sepenuhnya menginduksi rantai asil ke dalam fase cair. Oleh karena itu,
kolesterol berperan sebagai molekul surfaktan yang menyebabkan pembentukan
domain lipid, sehingga meningkatkan heterogenitas dinamika membran (Trandum et
al., 2000; Pinilla et al., 2020).
Peran
Kolesterol dalam Retensi Obat dan Modulasi Susunan Fosfolipid
Kandungan kolesterol
memiliki peran penting dalam retensi obat karena memengaruhi kepadatan susunan
fosfolipid, yang pada akhirnya mengurangi permeabilitas bilayer terhadap
pelarut non-elektrolit dan dielektrik (Dos Santos et al., 2002; Johnston et
al., 2007). Diperkirakan bahwa dalam lingkungan biologis, mekanisme utama yang
mendasari fenomena ini adalah pertukaran fosfolipid dan lipoprotein densitas
tinggi pada liposom dengan kadar kolesterol rendah atau tanpa kolesterol.
Sebaliknya, dalam liposom yang mengandung kolesterol, mobilitas fosfolipid
menjadi terbatas, yang mencegah hilangnya lipoprotein (Kunzelmann-Marche et
al., 2002; Liu dan Krieger, 2002; López-Revuelta et al., 2006).
Kandungan kolesterol
dapat memodulasi susunan fosfolipid, fluiditas membran, dan muatan permukaan
liposom, yang pada gilirannya memengaruhi ukuran partikel, efisiensi
enkapsulasi, dan morfologi akhir liposom (Zhao et al., 2015; Ohvo-Rekilä et
al., 2002). Studi menunjukkan bahwa kolesterol sebagai molekul non-ionik
memiliki efek menarik pada potensial zeta, terutama dalam meningkatkan
potensial zeta tertinggi pada liposom kationik. Mekanisme yang diusulkan
bergantung pada transisi struktur membran dan keadaan pengisian molekuler dalam
meningkatkan muatan liposom kationik akibat keberadaan kolesterol. Kolesterol
dapat menginduksi transisi fase dari keadaan kristalin menjadi fase
cair-teratur (LO) (Lv et al., 2006; Aramaki et al., 2016).
Peningkatan kandungan
kolesterol dalam membran liposom dapat meningkatkan ukuran rata-rata liposom.
Karena sifat hidrofobiknya, struktur kolesterol dapat dengan mudah berinteraksi
dengan rantai asil fosfolipid melalui ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik.
Struktur cincin kolesterol yang relatif kaku berperan dalam menstabilkan
susunan rantai lurus panjang asam lemak jenuh melalui interaksi van der Waals
(Lee et al., 2005).
Peran Liposom
yang Mengandung Kolesterol dalam Stabilitas Plasma
Kolesterol memiliki
pengaruh yang sangat signifikan terhadap stabilitas struktural liposom dalam
plasma (Gambar 4). Kolesterol dapat mengurangi interaksi liposom dengan
berbagai protein, sehingga membuatnya kurang rentan terhadap fosfolipase,
mengurangi kehilangan fosfolipid oleh lipoprotein densitas tinggi, mengubah
aktivitas enzim membran, menghambat pencernaan oleh makrofag, serta menghambat
fusi dengan jenis sel tertentu. Dengan mengubah beberapa karakteristik liposom
melalui modifikasi komposisi, terutama melalui penambahan kolesterol,
pembersihan darah dan distribusi jaringan dari liposom yang disuntikkan secara
intravena dapat diprediksi.
Modifikasi liposom
dengan kolesterol memiliki efek penghambatan terhadap penyerapan oleh sistem
retikuloendotelial. Modifikasi ini mengurangi interaksi liposom dengan berbagai
protein dan kemungkinan juga dengan komponen serum, yang dapat memengaruhi
penyerapan liposom oleh jaringan (D’Avanzo et al., 2011; Johnstone et al.,
2001; Moghimi dan Patel, 2002). Produk liposomal berbasis kolesterol disajikan
dalam Tabel 7.
GAMBAR 4.
Persiapan Liposom dan Peran Kolesterol dalam
Stabilitasnya
TABEL 7. Produk Liposomal Berbasis Kolesterol.
|
Senyawa Obat
|
Komposisi
|
Tujuan Penggunaan Kolesterol
|
|
Vitamin E (Samuni et al., 2000)
|
EPC + PUFA + kolesterol
|
1- Meningkatkan waktu penyimpanan
dengan mengurangi perubahan fisik dan kimia:
|
|
|
a- Mengurangi hidrasi bilayer lipid
|
|
|
b- Menurunkan tingkat oksidasi
|
|
5(6)Karboksifluorescein
(CF) (Liang et al., 2007)
|
DPPC + kolesterol
|
1- Meningkatkan stabilitas fisik dan
mengurangi deformasi liposom
|
|
Epirubisin (Wang et al., 2010)
|
CHCS + fosfatidilkolin + kolesterol
|
1- Stabilitas fisik
|
|
|
2- Pelepasan obat
|
|
Doksorubisin (Zhao et al., 2007)
|
mPEG-DSPE + HSPC + kolesterol
|
1- Menghambat agregasi melalui
penghalang sterik
|
|
|
2- Memperpanjang sirkulasi darah
dalam tubuh
|
|
CF (Abu-Dahab et al., 2001)
|
DPPC + LC-Biotin-DPPE + kolesterol
|
1- Meningkatkan stabilitas
|
|
Paklitaksel (Yang et al., 2007)
|
SPC + EPC + PE + DSPC + DPPC + HPC +
kolesterol
|
1- Meningkatkan stabilitas
fisikokimia
|
|
Vinorelbin (Semple et al., 2005)
|
SM + kolesterol
|
1- Meningkatkan retensi obat
|
|
|
2- Memperpanjang waktu sirkulasi
plasma
|
|
|
3- Meningkatkan aktivitas terapeutik
|
|
Kurkumin (Chen et al., 2009)
|
DMPC + DMPG + kolesterol
|
1- Meningkatkan bioavailabilitas dan
efektivitas liposom yang mengandung obat
|
|
Vincristine (Liang et al., 2008)
|
PC + OQCMC + kolesterol
|
1- Bentuk fisik yang baik
|
|
|
2- Stabilitas termal
|
|
|
4- Efektivitas tinggi dalam
enkapsulasi obat
|
|
Tenofovir (Xu et al., 2011)
|
DMPC + DPPC + DSPC + DPTAP +
kolesterol
|
1- Mengurangi permeabilitas membran
|
|
Amfoterisin
B (Matsuoka dan Murata, 2002)
|
POPC + EPC + FCCP + kolesterol
|
1- Mencegah pembentukan saluran ion
dalam fase kristalin membran cair
|
|
|
|
2- Menghambat permeabilitas membran
yang diinduksi oleh AmB
|
|
Minoksidil
(Mx) (López-Pinto et al., 2005)
|
α-DPPC + kolesterol
|
1- Meningkatkan persentase obat yang
terperangkap akibat efek stabilisasi kolesterol dalam bilayer lipid
|
|
|
2- Meningkatkan ukuran partikel
rata-rata
|
|
|
3- Menghilangkan puncak suhu
transisi fase (Tc) DPPC sehingga meningkatkan rentang keadaan gel vesikel
|
|
|
4- Mencegah pengenceran parsial
bilayer
|
|
|
5- Mengurangi permeabilitas dan
membuatnya lebih kaku
|
|
CLX
(celecoxib) (Deniz et al.,
2010)
|
DSPC + kolesterol
|
1- Menurunkan suhu transisi fase
(Tm)
|
|
|
2- Efisiensi enkapsulasi, pemuatan,
dan pelepasan CLX berkurang dengan meningkatnya kandungan kolesterol
|
|
|
3- Meningkatkan retensi obat
|
|
Asetazolamid (Hathout et al., 2007)
|
PC + kolesterol + SA + DP
|
1- Meningkatkan pemuatan obat
|
|
|
|
2- Meningkatkan stabilitas fisik
|
|
|
|
3- Meningkatkan retensi obat
|
|
Silymarin (El-Samaligy et al., 2006b)
|
Lesitin kedelai + SA + DP +
kolesterol
|
1- Penambahan kolesterol melebihi
batas tertentu menyebabkan penurunan efisiensi enkapsulasi
|
|
Dithranol (Agarwal et al., 2001)
|
Fosfatidilkolin + DCP + kolesterol
|
1- Meningkatkan efisiensi penjebakan
dithranol
|
|
Siprofloksasin (Hosny, 2010)
|
PC + kolesterol
|
1- Efisiensi enkapsulasi optimal
dengan meningkatkan kandungan kolesterol dalam jumlah tertentu
|
|
|
|
2- Memperpanjang pelepasan obat
|
|
|
|
3- Agen yang membantu mengontrol
pelepasan obat
|
Catatan:
CF, karboksifluorescein; CLX, celecoxib; EPC, etanolamin fosfatidilkolin;
PUFA, asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids); DPPC,
dipalmitoil fosfatidilkolin; PEG-DSPE,
distearoil-sn-glisero-3-fosfoetanolamin-polietilen glikol; HSPC,
fosfatidilkolin kedelai terhidrogenasi (hydrogenated soybean
phosphatidylcholine); LC-Biotin-DPPE,
N((biotinil)amino)heksanoil-dipalmitoil-l-α-fosfatidiletanolamin; SPC,
sfingosil fosforilkolin; PE, fosfatidiletanolamin; DSPC, distearoil
L-3-fosfatidilkolin; HPC, fosfatidilkolin kedelai terhidrogenasi; SM,
sfingomielin; DMPC, dimiristoilfosfatidilkolin; DMPG,
dimiristoilfosfatidilgliserol; PC, fosfatidilkolin; OQCMC, kitosan
karboksimetil tersier kuartener oktadesil; DPTAP, 1,2-dipalmitoil-3-trimetilamonium-propane;
POPC, 1-palmitoil-2-oleoil-sn-glisero-3-fosfokolin; EPC, fosfatidilkolin kuning
telur (egg yolk phosphatidylcholine); FCCP, karbonil
sianida-p-trifluorometoksifenil hidrazon; α-DPPC, α-dipalmitoilfosfatidilkolin;
SA, stearilamina; DP, diketil fosfat; DCP, diketil fosfat.
Konsentrasi Kolesterol Optimum
untuk Stabilitas Liposom
Pentingnya kolesterol dalam stabilitas liposom telah dijelaskan sebelumnya
dan ditampilkan secara skematis pada Gambar 3. Namun, konsentrasi kolesterol
yang optimal untuk mendapatkan formulasi yang sesuai belum sepenuhnya dikaji.
Untuk mencapai stabilitas dan pengaturan pelepasan obat yang optimal, pengujian
rasio lipid terhadap kolesterol dalam berbagai penelitian dapat memberikan
wawasan yang berguna. Dalam pembuatan liposom, beberapa jenis fosfolipid
dicampur dengan berbagai rasio molar kolesterol.
Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa jumlah maksimum kolesterol yang
dapat diintegrasikan ke dalam bilayer yang direkonstruksi diperkirakan sekitar
50 mol%. Rasio yang paling umum digunakan adalah 2:1 (misalnya, dua bagian
lipid dan satu bagian kolesterol) atau 1:1. Namun, alasan utama penggunaan
rasio ini masih belum sepenuhnya dipahami (Marsh, 2001; Liang et al., 2007;
Briuglia et al., 2015).
Mekanisme utama interaksi liposom dengan sel berdasarkan studi in vitro
dan in vivo dirangkum sebagai berikut:
1.Interaksi spesifik dengan komponen permukaan sel, seperti ikatan
elektrostatik dan interaksi non-spesifik, termasuk ikatan hidrofobik lemah.
2.Endositosis oleh sel-sel sistem retikuloendotelial (reticuloendothelial
system atau RES), termasuk neutrofil dan makrofag.
3.Integrasi dengan membran sel plasma melalui penyertaan bilayer lipid
liposom ke dalam membran plasma (Akbarzadeh et al., 2013).
Penyesuaian kadar kolesterol dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh
dalam mengendalikan stabilitas liposom. Faktor ini dapat menjadi kunci dalam
perancangan liposom untuk aplikasi praktis dalam sistem biologis, baik in
vivo maupun in vitro (Epstein et al., 2008). Liposom komersial yang
paling penting disajikan dalam Tabel 8.
TABEL 8. Liposom komersial berbasis
kolesterol.
|
Nama
Komersial
|
Komposisi
|
Jenis Obat
|
Aplikasi
|
|
LADR (small-sized liposomal Adriamycin) (Chen et al.,
2005)
|
Kolesterol + fosfatidilkolin kuning
telur
|
Doksorubisin HCl
|
Anti-kanker
|
|
AmBisome (Dynarowicz-Łątka et al., 2003)
|
HSPC + DSPG + kolesterol
|
Amfoterisin B
|
Anti-jamur
|
|
Doxil®/Caelyx® (Wibroe et al., 2016)
|
HSPC + kolesterol + DSPE-PEG2.000
|
Doksorubisin
|
Anti-kanker
|
|
Myocet™ (Collier et al., 2017)
|
EPC + kolesterol
|
Doksorubisin konjugasi sitrat
|
Anti-kanker
|
|
Marqibo® (Silverman dan Deitcher, 2013)
|
Sfingomielin + kolesterol
|
Vincristin sulfat
|
Anti-kanker
|
|
Abelcet® (Husain et al., 2010)
|
DMPC + DMPG
|
Amfoterisin B
|
Anti-jamur
|
|
DaunoXome® (Lowis et al., 2006)
|
DSPC + kolesterol
|
Daunorubisin
|
Anti-kanker
|
|
Depocyt® (Phuphanich et al., 2007; Crommelin et al.,
2020)
|
Kolesterol + triolein + DOPC + DPPG
|
Sitarabin
|
Anti-kanker
|
|
Lipo-dox (Huang et al., 2018; Weng et al., 2019)
|
DSPC + kolesterol + PEG 2000-DSPE
|
Doksorubisin
|
Anti-kanker
|
|
Visudyne (Barnes et al., 2010; Jain et al., 2016;
Rizvi et al., 2019)
|
EPG + DMPC
|
Verteporfin
|
PDT (Photodynamic Therapy)
|
|
DepoDur (Peravali et al., 2014)
|
Kolesterol + triolein + DOPC + DPPG
|
Morfin sulfat
|
Pengendalian dan manajemen nyeri
|
Uji Klinis
Tidak seperti sebagian
besar nanopartikel lainnya yang menghadapi tantangan serius untuk memasuki
klinik karena berbagai alasan, termasuk masalah keamanan, liposom telah
diterima dengan baik di dunia medis. Obat berbasis liposom pertama yang
disetujui adalah Doxil® (Anselmo dan Mitragotri, 2015; Bulbake et al., 2017;
Singh et al., 2020), yaitu formulasi doksorubisin berbasis liposom yang telah
mendapatkan persetujuan FDA pada tahun 1995 untuk pasar Amerika Serikat guna
mengobati kanker ovarium dan sarkoma Kaposi terkait AIDS. Selanjutnya, berbagai
obat berbasis liposom lainnya telah dikomersialisasikan, seperti DaunoXome®
untuk penghantaran daunorubisin, yang disetujui pada tahun 1996 untuk menangani
sarkoma Kaposi terkait HIV stadium lanjut (Khadke et al., 2020).
Saat ini, banyak upaya
sedang dilakukan untuk mengembangkan formulasi lipid agar dapat digunakan dalam
berbagai bidang medis. Untuk meneliti studi klinis terkait struktur berbasis
liposom, istilah “liposom” telah ditelusuri dalam basis data PubMed yang
mencakup berbagai penelitian klinis selama tahun terakhir. Dalam sebuah studi,
efek formulasi amfoterisin B liposomal sebagai agen anti-jamur diteliti pada
pasien dengan keganasan hematologi yang mengalami neutropenia dan demam
persisten (Yoshida et al., 2020). Karena infeksi jamur setelah kemoterapi pada
pasien neutropenia dianggap sebagai komplikasi yang serius dan penggunaan obat
anti-jamur konvensional sangat toksik, maka eliminasi komplikasi yang mengancam
jiwa ini sangat penting. Penggunaan amfoterisin B liposomal dengan konsentrasi
3 mg/kg/hari pada pasien dibandingkan dengan itrakonazol menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan antara amfoterisin B liposomal dan itrakonazol dalam hal
efektivitas dan keamanan terapi anti-jamur pada pasien dengan keganasan
hematologi (Yoshida et al., 2020).
Senyawa liposomal
diketahui sangat efektif dalam pengobatan kanker. Baru-baru ini, sistem
liposomal lain telah diajukan untuk pengobatan leukemia mieloid akut, di mana
liposom Vyxeos dalam uji klinis fase III telah diteliti. Sistem liposomal ini
terdiri dari dua inhibitor topoisomerase II yang berbeda, yaitu daunorubisin
dan sitarabin, yang masing-masing terkandung dalam jumlah 1 mg dan 0,44 mg
dalam setiap satuan formulasi liposom. Studi ini dilakukan pada pasien lanjut
usia dengan leukemia mieloid akut yang belum pernah diobati, di mana tingkat
kelangsungan hidup yang lebih tinggi ditemukan pada pasien yang menjalani
terapi dengan formulasi liposomal dibandingkan dengan kemoterapi standar,
meskipun beberapa efek samping telah dilaporkan akibat penggunaan formulasi ini
(Tzogani et al., 2020).
KESIMPULAN
Masalah kesehatan dan
medis selalu menjadi salah satu bidang utama yang menarik perhatian para
ilmuwan. Penerapan metode baru untuk menyelesaikan masalah medis memerlukan
pengenalan bahan dan alat yang baru serta lebih efektif guna menjawab berbagai
pertanyaan dan tantangan yang terkait. Liposom telah banyak diteliti sejak
diperkenalkan, dan potensinya dalam bidang biomedis telah terbukti dengan baik.
Sifat unik liposom, termasuk biokompatibilitas, biodegradabilitas, sifat
amfifilik, toksisitas rendah, sifat non-ionik, pelepasan obat yang terkontrol,
dan penargetan aktif, menjadikannya salah satu nanopartikel yang paling banyak
digunakan. Saat ini, nanopartikel yang paling banyak dikomersialisasikan dalam
bidang penghantaran obat dan kosmetik adalah liposom. Namun, liposom masih
memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diatasi untuk penggunaan klinis dan
farmasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sejak Doxil® diperkenalkan
pada tahun 1995, banyak upaya telah dilakukan untuk membawa nanomaterial
serbaguna ini ke dalam dunia klinik. Akan tetapi, strukturnya masih perlu
dioptimalkan guna mengurangi beberapa komplikasi. Salah satu pendekatan untuk
meningkatkan efisiensi liposom, khususnya dalam terapi kanker, adalah
penggunaan RGD yang dapat diintegrasikan ke permukaan liposom atau melalui
mekanisme perakitan sendiri (Cheng dan Ji, 2019). Strategi ini telah diajukan
untuk mengurangi efek samping obat liposomal, seperti reaksi infus akut dan
sindrom tangan-kaki (HFS), yang terkadang terjadi dalam uji klinis. Oleh karena
itu, studi di masa depan harus mencakup prosedur baru untuk mengatasi masalah
keamanan ini (He dan Tang, 2018; Cheng dan Ji, 2019). Karena kombinasi yang
bervariasi dari liposom dapat menghasilkan sifat unik dan khas, berbagai usulan
menarik telah diajukan dalam bidang sistem penghantaran obat yang inovatif,
seperti transportasi langsung obat dari hidung ke otak menggunakan formulasi
liposom berbasis bahan DTE dan DTP (Hong et al., 2019).
Namun, salah satu
tantangan paling krusial yang dihadapi liposom adalah ketidakstabilan fisik dan
kimianya. Berbagai faktor seperti kondisi lingkungan, metode produksi,
karakteristik komponen, jenis lipid, serta keberadaan atau ketiadaan kolesterol
mempengaruhi stabilitas liposom. Kebutuhan yang mendesak untuk mengembangkan
liposom dengan stabilitas tinggi sangat berdampak pada aplikasinya di dunia
klinis. Kolesterol telah terbukti meningkatkan stabilitas liposom melalui
berbagai mekanisme, termasuk peningkatan waktu retensi, modulasi kemasan
fosfolipid, peningkatan suhu transisi fase (Tm), dan stabilitas dalam plasma.
Namun, jumlah optimal kolesterol masih belum teridentifikasi. Penelitian masa
depan di bidang ini harus berfokus pada prinsip menemukan jumlah kolesterol
yang optimal dalam produksi liposom. Kolesterol juga diketahui tetap
mempertahankan fluiditas membran saat konsentrasinya meningkat maupun menurun.
Oleh karena itu, jumlah kolesterol serta jenis konstituen liposom memerlukan
penelitian lebih lanjut. Dalam konteks ini, simulasi dan studi komputasional
dapat memberikan kontribusi yang sangat berharga. Hashemzadeh et al. (2020a)
telah meneliti efek DSPC dan DPSM terhadap stabilitas liposom melalui studi
simulasi, yang mengungkapkan bahwa DSPC mempertahankan bentuk strukturnya
karena struktur geometrik silindris dan ukuran kepala molekul yang kecil,
sementara DPSM menyebabkan liposom bertransformasi menjadi struktur misel
karena desain geometrik berbentuk kerucut dengan ukuran kepala molekul yang
lebih besar. Studi serupa mengenai efek kolesterol terhadap stabilitas liposom
melalui investigasi simulasi sangat diperlukan.
SUMBER:
Pooria Nakhaei, Ria Margiana, Dmitry O Bokov, Walid Kamal Abdelbasset, Mohammad
Amin Jadidi Kouhbanani, Rajender S Varma, Faroogh Marofi, Mostafa Jarahian, Nasrin
Baheshtkhoo. 2023. Liposomes:
Structure, Biomedical Applications, and Stability Parameters With Emphasis on Cholesterol.
Front Bioeng Biotechnol. 2021. Sep 9;9:705886. doi: 10.3389/fbioe.2021.705886