Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Peraturan dan Perundang-undangan. Show all posts
Showing posts with label Peraturan dan Perundang-undangan. Show all posts

Wednesday, 7 July 2021

Sertifikat Veteriner



Sertifikat Veteriner Lalu lintas hewan, produk hewan, dan media pembawa penyakit hewan lainnya antar kabupaten/kota atau provinsi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia


Aktivitas Penyediaan Sertifikat Elektronik dan Layanan Yang Menggunakan Sertifikat Elektronik

 

1. Ruang Lingkup 

Standar ini mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha untuk Lalu Lintas Hewan, Produk Hewan, dan Media Pembawa Penyakit Hewan Lainnya Antar kabupaten/Kota atau Provinsi Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia mencakup persyaratan penerbitan, tata cara penerbitan, dan kewajiban pelaku usaha.


2. Istilah dan Definisi

1. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya.

2. Hewan, produk hewan, dan media pembawa penyakit hewan lainnya yang selanjutnya disebut HPM adalah semua hewan, produk hewan, dan media pembawa penyakit hewan lainnya selain hewan air.

3. Wilayah adalah suatu lokasi dapat berupa kabupaten/kota, provinsi, atau beberapa provinsi.

4. Kawasan adalah pulau, zona, kompartemen, unit konservasi, dan tempat terisolasi dengan batas-batas buatan dan/atau alami yang diberlakukan tindakan pengamanan untuk melindungi Hewan dan lingkungan hidup dari Penyakit Hewan.

5. Lalu lintas adalah kegiatan melalulintaskan HPM antar kabupaten/kota, antar provinsi, atau Kawasan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan HPM dari kabupaten/kota ke kabupaten/kota lainnya, dari satu provinsi ke provinsi lain, atau dari satu Kawasan ke Kawasan lainnya.

7. Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan HPM dari satu kabupaten/kota ke kabupaten/kota lainnya atau dari satu provinsi ke provinsi lain, atau dari satu Kawasan ke Kawasan lainnya.

8. Penyakit Hewan Menular adalah penyakit yang ditularkan antara Hewan dan Hewan, Hewan dan manusia, serta Hewan dan media pembawa penyakit Hewan lain melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara mekanis seperti air, udara, tanah, Pakan, peralatan, dan manusia, atau melalui media perantara biologis seperti virus,bakteri, amuba, atau jamur.

9. Penyakit Hewan Menular Strategis adalah penyakit Hewan yang dapat menimbulkan angka kematian dan/atau angka kesakitan yang tinggi pada Hewan, dampak kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau bersifat zoonotik.

10.Otoritas Veteriner adalah kelembagaan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab dan memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan Kesehatan Hewan.

11.Dokter Hewan Berwenang adalah Dokter Hewan yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan jangkauan tugas pelayanannya dalam rangka penyelenggaraan Kesehatan Hewan.

12.Sertifikat Veteriner adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Otoritas Veteriner Provinsi atau Kabupaten/Kota yang menyatakan bahwa HPM telah memenuhi persyaratan daerah tujuan.

13.Dinas Daerah adalah satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya disingkat dengan SKPD provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi fungsi Peternakan dan kesehatan hewan.

14.Provinsi atau kabupaten/kota penerima adalah provinsi atau kabupaten/kota yang menerima pemasukan HPM.

15.Provinsi atau kabupaten/kota pengirim adalah provinsi atau kabupaten/kota yang mengeluarkan HPM.

16.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum serta yang melakukan kegiatan di bidang peternakan dan kesehatan hewan.

17.Hewan kebutuhan khusus adalah hewan yang membutuhkan perawatan, kesehatan, vitamin dan vaksin agar kualitas hidupnya tetap terjaga dan untuk menghindari dari berbagai macam penyakit.

18.Satwa Liar adalah semua binatang yang hidup di darat, air, dan/atau udara yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.

19.Hewan Laboratorium adalah hewan yang dipelihara khusus sebagai hewan percobaan, penelitian, pengujian, pengajaran, dan penghasil bahan biomedik ataupun dikembangkan menjadi hewan model untuk penyakit manusia.

20.Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.

21.Hewan Kesayangan adalah hewan yang dipelihara khusus sebagai hewan olah raga, kesenangan, dan/atau keindahan.

22.Hewan eksotik adalah hewan yang tidak lazim dipelihara oleh manusia sebagai hewan kesayangan.

23.Daerah Bebas adalah Wilayah atau Kawasan yang tidak pernah ditemukan adanya agen Penyakit Hewan menular/bebas historis atau yang semula terdapat kasus atau agen Penyakit Hewan menular dan setelah dilakukan pengamatan tidak ditemukan kasus atau agen Penyakit Hewan menular.

24.Daerah Terduga adalah Wilayah atau Kawasan yang masih berstatus bebas penyakit yang berbatasan langsung dengan daerah wabah tanpa dibatasi oleh batas alam seperti laut, sungai, gunung, kawasan hutan alam maupun daerah bebas lainnya yang mempunyai batas alam dengan frekuensi lalu lintas HPM tinggi dan berada di luar Wilayah kerja karantina.

25.Daerah Tertular adalah Wilayah atau Kawasan dengan situasi sporadis, endemis, kejadian luar biasa, atau wabah yang ditemukan kasus Penyakit Hewan menular tertentu pada populasi Hewan rentan.


3. Persyaratan Umum 

Setiap Orang yang mengajukan permohonan Sertifikat Veteriner Lalu Lintas HPM Antar Kabupaten/Kota atau Provinsi Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memenuhi persyaratan:

a. Surat Rekomendasi Pemasukan yang diterbitkan Pejabat Otoritas Veteriner kabupaten/kota penerima untuk HPM yang dilalulintaskan antar kabupaten/kota atau Kawasan dalam satu provinsi atau Surat Rekomendasi Pemasukan yang diterbitkan Pejabat Otoritas Veteriner provinsi penerima dan Surat Rekomendasi Pengeluaran yang diterbitkan Pejabat Otoritas Veteriner provinsi pengirim untuk HPM yang dilalulintaskan antar provinsi.

b. Rekomendasi Pengeluaran dari Provinsi didasarkan kepada Rekomendasi Pemasukan dari Provinsi Penerima.

c. Rekomendasi Pemasukan dan Rekomendasi Pengeluaran memuat informasi: - Nama pemohon - Alamat - Provinsi Asal - Kabupaten/Kota Asal - Kawasan Asal - Kabupaten/Kota Tujuan - Jenis HPM - Persyaratan Teknis Kesehatan Hewan Persyaratan Teknis Kesehatan Hewan Daerah Penerima diumumkan di website Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Provinsi

d. Rekomendasi Pemasukan atau Rekomendasi Pengeluaran berlaku selama tidak ada perubahan persyaratan teknis Kesehatan Hewan.

e. Sertifikat Veteriner memuat informasi: - Nama Pemilik - Alamat - Provinsi Asal - Kabupaten/Kota Asal - Kawasan Asal - Provinsi Tujuan - Kabupaten/Kota Tujuan - Kawasan Tujuan - Jenis HPM - Jumlah - Telah memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan daerah tujuan yang disesuaikan dengan Rekomendasi masukan dan Rekomendasi Pengeluaran Sertifikat Veteriner berlaku untuk 1 (satu) kali pengiriman atau 30 (tiga puluh) hari.


4. Persyaratan khusus 

Persyaratan kesehatan HPM diberikan berdasarkan:

1. pemeriksaan fisik; dan/atau Persyaratan Teknis Produk, Proses, dan/atau Jasa

2. hasil uji dari Laboratorium Veteriner yang terakreditasi atau yang ditetapkan oleh Menteri.

3. Status Daerah, dari:

a. Bebas ke Bebas, Tertular atau Terduga

b. Terduga ke Terduga atau Tertular

c. Tertular ke Tertular

d. Tertular ke bebas atau Terduga sepanjang dapat memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan berdasarkan kajian risiko dari Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten/Kota, Provinsi, Kesehatan Hewan, atau Kesehatan Masyarakat Veteriner.  Status dan situasi ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian dan didasarkan pada rekomendasi Pejabat Otoritas Veteriner Nasional. Status dan situasi tiap daerah dan Kawasan diumumkan melalui website Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Hasil uji Laboratorium Veteriner dikecualikan untuk:

a. HPM yang berasal dari Daerah Bebas penyakit hewan menular tertentu; dan/atau

b. Surat Rekomendasi Pemasukan yang tidak mempersyaratkan hasil uji laboratorium dalam persyaratan teknis kesehatan hewan.

Lalu lintas HPM dilarang apabila suatu Daerah Tertular dengan situasi wabah.

Pelarangan lalu lintas hanya untuk:

a. hewan rentan terhadap kejadian penyakit hewan;

b. produk hewan yang berpotensi menyebarkan penyakit;

c. media biologis yang rentan terhadap kejadian penyakit hewan; atau

d. media mekanis yang belum dilakukan desinfeksi

 

5. Sarana Lalu lintas HPM meliputi:

a. Pemasukan HPM ke kabupaten/kota penerima dari kabupaten/kota pengirim dalam satu provinsi;

b. Pemasukan HPM ke provinsi penerima dari provinsi pengirim;

c. Pengeluaran HPM dari provinsi pengirim; dan/atau

d. Pemasukan atau pengeluaran antar Kawasan dalam satu kabupaten/kota.


6. Penilaian Kesesuaian dan Pengawasan 

Penilaian kesesuaian 

Penilaian kesesuaian dilakukan melalui verifikasi terhadap pemenuhan atas persyaratan umum dan khusus oleh Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten/Kota atau Provinsi pengirim dan Kabupaten/Kota atau Provinsi penerima sesuai kewenanganya.

Pengawasan Pengawasan lalu lintas HPM dilakukan oleh:

a. dinas kabupaten/kota di dalam daerah kabupaten/kota;

b. dinas provinsi di perbatasan provinsi; dan/atau

c. dinas provinsi di dalam daerah provinsi. 

Pengawasan di perbatasan provinsi dilakukan di Pos Pemeriksaan Kesehatan Hewan (check point). Pengawasan dapat dilakukan di tempat peredaran, penyimpanan, dan/atau pemeliharaan hewan.

Pos Pemeriksaan Kesehatan Hewan harus:

a. dipimpin oleh Dokter Hewan atau Paramedik Veteriner; dan

b. dilengkapi dengan sarana prasarana. Sarana dan prasarana terdiri atas bangunan, tempat parkir, peralatan pemeriksaan fisik, dan tindakan biosekuriti.

Pengawasan dilakukan dengan pemeriksaan persyaratan:

a. dokumen; dan

b. pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan persyaratan dokumen meliputi:

a. Sertifikat Veteriner dan/atau surat keterangan hasil uji Laboratorium Veteriner;

b. Surat Rekomendasi Pemasukan dari Otoritas Veteriner provinsi penerima.

Selain pemeriksaan persyaratan dokumen, pemeriksaan dilakukan terhadap:

a. keaslian dan kesesuaian Sertifikat Veteriner dengan surat keterangan hasil uji;

b. keaslian dan kesesuaian Sertifikat Veteriner dengan Surat Rekomendasi Pemasukan dari provinsi penerima; dan

c. kesesuaian Sertifikat Veteriner dengan fisik.


Pemeriksaan fisik dilakukan melalui pemeriksaan organoleptik. HPM dilakukan pemeriksaan persyaratan di Pos Pemeriksaan Kesehatan Hewan dengan ketentuan:

a. dimasukkan ke provinsi penerima dalam hal telah memenuhi persyaratan dengan menerbitkan Surat Pelepasan;

b. ditahan paling lama 14 (empat belas) hari dalam hal belum memenuhi persyaratan dengan menerbitkan surat penahanan.

c. Ditolak atau dimusnahkan dalam hal tidak memenuhi persyaratan dengan menerbitkan surat penolakan atau pemusnahan

Biaya pemeliharaan selama masa penahanan, penolakan dan pemusnahan dibebankan kepada pemilik HPM. HPM yang dilalulintaskan melewati provinsi yang bukan provinsi penerima tidak dilakukan pengawasan sepanjang tidak dilakukan bongkar muat. Penerbitan persyaratan umum, persyaratan khusus atau persyaratan teknis produk, proses, dan/atau jasa, penilaian kesesuaian dan pengawasan dilaksanakan secara daring dengan menggunakan ISIKHNAS.

 

Sumber:

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 15 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pertanian

Saturday, 13 February 2021

Pedoman Penyusunan Naskah Akademik


Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-undangan

 

I. SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK JUDUL NASKAH AKADEMIK

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. IDENTIFIKASI MASALAH

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN

D. METODE PENELITIAN

BAB II ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM PENYUSUNAN NORMA

BAB III MATERI MUATAN RUU DAN KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF

BAB IV PENUTUP

LAMPIRAN KONSEP AWAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG

 

II. PENJELASAN SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK

JUDUL NASKAH AKADEMIK Memuat jenis dan nama peraturan perundang-undangan

 

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemikiran mengenai alasan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis, yang mendasari pentingnya materi hukum yang bersangkutan segera diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 

1. Landasan Filosofis

Memuat pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

 

2. Landasan Yuridis

Memuat suatu tinjauan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan judul Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada dan masih berlaku (hukum positif). Yang termasuk dalam peraturan perundang-undangan pada landasan yuridis adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

 

3. Landasan Sosiologis

Memuat suatu tinjauan terhadap gejala-gejala sosial-ekonomi-politik yang berkembang di masyarakat yang mendorong perlu dibuatnya Naskah Akademik. Landasan/alasan sosiologis sebaiknya juga memuat analisis kecenderungan sosiologis-futuristik tentang sejauh mana tingkah laku sosial itu sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan hukum nasional yang ingin dicapai.

 

B. Identifikasi Masalah

Memuat permasalahan apa saja yang akan dituangkan dalam ruang lingkup naskah akademik. Identifikasi masalah ini diperlukan untuk mengarahkan agar penelitian/kajian Naskah Akademik ini dapat menjelaskan urgensi perlunya disusun Naskah Akademik peraturan perundang-undangan tersebut.

Identifikasi masalah dapat dirumuskan dalam bentuk pointer-pointer pertanyaan atau deskripsi secara umum yang mencerminkan permasalahan yang mana harus diatasi dengan norma-norma dalam suatu peraturan perundangundangan.

 

C. Tujuan dan Kegunaan

Uraian tentang maksud/tujuan dan kegunaan penyusunan naskah akademik.

1. Tujuan Memuat sasaran utama (tujuan) dibuatnya Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan, yakni sebagai landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, yang memberikan arah, dan menetapkan ruang lingkup bagi penyusunan peraturan perundang-undangan.

 

2. Kegunaan Memuat pernyataan tentang manfaat disusunnya

Naskah Akademik tersebut, yakni selain untuk bahan masukan bagi pembuat Rancangan Peraturan Perundang-undangan juga dapat berguna bagi pihakpihak yang berkepentingan. Contoh: Menjadi dokumen resmi yang menyatu dengan konsep Rancangan Undang-Undang yang akan dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam penyusunan prioritas Prolegnas (untuk suatu Naskah Akademik RUU).

 

D. Metode Penelitian

Uraian tentang metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian sebagai bahan penunjang penyusunan naskah akademik. Metode ini terdiri dari metode pendekatan dan metode analisis data. Metode penelitan di bidang hukum dilakukan melalui pendekatan Yuridis Normatif maupun Yuridis Empiris dengan menggunakan data sekunder maupun data primer.

1.  Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder, baik yang berupa perundang-undangan maupun hasil-hasil penelitian, hasil pengkajian dan referensi lainnya.

2.  Sedangkan pendekatan Yuridis Empiris dapat dilakukan dengan menelaah data primer yang diperoleh/dikumpulkan langsung dari masyarakat. Data primer dapat diperoleh dengan cara: pengamatan (observasi), diskusi (Focus Group Discussion), wawancara, mendengar pendapat narasumber atau para ahli, menyebarkan kuestioner dan sebagainya.

3.  Pada umumnya metode penelitian pada Naskah Akademik menggunakan pendekatan yuridis normatif yang utamanya menggunakan data sekunder, yang dianalisis secara kualitatif. Namun demikian, data primer juga sangat diperlukan sebagai penunjang dan untuk mengkonfirmasi data sekunder.

 

BAB II ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM PENYUSUNAN NORMA

Memuat elaborasi berbagai teori, gagasan, pendapat ahli dan konsepsi yang digunakan sebagai pisau analisis dalam menentukan asas-asas (baik hukum maupun non hukum) yang akan dipakai dalam peraturan perundangundangan. Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek bidang kehidupan terkait dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian.

 

BAB III MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF

Berisi materi muatan yang akan diatur dalam Peraturan Perundang-undangan dan kajian/analisis keterkaitan materi dimaksud dengan hukum positif, sehingga Peraturan Perundang-undangan yang dibuat tidak tumpang tindih dengan hukum positif.

 

A. Kajian/analisis tentang keterkaitan dengan hukum positif terkait dapat disajikan dalam bentuk matriks atau secara deskriptif, dalam rangka mengharmonisasikan dengan hukum positif yang telah ada, sehingga tidak tumpang tindih.

 

B. Materi muatan Peraturan Perundang-undangan di antaranya mencakup:

1. Ketentuan Umum 

Memuat rumusan akademik mengenai batasan pengertian/definisi beserta alternatifnya, singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan.

2. Ketentuan Asas dan Tujuan 

Rumusan akademik mengenai pasal-pasal mengenai asas dan tujuan. (sebagaimana yang telah dielaborasi pada BAB II).

3. Materi Pengaturan 

Berisi rumusan-rumusan akademik materi muatan peraturan perundang-undangan yang perlu diatur serta pemikiran-pemikiran normanya yang dikemukakan secara alternatif bila dimungkinkan. Penyajian rumusan-rumusan akademik disusun secara sistematik dalam bab-bab sesuai dengan kelompok substansi yang akan diatur.

4. Ketentuan Sanksi (bila diperlukan) 

Memuat rumusan akademik mengenai ketentuan sanksi administratif, perdata, pidana, sesuai dengan sifat pelanggaran atau kejahatan dalam masing-masing bab substansi.

 

5. Ketentuan Peralihan (bila diperlukan)

Bab ketentuan peralihan ini diperlukan apabila materi hukum tersebut telah pernah diatur sebelumnya dan kemudian diatur kembali. Ketentuan peralihan dapat memuat pokok pemikiran antara lain yang menyangkut:

- Penerapan peraturan perundang-undangan baru terhadap keadaan yang terdapat pada waktu peraturan perundang-undangan mulai berlaku.

- Bagaimana seharusnya pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang baru itu.

- Kemungkinan adanya penyimpangan. Aturan khusus bagi keadaan hubungan yang sudah ada pada saat mulai berlakunya peraturan yang baru.

- dan sebagainya.

 

6. Ketentuan Penutup

Ketentuan Penutup dapat memuat rumusan norma beserta alternatifnya, yang antara lain mengenai:

- Penunjukan organ atau alat perlengkapan yang melaksanakan undang-undang.

- Nama singkat undang-undang.

- Status peraturan perundang-undangan yang sudah ada.

- Saat mulai berlakunya undang-undang tersebut.

- Ketentuan tentang pengaruh undang-undang yang baru terhadap undang-undang yang lain.

- Kedudukan peraturan perundang-undangan yang pernah berlaku dan mengatur materi yang sama.

Wednesday, 25 November 2020

PP No. 11 Th 2017 Manajemen PNS

 

Pengenalan Awal Tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah aturan pelaksanaan ketentuan Pasal 17, Pasal 18 ayat (4), Pasal 19 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 57, Pasal 67, Pasal 68 ayat (7), Pasal 74, Pasal 78, Pasal 81, Pasal 85, Pasal 86 ayat (4), Pasal 89, Pasal 91 ayat (6), Pasal 92 ayat (4), dan Pasal 125 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
 
Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
 
Manajemen PNS dalam PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil diantaranya berisi ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, serta perlindungan.
 
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 30 Maret 2017 di Jakarta oleh Presiden Joko Widodo. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil mulai berlaku pada tanggal 7 April 2017 setelah diundangkan oleh Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta.
 
PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63. Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS
Mencabut
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil mencabut:

1.Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri sepanjang mengenai ketentuan yang berkaitan dengan PNS (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2797);

2.Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3059);

3.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3093);

4.Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang Daftar Urutan Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3138);

5.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 51);

6.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121);

7.Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki Jabatan Rangkap (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3697) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki Jabatan Rangkap (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 121, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4560);

8.Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4015), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4322);

9.Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4192);

10.Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4017), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4193);

11.Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4018), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4194);

12.Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019);1

3.Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2001 tentang Pengalihan Status Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Menjadi Pegawai Negeri Sipil Untuk Menduduki Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4085), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2001 tentang Pengalihan Status Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Menjadi Pegawai Negeri Sipil untuk Menduduki Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5095);

14.Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 164); dan

15.Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang Mencapai Batas Usia Pensiun bagi Pejabat Fungsional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58),
 
Latar Belakang
Pertimbangan yang menjadi latar belakang penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS adalah bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17, Pasal 18 ayat (4), Pasal 19 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 57, Pasal 67, Pasal 68 ayat (7), Pasal 74, Pasal 78, Pasal 81, Pasal 85, Pasal 86 ayat (4), Pasal 89, Pasal 91 ayat (6), Pasal 92 ayat (4), dan Pasal 125 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
 
Dasar Hukum
Dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah:
  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); Penjelasan Umum PP Manajemen PNS
 
Dalam rangka penyelenggaraan Manajemen ASN yang berdasarkan Sistem Merit, maka diperlukan pengaturan Manajemen PNS. Pengaturan Manajemen PNS bertujuan untuk menghasilkan PNS yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu.
 
Penyelenggaraan Manajemen PNS dilaksanakan oleh Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN yang dapat mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada PPK.
 
Dalam penyelenggaraan Manajemen PNS, Presiden atau PPK mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS serta pembinaan Manajemen PNS di Instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
Kewenangan pembinaan Manajemen PNS dapat didelegasikan kepada PyB dalam pelaksanaan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
Dalam rangka menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen PNS diperlukan sistem informasi pengembangan kompetensi, sistem informasi pelatihan, sistem informasi manajemen karier, dan sistem informasi manajemen pemberhentian dan pensiun, yang merupakan bagian yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.
 
Manajemen PNS dalam Peraturan Pemerintah ini berisi ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, serta perlindungan.

Thursday, 18 February 2016

Regulasi Keswan dan Kesmavet di Indonesia



Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/PERMENTAN/PK.320/12/2015 Tahun 2015

PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN 

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 108/PERMENTAN/PD.410/9/2014 TENTANG PEMASUKAN SAPI BAKALAN, SAPI INDUKAN, DAN SAPI SIAP POTONG KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 139/PERMENTAN/PD.410/12/2014 TENTANG PEMASUKAN KARKAS, DAGING, DAN/ATAU OLAHANNYA KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 

PEMASUKAN SAPI BAKALAN, SAPI INDUKAN, DAN SAPI SIAP POTONG KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN 

TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN UNGGAS 

TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM PUSAT VETERINARIA FARMA PADA KEMENTERIAN PERTANIAN 

KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN 

PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF 

PENGHENTIAN PEMASUKAN UNGGAS DAN PRODUK UNGGAS DARI NEGARA JEPANG DAN KOREA SELATAN KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

PEMASUKAN HEWAN BABI DAN PRODUKNYA KE DALAM WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR 

PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 

PEDOMAN PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER 

PEDOMAN PELAYANAN PUSAT KESEHATAN HEWAN 

PEDOMAN KLASIFIKASI LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER 

PEDOMAN BERLABORATORIUM VETERINER YANG BAIK (GOOD VETERINARY LABORATORY PRACTICE)

PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS 

PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL 

PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN