Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Satwa Liar. Show all posts
Showing posts with label Satwa Liar. Show all posts

Friday, 17 March 2023

Konservasi Badak dengan Teknologi Modern

Konservasi Badak di Indonesia dengan Teknologi Modern

Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), juga dikenal sebagai badak sumatera, badak berbulu atau badak bercula dua Asia, adalah anggota langka dari famili Rhinocerotidae dan salah satu dari lima spesies badak yang masih ada. Ini adalah satu-satunya spesies yang masih ada dari genus Dicerorhinus.  Badak Sumatera pernah mendiami hutan hujan, rawa, dan hutan huja di India, Bhutan, Bangladesh, Myanmar, Laos, Thailand, Malaysia, india, dan Cina barat daya, khususnya di Sichuan. Sekarang terancam punah, dengan hanya lima populasi besar di alam liar: empat di Sumatera dan satu di Kalimantan, dengan perkiraan total populasi kurang dari 80 individu dewasa.  Maka dari itu penting melakukan konservasi badak di Indonesia dengan metode yang efektif.

 

Pentingnya program konservasi badak di Indonedia

Program konservasi badak di Indonesia sangat penting karena badak merupakan salah satu spesies langka yang terancam punah di Indonesia dan di seluruh dunia. Badak merupakan bagian penting dari ekosistem dan memiliki peran ekologis yang besar dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Selain itu, badak juga memiliki nilai penting dalam budaya dan pariwisata di Indonesia.

 

Tanpa upaya konservasi yang serius, populasi badak dapat terus menurun dan bahkan mengalami kepunahan. Kepunahan badak juga akan berdampak pada keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati di Indonesia dan di seluruh dunia.

 

Program konservasi badak di Indonesia bertujuan untuk melindungi, memelihara, dan memulihkan populasi badak di habitat aslinya, serta memastikan keberlanjutan spesies ini di masa depan. Upaya konservasi meliputi pengawasan, pemantauan, perlindungan, dan pengelolaan habitat badak, serta penangkaran dan reintroduksi individu-individu badak yang telah terlatih untuk hidup di alam liar.

 

Selain itu, program konservasi badak juga penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga keberlangsungan populasi badak dan keanekaragaman hayati secara keseluruhan. Program ini juga memberikan peluang untuk pengembangan ekonomi dan pariwisata yang berkelanjutan di sekitar habitat badak, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

 

Berikut diperkenalkan beberapa metode yang bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa alat dan metode, yaitu: (1) Teknologi RFID; (2) Drone; (3) Teknologi DNA; (4) Teknologi Satelit; (5) Artificial Intelligence (AI).

 

1.    TEKNOLOGI RFID

Radio Frequency Identification (RFID) adalah teknologi yang dapat digunakan untuk memantau dan melacak gerakan badak. RFID dapat ditanamkan pada tubuh badak dengan mudah dan memberikan informasi tentang lokasi badak, pergerakan dan perilakunya. Dengan teknologi ini, peneliti dapat mengumpulkan data tentang kesehatan, makanan, dan perilaku badak, serta membantu pengawasan dan deteksi perburuan liar.

 

Berikut adalah cara penggunaan RFID pada hewan liar termasuk Badak.

 

Pemasangan tag RFID

Tag RFID biasanya dipasangkan pada bagian tubuh hewan yang mudah diakses, seperti telinga, leher, atau kaki. Tag RFID memiliki ukuran yang kecil dan ringan, sehingga tidak akan mengganggu hewan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

 

Pembacaan data tag RFID

Setelah tag RFID dipasang, data yang terkait dengan hewan dapat diambil dengan menggunakan alat pembaca RFID. Alat pembaca RFID memancarkan gelombang radio untuk membaca tag RFID dan mengambil data yang terkait dengan hewan. Data yang diambil dapat berupa informasi tentang lokasi, kesehatan, dan perilaku hewan.

 

Pemantauan hewan

Dengan data yang diperoleh dari tag RFID, peneliti dapat memantau pergerakan hewan dan mempelajari perilaku dan kebiasaan hewan. Data ini juga dapat membantu pengawasan dan deteksi perburuan liar atau aktivitas manusia di sekitar habitat hewan.

 

Analisis data

Data yang diperoleh dari tag RFID dapat diolah dan dianalisis untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang kesehatan, makanan, dan perilaku hewan. Data ini dapat digunakan untuk mengembangkan strategi konservasi yang lebih efektif dan efisien.

 

Dengan penggunaan teknologi RFID, konservasi hewan liar dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Namun, penggunaan teknologi ini harus dilakukan dengan bijak dan disertai dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah dampak yang merugikan pada hewan liar.

 

Proses penggunaan RFID reader

 

Persiapan perangkat

Pastikan bahwa perangkat RFID reader telah terhubung dengan komputer atau sistem pengolahan data yang akan digunakan untuk memproses informasi dari tag RFID. Pastikan juga bahwa baterai pada RFID reader telah terisi penuh atau tersambung ke sumber daya listrik yang memadai.

 

Posisikan RFID reader

Tempatkan RFID reader pada posisi yang strategis dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pastikan bahwa RFID reader berada dalam jangkauan tag RFID yang akan dibaca, dan pastikan bahwa sinyal radio dapat mencapai tag RFID dengan baik.

 

Aktifkan RFID reader

Nyalakan RFID reader dengan menekan tombol power atau menghubungkan sumber daya listrik. Tunggu hingga RFID reader siap digunakan.

 

Membaca tag RFID

Untuk membaca tag RFID, dekatkan tag RFID pada antena RFID reader. RFID reader akan mengirimkan sinyal radio ke tag RFID, dan tag RFID akan memproses sinyal tersebut dan mengirimkan informasi kembali ke RFID reader. Informasi yang diterima oleh RFID reader dapat ditampilkan pada layar komputer atau sistem pengolahan data.

 

Mengolah data

Setelah mendapatkan informasi dari tag RFID, data dapat diolah dan dianalisis menggunakan perangkat lunak yang terhubung ke sistem pengolahan data. Informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk tujuan yang beragam, seperti pengelolaan inventaris, pemantauan lokasi atau aktivitas, atau identifikasi individu pada populasi hewan.

 

Matikan RFID reader

Setelah selesai menggunakan RFID reader, pastikan untuk mematikannya agar tidak menguras daya baterai atau listrik. Simpan RFID reader dengan aman dan sesuai dengan instruksi produsen.

Penting untuk selalu mengikuti petunjuk dan instruksi produsen dalam penggunaan RFID reader untuk memastikan bahwa perangkat berfungsi dengan optimal dan aman.

 

2.    PENGGUNAAN DRONE

Penggunaan drone dapat membantu konservasi badak dengan mengawasi badak di habitatnya. Dengan memasang kamera pada drone, dapat mengambil foto dan video dari jarak jauh, yang dapat membantu mengidentifikasi perburuan liar atau aktivitas manusia di sekitar habitat badak. Selain itu, teknologi ini juga dapat membantu menghitung jumlah populasi badak dengan lebih akurat.

 

Penggunaan drone dapat menjadi salah satu cara yang efektif untuk memantau badak dalam rangka konservasi. Berikut adalah beberapa cara penggunaan drone untuk memantau badak:

 

Pengamatan visual

Drone dilengkapi dengan kamera yang dapat mengambil gambar dan video dari udara, sehingga dapat digunakan untuk memantau pergerakan badak di habitatnya. Drone dapat mengambil gambar dari berbagai sudut yang sulit dijangkau oleh manusia, sehingga memungkinkan peneliti untuk memperoleh data yang lebih akurat dan lengkap.

 

Pemetaan habitat

Drone juga dapat digunakan untuk memetakan habitat badak, sehingga memungkinkan peneliti untuk memperoleh informasi tentang wilayah habitat dan perilaku badak. Pemetaan ini dapat membantu dalam perencanaan strategi konservasi yang lebih efektif dan efisien.

 

Deteksi perburuan liar

Dengan memasang kamera pada drone, dapat mengidentifikasi perburuan liar atau aktivitas manusia di sekitar habitat badak. Hal ini dapat membantu pengawasan dan deteksi perburuan liar, sehingga memungkinkan penegakan hukum yang lebih efektif.

 

Estimasi populasi

Drone dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah populasi badak dengan lebih akurat. Dengan menggunakan gambar dan video yang diambil oleh drone, teknologi pemrosesan citra dapat digunakan untuk menghitung jumlah badak dan memperkirakan perkembangan populasi badak di masa depan.

 

Penggunaan drone untuk memantau badak dapat menjadi alternatif yang efektif dalam rangka konservasi badak. Namun, penggunaan drone juga harus dilakukan dengan bijak dan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk meminimalkan dampak negatif pada lingkungan dan hewan.

 

3.    PENGGUNAAN DNA

DNA dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis badak, dan juga dapat membantu menentukan populasi badak di daerah tertentu. Teknologi PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat digunakan untuk memperoleh DNA dari sampel kotoran atau rambut yang ditemukan di lapangan.

 

Untuk konservasi badak

DNA dapat digunakan dalam rangka konservasi badak untuk memperoleh informasi tentang keragaman genetik dan memperkuat populasi badak yang terancam punah. Ada beberapa cara penggunaan DNA dalam konservasi badak:

Identifikasi individu

DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu badak secara unik. Sampel DNA dapat diambil dari rambut, kulit, atau kotoran badak untuk mengidentifikasi individu dan memperkirakan ukuran populasi badak. Hal ini dapat membantu dalam pengembangan strategi konservasi yang lebih efektif.

Pemetaan keragaman genetik

Analisis DNA dapat digunakan untuk memetakan keragaman genetik pada populasi badak yang terancam punah. Informasi ini dapat membantu dalam perencanaan strategi konservasi yang lebih efektif, seperti pemilihan individu untuk program pemuliaan dan menghindari perkawinan saudara (in breeding) yang dapat mempengaruhi keragaman genetik.

Identifikasi spesies

DNA juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies badak, terutama pada kasus di mana terdapat kemiripan antara spesies badak. Informasi ini dapat membantu dalam pengembangan strategi konservasi yang lebih efektif dan akurat.

Program pemuliaan

Analisis DNA dapat digunakan untuk mengembangkan program pemuliaan yang efektif dan efisien untuk memperkuat populasi badak yang terancam punah. Program pemuliaan dapat dilakukan dengan memilih pasangan yang paling cocok berdasarkan analisis DNA, sehingga dapat mengurangi risiko penyakit atau kelainan genetik pada keturunan badak.

Dengan menggunakan teknologi DNA, konservasi badak dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Namun, penggunaan teknologi ini harus dilakukan dengan bijak dan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk meminimalkan dampak negatif pada lingkungan dan hewan.

4.    TEKNOLOGI SATELIT

Teknologi satelit dapat digunakan untuk memantau pergerakan badak dan membantu mengawasi perburuan liar. Teknologi satelit dapat memberikan informasi tentang keadaan cuaca, iklim, dan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan badak. Selain itu, teknologi ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan lokasi badak yang terancam karena perburuan liar.

Teknologi satelit untuk konservasi

Teknologi satelit dapat menjadi alat yang sangat berguna untuk konservasi badak, terutama dalam memantau dan melacak populasi badak di habitat alaminya. Beberapa cara untuk menggunakan teknologi satelit untuk konservasi badak:

Pelacakan Badak

Teknologi satelit dapat digunakan untuk melacak pergerakan badak di habitat alaminya. Dengan melengkapi badak dengan alat pelacakan satelit seperti GPS atau VHF, ahli konservasi dapat memantau pergerakan badak dalam waktu nyata dan memahami lebih baik pola perilaku mereka. Dengan informasi ini, dapat ditemukan strategi terbaik untuk melindungi badak dari ancaman pemburu atau perusak habitat.

Pemantauan Habitat

Teknologi satelit juga dapat digunakan untuk memantau perubahan di habitat badak. Dengan mengambil citra satelit dan mengolahnya, ahli konservasi dapat melihat perubahan dalam tutupan vegetasi, penggunaan lahan, dan perubahan cuaca yang mungkin memengaruhi populasi badak.

Sistem Penginderaan Jauh

Teknologi satelit juga dapat digunakan untuk mendapatkan data dari sistem penginderaan jauh seperti satelit RADAR atau satelit optik yang dapat mengambil citra resolusi tinggi. Dengan menggabungkan data ini dengan informasi pelacakan dan pemantauan habitat, ahli konservasi dapat memahami lebih baik perubahan dalam lingkungan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan keselamatan badak.

Analisis Data

Teknologi satelit juga dapat digunakan untuk menganalisis data populasi badak. Dengan mengumpulkan data melalui pemantauan dan pelacakan, ahli konservasi dapat menganalisis populasi badak dengan menggunakan teknik matematika dan statistik untuk memprediksi kemungkinan perkembangan populasi badak ke depannya.

Dalam semua hal ini, kolaborasi dengan berbagai pihak dan perusahaan teknologi satelit menjadi penting. Dengan kolaborasi ini, dapat ditemukan teknologi satelit yang paling efektif dan efisien untuk konservasi badak, serta mengumpulkan data dan informasi penting yang dibutuhkan.

5.    PENGGUNAAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI)

Teknologi AI dapat digunakan untuk membantu identifikasi badak melalui pengolahan gambar dan analisis data. Teknologi AI dapat mempelajari pola dan ciri-ciri khusus dari badak, sehingga dapat membedakan spesies badak yang berbeda dan memperkirakan jumlah populasi badak dengan lebih akurat.

Dengan memanfaatkan teknologi terbaru, konservasi badak dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien. Namun, teknologi ini harus digunakan dengan bijak dan disertai dengan pengawasan yang ketat agar tidak membahayakan kelestarian badak itu sendiri.

Artogicial intelligence untuk konservasi

Artificial Intelligence (AI) dapat digunakan dalam berbagai cara untuk membantu konservasi badak

Identifikasi dan Pemantauan

AI dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau populasi badak melalui pengolahan gambar dan data dari drone atau kamera yang dipasang di alam liar. Dengan mengidentifikasi badak secara akurat dan memantau pergerakan mereka, para penjaga taman nasional dapat memberikan perlindungan dan perawatan yang tepat untuk membantu menjaga populasi badak tetap stabil.

Deteksi Perburuan dan Pencurian

AI dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan melacak aktivitas perburuan dan pencurian badak. Dalam banyak kasus, perburuan dan pencurian terjadi di malam hari, tetapi dengan menggunakan AI dan kamera yang sensitif terhadap gerakan, para penjaga dapat dengan cepat mendeteksi aktivitas tersebut dan mengambil tindakan yang diperlukan.

Prediksi Pergerakan

AI dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan badak di area tertentu, yang dapat membantu para penjaga untuk mengambil tindakan yang proaktif untuk menjaga keamanan mereka. Dengan memprediksi pergerakan badak, para penjaga dapat mengambil tindakan untuk menghalangi jalur pergerakan mereka ke daerah yang lebih berbahaya, seperti daerah di mana perburuan dan pencurian sering terjadi.

Peningkatan Pendidikan dan Kesadaran

AI dapat digunakan untuk meningkatkan pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya konservasi badak. Dengan menggunakan teknologi interaktif dan visualisasi data, AI dapat membantu masyarakat untuk memahami pentingnya menjaga populasi badak tetap stabil dan pentingnya menjaga alam liar tetap terjaga.

Secara keseluruhan, penggunaan AI dalam konservasi badak dapat membantu para penjaga untuk melindungi badak dengan lebih efektif dan membantu masyarakat memahami pentingnya konservasi dan perlindungan spesies yang terancam punah.

Tuesday, 10 November 2020

Luwak Jawa


Luwak Jawa (Herpestes javanicus) atau luwak India kecil merupakan spesies luwak asli Asia Selatan dan Tenggara yang juga telah diperkenalkan ke banyak wilayah di dunia.

 

TAKSONOMI

Ichneumon javanicus adalah nama ilmiah yang diusulkan oleh Ã‰tienne Geoffroy Saint-Hilaire pada tahun 1818. [2] Pada abad ke-19 dan ke-20, beberapa spesimen zoologi dideskripsikan, yang sekarang dianggap sinonim :

·Mangusta auropunctata oleh Brian Houghton Hodgson pada tahun 1836 adalah spesimen yang dikoleksi di Nepal tengah. [3]

·Herpestes exilis oleh Paul Gervais pada tahun 1841 adalah spesimen dari Tourane di Vietnam . [4]

·Pallipes Mangusta oleh Edward Blyth pada tahun 1845 adalah luwak yang diamati di Kandahar , Afghanistan. [5]

·Rubifron Mungos oleh Joel Asaph Allen pada tahun 1909 adalah delapan spesimen dewasa yang dikumpulkan di sekitar Gunung Wuzhi di Pulau Hainan , Cina. [6]

·Mungos exilis semenanjunge oleh Ernst Schwarz pada tahun 1910 adalah kulit dan tengkorak luwak yang dikumpulkan di Bangkok. [7]

· Mungos siamensis oleh Cecil Boden Kloss pada tahun 1917 adalah kulit luwak betina dewasa yang dikumpulkan di bagian utara Thailand. [8]

· Herpestes palustris oleh RK Ghose pada tahun 1965 adalah luwak jantan dewasa yang dikumpulkan di rawa di pinggiran timur Kolkata , India. [9]

 

Saat ini, subspesies luwak Jawa berikut ini dikenali:

·       H. j. javanicus.dll

·       H. j. auropunctatus

·       H. j. exilis

·       H. j. orientalis

·       H. j. pallipes

·       H. j. palustris ( luwak Bengal )

·       H. j. semenanjung

·       H. j. perakensis

·       H. j. rafflesii

·       H. j. rubrifrons.dll

·       H. j. siamensis

·       H. j. tjerapai


FILOGENI

Analisis DNA mitokondria mengungkapkan bahwa kelompok subspesies luwak Jawa di Asia Tenggara berbeda secara genetik dari luwak Jawa yang berada jauh di barat. Sungai Salween di Myanmar mungkin merupakan penghalang antara kedua kelompok tersebut. [10]

 

Tubuhnya ramping dan kepalanya memanjang dengan moncong lancip. Panjang kepala dan badan adalah 509–671 milimeter (20,0–26,4 inci). Telinganya pendek. Kakinya memiliki lima jari kaki dan cakar yang panjang. Jenis kelamin berbeda dalam ukuran, pria memiliki kepala lebih lebar dan tubuh lebih besar. [11]

Luwak Jawa dapat dibedakan dari luwak abu-abu India simpatrik ( H. edwardsii ) dengan ukurannya yang agak lebih kecil. Itu lebih besar di timur jangkauannya, di mana luwak abu-abu India tidak muncul, dan menunjukkan dimorfisme seksual yang lebih kuat, dengan jantan lebih besar dari betina. [12]

 

DISTRIBUSI DAN HABITAT

Luwak Jawa berasal dari utara Timur Tengah , Asia Selatan dan Tenggara , dan telah diperkenalkan ke Hawaii , Bahama , Kuba , Kroasia , Jamaika , Hispaniola , Puerto Rico , Antillen Kecil , Belize , Honduras , Panama , Trinidad dan Tobago , Kolombia , Suriname , Venezuela , Guyana , dan Pulau Mafia . [13] Ia hidup dalam keanekaragaman habitat yang luas. [14]

 

HAWAI

Pada tahun 1800-an, perkebunan tebu melonjak di banyak pulau tropis, termasuk Hawaii , Fiji , dan Jamaika . Tikus datang dengan tebu, tertarik pada tanaman manis, yang menyebabkan kerusakan dan kerugian panen. Upaya dilakukan untuk memperkenalkan luwak di Trinidad pada tahun 1870 untuk mengendalikan tikus, tetapi ini gagal. [15] Percobaan berikutnya dengan empat jantan dan lima betina dari Calcutta , bagaimanapun, menetapkan spesies tersebut di Jamaika pada tahun 1872. Sebuah makalah yang diterbitkan oleh WB Espeut yang memuji hasil tersebut membuat penasaran pemilik perkebunan Hawaii, yang, pada tahun 1883, membawa 72 luwak dari Jamaika ke Pantai Hamakua di Pulau Besar . Ini dibesarkan dan keturunan mereka dikirim ke perkebunan di pulau lain. [16]

 

Catatan dari industri gula pada awal abad ke-20 menyatakan bahwa luwak introduksi efektif dalam mengurangi jumlah tikus, tikus, dan serangga. [17] Namun, musang telah merusak burung asli, yang berevolusi tanpa adanya predator mamalia, serta memangsa telur penyu yang terancam punah. [18]

Hanya pulau Lana'i dan Kaua'i yang dianggap bebas dari luwak. Ada dua cerita yang saling bertentangan tentang mengapa Kaua'i diampuni. Yang pertama adalah bahwa penduduk Kaua'i menentang keberadaan hewan di pulau itu, dan ketika kapal yang membawa keturunannya mencapai Kaua'i, hewan-hewan itu dibuang ke laut dan ditenggelamkan. Cerita kedua menceritakan bahwa ketika tiba di Kaua'i, salah satu luwak menggigit pekerja pelabuhan, yang, karena marah, melemparkan hewan yang dikurung ke pelabuhan untuk ditenggelamkan. [19]

 

KARIBIA

Mulai tahun 1870, luwak Jawa diintroduksi ke Jamaika , Kuba , Hispaniola , dan St. Croix , untuk memangsa tikus hitam ( Rattus rattus ) yang menggerus industri tebu. Alasan lain diperkenalkannya luwak adalah untuk mengurangi ular di ladang tebu. Meskipun berhasil mengurangi kerusakan tebu dari tikus, [20] [21] pengenalan tersebut berdampak negatif pada reptil dan hewan lainnya. Iguana hijau ( Iguana iguana , juga diyakini sebagai spesies pendatang ) telah sangat berkurang jumlahnya, dan kadal tanah Ameiva polops disingkirkan dari pulau St. Croix sebelum 1962 (tetapi tidak dari Protestan Cay , Green Cay , Ruth Cay , dan Pulau Buck ). Burung yang bersarang di darat mungkin juga terpengaruh, serta iguana batu dan mamalia asli wilayah tersebut, seperti hutias dan solenodon . [20]

 

OKINAWA

Luwak diperkenalkan ke Pulau Okinawa pada tahun 1910 dan Pulau Amami ÅŒshima pada tahun 1979 dalam upaya untuk mengendalikan populasi ular berbisa Protobothrops flavoviridis , spesies endemik , dan hama lainnya, tetapi mereka telah menjadi hama itu sendiri. [22] [23] [24]

 

PERILAKU DAN EKOLOGI

Luwak Jawa menggunakan sekitar 12 vokalisasi yang berbeda. [25] Itu sebagian besar soliter; laki-laki terkadang membentuk kelompok sosial dan berbagi liang. Betina hamil hingga 49 hari dan melahirkan anak 2-5 ekor. Laki-laki berpotensi menjadi dewasa secara seksual pada usia 4 bulan. butuh rujukan ]

Luwak jawa kebanyakan memakan serangga tetapi merupakan pemakan oportunistik dan akan memakan kepiting , katak , laba-laba , kalajengking , ular , mamalia kecil, burung dan telur . butuh rujukan ]

Luwak dapat membawa leptospirosis , [26] dan merupakan vektor rabies utama di Puerto Rico (meskipun insiden penularan ke manusia rendah). [27] Di Okinawa, luwak Jawa mungkin membawa strain E. coli yang kebal antibiotik. [28]

Dalam penelitian di mana perangkap digunakan dalam upaya untuk mengeluarkan luwak, ditemukan bahwa keberhasilan perangkap hampir nol selama hujan. [29]

 

GENETIKA

Populasi introduksi menunjukkan diversifikasi genetik karena penyimpangan dan isolasi populasi. [30] Populasi di pulau-pulau di seluruh dunia telah meningkat dalam ukuran dan dimorfisme seksual, menyerupai populasi di bagian timur wilayah jelajahnya di mana mereka tidak memiliki pesaing ekologis. [12]

 

SPESIES INVASIF

Introduksi luwak sangat berhasil dalam pengendalian tikus, [16] [17] [20] [21] tetapi luwak juga berburu reptil, [20] burung dan telur burung, mengancam banyak spesies pulau setempat.

Ia juga sangat berhasil mengenai tujuan keduanya dalam membasmi ular; Di banyak pulau Karibia tempat pelepasannya, ular asli telah punah dan sekarang hanya ada di pulau lepas pantai, setidaknya satu spesies dari St. Croix di Kepulauan Virgin sekarang telah punah. [31]

Pada tahun 2016, Komisi Eropa memasukkan luwak dalam daftar spesies asing invasif di UE. [32]

 

REFERENSI

1. Chutipong, W .; Duckworth, JW; Timmins, R .; Willcox, DHA & Ario, A. (2016). " Herpestes javanicus " . Daftar Merah Spesies Terancam IUCN . 2016 : e.T70203940A45207619.

2.  Geoffroy Saint-Hilaire, É. (1818). "De l'Ichneumon. Ichneumon pharaon " . Dalam Jomard, EF (ed.). Deskripsi de l'Égypte , ou, Recueil des observations et des recherches qui ont été faites en Égypte pendant l'éxpédition de l'armée française . Tome II. Paris: l'Imprimerie Royale. hlm. 137–144.

3. Hodgson, BH (1836). "Deskripsi sinoptis dari berbagai macam hewan baru, disebutkan dalam Katalog Mamalia Nipal" . Jurnal Asiatic Society of Bengal . 5 (52): 231 –238.

4.     Gervais, P. (1841). "Observations géologiques et anatomiques sur diverses espèces de Mammifères nouveaux ou peu connus" . Extraits des procès-verbaux des séances . 6 : 101 –103.

5.  Blyth, E. (1845). "Penambahan dan koreksi pada catatan kasar tentang Zoologi Candahar dan distrik tetangga oleh Thomas Hutton" . Jurnal Asiatic Society of Bengal . 15 (170): 169–170 .

6. Allen, JA (1909). "Catatan lebih lanjut tentang mamalia dari Pulau Hainan, Cina" (PDF) . Buletin Museum Sejarah Alam Amerika . 26 (17): 239–242.

7.  Schwarz, E. (1910). "Dua Viverridae Oriental baru" . Annals dan Majalah Sejarah Alam; Zoologi, Botani, dan Geologi . 8. 6 (32): 230 –232.

8.   Kloss, CB (1917). "On a new Mongoose from Siam" . Jurnal Masyarakat Sejarah Alam Siam . 2(3): 215 –217.

9.   Ghose, RK (1965). "Sebuah spesies baru luwak (Mammalia: Karnivora: Viverridae) dari Benggala Barat, India". Prosiding Zoological Society of Calcutta . 18 (2): 173–178.

10.  Patou, ML; Mclenachan, PA; Morley, CG; Couloux, A .; Jennings, AP & Veron, G. (2009). "Filogeni molekuler dari Herpestidae (Mammalia, Carnivora) dengan penekanan khusus pada Herpestes Asia" . Filogenetika Molekuler dan Evolusi . 53 (1): 69–80.

11.Nellis, DW (1989). " Herpestes auropunctatus . Spesies mamalia". Spesies Mamalia . 342 (342): 1–6. doi : 10.2307 / 3504091 . JSTOR 3504091 .

12.  Simberloff, D .; Dayan, T .; Jones, C .; Ogura, G. (2000). "Perpindahan karakter dan pelepasan pada luwak India kecil, Herpestes javanicus " (PDF) . Ekologi . 81 (8): 2086–2099. doi : 10.2307 / 177098 . JSTOR 177098 .

13. Long, JL (2003). Mamalia yang Diperkenalkan di Dunia: Sejarah, Distribusi, dan Pengaruhnya .Penerbitan Cabi. ISBN 9780851997483 .

14.  Hays, Warren ST, dan Sheila Conant. "Biologi dan dampak spesies invasif Pulau Pasifik. 1. Sebuah tinjauan global tentang efek luwak India kecil, Herpestes javanicus (Carnivora: Herpestidae)." Ilmu Pasifik 61.1 (2007): 3-16.

15. Hoagland, DB, GR Horst, dan CW Kilpatrick (1989) Biogeografi dan biologi populasi luwak di Hindia Barat. Halaman 611–634 di CA Woods, editor. Biogeografi Hindia Barat. Sand Hill Crane Press, Gainesville, Florida, AS.

16. Espeut, WB 1882. Tentang aklimatisasi luwak India di Jamaika. Prosiding Zoological Society of London 1882: 712–714.

17. Kim, Alice. "Mongooses di Koran Hawaii" . Universitas Hawai'i di Perpustakaan Manoa .Diakses tanggal 22 Desember 2015 .

18.  Luwak" . Dewan Spesies Invasif Hawaii . 2013-02-21 . Diakses tanggal 2020-04-20 .

Hawaiian Creatures - Small Asian Mongoose" . www.instanthawaii.com . Diakses tanggal 8 Mei 2018 .

19.  George A. Seaman; John E. Randall (1962). "Luwak sebagai Predator di Kepulauan Virgin".Jurnal Mamalia . 43 (4): 544–546. doi : 10.2307 / 1376922 . JSTOR 1376922 .

20. Roy, Sugoto (10 Januari 2020). " Herpestes auropunctatus (luwak India kecil)" . Ringkasan Spesies Invasif . CAB Internasional . Diakses tanggal 12 Februari 2020 .

21.  Luwak Asia Kecil yang diperkenalkan ke Pulau Okinawa dan Amami-Oshima: The Impact and Control Measure." Science Links Jepang . Diakses 15 Feb 2009.

22.  Fisher, Cindy. Marinir melindungi Kamp Gonsalves dari luwak yang mengganggu 9 Juli 2006 .Bintang dan Garis . Diakses 15 Feb 2009.

23.  Okinawanaturephotography.com

24. Mulligan, BE dan DW Nellis (1973) Sounds of the Mongoose Herpestes auropunctatus . J. Acoust. Soc. Saya. 54 (1): 320–320

25. Ishibashi Osamu; Ahagon Ayako; Nakamura Masaji; Morine Nobuya; Taira Katsuya; Ogura Go;Nakachi Manabu; Kawashima Yoshitsugu; Nakada Tadashi (2006) Distribusi Leptospira spp.tentang Luwak Asia Kecil dan Tikus Atap yang Menghuni Bagian Utara Pulau Okinawa. Jurnal Jepang Kebun Binatang dan Satwa Liar 11 (1): 35-41

26.  Distribusi varian virus rabies utama di antara mesocarnivora di Amerika Serikat dan Puerto Rico, 2008 hingga 2015" . 2017-07-06.

27.  Nakamura, I .; Obi, T .; Sakemi, Y. (2011). "Prevalensi Escherichia coli yang Tahan Antimikroba pada Dua Spesies Mamalia Asing Invasif di Jepang" . Jurnal Ilmu Kedokteran Hewan . 73 (8): 1067–1070. doi : 10.1292 / jvms.10-0525 . PMID 21467758 .

28. Nellis, DW, dan COR Everard. 1983. Biologi luwak di Karibia. Pejantan. Fauna Curacao Caribb Lainnya. Isl. 195: 1–162.

29.  Carl-Gustaf Thulin; Daniel Simberloff; Arijana Barun; Gary McCracken; Michel Pascal; M. Anwarul Islam (2006). "Divergensi genetik pada luwak India kecil ( Herpestes auropunctatus ), spesies invasif yang tersebar luas". Ekologi Molekuler . 15 (13): 3947–3956. doi : 10.1111 / j.1365-294X.2006.03084.x . PMID 17054495 .

30.  Henderson, Robert W .; Crother, Brian I. (Januari 1989). "Pola biogeografi predasi pada ular India Barat" . Dalam Woods, Charles A. (ed.). Biogeografi Hindia Barat: Dulu, Sekarang, dan Masa Depan . Gainesville: Sandhill Crane Press. hlm. 479–518. doi : 10.1016 / 0169-5347 (90) 90113-R . ISBN 1 877743 03 8 .

31.  Mengadopsi daftar spesies asing invasif yang menjadi perhatian Union sesuai dengan Peraturan (EU) No 1143/2014 dari Parlemen dan Dewan Eropa" (PDF) .

 

SUMBER:

https://en.wikipedia.org/wiki/Javan_mongoose