Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Emisi Gas Rumah Kaca. Show all posts
Showing posts with label Emisi Gas Rumah Kaca. Show all posts

Thursday, 25 September 2025

Apa itu CO2e (Setara CO2)?

 


CO2e, atau setara karbon dioksida, adalah satuan standar yang digunakan untuk mengukur dampak iklim dari berbagai gas rumah kaca. Meskipun karbon dioksida (CO2) adalah gas rumah kaca yang paling sering dirujuk, ia bukan satu-satunya yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Gas-gas lain, seperti metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O), memiliki potensi pemanasan yang jauh lebih tinggi daripada CO2, sehingga sulit untuk membandingkan dampaknya terhadap iklim. CO2e mengatasi hal ini dengan menyediakan cara untuk mengukur dampak berbagai gas rumah kaca menggunakan satu metrik yang dapat dibandingkan.

 

Baik Anda membaca laporan keberlanjutan perusahaan, menilai jejak karbon pribadi, atau meninjau target kebijakan iklim, Anda kemungkinan besar akan menemukan CO2e. Namun, bagaimana tepatnya CO2e dihitung, dan mengapa CO2e menjadi alat yang sangat penting dalam melawan perubahan iklim?

 

Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu CO2e, bagaimana cara menghitungnya, dan mengapa CO2e memainkan peran penting dalam pelaporan emisi dan upaya keberlanjutan. Apa itu CO2e?

 

CO2e, atau setara karbon dioksida, adalah metrik yang digunakan untuk menstandardisasi pengukuran emisi gas rumah kaca. Metrik ini menyediakan satuan umum yang memungkinkan berbagai gas dibandingkan berdasarkan potensi pemanasan global (GWP)-nya. Standardisasi ini memudahkan penilaian dampak iklim secara keseluruhan dari berbagai aktivitas, produk, atau bahkan keseluruhan organisasi.

 

Pada intinya, CO2e mencerminkan jumlah karbon dioksida (CO2) yang akan menciptakan tingkat pemanasan global yang sama dengan emisi gas rumah kaca yang diukur. Karena berbagai gas memiliki kemampuan memerangkap panas dan masa hidup atmosfer yang berbeda-beda, CO2e menyederhanakan perbedaan ini menjadi satu angka yang dapat dibandingkan.

 

Misalnya, metana (CH4) jauh lebih kuat daripada CO2 dalam jangka pendek, dengan GWP lebih dari 80 kali lebih tinggi selama periode 20 tahun. Dinitrogen oksida (N2O) juga jauh lebih kuat, dengan GWP sekitar 273 kali lebih besar selama satu abad. CO2e membantu menyeimbangkan variasi ini dengan mengubah emisi berbagai gas menjadi jumlah emisi CO2 yang setara. Dengan menggunakan CO2e, bisnis, pembuat kebijakan, dan individu dapat menilai dampak iklim dari aktivitas mereka secara lebih akurat, melacak kemajuan menuju tujuan keberlanjutan, dan membuat keputusan yang tepat mengenai strategi pengurangan emisi.

 

Mengapa CO2e dikembangkan?


CO2e dikembangkan untuk menjawab tantangan dalam membandingkan dampak iklim dari berbagai gas rumah kaca. Meskipun karbon dioksida (CO2) merupakan gas rumah kaca yang paling umum, gas-gas lain seperti metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) memiliki potensi pemanasan global (GWP) yang jauh lebih tinggi meskipun dipancarkan dalam jumlah yang lebih kecil. Tanpa sistem pengukuran yang terstandarisasi, akan sulit untuk menilai dampak iklim gabungan dari berbagai gas atau membandingkan emisi lintas industri dan wilayah.

 

Konsep CO2e diperkenalkan untuk menyederhanakan penghitungan iklim dengan menyatakan semua emisi gas rumah kaca menggunakan satu metrik yang sebanding berdasarkan potensi pemanasan globalnya. GWP suatu gas mengukur seberapa banyak panas yang terperangkap di atmosfer selama periode tertentu, biasanya 100 tahun, dibandingkan dengan karbon dioksida. Misalnya, metana memiliki GWP sekitar 80 selama 20 tahun, sementara karbon dioksida memiliki GWP 1, menjadikan CO2 sebagai dasar perbandingan.

 

CO2e memainkan peran penting dalam:


• Perjanjian iklim global: CO2e digunakan dalam kerangka kerja seperti Perjanjian Paris untuk menetapkan target pengurangan emisi bagi negara-negara.

• Pelaporan keberlanjutan: Perusahaan menggunakan CO2e untuk mengungkapkan jejak karbon mereka dan melacak kemajuan menuju tujuan pengurangan emisi.

• Kebijakan dan regulasi: Regulasi lingkungan sering menggunakan CO2e untuk menentukan persyaratan pelaporan dan ambang batas emisi.

“Dengan menyediakan cara standar untuk membandingkan emisi dari semua gas rumah kaca, CO2e telah menjadi alat dasar untuk aksi iklim, yang memungkinkan pelaporan, penetapan target, dan akuntabilitas yang lebih konsisten di seluruh sektor.”

 

Bagaimana CO2e dihitung?


CO2e dihitung dengan mengalikan kuantitas gas rumah kaca yang dipancarkan dengan potensi pemanasan globalnya (GWP). Rumus ini memungkinkan berbagai gas rumah kaca dinyatakan dalam dampak setaranya dibandingkan dengan karbon dioksida. Rumus dasar perhitungan CO2e:

CO2e = Jumlah GRK yang diemisikan (kg) × GWP gas

 

Apa itu Potensi Pemanasan Global (GWP)?


GWP adalah ukuran seberapa banyak panas yang terperangkap di atmosfer oleh gas rumah kaca dibandingkan dengan karbon dioksida selama periode waktu tertentu, biasanya 100 tahun. CO2 memiliki GWP 1, yang berfungsi sebagai nilai dasar, sementara gas-gas lain memiliki nilai yang lebih tinggi karena kemampuannya yang lebih besar dalam memerangkap panas. Contoh:

• Karbon dioksida (CO2) – GWP 1

• Metana (CH4) – GWP 28-80 (tergantung jangka waktunya)

• Dinitrogen oksida (N2O) – GWP 273

 

Contoh perhitungan CO2e:


Bayangkan sebuah perusahaan menghasilkan gas rumah kaca berikut:

• 1.000 kg CO2

• 100 kg metana (CH4)

• 50 kg dinitrogen oksida (N2O)

 

Langkah 1: Konversi setiap gas menggunakan GWP-nya (berdasarkan periode 100 tahun):

• CO2: 1.000 × 1 = 1,000 kg CO2e

• CH4: 100 × 28 = 2.800 kg CO2e

• N2O: 50 × 273 = 13.650 kg CO2e

 

Langkah 2: Jumlahkan hasilnya:

1.000 + 2.800 + 13.650 = 17.450 kg CO2e

Total ini mewakili dampak iklim gabungan dari semua gas yang dipancarkan, yang dinyatakan sebagai satu angka dalam CO2e.

 

Mengapa perhitungan CO2e yang akurat penting:


• Konsistensi: CO2e memastikan emisi dari berbagai gas dilaporkan secara konsisten.

• Keterbandingan: Perusahaan dan negara dapat membandingkan emisi menggunakan metrik standar.

• Transparansi: Memungkinkan penilaian dampak iklim dan penetapan target yang lebih jelas.

Dengan menstandardisasi cara pengukuran emisi, CO2e memudahkan bisnis dan pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi aktivitas mana yang memiliki dampak iklim terbesar dan di mana upaya pengurangan harus difokuskan.

 

CO2e dan berbagai gas rumah kaca


CO2e menyediakan cara terstandardisasi untuk membandingkan dampak iklim dari berbagai gas rumah kaca berdasarkan potensi pemanasan global (GWP)-nya. Meskipun karbon dioksida (CO2) adalah gas rumah kaca yang paling umum dipancarkan, ada gas lain yang berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global dan diperhitungkan dalam perhitungan CO2e.

 

Gas Rumah Kaca

Potensi Pemanasan Global (GWP)

Sumber Utama

Karbon dioksida (CO₂)

1 (acuan dasar)

Pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, industri

Metana (CH₄)

28–80

Pertanian (ternak), tempat pembuangan sampah, kebocoran gas

Dinitrogen oksida (N₂O)

273

Penggunaan pupuk, aktivitas industri, bahan bakar

Hidrofluorokarbon (HFCs)

Hingga 12.400

Pendinginan, AC

Perfluorokarbon (PFCs)

Hingga 12.200

Produksi aluminium, manufaktur semikonduktor

Sulfur heksafluorida (SF₆)

25.200

Isolasi listrik, pemrosesan magnesium

Nitrogen trifluorida (NF₃)

17.200

Manufaktur semikonduktor

 

Mengapa memasukkan beberapa gas dalam perhitungan CO2e?


Setiap gas rumah kaca bervariasi dalam kemampuannya memerangkap panas dan masa hidupnya di atmosfer. Misalnya:

• Metana memerangkap panas jauh lebih banyak daripada CO2 tetapi terurai lebih cepat.

• Gas terfluorinasi dapat bertahan selama ribuan tahun dengan potensi pemanasan ekstrem.

Dengan mengonversi semua gas rumah kaca menjadi satu angka CO2e, penilaian dampak iklim menjadi lebih konsisten dan sebanding, membantu bisnis dan pembuat kebijakan menetapkan target pengurangan yang lebih jelas dan melacak kemajuan.

 

Manfaat penghitungan CO2e


CO2e memainkan peran penting dalam mengukur dan mengelola emisi gas rumah kaca, menjadikannya landasan upaya aksi iklim global. Dengan menyediakan metrik standar, hal ini memungkinkan bisnis, pembuat kebijakan, dan individu untuk menilai dan membandingkan dampak iklim dari berbagai aktivitas, produk, dan industri secara lebih efektif.

 

Berikut alasan mengapa CO2e sangat penting:


• Konsistensi dalam pelaporan: CO2e menstandardisasi data emisi, memastikan konsistensi di seluruh industri dan wilayah. Keseragaman ini menyederhanakan perbandingan emisi dari berbagai sumber, baik itu penggunaan energi, manufaktur, maupun aktivitas rantai pasokan.

• Penyederhanaan data iklim yang kompleks: Gas rumah kaca berbeda dalam kemampuan memerangkap panas dan umur atmosfernya. CO2e menyederhanakan kompleksitas ini dengan mengonversi emisi menjadi angka tunggal berdasarkan potensi pemanasan global (GWP), sehingga data iklim lebih mudah diinterpretasikan.

• Pengambilan keputusan yang terinformasi: Dengan CO2e sebagai tolok ukur, perusahaan dan pemerintah dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi tentang strategi pengurangan emisi. Data ini memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi area berdampak tinggi, menetapkan target pengurangan, dan memantau kemajuan secara lebih efektif.

• Kepatuhan dan regulasi: Banyak kebijakan dan kerangka kerja iklim, termasuk Perjanjian Paris dan Inisiatif Target Berbasis Sains (SBTi), menggunakan CO2e untuk menentukan tujuan pengurangan dan persyaratan pelaporan. Perusahaan seringkali perlu mengungkapkan emisi CO2e mereka untuk mematuhi peraturan dan standar keberlanjutan.

• Akuntabilitas dan transparansi: Dengan menggunakan CO2e, bisnis dapat memberikan informasi yang lebih jelas kepada para pemangku kepentingan tentang dampak lingkungan mereka. Pelaporan yang transparan membangun kepercayaan dengan investor, pelanggan, dan regulator sekaligus menjaga akuntabilitas organisasi atas komitmen iklim mereka. • Melacak kemajuan iklim global: Dalam skala global, CO2e membantu negara-negara menilai kemajuan mereka menuju tujuan pengurangan emisi. CO2e memainkan peran fundamental dalam perjanjian iklim internasional, memungkinkan emisi global dilacak dan dibandingkan.

 

Keterbatasan CO2e

 

Meskipun CO2e merupakan metrik yang banyak digunakan untuk standarisasi emisi gas rumah kaca, CO2e memiliki beberapa keterbatasan yang dapat memengaruhi cara pengukuran dan pemahaman dampak iklim. Mengenali keterbatasan ini penting untuk memastikan data emisi digunakan secara bertanggung jawab dan diinterpretasikan secara akurat.

 

1. Penyederhanaan Dampak Iklim yang Berlebihan


CO2e menyederhanakan kompleksitas beberapa gas rumah kaca menjadi satu angka tunggal, yang terkadang dapat menyederhanakan dampak lingkungan yang sebenarnya. Gas yang berbeda berperilaku berbeda di atmosfer; beberapa memerangkap panas lebih efektif tetapi untuk durasi yang lebih pendek, sementara yang lain bertahan selama berabad-abad. Misalnya:

• Metana (CH4) sangat kuat dalam jangka pendek tetapi terurai lebih cepat daripada CO2.

• CO2 memiliki GWP yang lebih rendah tetapi tetap berada di atmosfer lebih lama.

Pengurangan menjadi satu metrik tunggal ini dapat mengaburkan rentang waktu dan dampak yang bervariasi dari berbagai gas.

 

2. Ketidakpastian dalam estimasi Potensi Pemanasan Global (GWP)


Nilai GWP yang digunakan dalam perhitungan CO2e didasarkan pada model ilmiah, yang dapat berubah seiring waktu seiring perkembangan ilmu iklim. Misalnya, GWP metana dapat berbeda tergantung pada apakah skala waktu 20 tahun atau 100 tahun digunakan, yang menyebabkan variasi dalam nilai CO2e yang dilaporkan.

 

3. Sensitivitas jangka waktu


Perhitungan CO2e biasanya didasarkan pada jangka waktu GWP 100 tahun, yang mungkin tidak secara akurat mencerminkan dampak iklim jangka pendek dari gas-gas kuat seperti metana. Hal ini dapat menyebabkan perkiraan yang terlalu rendah terhadap dampak langsung dari beberapa emisi, terutama di wilayah yang berfokus pada aksi iklim jangka pendek.

 

4. Potensi penyalahgunaan dalam klaim pengimbangan


CO2e sering digunakan dalam klaim pengimbangan karbon dan netralitas, yang dapat menyesatkan. Karena CO2e menggabungkan semua gas rumah kaca menjadi satu angka, perusahaan mungkin berfokus pada penyeimbangan emisi melalui pengimbangan alih-alih memprioritaskan pengurangan langsung. Akibatnya, beberapa strategi pengimbangan dapat memberikan kesan yang salah tentang kemajuan iklim.

 

5. Pengecualian dampak iklim non-GRK


CO2e hanya berfokus pada gas rumah kaca dan mengecualikan faktor-faktor lain yang berdampak pada iklim seperti perubahan penggunaan lahan, deforestasi, dan polusi aerosol, yang juga dapat memengaruhi suhu global.

 

Poin utama:


Meskipun CO2e merupakan alat yang berharga untuk menstandardisasi pelaporan emisi, alat ini harus digunakan bersamaan dengan penilaian iklim yang lebih komprehensif. Mengakui keterbatasannya membantu memastikan metrik tersebut mendukung pengurangan emisi yang sesungguhnya, alih-alih bertindak sebagai jalan pintas akuntansi iklim yang disederhanakan.

 

Bagaimana Greenly dapat membantu perusahaan Anda


Greenly menawarkan solusi manajemen karbon ahli untuk membantu bisnis mengukur, menganalisis, dan mengurangi emisi CO2e mereka secara akurat, mendukung masa depan yang lebih berkelanjutan. Layanan kami meliputi:

• Pelacakan emisi komprehensif: Platform kami memantau emisi Cakupan 1, 2, dan 3, memastikan bisnis memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang jejak karbon mereka.

• Penilaian Siklus Hidup (LCA): Kami melakukan LCA terperinci untuk menilai dampak CO2e dari produk dan layanan di sepanjang siklus hidupnya.

• Wawasan berbasis data: Perangkat lunak kami mengidentifikasi area dengan emisi tinggi dan memberikan rekomendasi berbasis data untuk strategi pengurangan.

• Dukungan dekarbonisasi: Kami membantu bisnis mengembangkan rencana aksi yang disesuaikan untuk mengurangi emisi, meningkatkan keberlanjutan rantai pasokan, dan menetapkan target pengurangan yang dapat dicapai yang selaras dengan tujuan berbasis sains.

• Kepatuhan regulasi: Greenly membantu perusahaan dalam menavigasi regulasi iklim yang kompleks dengan menyediakan pelaporan CO2e yang akurat dan pengungkapan keberlanjutan.

 

Dengan menawarkan data emisi yang transparan dan wawasan yang dapat ditindaklanjuti, Greenly memberdayakan bisnis untuk membuat keputusan yang tepat yang berkontribusi secara signifikan terhadap upaya keberlanjutan global. Hubungi kami hari ini untuk mengetahui lebih lanjut.

 

REFERENSI

1.Environmental Defence Fund, Methane: A crucial opportunity in the climate fight, https://www.edf.org/climate/methane-crucial-opportunity-climate-fight#:~:text=Methane%20is%20a%20potent%20greenhouse,warming%20in%20the%20near%20term

2.United States Environmental Protection Agency, Understanding Global Warming Potentials, https://www.epa.gov/ghgemissions/understanding-global-warming-potentials#:~:text=Nitrous%20Oxide%20(N2O,Sinks%20uses%20a%20different%20value.)

3.United States Environmental Protection Agency, Understanding Global Warming Potentials, https://www.epa.gov/ghgemissions/understanding-global-warming-potentials#:~:text=CO2%2C%20by%20definition%2C%20has,will%20last%20thousands%20of%20years.

4.Eurostat, Glossary:Carbon dioxide equivalent, https://ec.europa.eu/eurostat/statistics-explained/index.php?title=Glossary:Carbon_dioxide_equivalent

5.European Commission, Methane Emissions, https://energy.ec.europa.eu/topics/carbon-management-and-fossil-fuels/methane-emissions_en

6.United States Environmental Protection Agency, Overview of Greenhouse Gases, https://www.epa.gov/ghgemissions/overview-greenhouse-gases#:~:text=In%20general%2C%20fluorinated%20gases%20are,nitrogen%20trifluoride%20(NF3).

 

SUMBER

Kara Anderson. January 8, 2025. What is CO2e (CO2 equivalent)? https://greenly.earth/en-us/blog/company-guide/what-is-co2e-co2-equivalent

Monday, 3 February 2025

Terungkap! Strategi Peternakan Masa Depan yang Bisa Menyelamatkan Dunia dari Krisis Iklim

 


Mengoptimalkan Peran Peternakan untuk Kesejahteraan Global di Tengah Tantangan Perubahan Iklim

 

Di tengah gemuruh aktivitas kota besar, tersembunyi sebuah keberhasilan yang tak terbantahkan: peran penting produk dan layanan peternakan dalam memastikan kesejahteraan manusia. Peternakan tidak hanya menjadi pilar penting dalam menyediakan 33% protein global dan 17% kalori yang diperlukan oleh populasi dunia, tetapi juga menjadi tulang punggung bagi ekonomi dengan menyumbang hampir 40% dari total produk domestik bruto pertanian di seluruh dunia.

 

Namun, keberhasilan ini bukan hanya terbatas pada angka statistik. Di balik data tersebut, peternakan membuka pintu bagi peluang-peluang baru, terutama bagi masyarakat pedesaan yang sering kali terpinggirkan. Sebagai penyedia utama pangan, peternakan bukan hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga menjadi sumber pendapatan bagi penduduk negara berkembang.

 

Semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia dan peningkatan pendapatan menyebabkan permintaan terhadap produk peternakan terus berkembang pesat. Dalam dinamika ini, peternakan menjadi garda terdepan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan yang berkualitas dan terjangkau.

 

Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu yang terpencil; ia telah menancapkan diri dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam ranah produksi peternakan. Naiknya suhu global, variasi ekstrem dalam pola hujan, dan peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi ancaman nyata bagi kinerja peternakan di banyak wilayah. Masa depan peternakan diprediksi akan semakin terpengaruh oleh dampak-dampak negatif ini.

 

Namun, tantangan itu tidak berhenti di situ. Peternakan sendiri juga menjadi kontributor utama dari gas rumah kaca (GRK), baik secara langsung maupun tidak langsung melalui penggunaan lahan dan produksi pakan. Di tingkat global, sekitar 14,5% dari total emisi GRK berasal dari aktivitas peternakan, membentuk bagian penting dari apa yang disebut sebagai emisi antropogenik.

 

Kini, di tengah interaksi yang semakin intens antara perubahan iklim dan kebutuhan akan produksi peternakan yang terus meningkat, muncul tantangan baru: bagaimana meningkatkan produksi sambil mengurangi dampak negatif terhadap iklim. Dalam agenda ini, menurunkan emisi GRK menjadi prioritas utama.

 

Maka dari itu, pemahaman mendalam mengenai dampak perubahan iklim terhadap produksi peternakan, serta upaya mitigasi yang efektif, menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini. Hanya dengan pemahaman yang komprehensif dan tindakan yang tepat, kita dapat membawa industri peternakan ke arah yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 

Langkah-langkah untuk mengurangi emisi GRK dari sektor peternakan merupakan langkah krusial dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Intensitas emisi yang beragam antar wilayah menjadi poin penting dalam menentukan potensi mitigasi. Dalam kesenjangan antara praktik-praktik pengelolaan dengan tingkat emisi tertinggi dan terendah, terletak kunci untuk mengurangi dampak negatif.

 

Para peneliti optimistis bahwa potensi pengurangan emisi dari sektor peternakan mencapai angka signifikan, yakni sekitar 30%. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut, produsen harus mengadopsi praktik-praktik terbaik yang telah teruji dalam wilayah dengan iklim tertentu. Mereka dapat belajar dari 10% produsen teratas yang telah berhasil mengurangi intensitas emisi secara drastis.

 

Ada empat tindakan mitigasi yang menjadi fokus dalam upaya mengurangi emisi GRK dari peternakan. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi sektor peternakan.

 

1. Optimasi Pengelolaan Lahan

 

Pengelolaan sumber daya lahan menjadi kunci dalam upaya mitigasi dampak peternakan terhadap lingkungan. Thornton dkk pada tahun 2010 memperkirakan bahwa potensi mitigasi maksimum dari pengelolaan ternak dan padang rumput dapat mencapai sekitar 7% dari potensi mitigasi global peternakan hingga tahun 2030. Strategi untuk mencapai hal ini termasuk penerapan padang rumput yang lebih efektif, meningkatkan intensifikasi pola makan ternak, memperbaharui bibit ternak, mengurangi tingkat penebaran, dan mengelola intensitas penggembalaan.

 

Temuan dari Havlik dkk pada tahun 2014 menunjukkan bahwa pengurangan emisi yang signifikan dapat dicapai dengan mengalihkan ke sistem peternakan yang lebih efisien, tanpa harus menghabiskan banyak lahan tambahan.

Pentingnya kebijakan mitigasi yang menargetkan perubahan dalam penggunaan lahan menjadi semakin jelas, dengan efisiensi yang jauh lebih tinggi, yakni 5–10 kali lipat dibandingkan dengan kebijakan yang hanya berfokus pada emisi langsung dari peternakan.

 

Mitigasi juga dapat dicapai melalui praktik penggunaan lahan lainnya yang berhubungan dengan penyerapan karbon, terutama dalam konteks produksi pangan. Tindakan seperti penggunaan pengolahan tanah konservasi, penanaman tanaman dengan hasil yang lebih produktif, pengurangan deforestasi, konversi lahan pertanian menjadi padang rumput, dan perbaikan spesies rumput menjadi langkah-langkah konkrit dalam memperbaiki keseimbangan ekologi.

 

2. Mengelola Fermentasi di Dalam Lambung

 

Peternakan, yang mencakup sekitar 26% lahan di seluruh dunia, memainkan peran penting dalam rantai makanan global. Namun, sebagian besar lahan ini digunakan untuk memproduksi pakan ternak. Di balik produksi pakan ini, tersembunyi sumber emisi utama: fermentasi enterik dari hewan ternak ruminansia, seperti sapi dan domba.

 

Namun, ada harapan. Dengan manajemen pola makan yang cerdas dan manipulasi genetika, kita dapat mengurangi jejak karbon dari ternak. Strategi nutrisi yang canggih, seperti meningkatkan kecernaan hijauan, telah terbukti dapat mengurangi emisi metana enterik sebesar 2,5–15% per unit susu yang diproduksi.

 

Lebih lanjut, dengan menggabungkan pendekatan genetik dengan manajemen pakan yang cermat, pengurangan emisi metana bisa lebih signifikan lagi. Berbagai bahan tambahan dan suplemen pakan, mulai dari antibiotik hingga lipid, telah terbukti efektif dalam menurunkan tingkat emisi metana dari ternak.

Dengan langkah-langkah inovatif ini, kita dapat mengubah cara peternakan berkontribusi terhadap perubahan iklim, membuka jalan menuju sistem peternakan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

 

3. Mengubah Kotoran Menjadi Solusi Energi

 

Kotoran ternak, selain dari mengotori lingkungan, juga menjadi sumber emisi GRK seperti nitrogen oksida dan metana. Namun, terobosan dalam manajemen limbah ternak menawarkan solusi inovatif untuk mengurangi jejak karbon dari peternakan.

 

Dengan melakukan perubahan pada cara kita menyimpan dan menangani kotoran ternak, kita dapat mengurangi emisi GRK secara signifikan. Pendekatan seperti mengurangi durasi penyimpanan, menjaga suhu penyimpanan tetap rendah, serta memisahkan kotoran padat dan cair, dapat membantu mengurangi dampak negatifnya.

 

Melalui proses pencernaan anaerobik, di mana mikroorganisme memecah kotoran tanpa adanya oksigen, kita bisa menghasilkan biogas yang terdiri dari metana dan karbon dioksida. Biogas ini dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk menghasilkan panas atau listrik, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang merusak lingkungan.

 

Pengolahan anaerobik juga memiliki dampak positif lainnya, yakni mengubah komposisi emisi dari nitrogen oksida dan metana menjadi kombinasi karbon dioksida dan metana, yang lebih ramah lingkungan.

 

Dengan mengadopsi teknologi ini, kita dapat mencapai pengurangan emisi GRK hingga lebih dari 30% dibandingkan dengan metode pengolahan kotoran ternak konvensional. Selain itu, penyesuaian pola makan hewan juga dapat memainkan peran penting dalam mengubah volume dan komposisi kotoran, membawa kita satu langkah lebih dekat menuju peternakan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 

4. Inovasi dalam Manajemen Pupuk

 

Penggunaan pupuk dalam produksi tanaman pakan telah menjadi salah satu penyebab emisi nitrogen oksida yang signifikan. Untuk mengurangi dampaknya, strategi mitigasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen telah dikembangkan. Langkah-langkah ini mencakup pemanfaatan nitrogen yang dilepaskan, penerapan presisi, penggunaan pupuk organik, pemuliaan tanaman, modifikasi genetik, dan bahkan perubahan pada jenis tanaman yang ditanam.

 

Namun, menilai potensi mitigasi dari peningkatan efisiensi pupuk dalam produksi pakan ternak bukanlah hal yang sederhana. Ini merupakan area yang kompleks dan masih perlu diteliti lebih lanjut untuk memahami dampaknya secara menyeluruh.

 

Selain itu, ada praktik lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi yang berasal dari produksi pakan. Salah satunya adalah dengan mengubah jenis pakan yang diberikan kepada ternak.

 

Salah satu inovasi yang menarik adalah potensi penggunaan protein mikroba sebagai pengganti pakan. Pendekatan ini bisa menggantikan sebagian besar kebutuhan protein ternak yang sebelumnya diperoleh dari tanaman konvensional. Selain membantu memenuhi kebutuhan pakan ternak, penggunaan protein mikroba juga dapat menghasilkan pengurangan emisi GRK dari sektor pertanian sebesar 7%. Dengan terus mengembangkan dan mengadopsi teknologi-teknologi inovatif seperti ini, kita dapat memperbaiki dampak lingkungan dari praktik-praktik peternakan kita.

 

KESIMPULAN

 

Sektor peternakan merupakan salah satu pilar penting dalam ekonomi, namun juga menjadi salah satu penyumbang utama emisi GRK. Tantangan ini harus ditanggulangi dengan tindakan yang tepat dan segera, mengingat konsekuensi bencana yang dapat timbul di masa depan jika tidak diatasi.

 

Pemerintah memegang peran penting dalam meningkatkan penerapan teknologi mitigasi untuk mengurangi emisi GRK dari peternakan. Namun, upaya ini tidak hanya tugas pemerintah semata. Para peternak juga memiliki tanggung jawab dalam menurunkan emisi GRK dengan melakukan budidaya ternak yang lebih baik, menggunakan bibit unggul, dan pakan berkualitas. Langkah-langkah seperti pengomposan kotoran untuk pupuk dan produksi biogas juga merupakan bagian penting dari upaya mitigasi GRK.

 

Diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, peternak, dan pemangku kepentingan lainnya, untuk menjalankan program mitigasi ini secara terencana dan berkelanjutan. Dengan upaya bersama dan kesadaran akan pentingnya mengurangi emisi GRK, kita dapat menuju masa depan yang lebih berkelanjutan bagi sektor peternakan dan lingkungan hidup.

 

SUMBER:

Pudjiatmoko. (Medik Veteriner Ahli Utama. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan). Mengoptimalkan Peran Peternakan untuk Kesejahteraan Global di Tengah Tantangan Perubahan Iklim.   https://ditjenpkh.pertanian.go.id/ 01 April 2024.

#PeternakanBerkelanjutan

#IklimDanPangan

#MitigasiGRK

#AgrikulturHijau

#ClimateSmartLivestock

 

Friday, 22 March 2024

Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca di Peternakan

 

Strategi Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Peternakan


Produk dan jasa peternakan memegang peranan penting bagi kemaslahatan manusia. Peternakan menyediakan 33% protein global dan 17% kalori global yang dikonsumsi manusia. Produksi peternakan menghasilkan hampir 40% produk domestik bruto pertanian global.

 

Sektor peternakan ini menciptakan peluang kerja yang besar bagi masyarakat di pedesaan. Selain itu, peternakan merupakan penyedia utama pangan untuk keamanan nutrisi, sekaligus sebagai sumber mata pencaharian dan pendapatan penduduk negara berkembang.

 

Laju pertumbuhan populasi dan peningkatan pendapatan penduduk di muka bumi menimbulkan permintaan produk peternakan berkembang pesat.

 

Pada saat yang sama, produksi peternakan menghadapi tekanan perubahan iklim, seperti peningkatan suhu, pola curah hujan lebih bervariasi, kondisi ekstrem lebih sering terjadi, dan peningkatan konsentrasi karbon dioksida di udara. Perubahan tersebut sangat berdampak pada kinerja peternakan di banyak wilayah. Prediksi secara luas mengindikasikan dampak negatif semakin besar.

 

Sementara itu, peternakan secara langsung merupakan sumber gas metana dan dinitrogen oksida. Secara tidak langsung menjadi sumber gas dan karbon melalui penggunaan lahan dan produksi pakan.

 

Pada tingkat global, kontribusi emisi peternakan diperkirakan mencapai 14,5% dari total emisi antropogenik. Emisi antropogenik merupakan emisi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, yaitu gas emisi yang berasal dari usaha peternakan, pertanian, alat transportasi, alat industri dan pembakaran hutan.

 

Pada saat ini terdapat interaksi antara perubahan iklim yang sedang berlangsung dan tuntutan peningkatan produksi peternakan. Ini menjadi tantangan bagaimana meningkatkan produksi sekaligus menurunkan dampak iklim. Termasuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

 

Untuk mengatasi tantangan tersebut diperlukan pemahaman mengenai dampak perubahan iklim terhadap produksi peternakan, serta dampak dari tindakan mitigasi.

 

Terdapat langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi emisi GRK peternakan. Intensitas emisi peternakan sangat bervariasi antara sistem produksi di suatu wilayah. Potensi mitigasinya terletak pada kesenjangan antara teknik pengelolaan yang menghasilkan intensitas emisi terendah dan tertinggi.

 

Para peneliti memperkirakan bahwa emisi dari sektor peternakan dapat dikurangi sebesar 30%. Syaratnya jika produsen harus menggunakan sistem, di wilayah, dengan iklim tertentu mengadopsi praktik yang diterapkan oleh 10% produsen teratas dengan intensitas emisi terendah. Terdapat empat tindakan mitigasi untuk mengurangi emisi GRK peternakan yang akan dibahas sebagai berikut.

 

Pengelolaan sumber daya lahan

 

Mitigasi peternakan yang substansial terletak pada pengelolaan peternakan dan penggunaan lahan. Thornton dkk. (2010) memperkirakan bahwa potensi mitigasi maksimum dari pengelolaan ternak dan padang rumput sekitar 7% dari potensi mitigasi peternakan global hingga tahun 2030. Strategi yang dapat dilakukan adalah penerapan padang rumput yang lebih baik, intensifikasi pola makan ternak, perubahan bibit ternak, pengurangan tingkat penebaran, dan menurunkan intensitas penggembalaan.

 

Havlik dkk. (2014) menunjukkan bahwa pengurangan emisi yang signifikan dapat dicapai melalui perubahan ke sistem peternakan yang lebih efisien dan tidak memerlukan banyak lahan.

Kebijakan mitigasi yang menargetkan emisi terkait perubahan penggunaan lahan adalah 5–10 kali lebih efisien dibandingkan kebijakan yang hanya menargetkan emisi dari peternakan.

 

Kategori mitigasi tentang penggunaan lahan lainnya terkait penyerapan karbon, terutama berhubungan dengan produksi pangan asal tanaman. Tindakan penyerapan karbon mencakup penggunaan pengolahan tanah konservasi, pemilihan tanaman dengan hasil lebih produktif, pengurangan deforestasi, konversi lahan pertanian menjadi padang rumput, dan perbaikan spesies rumput.

 

Pengelolaan fermentasi enterik

 

Secara global, peternakan menempati sekitar 26% lahan. Sepertiga lahan peternakan digunakan untuk memproduksi pakan ternak. Fermentasi enterik merupakan sumber utama emisi metana dari ternak ruminansia. Sumber emisi ini dapat dikurangi melalui pengelolaan pola makan dan genetika.

 

Strategi nutrisi dan pemberian pakan seperti meningkatkan kecernaan hijauan dapat mengurangi emisi metana enterik sebesar 2,5–15% per unit susu yang diproduksi. Pengurangan emisi ini lebih signifikan dapat dicapai jika dikombinasikan dengan pendekatan genetik dan pengelolaan pakan. Bahan tambahan dan suplemen pakan, seperti antibiotik, lipid, biji-bijian, dan ionofor, juga telah terbukti dapat menurunkan emisi metana enterik.

 

Pengelolaan kotoran ternak

 

Kotoran ternak menghasilkan emisi nitrogen oksida dan metana. Sebagian besar terkait dengan metode penyimpanan dan penanganan. Perubahan praktik penyimpanan kotoran dapat mengurangi emisi GRK kotoran. Hal ini termasuk durasi penyimpanan yang lebih singkat, suhu penyimpanan yang lebih rendah, pemisahan kotoran padat-cair, dan penggunaan air yang lebih sedikit.

 

Proses pencernaan anaerobik, dimana mikroorganisme memecah kotoran ternak tanpa adanya oksigen, menghasilkan campuran biogas terutama metana dan karbondioksida. Biogas yang ditangkap digunakan sebagai bioenergi untuk menghasilkan panas atau listrik. Hal ini juga secara tidak langsung mengurangi emisi GRK dengan mengganti energi fosil yang menghasilkan banyak emisi. Dengan mengubah komposisi emisi dari kombinasi tradisional nitrogen oksida dan metana menjadi kombinasi karbondioksida dan metana.

Pengolahan anaerobik dapat menghasilkan pengurangan emisi GRK sebesar lebih dari 30% dibandingkan dengan pengolahan kotoran tradisional. Penyesuaian pola makan hewan dapat mengubah volume dan komposisi kotoran sehingga dapat mengurangi emisi dari kotoran.

 

Pengelolaan pupuk

 

Penggunaan pupuk untuk produksi pakan asal tanaman menyumbangkan emisi nitrogen oksida. Strategi mitigasi terkait bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen. Upaya yang dilakukan meliputi pemanfaatan nitrogen yang dilepaskan, penerapan presisi, pupuk organik, pemuliaan tanaman, modifikasi genetik, dan perubahan spesies tanaman.

 

Namun, menghitung potensi mitigasi dalam peningkatan efisiensi pupuk pada produksi pakan ternak merupakan hal yang rumit, ini menyisakan celah untuk diteliti di masa depan.

Praktik lain yang dapat dilakukan terkait pengurangan emisi dari produksi pakan adalah dengan mengubah jenis pakan ternak.

 

Potensi penggunaan protein mikroba sebagai pengganti pakan, yang dapat menggantikan 10–19% kebutuhan protein pakan ternak berbasis tanaman konvensional, yang menghasilkan pengurangan emisi GRK pertanian sebesar 7%.

 

Kesimpulan dan Saran

 

Sektor peternakan merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca yang perlu ditanggulangi dengan tepat dan cepat. Jika tidak melakukannya akan timbul bencana yang tidak diinginkan di kemudian hari. Maka dari itu pemerintah perlu meningkatkan penerapan teknologi mitigasi akibat adanya emisi GRK dari peternakan.

Peternak harus berperan dalam upaya penurunan emisi GRK melalui budidaya ternak yang baik menggunakan bibit unggul dan pakan bermutu. Disertai kegiatan mitigasi GRK berupa pengomposan kotoran untuk pupuk dan pembuatan biogas.

 

Pemerintah perlu terus-menerus memfasilitasi mitigasi ini dengan meningkatkan program Unit Pengolahan Pupuk Organik. Penting menggalang komitmen semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan program ini yang tersencana dan berkesinambungan.

 

SUMBER:

Pudjiatmoko. Strategi Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Peternakan. Ekonomi.Okezone. 27 Februari 2024.

https://economy.okezone.com/read/2024/02/27/320/2975973/strategi-mitigasi-emisi-gas-rumah-kaca-sektor-peternakan?page=2