Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Prion Disease Awareness. Show all posts
Showing posts with label Prion Disease Awareness. Show all posts

Tuesday, 7 September 2021

Mengapa BSE Masih Mengancam? Fakta Mengejutkan tentang Penularan, Epidemiologi, dan Risiko bagi Kesehatan Manusia!


Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE): Epidemiologi, Penularan, dan Implikasi Kesehatan Masyarakat


Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) merupakan penyakit degeneratif pada sistem saraf pusat sapi yang ditandai dengan masa inkubasi panjang, berkisar antara dua hingga delapan tahun atau lebih. Hingga kini, belum tersedia pengobatan maupun vaksin untuk mencegah penyakit ini. BSE termasuk dalam kelompok Transmissible Spongiform Encephalopathies (TSE) atau penyakit prion, yaitu kelompok penyakit neurodegeneratif yang disebabkan oleh akumulasi protein abnormal (prion) dalam jaringan saraf.

Kelompok TSE mencakup berbagai penyakit, seperti scrapie pada domba dan kambing, chronic wasting disease (CWD) pada famili Cervidae, serta variant Creutzfeldt–Jakob disease (vCJD) pada manusia. Dalam beberapa kasus, penyakit neurologis pada kucing dan satwa kebun binatang juga telah dikaitkan dengan paparan prion penyebab BSE. Sejumlah studi epidemiologi dan klinikopatologi secara kuat mendukung hipotesis bahwa prion BSE dapat ditularkan kepada manusia dan memicu terjadinya vCJD.


BSE Klasik dan BSE Atipikal

Secara ilmiah, penting membedakan dua bentuk utama BSE: BSE klasik dan BSE atipikal.

BSE klasik terutama dikaitkan dengan konsumsi pakan yang terkontaminasi prion, khususnya meat-and-bone meal (MBM) yang berasal dari ruminansia. Pada dekade 1990-an, bentuk ini menjadi ancaman besar bagi kesehatan hewan dan manusia, terutama di Eropa. Namun, penerapan pengawasan ketat, penghilangan bahan berisiko tertentu (SRM), dan pelarangan penggunaan MBM dalam pakan ruminansia telah secara drastis menurunkan kejadian BSE klasik hingga mendekati nol pada banyak negara.

Sebaliknya, BSE atipikal merupakan bentuk yang muncul secara alami dan sporadis, diyakini dapat terjadi pada populasi sapi mana pun pada tingkat yang sangat rendah. Kasus atipikal umumnya terdeteksi pada sapi yang berusia lanjut melalui pengawasan intensif terhadap TSE. Pada awal 2000-an, keberadaan prion atipikal berhasil diidentifikasi berkat peningkatan kegiatan surveilans. Jumlah kasus BSE atipikal tetap sangat sedikit dan secara praktis dapat diabaikan. Walaupun belum ada bukti bahwa BSE atipikal bersifat menular, potensi daur ulang agennya dalam rantai pakan belum sepenuhnya dikesampingkan sehingga upaya mitigasi tetap direkomendasikan.

BSE merupakan penyakit yang wajib dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH/OIE). Kejadian BSE atipikal sendiri tidak memengaruhi penetapan status resmi risiko BSE karena sifatnya yang sporadis dan dapat muncul secara spontan.


Penularan dan Penyebaran BSE

Meskipun penelitian mengenai asal usul dan patogenesis penyakit ini terus berkembang, telah diketahui bahwa jaringan tertentu pada hewan terinfeksi mengandung konsentrasi tinggi prion infektif. Jaringan tersebut, yang disebut specified risk materials (SRM), meliputi otak, mata, sumsum tulang belakang, tengkorak, tulang belakang, amandel, dan ileum distal.

Mayoritas sapi diduga terinfeksi melalui konsumsi pakan mengandung prion selama tahun pertama kehidupannya. Prion bersifat sangat resisten terhadap prosedur inaktivasi konvensional, termasuk panas dalam proses rendering, sehingga dapat bertahan dalam MBM yang terkontaminasi. Tingginya insiden BSE pada ternak perah dibandingkan sapi potong umumnya dikaitkan dengan penggunaan pakan konsentrat yang dahulu mengandung MBM sebelum pemberlakuan regulasi ketat.

Tidak ada bukti adanya penularan langsung antarhewan atau penularan horizontal. Bukti mengenai penularan dari induk ke anak pun sangat terbatas. BSE klasik pertama kali diidentifikasi di Inggris pada tahun 1986, meskipun kemungkinan besar telah beredar sejak 1970-an. Setelah itu, penyakit ini dilaporkan di lebih dari 25 negara di Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Amerika Utara. Berkat langkah pengendalian yang komprehensif, prevalensi BSE klasik kini sangat rendah secara global.


Risiko bagi Kesehatan Masyarakat

Kemungkinan transmisibilitas BSE ke manusia, yang berpotensi menyebabkan vCJD, memicu krisis kesehatan masyarakat global pada 1990-an. Meski demikian, hingga kini jumlah kasus vCJD yang terkonfirmasi tetap sangat rendah. Jalur penularan utama diyakini melalui konsumsi produk daging yang mengandung SRM atau melalui peralatan medis yang terkontaminasi prion BSE. Perlu ditekankan bahwa daging merah tanpa tulang serta susu dan produk susu dianggap aman untuk dikonsumsi.

Untuk melindungi manusia dan hewan, banyak negara menerapkan kebijakan penghapusan SRM dari rantai makanan, pelarangan penggunaan protein hewani dalam pakan ruminansia, serta sistem pengawasan ketat. Kebijakan ini telah terbukti sangat efektif dalam menurunkan risiko paparan prion BSE.


Tanda-Tanda Klinis BSE

Masa inkubasi yang panjang menjadikan BSE terdeteksi terutama pada sapi dewasa. Gejala klinis dapat mencakup perubahan perilaku, agresivitas, depresi, hipersensitivitas terhadap suara atau sentuhan, tremor, gangguan koordinasi, postur abnormal, kesulitan berdiri, penurunan produksi susu, serta penurunan berat badan. Penyakit ini bersifat progresif dan berakhir dengan kematian. Sampai sekarang, tidak tersedia metode pengobatan yang efektif.


Diagnosis

Diagnosis BSE tidak dapat dikonfirmasi pada hewan hidup. Kecurigaan klinis dapat didasarkan pada gejala neurologis, namun konfirmasi hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan jaringan otak pascamati. Metode histopatologi dapat menunjukkan lesi karakteristik TSE, namun konfirmasi resmi memerlukan teknik imunokimia seperti imunohistokimia (IHC) atau immunoblot (Western blot).


Pencegahan dan Pengendalian

Sesuai pedoman WOAH, pengendalian BSE memerlukan pendekatan berlapis, mencakup:

  • pengawasan terarah terhadap kasus neurologis,
  • pelaporan transparan,
  • pengamanan lalu lintas ruminansia dan produknya,
  • penghapusan SRM dari rantai pangan dan pakan,
  • pelarangan inklusi SRM dalam pakan ternak,
  • pemusnahan hewan terpapar secara layak,
  • larangan MBM dalam pakan ruminansia,
  • manajemen pembuangan bangkai yang aman, dan
  • sistem identifikasi ternak untuk memfasilitasi penelusuran.

Kombinasi langkah-langkah ini telah terbukti sangat efektif dalam menurunkan prevalensi BSE dan melindungi kesehatan hewan serta manusia.

 

SUMBER:

OIE. https://www.oie.int/en/disease/bovine-spongiform-encephalopathy/


#BSEUpdates 

#PrionAlert 

#CattleHealth 

#FoodSafety 

#OneHealth