Fakta Global
Perubahan iklim
kini bukan lagi sekadar wacana, tetapi realitas yang dirasakan di seluruh
dunia. Salah satu indikator paling
jelas adalah kenaikan suhu rata-rata global. Data menunjukkan bahwa suhu
Bumi telah meningkat sekitar 1,5 °C dibandingkan
dengan era pra-industri (1850–1900).
Tahun 2024 bahkan tercatat sebagai salah satu tahun terpanas dalam sejarah
pengamatan, dengan lonjakan suhu yang melampaui batas-batas historis.
Dampak nyata dari pemanasan ini terlihat pada semakin seringnya panas ekstrem dan cuaca ekstrem. Gelombang panas berlangsung lebih lama dan lebih intens di berbagai belahan dunia. Selain itu, fenomena cuaca ekstrem seperti hujan deras sekali waktu, kekeringan panjang, badai tropis yang semakin kuat, hingga banjir bandang, makin sering terjadi. Laporan ilmiah internasional menegaskan bahwa intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem meningkat akibat pemanasan udara dan laut serta gangguan pada siklus hidrologi.
Kenaikan Permukaan Laut Global (1993–2022) – memperlihatkan kenaikan akumulatif muka laut dalam 30 tahun terakhir.
Paparan Panas Ekstrem di beberapa negara atau kota di Dunia (2024) – menggambarkan perbandingan jumlah penduduk yang terpapar panas ekstrem.
Lautan dunia
juga menanggung beban besar dari perubahan iklim. Sekitar 90 persen panas berlebih akibat efek rumah
kaca diserap oleh laut. Laporan
UNESCO tahun 2024 menunjukkan bahwa laju pemanasan laut kini dua kali lebih cepat
dibandingkan 20 tahun lalu. Pemanasan ini memicu ekspansi termal,
yaitu mengembangnya air laut akibat panas, yang menjadi salah satu penyebab
kenaikan permukaan laut.
Kenaikan muka laut merupakan ancaman global yang
tidak bisa diabaikan. Sejak 1993, permukaan laut naik rata-rata 3,4 milimeter per tahun, dan laju ini terus
meningkat. Pada periode 2013–2023, laju kenaikan mencapai sekitar 4,3 milimeter per tahun, lebih tinggi
dibanding dekade sebelumnya. Faktor utama yang mendorong kenaikan ini adalah
mencairnya gletser dan lapisan es di kutub, serta ekspansi termal air laut.
Jika tren ini berlanjut, proyeksi menunjukkan bahwa pada akhir abad ini,
permukaan laut bisa naik hingga beberapa ratus milimeter, tergantung skenario
emisi. Dampaknya sangat luas, mulai dari banjir pesisir, erosi pantai, intrusi
air laut ke sumber air tawar, hilangnya habitat pantai, hingga kerusakan
infrastruktur dan gangguan kesehatan masyarakat.
Fakta
Nasional (Indonesia)
Indonesia,
sebagai negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 18.000 kilometer, berada di garis depan
ancaman perubahan iklim. Salah satu dampak yang paling terasa adalah panas ekstrem. Data terbaru mencatat bahwa
sekitar 48,6 juta penduduk Indonesia atau sekitar 17
persen populasi, terpapar panas ekstrem lebih dari 30 hari
berturut-turut pada periode Desember 2024 hingga Februari 2025. Di Jakarta saja, suhu tinggi berlangsung hingga 69 hari, dengan anomali suhu sekitar 0,7 °C di atas
rata-rata historis. BMKG juga mencatat perubahan signifikan sejak
tahun 2000, di mana peta suhu nasional berubah dari dominasi warna biru menjadi
merah tua, menandakan pemanasan nyata di seluruh wilayah.
Selain panas ekstrem, Indonesia juga semakin
sering dilanda cuaca ekstrem. Hujan deras
yang menyebabkan banjir bandang, kekeringan panjang, angin puting beliung,
hingga gelombang panas lokal kini semakin sering dilaporkan. Kajian iklim
menunjukkan bahwa tren suhu ekstrem terus meningkat berdasarkan berbagai indeks suhu dari 1979 hingga 2023.
Di wilayah pesisir, kenaikan
suhu laut juga mulai terasa. Proyeksi menunjukkan bahwa temperatur
permukaan laut Indonesia bisa naik sekitar 0,25
°C pada periode 2006–2040. Hal ini berpotensi menimbulkan ombak
ekstrem serta memperparah kerentanan daerah pesisir terhadap abrasi dan banjir
rob. Dengan garis pantai yang panjang, jutaan masyarakat pesisir Indonesia
berada dalam risiko tinggi.
Ke depan, suhu rata-rata nasional diperkirakan
akan meningkat lebih dari 1,5 °C pada tahun 2100,
tergantung pada tingkat emisi global dan upaya mitigasi yang dilakukan. Jika
emisi tetap tinggi, Indonesia akan menghadapi tantangan berat berupa panas
ekstrem di kota-kota besar, tekanan pada sumber daya air, ancaman terhadap
pertanian dan ketahanan pangan, gangguan kesehatan masyarakat, hingga kerusakan
infrastruktur.
Kesimpulan
Perubahan iklim adalah fakta yang sudah kita alami
hari ini, bukan sekadar prediksi masa depan. Dari suhu global yang terus
meningkat, frekuensi cuaca ekstrem yang makin sering, pemanasan laut, hingga
kenaikan permukaan laut—semuanya menunjukkan tren yang konsisten dan
mengkhawatirkan. Indonesia pun tidak luput, bahkan berada pada posisi rentan
karena karakter geografisnya sebagai negara kepulauan tropis.
Penyebab utama perubahan iklim adalah aktivitas
manusia, terutama emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil,
deforestasi, dan degradasi lahan. Untuk mencegah dampak yang lebih parah,
dunia—termasuk Indonesia—perlu memperkuat upaya mitigasi
guna menekan emisi, sekaligus meningkatkan adaptasi
agar masyarakat mampu bertahan menghadapi perubahan yang tak terhindarkan.
#ClimateChange
#GlobalWarming
#KrisisIklim
#CuacaEkstrem
#SaveIndonesia



