Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label EDFZ. Show all posts
Showing posts with label EDFZ. Show all posts

Friday, 27 November 2020

Deklarasi Mandiri Zona Bebas Penyakit Kuda

 

Deklarasi Mandiri Zona Bebas Penyakit Kuda di Jakarta, Indonesia untuk Mendukung Kompetisi Equestrian dalam Rangka Asian Games ke-18 Tahun 2018

 

I. PENDAHULUAN

 

Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games ke-18 Jakarta-Palembang yang diselenggarakan pada 18 Agustus hingga 2 September 2018. Salah satu dari 40 cabang olahraga yang akan dipertandingkan adalah kompetisi equestrian dalam tiga disiplin Olimpiade: jumping, eventing, dan dressage. Ketiga disiplin ini akan dilaksanakan di Jakarta. Untuk memfasilitasi partisipasi kuda dari berbagai belahan dunia, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (DGLAHS) telah menetapkan Zona Bebas Penyakit Kuda (Equine Disease Free Zone, EDFZ) sementara sesuai dengan Pedoman OIE, yang terdiri atas suatu kompartemen bebas penyakit, yaitu lokasi pertandingan (Jakarta Equestrian Park). Lokasi ini telah dijaga bebas dari keberadaan kuda selama lebih dari dua tahun. Status bebas penyakit dari kompartemen ini dipertahankan melalui langkah-langkah biosekuriti, khususnya: (i) pengurungan penuh area pertandingan, (ii) zona penyangga tanpa hewan ternak dengan lebar minimal 1 km yang mengelilingi kompartemen, dan (iii) pengendalian vektor serta pergerakan kuda.

 

DGLAHS ingin mendeklarasikan secara mandiri kebebasan kompartemen ini dari penyakit berikut: anemia infeksius equine, glanders, influenza equine, surra, piroplasmosis, dan ensefalitis Jepang.

 

Pada tahun 2017 dan 2018, surveilans dilakukan di sekitar EDFZ, di wilayah Jabodetabek. Selama surveilans ini, anemia infeksius dan glanders tidak terdeteksi (lihat 3.4.2), namun antibodi untuk influenza equine, surra, piroplasmosis, dan ensefalitis Jepang ditemukan. Langkah-langkah biosekuriti yang diterapkan di kompartemen, zona bebas ternak di antara kompartemen dan lokasi penampungan kuda, serta pengendalian vektor dan pergerakan hewan akan mengurangi risiko kemungkinan masuknya surra dan ensefalitis Jepang. Selain itu, vektor piroplasmosis tidak ditemukan di lokasi pertandingan (lihat 4.1). Karena lokasi ini telah kosong lebih dari dua tahun, lokasi ini dapat dianggap sebagai kompartemen bebas influenza equine (TAHC, 12.6.4), dan status ini tidak akan terganggu oleh kuda yang berpartisipasi, yang wajib divaksinasi.

 

Jalur koridor jalan raya yang aman secara biosekuriti telah disiapkan dari lokasi pertandingan menuju Bandara Internasional di Jakarta (Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma).

 

1.1 Tujuan Deklarasi

Tujuan deklarasi ini adalah untuk menginformasikan kepada negara anggota OIE mengenai status kesehatan equine di dalam dan sekitar lokasi kompetisi equestrian Asian Games ke-18 Jakarta-Palembang, serta berbagi informasi dengan negara anggota OIE mengenai pembentukan kompartemen EDFZ untuk tujuan ini. Ini adalah pertama kalinya deklarasi mandiri kebebasan dari berbagai penyakit kuda dilakukan di Indonesia.

 

1.2 Penyakit Kuda

Deklarasi mandiri kebebasan ini merujuk pada penyakit berikut:

  • Anemia infeksius equine sesuai Bab 12.2. dari Terrestrial Animal Health Code (TAHC)

  • Glanders sesuai Pasal 12.10.2. dari TAHC

  • Influenza equine sesuai Pasal 12.6.4. dari TAHC

  • Surra – penyakit yang tercantum dalam daftar OIE

  • Piroplasmosis sesuai Bab 12.7. dari TAHC

  • Ensefalitis Jepang sesuai Bab 8.10. dari TAHC

 

Perlu disebutkan bahwa Indonesia tidak pernah mengalami wabah African horse sickness (AHS), dan selama surveilans serologi aktif yang dilakukan pada Juli 2017, tidak ditemukan antibodi terhadap virus AHS.

 

1.3 Pengakuan EDFZ oleh Komisi Eropa

EDFZ (Zona Bebas Penyakit Kuda) Indonesia dipertimbangkan dalam keputusan Eropa terkait kondisi sertifikasi veteriner untuk re-entry kuda yang terdaftar untuk kompetisi setelah ekspor sementara.

 

II. ZONASI

 

2.1 Pembentukan Kompartemen EDFZ

Zona bebas penyakit kuda terdiri dari kompartemen (area inti atau CORE zone), yang dikelilingi oleh zona penyangga sejauh 1 km yang dikosongkan dari hewan dan koridor jalan tol menuju Bandara Jakarta.

 

Kompartemen ini dibangun berdasarkan prinsip biosekuriti, manajemen, dan pertimbangan spasial seperti yang dijelaskan dalam Bab 4.3 dan 4.4 dari TAHC. Lokasi utama, bekas arena pacuan kuda, telah bebas kuda sejak direnovasi menjadi venue kompetisi berkuda yang dimulai pada Mei 2016 (Gambar 1). Lokasi ini mencakup kandang kuda, klinik veteriner, unit isolasi, area pelatihan dan kompetisi, serta fasilitas untuk penonton, penunggang, dan petugas lainnya. Lokasi tersebut dikelilingi oleh dinding beton kokoh setinggi 3,20 m, yang dinaikkan menjadi 4,20 m di sekitar area kandang (di bagian depan kandang, lihat poin 21 dan 22 pada Gambar 1). Dinding ini mencegah masuknya hewan liar.

 

Hanya ada tiga pintu masuk: gerbang utama untuk penonton di depan tribun utama, satu gerbang untuk kuda (dekat poin 21 – Gambar 1), dan satu gerbang untuk personel dan logistik (dekat poin 17 – Gambar 1). Semua gerbang diamankan, diawasi, dan dilengkapi dengan perangkat biosekuriti seperti pencuci roda dan fasilitas cuci tangan. Zona penyangga selebar 1 km yang mengelilingi area inti telah dikosongkan dari hewan ternak, terutama kuda, sejak 15 Februari 2018. Koridor jalan tol menuju Bandara Jakarta juga termasuk dalam EDFZ (Lampiran 10).

 

Manual Biosekuriti telah dikembangkan oleh DGLAHS yang mencakup berbagai aktivitas sebelum kedatangan dan selama kuda berada di kompartemen (lihat Bab IV). Pengendalian akses ke lokasi, prosedur pembersihan fasilitas dan kandang; desinfeksi kandang isolasi, klinik, dan kendaraan; kebersihan personel; pengangkutan kotoran; pengendalian tikus dan vektor; tindakan yang harus dilakukan jika ada kecurigaan penyakit menular; dan perencanaan kontingensi, semuanya dijelaskan secara rinci dalam manual. Berbagai formulir deklarasi telah dibuat untuk mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan ini. Seorang Manajer Biosekuriti, atas nama Komite Penyelenggara, bersama staf khusus dari Badan Karantina Pertanian Indonesia (IAQA) melaksanakan langkah-langkah biosekuriti di bawah pengawasan Layanan Veteriner.

 

2.1 Zona Surveilans dan Perlindungan di sekitar EDFZ

Untuk menentukan status kesehatan kuda di sekitar EDFZ, surveilans dilakukan antara Juli 2017 hingga Maret 2018 (lihat III.4.2). Zona surveilans mencakup wilayah administratif Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dengan populasi sekitar 30 juta orang dan 1370 kuda, mencakup 6390 km². Setelah tiga survei serologis selesai, wilayah Jabodetabek dipisahkan menjadi zona surveilans dan zona perlindungan untuk mempermudah pengawasan dan mitigasi risiko masuknya penyakit ke EDFZ.

 

Zona Surveilans: Meliputi lima kota di DKI Jakarta di bawah tanggung jawab veteriner Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian, DKI Jakarta. Survei Mei 2017 mengidentifikasi 334 kuda di zona ini, sebagian besar adalah kuda kerja untuk menarik gerobak atau memberikan layanan hiburan di taman. Luas zona ini sekitar 661 km² dengan populasi 10 juta orang. Sejak 15 Februari, setiap pemilik kuda dihubungi secara rutin oleh petugas veteriner Jakarta. Tidak ada kuda yang diizinkan memasuki zona penyangga 1 km di sekitar venue.

 

Zona Perlindungan: Meliputi Jabodetabek di luar DKI Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dengan populasi sekitar 20 juta orang dan 1036 kuda menurut survei Juni 2017. Luas zona ini adalah 5729 km². Surveilans pasif ditingkatkan sejak 15 Februari, dan materi informasi didistribusikan kepada semua pemilik kuda. Pemindahan kuda ke DKI Jakarta memerlukan sertifikat kesehatan khusus yang mencakup uji untuk glanders, EIA, surra, dan piroplasmosis.

 

III. Informasi yang Terdokumentasi

 

3.1 Bukti Wajib Lapor

Dasar hukum wajib lapor penyakit menular di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009, khususnya Pasal 45: “Setiap orang (termasuk peternak, produsen, pemelihara hewan, pekerja kesehatan hewan, pejabat veteriner, atau pejabat pemerintah) yang mengetahui adanya penyakit menular wajib melaporkan kasus atau kejadian tersebut kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Dokter Hewan Berwenang Daerah” (Lampiran 1).

 

3.2 Sistem Regulasi yang Ada

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pertanian telah menetapkan daftar Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts/OT.140/4/2013. Kriteria suatu penyakit dikategorikan sebagai PHMS adalah karena dapat menyebabkan kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau kematian hewan yang tinggi. Dalam keputusan tersebut, sebanyak 25 penyakit telah didefinisikan sebagai PHMS. Penyakit antraks, rabies, dan surra termasuk dalam PHMS sebagai penyakit multispecies yang juga memengaruhi kuda.

Menyadari bahwa PHMS tidak mencakup penyakit kuda penting lainnya, Kementerian Pertanian, dalam rangka pembentukan EDFZ, telah menetapkan keputusan pada tahun 2018 untuk daftar penyakit kuda yang wajib dilaporkan sesuai dengan daftar OIE TAHC (Keputusan Menteri Pertanian Nomor 235/Kpts/PK.320/3/2018, Lampiran 2):

1.     Penyakit Kuda Afrika (African Horse Sickness)

2.     Contagious Equine Metritis

3.     Dourine

4.     Ensefalomielitis kuda (Timur dan Barat)

5.     Anemia Infeksius Kuda (Equine Infectious Anemia)

6.     Influenza Kuda (Equine Influenza)

7.     Piroplasmosis Kuda (Equine Piroplasmosis)

8.     Virus Herpes Kuda-1 (Equine Rhinopneumonitis)

9.     Virus Arteritis Kuda (Equine Arteritis Virus)

10.                        Glanders

11.                        Ensefalomielitis Venezuela

12.                        Strangles

13.                        Ensefalitis Jepang

14.                        Surra

15.                        Demam Nil Barat (West Nile Fever)

16.                        Stomatitis Vesikular

 

Dari penyakit-penyakit tersebut, antraks, surra, dan piroplasmosis telah dilaporkan sebelumnya, sementara survei serologi dalam kerangka proyek penelitian mendeteksi antibodi terhadap Ensefalitis Jepang pada kuda, meskipun tidak ditemukan penyakit klinis. Penyakit Kuda Afrika belum pernah dilaporkan dan vaksinasi terhadap penyakit ini dilarang.

 

Meskipun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 menetapkan kewajiban pelaporan penyakit menular, tidak ada program surveilans khusus untuk penyakit kuda yang dilakukan di Indonesia. Pelaporan didasarkan pada laporan surveilans pasif, investigasi penyakit, dan studi penelitian. Investigasi penyakit dilakukan oleh Kantor Veteriner Kabupaten yang relevan, dan sampel dikirimkan ke Balai Penyidikan Penyakit Hewan setempat. Jika diperlukan pengujian yang lebih spesifik, Balai Penelitian di Balitvet atau Institut Pertanian Bogor terlibat. Jika ada kecurigaan atau konfirmasi penyakit, laporan dimasukkan ke dalam sistem ISIKHNAS melalui aplikasi seluler.

 

3.3 Populasi Kuda

Pada tahun 2013, Indonesia telah melakukan sensus ternak yang mencakup kuda. Dalam sensus nasional tersebut, tidak ada pembedaan antara spesies yang berbeda, misalnya antara kuda dan keledai. Namun, di Pulau Jawa, tempat kompetisi ekuestrian Asian Games 2018 diadakan dan EDFZ dibentuk, tidak ditemukan keledai, bagal, atau himne, melainkan hanya kuda pekerja dan kuda olahraga dengan berbagai fungsi (balap, ekuestrian, polo). Tidak ada kuda liar di Indonesia. Ada 48 kebun binatang dan taman konservasi di Indonesia yang memelihara spesies kuda lainnya. Hewan-hewan ini diimpor ke Indonesia sejak lama dari kebun binatang di negara bebas AHS.

 

Jumlah populasi kuda untuk tahun 2014 hingga 2017 berdasarkan data Badan Statistik Nasional dan disajikan pada tingkat Provinsi seperti ditunjukkan dalam Lampiran 3. Jumlah total di seluruh Provinsi yang diperkirakan pada tahun 2017 adalah 442.602 ekor. Jumlah di DKI Jakarta adalah 334 ekor, sedangkan jumlah di wilayah Jabodetabek tidak diketahui.

 

Untuk tujuan pembentukan EDFZ, sensus khusus untuk kuda saja dilakukan pada Juni 2017. Jumlah total kuda di Wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) saat itu adalah 1.157 ekor. Populasi di Jabodetabek menjadi populasi target untuk menentukan status kesehatan kuda. Populasi ini terutama terdiri dari kuda pekerja, sejumlah kecil kuda tunggang, kuda polisi, dan kuda polo. Distribusi ditunjukkan dalam Gambar 3. Perlu dicatat bahwa hanya kuda yang hidup di Pulau Jawa, tanpa keledai atau kuda liar.

 

3.1 Menentukan Status Kesehatan Kuda di Wilayah Jakarta Raya

 

3.1.1 Identifikasi Hewan

Selama proses sensus, semua detail tentang pemilik (nama, ID, nomor telepon, lokasi) dan kuda (usia, jenis kelamin, nama, warna, dan siluet) dicatat. Informasi ini dimasukkan ke dalam basis data epidemiologi pada Layanan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, yaitu ISIKHNAS (Sistem Informasi Kesehatan Hewan Terpadu). Dalam basis data, setiap pemilik diberikan nomor identifikasi unik, dan setiap hewan yang terdaftar dihubungkan dengan pemilik tertentu. Sistem juga menghasilkan ID unik untuk setiap hewan individu.

Identifikasi kuda ditingkatkan dengan menambahkan deskripsi tanda-tanda khusus, seperti merek, bekas luka, kuping yang terpotong, dan lainnya pada siluet. Kartu pemilik yang memuat informasi ini dikembangkan dan diterbitkan kepada pemilik pada November 2017.

Selama survei, angka-angka sensus diverifikasi, dan tercatat peningkatan jumlah kuda menjadi 1.370 ekor.

 

3.1.2 Surveilans

3.1.2.1 Surveilans pada Kuda

Tiga survei dilakukan pada periode Juli 2017 hingga Maret 2018, dan sampel dikumpulkan berdasarkan kerangka sampel untuk mengestimasi prevalensi beberapa penyakit (EIA, surra, piroplasmosis, influenza kuda, dan glanders), serta untuk membuktikan tidak adanya penyakit African horse sickness di zona surveilans dan perlindungan. Mengingat tingkat internasional kompetisi ekuestrian dan langkah biosekuriti yang ketat yang diterapkan, serta larangan kontak langsung dan perkembangbiakan kuda, penyakit reproduksi (CEM, dourine, EVA) tidak termasuk dalam survei. Kerangka sampel tercantum dalam Lampiran 4.

 

Selain itu, untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang status kesehatan kuda, beberapa sampel juga diuji untuk penyakit-penyakit yang dilaporkan di wilayah Asia Tenggara, seperti Japanese encephalitis, West Nile fever, equine herpes virus, dan strangles (tidak wajib dilaporkan tetapi dianggap "pengganggu acara") selama survei pertama dan kedua. Sampel diambil secara acak selama setiap survei, namun diupayakan untuk tidak selalu mengambil dari hewan yang sama.

 

Sampel dianalisis oleh Balai Penyidikan Penyakit Hewan Subang dan Laboratorium Penelitian Veteriner Balitvet di Bogor. Karena pengujian penyakit kuda jarang dilakukan di laboratorium ini (pengujian impor dan ekspor dilakukan oleh laboratorium Badan Karantina Indonesia), sebagian besar kit pengujian harus dipesan dan tidak selalu tiba tepat waktu atau dalam jumlah yang cukup. Hal ini menyebabkan perbedaan antara jumlah sampel dalam kerangka sampel dan jumlah sampel yang benar-benar diuji, sebagaimana ditunjukkan dalam Lampiran 5.1–5.3.

 

Survei Pertama: Sebanyak 631 sampel diambil, lebih banyak dari yang diperlukan menurut kerangka sampel. Sebagian sampel disimpan untuk tindak lanjut bila ditemukan hasil menarik yang memerlukan ukuran sampel lebih besar. Sebanyak 428 sampel diuji untuk penyakit berikut berdasarkan ketersediaan kit uji (jumlah sampel per penyakit dalam kurung): African horse sickness (184), piroplasmosis (B.c. 410; T.e. 428), surra (181), glanders (422), influenza kuda (225). Bergantung pada ketersediaan kit, sebagian sampel juga diuji untuk West Nile fever, Japanese encephalitis, equine herpes virus, dan strangles. Sampel dikumpulkan pada Juli, dan hasil tersedia pada November 2017. Hasil positif ditemukan untuk piroplasmosis (Babesia caballi 75/410; Theileria equi 227/428), surra (6/181), dan influenza kuda (7/225). Hasil rinci disajikan di Lampiran 5.1. Langkah pengendalian penyakit untuk mencegah masuknya penyakit-penyakit ini ke zona inti dijelaskan di Bab IV.

 

Pengujian di Luar Negeri: Sebanyak 600 sampel dikirim ke Laboratorium Referensi OIE untuk glanders (FLI, Jerman) dan 225 sampel untuk influenza kuda (Irlandia). Dari 600 sampel yang dikirim ke FLI Jerman, 11 sampel teridentifikasi positif/terduga pada uji CFT dan diuji ulang dengan Immunoblot. Satu dari 11 sampel positif pada Immunoblot. Hasil ini dilaporkan ke Layanan Kesehatan Hewan Jakarta, dan kuda tersebut (Raja) serta semua kuda kontaknya diuji ulang pada 19 Desember 2017. Raja dan satu kuda lain (Belang) positif pada CFT, sementara kuda lain negatif. Larangan pergerakan diterapkan di lokasi pemilik kuda.

 

Pengujian ulang pada 16 Januari 2018 menunjukkan semua kuda negatif kecuali Raja. Pada 2 Februari 2018, keputusan diambil untuk menyuntik mati Raja dan Belang. Autopsi dilakukan di Bogor pada 6 Februari 2018, namun tidak ditemukan tanda-tanda glanders. Penyidikan bakteriologis juga tidak menemukan Burkholderia mallei. Pemberitahuan ke OIE pada 23 Januari 2018 dicabut pada Maret setelah penyidikan epidemiologi tidak dapat mengonfirmasi adanya glanders.

 

Hasil Penting: Dari 225 sampel influenza kuda yang diuji di Irlandia, 7 sampel positif serologi. Hal ini menunjukkan paparan alami virus influenza kuda. Sebagai respons, Regulasi No. 357 di bawah UU No. 18 (2009) diterbitkan, memasukkan influenza kuda ke dalam daftar penyakit yang vaksinnya dapat diimpor.

 

Survei Kedua: Sebanyak 616 sampel dikumpulkan, termasuk dari wilayah lain di Pulau Jawa. Sampel diuji untuk beberapa penyakit, dan hasil disajikan dalam Lampiran 5.2. Peningkatan populasi kuda menjadi 1.370 ekor juga tercatat di basis data ISIKHNAS.

 

Selama tahun 2016, Dinas Kesehatan Hewan menerima laporan kasus yang dicurigai sebagai Japanese encephalitis, Equine rhinopneumonitis (EHV), dan strangles (distemper kuda) dari berbagai kabupaten di Pulau Jawa. Laporan-laporan tersebut dilacak hingga ke lokasi asalnya, dan Kantor Dinas Veteriner Kabupaten yang bertanggung jawab melakukan investigasi. Jika memungkinkan, sampel darah dikumpulkan untuk pengujian penyakit-penyakit tersebut di Pusat Penelitian Penyakit Hewan (Disease Investigation Centre/DIC) terdekat.

 

Selama presentasi hasil survei ke-2, laporan-laporan ini juga disampaikan kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (DGLAHS). Tabel 1 menunjukkan investigasi terhadap kasus-kasus yang dicurigai, sementara hasil pengujian strangles telah diintegrasikan ke dalam Lampiran 5.2 yang memuat hasil-hasil rinci.

 

Tabel 1. Investigasi terhadap kasus-kasus penyakit kuda yang dicurigai di Indonesia, 2016

DIC

Laporan Tahun 2016

Investigasi

Metode

Hasil Pengujian

Denpasar

Surra, strangles

Sampel diambil pada Agustus 2017

300 sampel serum dari kuda lokal

52 positif untuk strangles; Negatif untuk surra pada apusan darah, serologi masih ditunggu

Wates

EHV

Sampel diambil pada Oktober 2017

21 sampel serum dari sekitar lokasi laporan

14 positif untuk EHV

Maros

Strangles

3 peternak di lokasi laporan dikunjungi

Tidak ada sampel yang diambil karena kuda sudah tidak tersedia

Tidak konklusif

 

Untuk survei ketiga, sebanyak 446 sampel dikumpulkan. Sampel diambil pada 23 Januari hingga 9 Februari 2018, dan hasilnya tersedia pada Maret 2018. Sampel diuji untuk penyakit berikut (jumlah sampel yang diuji dalam kurung): influenza kuda (367), glanders (404), surra (431), EIA (415), dan piroplasmosis (435 – B. c; 446 – T. e). Dari 404 sampel glanders, 5 kuda olahraga dan 6 kuda pekerja menunjukkan hasil mencurigakan dalam uji CFT. Berdasarkan pengalaman selama survei pertama, larangan pergerakan diterapkan di dua lokasi tempat kuda tersebut berada. Kuda-kuda tersebut diisolasi di lokasi masing-masing dan diuji ulang dua kali dengan interval 4 minggu. Semua kuda menunjukkan hasil negatif pada pengambilan sampel ulang pertama atau kedua (Lampiran 8). Tidak ada tanda-tanda klinis penyakit yang diamati pada 11 kuda tersebut selama tiga kunjungan (lihat Lampiran 5.3).

 

Hasil dari tiga survei diberikan dalam Lampiran 5. Temuan serologis positif untuk piroplasmosis, influenza kuda, demam Nil Barat, virus herpes kuda, ensefalitis Jepang, strangles, dan surra dari tiga survei tersebut telah disampaikan kepada Petugas Veteriner di distrik masing-masing untuk ditindaklanjuti. Pemilik kuda dihubungi, dan dilakukan penelusuran terhadap kemungkinan tanda-tanda penyakit yang terkait dengan hasil serologis.

 

Karena sebagian besar penyakit tersebut sebelumnya tidak dilaporkan ke OIE dalam laporan 6 bulanan sebelum survei ini, OIE juga diberi tahu dan diminta untuk mengubah status, jika sesuai, dari “tidak pernah dilaporkan” menjadi “infeksi/infestasi terbatas pada satu atau lebih zona”.

Selama periode tiga survei, tidak ditemukan kasus klinis untuk hasil serologis apa pun.

Kunjungan oleh Otoritas Veteriner terkait survei penyakit ini dicatat dalam kartu pemilik dan dalam ISIKHNAS.

 

3.3.1.1 Surveilans vektor

Keberadaan vektor yang kompeten untuk penyakit kuda dan zoonosis seperti surra, ensefalitis Jepang, demam Nil Barat, anaplasmosis, babesiosis, dan theileriosis di Indonesia telah didokumentasikan dalam literatur. Untuk menilai keberadaan vektor tersebut di lokasi, Departemen Parasitologi dan Entomologi Medis Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, melakukan survei vektor pada Oktober 2017, yang mencakup beberapa lokasi kuda pekerja di DKI Jakarta. Studi longitudinal lainnya dilakukan pada Januari hingga April 2018 dengan pengambilan sampel dua kali per bulan.

 

Beberapa referensi literatur dan temuan dari dua survei tersebut dirangkum dalam Lampiran 7. Temuan utama menunjukkan tidak adanya kutu dan kelelawar di lokasi selama kedua survei. Lalat, nyamuk, dan serangga penghisap darah ditemukan terutama di area yang ditempati oleh pekerja, di air yang tergenang, dan di pot bunga. Beberapa serangga ditemukan di area kandang yang kosong.

 

Sebagai langkah awal, sumber air tergenang dibersihkan dan dikeringkan. Ketika pekerjaan konstruksi selesai pada awal Mei, sebagian besar pekerja telah meninggalkan lokasi, dan kantin mereka ditutup, fasilitas tersebut dibersihkan dan didisinfeksi secara menyeluruh sehingga tidak lagi menarik bagi serangga.

 

Berdasarkan temuan survei, program pengendalian vektor dirancang dengan menggunakan insektisida yang diketahui efektif melawan serangga yang teridentifikasi dan yang terdaftar di Indonesia. Program pengendalian ini juga mencakup program pengendalian hewan pengerat serta inspeksi rutin di area kandang untuk memantau keberadaan kelelawar.

 

IV. TINDAKAN UNTUK MENJAGA STATUS BEBAS DI KOMPARTEMEN EDFZ DAN KARANTINA

 

Selama masa berlaku deklarasi mandiri ini, kontrol pergerakan yang ketat diberlakukan mulai 15 Februari 2018 hingga setelah berlangsungnya Asian Games. Berdasarkan arahan Direktur Pelayanan Veteriner DKI Jakarta, dilakukan kampanye penyadaran kepada pemilik kuda (yang semuanya telah terdaftar di ISIKHNAS) untuk memberikan informasi bahwa tidak ada kuda baru yang boleh dibawa ke Zona Pengawasan selama periode ini. Jika kedatangan kuda baru tidak dapat dihindari, kuda tersebut harus diuji untuk glanders, EIA, surra, dan piroplasmosis. Kunjungan mendadak dan kontak melalui telepon dengan pemilik kuda dilakukan untuk memeriksa jumlah dan identitas kuda.

 

Sertifikat tambahan telah disiapkan untuk tujuan berikut:

(i) memasuki Zona Pengawasan dari wilayah Indonesia,

(ii) berpindah dari Fasilitas Karantina Hewan Terdaftar (RAQI) ke Zona Inti, dan

(iii) berpindah dari RAQI atau Zona Inti ke rumah sakit kuda.

 

Zona 1 km di sekitar venue dibersihkan dari semua kuda dan ternak lainnya selama periode yang sama untuk menciptakan zona penyangga di sekitar area bebas hewan.

 

Manual Biosekuriti telah dikembangkan yang merinci semua langkah yang harus diambil mulai dari kedatangan kuda hingga keberangkatan mereka di berbagai lokasi, termasuk RAQI, Klinik Hewan di venue, Rumah Sakit Kuda di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Pertanian Bogor, dan Unit Isolasi di venue.

 

4.1 Pengendalian Vektor

Mengingat beberapa penyakit yang dinyatakan bebas adalah penyakit yang ditularkan melalui vektor (EIA, surra, Japanese encephalitis, piroplasmosis), program pengendalian vektor telah diterapkan.

 

Peralatan fogging ultra-low volume (ULV) telah dibeli untuk menangani area terbuka yang luas menggunakan insektisida yang diaplikasikan dalam bentuk kabut tetesan kecil yang hampir tidak terlihat dan tetap berada di udara hingga menguap. Formulasi sintetis piretroid (Alpha-Cypermethrin, Permetrin, Deltametrin) akan digunakan. Area yang akan ditangani meliputi:

 

  • Area tribun utama: 2 hari sebelum kedatangan kuda dan setiap 6 hari selama tidak ada penonton.

  • Area kantor dan ruang pertemuan: 2 hari sebelum kedatangan kuda, dengan pemasangan aplikator "One Push" di setiap ruangan untuk digunakan sekali sehari.

  • Area kandang: 1 hari sebelum kedatangan kuda dan setiap 6 hari di sekitar area kandang. Di tempat pencucian, insektisida "Vape One Push" akan digunakan sekali sehari di pagi hari.

  • Klinik dan kandang isolasi: 1 hari sebelum kedatangan kuda dan setiap 6 hari di sekitar bangunan.

 

Perangkap cahaya UV dipasang di kandang, klinik, dan kandang isolasi.

Larvasida nyamuk seperti Temephos 1% (organophosphate) akan digunakan untuk menangani badan air terbuka di area lintas alam guna mengurangi kemungkinan tempat berkembang biaknya nyamuk. Perangkap lalat kuda juga akan dipasang di sekitar area kandang dan ruang terbuka luas di area lintas alam.

 

Langkah mitigasi lainnya meliputi penggunaan kipas angin di setiap kandang individu. Desain atap dan rencana bangunan terbuka pada kandang memungkinkan sirkulasi udara yang bebas. Pembersihan kotak kuda dan area umum seperti tempat pencucian dan lorong antar baris kandang akan dilakukan secara ketat.

 

Pengendalian Tikus

Pengendalian tikus akan diterapkan di area-area tertentu yang telah diidentifikasi oleh tim yang melakukan surveilans vektor. Peta yang menunjukkan lokasi perangkap tikus akan dipasang empat minggu sebelum kedatangan kuda, dan perangkap tersebut akan diperiksa secara berkala.

 

Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Pusat Kesehatan Lingkungan Jakarta akan memperkuat program pengendalian serangga rutin mereka di area pemukiman sekitar dengan menyemprotkan insektisida secara teratur dan menangani genangan air yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya serangga.

 

4.2 Ketentuan Karantina

Untuk kuda yang memasuki Jakarta dan memerlukan karantina pasca-kedatangan sesuai dengan "Sertifikat Veteriner untuk Impor Sementara Kuda ke Indonesia untuk Berkompetisi dalam Acara Berkuda Asian Games ke-18", sebuah Fasilitas Karantina Hewan Terdaftar (RAQI) telah disiapkan di klub berkuda swasta (Arthayasa) yang terletak di Zona Perlindungan, sekitar 42 km dari lokasi acara. Area karantina ini merupakan bagian yang sepenuhnya terpisah dari properti utama, dipisahkan oleh jalan dan sungai kecil. Unit-unit kandang sementara serta kandang isolasi dan semua instalasi biosekuriti telah disiapkan untuk menerima kuda dari berbagai negara. Rencana induk instalasi ditampilkan pada Lampiran 9.

 

V. RENCANA KOTINJENS

 

Jika tanda klinis penyakit menular atau menular kontak terdeteksi selama periode karantina atau selama acara berlangsung, tindakan pencegahan berikut telah disusun:

 

5.1. Di RAQI

Jika seekor kuda mengalami demam atau tanda klinis lain yang mengindikasikan penyakit menular atau menular kontak, kuda tersebut akan diawasi secara intensif di kandang isolasi. Jika diperlukan, sampel darah dan/atau sampel biologis lainnya akan diambil. Sampel ini akan diperiksa di laboratorium yang ditunjuk oleh Badan Karantina, dan jika perlu, akan dikirim ke Laboratorium Penelitian di Bogor untuk evaluasi dan konfirmasi lebih lanjut atas tanda-tanda klinis tersebut.

 

Jika seekor kuda mengalami cedera atau kolik yang tidak dapat ditangani di tempat, kuda tersebut akan dipindahkan ke rumah sakit kuda di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Pertanian Bogor, yang dilengkapi untuk melakukan intervensi bedah yang diperlukan.

 

5.2. Di Lokasi Acara

Jika seekor kuda mengalami demam atau tanda klinis lain yang mengindikasikan penyakit menular atau menular kontak, kuda tersebut akan dipindahkan ke unit isolasi di lokasi acara dan diawasi secara intensif. Jika diperlukan, sampel darah dan/atau sampel biologis lainnya akan diambil dan diperiksa di klinik di lokasi acara. Jika perlu, sampel tersebut akan dikirim ke laboratorium yang ditunjuk untuk evaluasi dan konfirmasi lebih lanjut atas tanda-tanda klinis tersebut.

 

Jika seekor kuda mengalami cedera ringan, kuda tersebut akan dipindahkan ke klinik di lokasi acara untuk mendapatkan perawatan. Jika cedera tersebut parah atau kuda memerlukan operasi kolik, kuda tersebut akan dipindahkan ke rumah sakit kuda di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Pertanian Bogor.

Dua ambulans kuda tersedia untuk digunakan jika diperlukan pemindahan kuda dari Stasiun Karantina atau lokasi acara ke Rumah Sakit Kuda.

Dalam kasus cedera di arena, layar akan dipasang untuk menutupi kuda yang terluka dari pandangan penonton. Kuda tersebut kemudian akan diangkut dengan ambulans ke klinik di lokasi untuk pemeriksaan, perawatan, atau jika cedera tersebut fatal, dilakukan eutanasia secara manusiawi.

 

 VI. KESIMPULAN

 

Delegasi Indonesia menyatakan diri, untuk periode 15 Februari hingga 30 September 2018, memiliki Zona Bebas Penyakit (EDFZ) yang terdiri dari kompartemen bebas penyakit, yaitu lokasi acara (Jakarta Equestrian Park). Lokasi ini telah dijaga bebas dari kuda selama lebih dari dua tahun. Status bebas penyakit pada kompartemen ini dikelola melalui langkah-langkah biosekuriti, terutama (i) pengelolaan lokasi yang sepenuhnya tertutup, (ii) zona penyangga yang tidak dihuni dengan lebar minimal 1 km yang mengelilingi kompartemen, dan (iii) pengendalian vektor serta pengendalian pergerakan kuda.

 

DGLAHS bermaksud untuk melakukan pernyataan mandiri mengenai kebebasan dari penyakit-penyakit berikut di kompartemen ini: anemia infeksius kuda, glanders, influenza kuda, surra, piroplasmosis, dan ensefalitis Jepang. Pernyataan mandiri ini juga secara jelas mendefinisikan langkah-langkah mitigasi biosekuriti dan pengelolaan yang telah diterapkan untuk menjaga kebebasan dari penyakit tersebut.

Delegasi menyatakan bahwa persyaratan dalam Kode Terestrial telah dipenuhi, termasuk prinsip-prinsip biosekuriti, pengelolaan, dan pertimbangan spasial seperti yang dijelaskan dalam Bab 4.3 dan 4.4 TAHC.

 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi Delegasi Indonesia, Dr. I Ketut DIARMITA.