La Nina merupakan salah satu fenomena
iklim global yang kerap memengaruhi cuaca di berbagai belahan dunia, termasuk
Indonesia. Fenomena ini terjadi ketika suhu permukaan laut di bagian
tengah dan timur Samudra Pasifik lebih dingin dari kondisi normal. La Nina
dianggap sebagai kebalikan dari El Nino, dan keduanya adalah bagian dari siklus
iklim yang dikenal sebagai El Nino-Southern Oscillation (ENSO).
Fenomena ini
muncul akibat interaksi dinamis antara lautan dan atmosfer. Ketika angin pasat
bertiup lebih kuat dari biasanya dari arah timur, massa air hangat di Samudra
Pasifik terdorong ke barat, mendekati kawasan Asia dan Indonesia. Sebaliknya,
perairan dekat Amerika Selatan mengalami pendinginan karena air laut dingin
dari dasar laut naik ke permukaan (upwelling). Kondisi inilah yang
memperkuat La Nina.
Dampak
La Nina di Dunia dan Indonesia
La Nina memiliki
pengaruh besar terhadap pola cuaca global. Di beberapa wilayah, fenomena ini
menyebabkan musim dingin lebih keras, sementara di belahan lain justru lebih
hangat. Intensitas badai tropis pun dapat meningkat, terutama di Samudra
Pasifik. Di sepanjang pantai Pasifik, perairan yang lebih dingin menjadi kaya
akan nutrisi, menciptakan ekosistem laut yang mendukung kehidupan spesies
tertentu, seperti salmon dan cumi-cumi.
Bagi Indonesia,
dampak La Nina sangat terasa dalam kehidupan sehari-hari. Curah hujan cenderung
lebih tinggi, suhu udara lebih rendah, dan kelembapan meningkat drastis.
Kondisi ini memicu terbentuknya lebih banyak awan hujan sehingga risiko banjir,
tanah longsor, hingga badai tropis semakin besar. Tak hanya itu, kondisi laut
juga ikut terdampak dengan meningkatnya gelombang tinggi yang mengancam
aktivitas perikanan maupun pelayaran.
Fenomena La Nina
pernah tercatat cukup kuat di Indonesia pada periode 2010–2011, 2016–2017,
serta 2020–2022. Pada masa-masa tersebut, curah hujan ekstrem mengakibatkan
banjir besar di berbagai wilayah dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak
sedikit. Meski begitu, curah hujan yang melimpah juga dapat memberikan sisi
positif, misalnya mendukung ketersediaan air bagi sektor pertanian tertentu.
Penyebab
Terjadinya La Nina
Secara garis
besar, La Nina terjadi karena penguatan angin pasat yang bertiup dari timur ke
barat di Samudra Pasifik. Angin ini mendorong air laut hangat menuju Asia
Tenggara, termasuk Indonesia, sehingga suhu laut di kawasan ini menghangat. Di
sisi lain, perairan di Pasifik bagian timur mendingin karena upwelling air laut
dalam.
Perbedaan
tekanan udara juga memperkuat terbentuknya La Nina. Saat tekanan atmosfer di
wilayah Indonesia dan Australia lebih rendah dibandingkan dengan Amerika
Selatan, pergerakan massa udara dan laut semakin mendukung pendinginan di timur
Pasifik. Kombinasi inilah yang membuat La Nina bisa bertahan selama
berbulan-bulan, bahkan lebih dari satu tahun pada kasus tertentu.
Penutup
La Nina, yang
dalam bahasa Spanyol berarti Anak Gadis, adalah fenomena alam yang
berulang dalam siklus iklim dunia. Meski bisa mendatangkan manfaat, seperti
meningkatnya produktivitas perikanan di beberapa wilayah, dampak buruknya juga
tidak bisa diabaikan. Di Indonesia, La Nina sering kali identik dengan curah
hujan ekstrem yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi. Karena itu,
pemahaman tentang fenomena ini menjadi penting agar masyarakat dan pemerintah
dapat menyiapkan langkah mitigasi sejak dini.
