Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label kebijakan impor pangan. Show all posts
Showing posts with label kebijakan impor pangan. Show all posts

Friday, 18 April 2025

Penghapusan Kuota Impor Bisa Rugikan Petani dan Hambat Swasembada Pangan

 


Pemerintah tengah merencanakan kebijakan besar yang bisa berdampak langsung pada kehidupan masyarakat dan masa depan ketahanan pangan nasional. Salah satu wacana yang mencuat adalah penghapusan kuota impor komoditas pangan, sehingga siapa pun diperbolehkan mengimpor bahan pangan tanpa batas. Jika benar-benar diterapkan, kebijakan ini dikhawatirkan akan membuka banjir impor dan mengancam keberlangsungan hidup para petani dan peternak lokal.

 

Gagasan ini disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Sarasehan Ekonomi di Jakarta pada 8 April 2025. Dalam pidatonya, Presiden menginstruksikan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan untuk menghapus sistem kuota impor bagi komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti daging. Menurut Presiden, kebijakan kuota selama ini cenderung hanya menguntungkan perusahaan tertentu.

 

Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam merespons pengenaan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat atas sejumlah produk Indonesia. Dalam laporan Estimasi Perdagangan Nasional (NTE) 2025 yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), Indonesia dinilai masih menerapkan hambatan perdagangan lewat sistem kuota impor dan penugasan impor oleh Perum Bulog.

 

Namun, banyak kalangan mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa berbalik merugikan negara sendiri. Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Dwi Andreas Santosa, mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia sudah memberikan bea masuk impor yang tergolong rendah, hanya 0-10 persen untuk 12 komoditas pangan utama. Akibatnya, impor terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam satu dekade terakhir saja, volume impor 12 komoditas seperti beras, kedelai, daging, dan susu naik hampir 12 juta ton, dari 22,56 juta ton pada 2014 menjadi 34,35 juta ton pada 2024.

 

Sumber: BPS diolah dwi andreas santosa (Kompas 9 April 2025)

Jika kuota dihapus dan siapa pun bebas mengimpor, maka akan terjadi lonjakan impor yang lebih besar lagi. Petani lokal jelas akan kesulitan bersaing, semangat untuk meningkatkan produksi dalam negeri bisa luntur, dan cita-cita menuju swasembada pangan akan terhambat.

 

Padahal, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, pemerintah telah menargetkan swasembada sejumlah komoditas penting seperti beras, jagung pakan, gula, dan garam. Bahkan, impor beras telah dihentikan pada 2025. Di sisi lain, Kementerian Pertanian juga tengah menyusun cetak biru swasembada daging dan susu untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis.

 

Sumber: Kementerian Pertanian (Kompas 9 April 2025)

 

Upaya ini mendapat sambutan positif dari pelaku usaha peternakan. Sugianto, Ketua Koperasi Peternakan dan Susu Merapi (KPSM) Seruni di Boyolali, mengaku tertarik mengembangkan peternakan sapi perah dengan mendatangkan indukan sapi impor. Namun ia khawatir, jika kebijakan impor dibuka lebar tanpa kuota, justru akan memicu lonjakan impor susu dan melemahkan semangat peternak lokal.

 

Oleh karena itu, pemerintah perlu sangat berhati-hati dalam merespons tekanan perdagangan dari luar negeri. Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra PG Talattov, menegaskan bahwa kebijakan impor pangan tidak bisa dilepas bebas begitu saja. Pemerintah harus tetap mengacu pada dua undang-undang penting, yaitu UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

 

Kedua UU tersebut menyatakan bahwa impor pangan hanya boleh dilakukan jika produksi dalam negeri tidak mencukupi. Selain itu, kebijakan impor harus melalui koordinasi antarkementerian. Dengan kata lain, tidak semua komoditas bisa langsung diimpor tanpa melalui perhitungan yang matang.

 

Abra juga merekomendasikan agar pemerintah terlebih dahulu mengidentifikasi komoditas mana yang memang masih perlu diimpor. Misalnya, jagung pakan yang saat ini masih dibutuhkan sambil menunggu hasil swasembada, serta gandum dan kedelai yang sulit diproduksi di dalam negeri. Selain itu, penting untuk tetap mempertahankan neraca komoditas sebagai alat pengendali keseimbangan antara produksi dalam negeri dan kebutuhan impor.

 

Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan penghapusan kuota impor justru bisa menjadi bumerang. Bukan hanya mengancam mata pencaharian petani dan peternak, tetapi juga melemahkan ketahanan pangan nasional yang selama ini sedang dibangun.

 

SUMBER

Kompas 9 April 2025. Penghapusan Kuota Impor Bisa Rugikan Petani dan Hambat Swasembada Pangan.


#Impor 

#Petani 

#Swasembada 

#Pangan 

#Kebijakan