Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Bioteknologi. Show all posts
Showing posts with label Bioteknologi. Show all posts

Thursday, 30 October 2025

Proses Ekstraksi Propolis Murni Untuk Pengobatan Alami

 


Proses Ekstraksi Propolis Murni Untuk Pengobatan Alami

 

1. Persiapan Bahan Baku

  • Bahan utama: propolis mentah (biasanya berwarna cokelat tua, lengket, dan bercampur lilin serta kotoran sarang lebah).
  • Tujuan tahap ini: menghilangkan kotoran, serangga, atau potongan kayu yang menempel.
  • Langkah:
    • Dinginkan propolis mentah (± −20 °C selama 2–3 jam) agar mudah dihancurkan.
    • Hancurkan menjadi serbuk kasar dengan blender atau mortar.

 

2. Ekstraksi (Proses Utama)

Tujuan: memisahkan senyawa bioaktif propolis (flavonoid, fenol, asam aromatik) dari lilin, resin, dan kotoran.

Ada beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan:

a. Ekstraksi Etanol (metode paling umum)

  • Pelarut: Etanol 70–95% (lebih disukai 70% untuk ekstraksi komponen polar dan nonpolar secara seimbang).
  • Rasio bahan: propolis: etanol = 1:5 atau 1:10 (berat/volume).
  • Prosedur:
    1. Campurkan propolis serbuk dengan etanol.
    2. Rendam selama 3–7 hari dalam wadah tertutup, sambil diaduk setiap hari.
    3. Setelah selesai, saring menggunakan kertas saring Whatman atau kain halus.
    4. Filtrat (hasil saringan) adalah ekstrak etanol propolis.
  • Catatan:

Jika ingin hasil lebih cepat, bisa gunakan ultrasonic-assisted extraction (UAE) selama 30–60 menit pada suhu ± 40 °C.

 

b. Ekstraksi dengan Pelarut Air (untuk aplikasi makanan/minuman)

  • Pelarut: air panas 60–70 °C.
  • Kelebihan: lebih aman untuk konsumsi oral.
  • Kekurangan: tidak mengekstrak komponen nonpolar secara optimal (flavonoid lebih sedikit).
  • Prosedur:
    Sama seperti ekstraksi etanol, tetapi gunakan air panas dan waktu ekstraksi 2–3 jam.

 

c. Ekstraksi Superkritis (Supercritical CO₂ Extraction)

  • Pelarut: CO₂ superkritis pada suhu 35–40 °C dan tekanan 150–300 bar.
  • Kelebihan: tidak meninggalkan residu pelarut, hasil sangat murni, cocok untuk produk farmasi.
  • Kekurangan: biaya alat tinggi dan membutuhkan teknisi terlatih.

 

3. Konsentrasi dan Pemurnian

Setelah ekstraksi, pelarut (etanol/air) harus dihilangkan agar tersisa ekstrak murni.

a. Evaporasi

  • Gunakan rotary evaporator atau pemanas air suhu < 60 °C.
  • Tujuan: menguapkan pelarut dan memperoleh ekstrak kental berwarna cokelat tua.

b. Filtrasi tambahan

  • Jika masih terdapat sisa lilin atau padatan, dapat dilakukan filtrasi dingin (cold filtration):
    • Simpan ekstrak di lemari es (4 °C) selama 24 jam.
    • Lilin akan mengendap, lalu disaring kembali.

Hasilnya: ekstrak propolis murni (bebas lilin, kaya senyawa aktif).

 

4. Formulasi Menjadi Produk Siap Pakai

Ekstrak murni ini dapat diformulasikan sesuai tujuan penggunaan:

Bentuk

Tujuan

Contoh Bahan Tambahan

Tingtur propolis

Obat tetes, antiseptik mulut

Etanol 70%

Ekstrak kental propolis

Bahan baku salep, kosmetik

Beeswax, minyak zaitun

Kapsul propolis kering

Suplemen oral

Maltodekstrin, gelatin

Nano-propolis / liposom propolis

Efektivitas tinggi dalam terapi

Surfaktan, fosfolipid, sonikasi

 

5. Standarisasi dan Uji Kualitas

Agar propolis siap digunakan secara medis atau terapi, dilakukan uji mutu:

Jenis Uji

Tujuan

Uji total flavonoid & fenol

Menilai kadar senyawa aktif

Uji antimikroba / antioksidan

Mengukur potensi biologis

Uji residu pelarut (GC/MS)

Menjamin keamanan konsumsi

Uji toksisitas (LD₅₀)

Menilai keamanan dosis

 

Referensi Ilmiah Terkini

 

  1. Bankova, V. et al. (2022). Propolis: Chemical composition and biological activity. Phytochemistry Reviews, 21(2), 345–368.
  2. Salatino, A. & Teixeira, E. W. (2021). Chemical diversity of propolis and the problem of standardization. Journal of Ethnopharmacology, 276, 114171.
  3. Huang, S. et al. (2023). Advances in extraction and application of propolis bioactive compounds. Food Chemistry Advances, 7, 100202.
  4. Zhao, Y. et al. (2024). Green extraction of propolis by supercritical CO₂ and its antimicrobial evaluation. Frontiers in Nutrition, 11, 1325509.

Wednesday, 8 October 2025

GMO vs CRISPR: Teknologi Genetik yang Bikin Heboh Dunia Pertanian!

 


Memahami Perbedaan GMO dan CRISPR


Di era bioteknologi modern, inovasi dalam bidang pertanian berkembang begitu pesat. Dari pengurutan DNA, kultur jaringan tanaman, hingga pengeditan gen—semuanya bertujuan untuk menciptakan tanaman yang lebih tangguh, produktif, dan efisien. Dua teknologi yang kini banyak diperbincangkan adalah GMO (Genetically Modified Organism) dan CRISPR/Cas (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats). Keduanya sama-sama mengubah genetik tanaman, tetapi dilakukan dengan cara yang sangat berbeda.

 

Organisme hasil rekayasa genetika atau GMO mulai populer sejak tahun 1990-an. Melalui teknik ini, ilmuwan memasukkan gen asing ke dalam DNA suatu organisme untuk memberikan sifat baru yang diinginkan—misalnya tahan hama, tahan herbisida, atau meningkatkan hasil panen. Karena ada gen dari spesies lain yang disisipkan, hasil modifikasi ini dapat terdeteksi melalui uji laboratorium. Contohnya, gen dari bakteri yang dimasukkan ke tanaman jagung agar tanaman tersebut mampu menghasilkan protein pelindung terhadap serangga tertentu.

 

Sementara itu, teknologi CRISPR/Cas bekerja dengan cara yang lebih presisi. Teknik ini tidak menambahkan gen asing, tetapi “mengedit” gen yang sudah ada dalam DNA tanaman. Ibarat fungsi gunting genetik, sistem CRISPR/Cas memotong bagian DNA tertentu, lalu membiarkan mekanisme alami sel memperbaikinya sehingga menghasilkan perubahan yang diinginkan. Hasilnya, tanaman yang dihasilkan memiliki sifat unggul tanpa menambahkan DNA dari luar, dan secara genetik sulit dibedakan dari tanaman hasil pemuliaan konvensional.

 

Untuk memudahkan pemahaman, bayangkan DNA seperti sebuah buku panduan kehidupan. Dalam teknik GMO, ilmuwan menambahkan bab baru yang berasal dari buku lain—misalnya menambahkan bab tentang “cara melawan hama” dari bakteri ke dalam “buku kehidupan” tanaman jagung. Sedangkan dalam teknik CRISPR/Cas, ilmuwan mengedit kalimat atau paragraf di dalam buku itu—memperbaiki kesalahan ejaan atau menambahkan kata agar maknanya lebih kuat, tanpa menulis bab baru. Kedua cara ini menghasilkan buku yang lebih baik, tetapi pendekatannya berbeda: satu menambah isi, yang lain memperbaiki dari dalam.

 

Infografik Deskriptif: GMO vs CRISPR/Cas

 

Aspek Perbandingan

GMO (Genetically Modified Organism)

CRISPR/Cas (Pengeditan Gen)

Cara Kerja

Menambahkan gen asing dari organisme lain ke dalam DNA

Mengedit atau memodifikasi gen yang sudah ada dalam DNA

Contoh Aksi

Gen bakteri disisipkan ke jagung agar tahan serangga

Gen tanaman diubah agar lebih tahan kekeringan

Asal Gen Baru

Dari spesies lain (transgenik)

Dari spesies yang sama (non-transgenik)

Deteksi Laboratorium

Mudah terdeteksi karena gen asing jelas berbeda

Sulit dibedakan dari hasil pemuliaan alami

Presisi Pengubahan

Lebih kasar, dapat memengaruhi bagian lain DNA

Sangat presisi dan terarah

Tingkat Kontroversi

Lebih tinggi (isu etika dan keamanan)

Lebih rendah, dianggap “alami” karena tanpa gen asing

Mulai Dikembangkan

Sejak 1990-an

Sejak 2010-an

Analogi Buku

Menulis bab baru dari buku lain

Mengedit kalimat dalam bab yang sama

 

Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada sumber perubahan genetiknya. GMO menambahkan gen baru dari luar, sedangkan CRISPR/Cas hanya mengubah gen yang sudah ada. Namun, keduanya memiliki tujuan yang sama: membantu manusia menciptakan tanaman yang lebih kuat dan produktif untuk menghadapi tantangan pertanian masa depan seperti perubahan iklim, hama baru, dan keterbatasan lahan.

 

Teknologi ini tentu menimbulkan perdebatan di masyarakat, baik dari segi etika, keamanan, maupun dampaknya terhadap lingkungan. Namun, satu hal yang pasti: bioteknologi pertanian terus bergerak maju dan membuka peluang besar bagi ketahanan pangan dunia.

 

Untuk kamu yang ingin terus mengikuti berbagai topik menarik seputar edukasi dan inovasi teknologi pertanian, pangan, peternakan, dan kesehatan hewan, kunjungi Jurnal Atani Tokyo di https://atanitokyo.blogspot.com/. Dapatkan inspirasi dan wawasan terbaru tentang bagaimana ilmu pengetahuan mengubah wajah pertanian Indonesia dan dunia!


Daftar Pustaka

  1. Bortesi, L., & Fischer, R. (2015). The CRISPR/Cas9 system for plant genome editing and beyond. Biotechnology Advances, 33(1), 41–52.

  2. Chen, K., Wang, Y., Zhang, R., Zhang, H., & Gao, C. (2019). CRISPR/Cas genome editing and precision plant breeding in agriculture. Annual Review of Plant Biology, 70, 667–697.

  3. European Food Safety Authority (EFSA). (2021). Guidance on the risk assessment of plants developed using genome editing. EFSA Journal, 19(10), e06735.

  4. National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine (NASEM). (2016). Genetically Engineered Crops: Experiences and Prospects. Washington, DC: The National Academies Press.

  5. World Health Organization (WHO). (2023). Modern biotechnologies and food safetyhttps://www.who.int/

  6. Zhang, D., Hussain, A., Manghwar, H., Xie, K., Xie, S., & Zhao, S. (2020). Genome editing with the CRISPR–Cas system: An art, ethics, and global regulatory perspective. Frontiers in Plant Science, 11, 921.