1. PENGANTAR
Penyakit African
Swine Fever (ASF) adalah penyakit viral yang menyerang ternak babi dan babi
liar (Suidae). Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi
karena morbiditas yang tinggi (100%), mortalitas yang tinggi (10–100%),
bersifat sangat menular, dapat mengganggu stabilitas perdagangan domestik
maupun internasional, menimbulkan larangan ekspor-impor dan pembatasan lalu
lintas antar daerah, serta memerlukan tindakan depopulasi karena hingga kini
belum terdapat vaksin. ASF juga menyebabkan epidemi yang dapat berlangsung
terus menerus.
Penyakit ini
sangat sulit dikendalikan karena virus ASF sangat tahan terhadap lingkungan.
Virus dapat bertahan beberapa hari di dalam feses, beberapa bulan di kandang
yang terkontaminasi, hingga 18 bulan di dalam darah. Virus juga dapat bertahan
selama 140 hari di dalam produk olahan daging babi serta bertahun-tahun di
dalam karkas. Penularan ASF dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung.
Strategi
pencegahan meliputi karantina, biosekuriti peternakan, serta berbagai langkah
lain untuk meminimalisir risiko penularan. Rencana kontingensi harus mencakup
seluruh tindakan yang diperlukan untuk memastikan penularan ASF dapat dikenali
dan dikendalikan sebelum mencapai fase epidemi, sekaligus memantau kemajuan
program eliminasi. Karena tidak adanya vaksin, strategi pengendalian dan
pemberantasan ASF yang paling memungkinkan adalah depopulasi.
2. ETIOLOGI
Virus ASF
diklasifikasikan dalam genus Asfivirus, anggota satu-satunya dari famili
Asfaviridae. ASF juga
merupakan satu-satunya virus DNA yang ditransmisikan oleh artropoda. Virulensi
isolat virus bervariasi dari rendah hingga tinggi.
a. Hewan Peka
Hewan yang peka terhadap ASF adalah babi domestik
dan babi liar. Semua babi liar Afrika rentan namun tidak menunjukkan gejala
klinis sehingga dianggap sebagai reservoir. Babi liar Eropa (Sus
scrofa) rentan dengan tingkat fatalitas yang mirip babi domestik. Babi liar di Amerika Selatan dan Karibia
juga memiliki kerentanan tinggi. Manusia tidak rentan terhadap ASF.
b. Penyebaran di Dunia dan Kejadian di Indonesia
ASF pertama dilaporkan di Afrika bagian selatan
pada 1900–1905, kemudian menyebar ke Afrika tengah dan utara (Sub-Sahara). Pada
1957, ASF dilaporkan di Portugal dan kemudian menyebar ke Eropa tengah hingga
Rusia pada 2008. Pada Agustus 2018 penyakit ini dilaporkan di China.
Setelah itu ASF ditemukan di Mongolia (Januari
2019), Vietnam (Februari 2019), Kamboja (Maret 2019), Hongkong (Mei 2019),
Korea Utara (Mei 2019), Laos (Juni 2019), Myanmar (Agustus 2019), Filipina dan
Timor Leste (September 2019). Hingga informasi terakhir, penyakit ini
belum dikonfirmasi di Indonesia.
c. Kriteria Diagnosis
- Kasus Terduga ASF
Babi yang
menunjukkan demam, anoreksia, lesu, kemerahan kulit, atau kematian dengan
mortalitas >5%, atau kematian mendadak >30% tanpa gejala klinis khas.
- Kasus Terduga Kuat ASF
Disertai perubahan patologi:
• Pembengkakan limfoglandula gastrohepatika
• Pembengkakan limpa berwarna kehitaman dan rapuh
- Kasus Telah Dikonfirmasi ASF
Positif melalui
isolasi/identifikasi virus atau deteksi gen ASF menggunakan PCR di laboratorium
yang ditunjuk.
Tanda-Tanda Klinis (Perakut,
Akut, Subakut, Kronis)
• Mati mendadak tanpa gejala (perakut)
• Demam hingga 42°C
• Hiperemia/sianosis ekstremitas (telinga, moncong)
• Hilang nafsu makan
• Tidak mampu berdiri, konvulsi
• Inkoordinasi
PATOLOGI
Patologi Anatomi
a. Bentuk Akut
• Hemoragi limfoglandula (ginjal, usus halus, gastrohepatika, submandibular)
• Pembesaran limpa 2–3 kali ukuran normal, gelap, lunak, mudah hancur
• Hemoragi hampir di semua organ
• Udema septa paru-paru
• Cairan dalam rongga tubuh
b. Bentuk Subakut
• Hemoragi limfoglandula dan ginjal
• Pembesaran limpa tanpa penyumbatan
• Konsolidasi lobular paru bagian kranial
• Hemoragi pada intestinal, limfoglandula, ginjal
c. Bentuk Kronis
• Pembesaran limfoglandula
• Perikarditis fibrinosa dan pleurisy
• Perlekatan lobular paru-paru, dapat menjadi nekrosis
• Paru mengecil, keras, dengan nodular putih
• Arthritis
• Ulser kulit
• Kondisi tubuh buruk
HISTOPATOLOGI
Nekrosis jaringan limfatik umum
terjadi, terutama limfoglandula, dengan karioreksis dan hemoragi. Nekrosis
lebih berat dibandingkan CSF. Terdapat vasculitis dengan degenerasi endotel dan
perubahan fibrinoid arteri. Dapat
ditemukan inflamasi pada otak, sumsum tulang belakang, dan saraf spinal tanpa
nanah.
a. Uji Laboratorium
Deteksi dan karakterisasi:
• RT-PCR, isolasi virus, ELISA antigen, PCR konvensional, sequencing
Uji serologi:
• ELISA, imunoperoksidase
b. Spesimen
• Identifikasi agen: darah berantikoagulan, jaringan organ (tonsil, limpa,
limfoglandula, paru, ginjal, usus halus)
• Serologi: serum
• Histopatologi: jaringan dalam PBS
c. Pengiriman Spesimen
Sampel harus didinginkan dan dikirim menggunakan gel beku.
d. Diagnosis Laboratorium
Deteksi virus menggunakan PCR, isolasi virus, ELISA. Karakterisasi dengan
sequencing. Serologi menggunakan imunoperoksidase.
e. Diagnosis Banding
• CSF
• Penyakit Aujeszky
• Erysipelas
• Salmonellosis
• Keracunan (warfarin)
• Pasteurellosis/pneumonia
• Aborsi/mumifikasi/stillbirth
• Mulberry heart disease
• Isoimmune thrombocytopenia
• Viral encephalomyelitis
RESISTENSI DAN IMUNITAS
Virus ASF adalah virus DNA besar
dengan 165 gen dan 50 protein.
Imunitas Bawaan
Populasi babi yang belum terpapar sangat rentan. Populasi yang pernah terpapar
memiliki resistensi lebih tinggi. Di Mozambik, sekitar 40% babi menunjukkan
variasi imunitas bawaan.
Imunitas Dapatan
Perbedaan gejala lebih disebabkan variasi virulensi strain dibandingkan status
imun. Babi yang selamat terlindung terhadap strain homolog tetapi rentan
terhadap strain heterolog. Virus ASF dapat menghindari respons imun dengan
bereplikasi pada makrofag.
a. Vaksinasi dan Penanganan
Hewan Terinfeksi
• Belum ada vaksin komersial
• Vaksin hidup dilemahkan memberi perlindungan homolog, tetapi belum aman
• Vaksin inaktif menghasilkan antibodi tetapi tidak cukup protektif
• Tidak ada pengobatan efektif
EPIDEMIOLOGI
a. Siklus ASF
• Siklus silvatik (babi liar–caplak)
• Siklus caplak–babi domestik
• Siklus domestik (babi–produk babi)
b. Masa Inkubasi
5–15 hari, kadang hingga 20 hari
c. Persistensi Virus dan Transmisi
• Bertahan pada pH 4–10
• Bertahan berbulan-bulan pada daging mentah/beku
• Bertahan 1 bulan di kandang terkontaminasi
• Diinaktivasi Cresol, NaOH 2%, Formalin 1%, sodium carbonate, iodofor, asam
fosfor, deterjen non-ionik, pelarut lemak
d. Transmisi
• Kontak langsung antar babi, termasuk melalui semen
• Kontak tidak langsung melalui feses, urine, pakan, kendaraan, peralatan
• Penularan melalui caplak
e. Vektor
Ornithodorus spp., Phacochoerus spp., Potamochoerus spp., Hylochoerus spp.;
nyamuk dan lalat sebagai penyebar mekanis.
RISIKO MASUKNYA ASF KE INDONESIA
Risiko terbesar berasal dari daging
babi dan produk babi terkontaminasi, bahan genetik babi, serta masuknya babi
hidup. Produk babi ilegal yang dibawa penumpang kapal, pesawat, atau barang
kiriman merupakan rute utama. Sampah kapal pesiar dan bahan genetik impor
ilegal juga menjadi jalur risiko.
#ASF
#SwineFever
#Biosecurity
#PigHealth
#DiseaseAlert
