Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label ekspor perikanan. Show all posts
Showing posts with label ekspor perikanan. Show all posts

Friday, 10 October 2025

Krisis Udang Radioaktif 2025 Guncang Keamanan Pangan

 


Krisis Udang Radioaktif 2025 dan Tantangan Keamanan Pangan Nasional

 

Latar Belakang

Pada Agustus 2025, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US-FDA) menarik sejumlah produk udang beku asal Indonesia yang diproduksi oleh PT Bahari Makmur Sejati (BMS) setelah mendeteksi adanya kontaminasi Cesium-137 (Cs-137)—zat radioaktif hasil peluruhan nuklir.


Kadar yang ditemukan sekitar 68 becquerel per kilogram (Bq/kg), jauh di bawah ambang intervensi FDA sebesar 1.200 Bq/kg, namun dinilai “tidak normal secara radiologis.”

 

Kasus ini menjadi penarikan produk pangan pertama di dunia akibat kontaminasi radioaktif non-nuklir, memicu kekhawatiran global terhadap rantai pasok perikanan Indonesia yang selama ini menjadi eksportir udang terbesar kelima dunia, dengan dua pertiga ekspornya ditujukan ke pasar Amerika Serikat.

 

Dampak Ekonomi dan Sosial

Pasca-pengumuman FDA, kapasitas pengolahan udang nasional turun 30–35% dan harga udang anjlok hingga 35% di beberapa daerah.

Krisis kepercayaan pasar menyebabkan pembatalan kontrak ekspor dari sejumlah negara tujuan lain.

Penolakan serupa juga meluas ke komoditas rempah, setelah FDA menemukan jejak Cs-137 pada cengkeh Indonesia, menandai potensi kontaminasi lintas komoditas.

Kejadian ini menyoroti kerentanan sistem keamanan pangan Indonesia, terutama di sektor hulu yang berdekatan dengan kawasan industri. Investigasi bersama Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), BRIN, dan KKP menemukan bahwa sumber kontaminasi berasal dari limbah logam dan aktivitas peleburan baja di Kawasan Industri Modern Cikande, bukan dari proses budidaya atau pengolahan udang itu sendiri.

 

Respons Pemerintah dan FDA

  • FDA menetapkan peraturan baru mulai 31 Oktober 2025, mewajibkan setiap eksportir Indonesia dari “wilayah merah” memiliki sertifikat pihak ketiga yang memverifikasi pengendalian unsur radioaktif.
  • Pemerintah Indonesia menghentikan sementara ekspor udang dari perusahaan terdampak dan menurunkan tim gabungan investigasi lintas kementerian.
  • Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa kadar Cs-137 pada produk yang dikembalikan masih aman dikonsumsi sesuai baku mutu nasional (≤500 Bq/kg), sedangkan Menteri Zulkifli Hasan memastikan udang yang diuji BRIN tidak menunjukkan risiko bagi kesehatan publik.
  • BRIN memastikan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar radiasi sangat rendah, tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan publik.

 

Meskipun tidak menimbulkan bahaya akut, paparan kronis Cs-137 berpotensi menyebabkan kerusakan DNA dan meningkatkan risiko kanker, sebagaimana dijelaskan oleh American Nuclear Society. Karena itu, negara-negara pengimpor tetap menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle).

 

Analisis Isu dan Tantangan Kebijakan

1.     Kesenjangan pengawasan radioaktif dalam sistem HACCP dan ekspor pangan.

Parameter radionuklida belum menjadi bagian dari pemeriksaan rutin ekspor, karena Indonesia tidak memiliki fasilitas nuklir aktif.

2.     Risiko lingkungan industri terhadap pangan.

Kedekatan lokasi tambak dan pabrik peleburan logam di Cikande menunjukkan perlunya penataan zonasi industri-pangan agar tidak terjadi kontaminasi silang melalui udara, air, atau tanah.

3.     Krisis kepercayaan global.

Kasus ini menunjukkan bagaimana insiden lokal dapat segera mengguncang pasar ekspor global dan menciptakan hambatan non-tarif baru yang berdampak luas bagi UMKM, petambak, dan pekerja sektor perikanan.

4.     Keterbatasan kapasitas laboratorium nasional.

Indonesia perlu memiliki laboratorium uji radioaktif pangan yang terakreditasi ISO/IEC 17025 untuk memperkuat validitas data dan mempermudah klarifikasi diplomatik.

 

Rekomendasi Kebijakan Strategis

1.     Integrasi Pengawasan Radioaktif ke dalam Sistem Keamanan Pangan Nasional.

Tambahkan parameter Cs-137 dan isotop terkait dalam uji mutu ekspor dari zona industri berisiko tinggi, sesuai pedoman Codex Alimentarius (≤1.000 Bq/kg).

2.     Zonasi Aman Industri dan Budidaya Pangan.

Tetapkan buffer zone minimal 2–5 km antara lokasi industri peleburan logam dan kawasan budidaya pangan, dengan pengawasan lingkungan rutin oleh Bapeten dan KemenLHK.

3.     Sertifikasi dan Verifikasi Independen.

Gunakan lembaga sertifikasi pihak ketiga berlisensi internasional untuk audit keamanan radioaktif perusahaan ekspor dari wilayah rawan.

4.     Transparansi Data dan Traceability.

Setiap kontainer ekspor harus dilengkapi dengan data asal tambak, lokasi pengolahan, hasil uji radioaktif, dan waktu pengiriman yang dapat diverifikasi publik.

5.     Diplomasi Ilmiah dan Advokasi ke WTO.

Gunakan mekanisme SPS (Sanitary and Phytosanitary Agreement) untuk memastikan standar FDA tidak melampaui Codex internasional.

Indonesia perlu lebih aktif di Codex Committee on Contaminants in Food (CCCF) dan meningkatkan kerja sama dengan FAO, WHO, dan IAEA.

6.     Edukasi Publik dan Industri.

Sosialisasikan risiko radiasi, prosedur uji mutu, dan tata kelola lingkungan kepada pelaku industri perikanan serta masyarakat agar tidak timbul ketakutan berlebihan terhadap produk domestik.

 

Kesimpulan

Kasus “Udang Radioaktif 2025” menjadi peringatan penting (wake-up call) bagi Indonesia dan dunia: bahwa ancaman keamanan pangan modern tidak hanya berasal dari mikroba atau kimia, tetapi juga kontaminasi lingkungan akibat aktivitas industri.

Insiden ini bukan sekadar masalah ekspor-impor, melainkan persimpangan antara kesehatan masyarakat, tata kelola lingkungan, dan diplomasi perdagangan internasional.

 

Dengan mengadopsi pedoman FAO–WHO–IAEA dan memperkuat pengawasan domestik, Indonesia dapat mengubah krisis ini menjadi momentum reformasi keamanan pangan nasional—menuju sistem yang lebih transparan, ilmiah, dan tangguh menghadapi risiko kontaminan masa depan.

 

Referensi


1.U.S. Food and Drug Administration (FDA). (2025). Import Alert: Frozen Shrimp from Indonesia Contaminated with Cesium-137. Washington D.C.: FDA.

2.The Jakarta Post. (2025, August 28). Indonesia shrimp exports under scrutiny after radioactive trace found by US.

3.Kompas. (2025, August 29). FDA Temukan Radioaktif pada Udang Indonesia, Pemerintah Lakukan Investigasi.

4.Media Indonesia. (2025, September 1). Bapeten Pastikan Sumber Cesium-137 dari Limbah Logam Industri.

5.DetikFinance. (2025, September 30). Zulhas Sebut Udang Ekspor RI yang Ditolak AS Aman Dikonsumsi. URL: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-8137903/zulhas-sebut-udang-ekspor-ri-yang-ditolak-as-aman-dikonsumsi

6.Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). (2025). Laporan Hasil Investigasi Awal Kontaminasi Cs-137 di Kawasan Industri Modern Cikande. Jakarta: Bapeten.

7.FAO/WHO Codex Alimentarius Commission. (2023). General Standard for Contaminants and Toxins in Food and Feed (CXS 193-1995, Rev. 2023). Rome: FAO/WHO.

8.International Atomic Energy Agency (IAEA). (2016). Safety Standards Series No. GSG-8: Radiation Protection of the Public and the Environment. Vienna: IAEA.

9.American Nuclear Society (ANS). (2024). Health Effects of Cesium-137 Exposure. Illinois: ANS Publications.

10.IPB University. (2025). Kajian Cepat Dampak Sosioekonomi Penolakan Udang Indonesia oleh AS. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

11.Wikipedia. (2025). 2025 Indonesia Shrimp Cesium Contamination Incident. Retrieved September 2025.