Gen 16S rRNA:
Kunci Canggih untuk Mengenali dan Mengklasifikasi Bakteri
Bakteri
merupakan mikroorganisme yang jumlah dan jenisnya sangat melimpah di alam.
Mereka bisa ditemukan di tanah, air, udara, bahkan di dalam tubuh manusia.
Namun, tidak semua bakteri dapat dikenali hanya dengan melihat bentuk atau
sifat fisiknya. Itulah sebabnya para ilmuwan terus mencari cara yang lebih
akurat untuk mengidentifikasi jenis-jenis bakteri.
Salah satu
terobosan penting dalam dunia mikrobiologi adalah penggunaan analisis
genetik, khususnya gen 16S ribosomal RNA (16S rRNA). Gen ini
terdapat di semua bakteri dan memiliki struktur unik: sebagian besar bagiannya
sangat stabil (disebut conserved regions), namun juga memiliki bagian
yang bervariasi (variable regions). Inilah yang membuatnya ideal untuk
membedakan satu jenis bakteri dari yang lain.
Dibandingkan
metode konvensional seperti pewarnaan Gram atau uji biokimia, teknik sekuensing
16S rRNA jauh lebih unggul. Metode tradisional kerap gagal mendeteksi bakteri
yang sulit dikultur di laboratorium atau yang memiliki karakteristik biokimia
yang tidak biasa. Sebaliknya, dengan membaca urutan gen 16S rRNA, kita bisa
mengenali bakteri bahkan dari spesies baru sekalipun — tanpa harus
menumbuhkannya lebih dulu di cawan petri.
Gen 16S rRNA
memiliki panjang sekitar 1.500 pasangan basa. Dalam praktiknya, cukup membaca
sebagian urutan sepanjang 500 basa untuk mengidentifikasi sebagian besar
bakteri klinis. Ini lebih hemat biaya, namun tetap memberikan hasil yang akurat
(Clarridge, 2004). Bahkan, banyak basis data genetik seperti GenBank telah
menyimpan lebih dari 90.000 data gen 16S rRNA yang siap dibandingkan untuk
mengenali bakteri tak dikenal.
Penggunaan
gen ini juga memungkinkan para ilmuwan menyusun "pohon keluarga"
bakteri yang menunjukkan hubungan evolusi antarmereka. Menariknya, hasil
pemetaan hubungan kekerabatan berdasarkan gen 16S rRNA sebanding dengan hasil
dari pemetaan seluruh genom (Bansal & Mayer, 2003), meskipun tentunya lebih
praktis dan efisien.
Kini, metode
sekuensing 16S rRNA telah menjadi standar emas di berbagai bidang, termasuk
kedokteran, lingkungan, pertanian, dan industri makanan. Bukan hanya untuk
identifikasi, tetapi juga untuk penelitian evolusi dan pemantauan mikroba dalam
ekosistem (Akihary & Kolondam, 2020).
Mengungkap
Dunia Mikroba: Kelebihan dan Keterbatasan Analisis Gen 16S rRNA dalam
Identifikasi Bakteri
Di balik
dunia yang tampak steril, sesungguhnya hidup jutaan mikroorganisme — terutama
bakteri — yang tak kasat mata namun memiliki peran besar dalam kesehatan,
industri, bahkan lingkungan. Salah satu tantangan utama dalam mikrobiologi
adalah bagaimana mengenali dan mengklasifikasikan bakteri-bakteri ini dengan
cepat, akurat, dan efisien. Di sinilah analisis gen 16S rRNA mengambil
peran penting.
Mengapa 16S
rRNA Begitu Istimewa?
Gen 16S rRNA
menjadi “buku petunjuk molekuler” yang sangat efektif dalam mengidentifikasi
bakteri. Berikut adalah keunggulannya:
1.Mampu mengenali bakteri langka dan bakteri
dengan profil unik yang sulit diidentifikasi dengan metode biasa.
2.Efektif untuk bakteri yang lambat tumbuh, seperti Mycobacterium
tuberculosis yang memerlukan waktu hingga 8 minggu untuk tumbuh di kultur
laboratorium.
3.Lebih akurat dibanding metode konvensional, karena
mampu mengidentifikasi lebih banyak spesies dengan tingkat kesalahan yang lebih
rendah (Akihary & Kolondam, 2020).
4.Membuka peluang penemuan spesies baru: Sekuensing
16S rRNA telah membantu mengidentifikasi lebih dari 200 spesies bakteri baru
dalam satu dekade terakhir.
5.Menjangkau bakteri yang tidak bisa dikultur, seperti Treponema
pallidum, agen penyebab sifilis. Metode ini dapat mendeteksi DNA-nya
langsung dari sampel, tanpa perlu menumbuhkannya.
6.Cepat, akurat, dan informatif: Sekuensing
sepanjang 500 hingga 1.500 basa cukup untuk membedakan berbagai spesies dengan
presisi tinggi (Janda & Abbott, 2007).
Tapi, Tidak
Semua Bisa Diatasi oleh 16S rRNA
Meski
revolusioner, metode ini tidak tanpa kelemahan. Ada beberapa keterbatasan
penting:
- Daerah "blindspot": Beberapa spesies, seperti Staphylococcus
aureus dan Burkholderia spp., memiliki sekuens 16S yang terlalu
mirip, sehingga sulit dibedakan. Solusinya, gen alternatif seperti groEL,
tuf, atau rpoB perlu dianalisis (Heikens et al., 2005; Kwok
& Chow, 2003).
- Tidak mendeteksi faktor virulensi: Karena gen 16S rRNA tidak menyandikan
protein virulen, metode ini kurang tepat untuk studi epidemiologi atau
patogenisitas.
- Kesamaan genetik ≠ kesamaan fungsi: Dua bakteri bisa memiliki gen 16S yang
identik, tapi secara morfologi dan fisiologi berbeda. Oleh karena itu, uji
fenotipik tetap penting sebagai pendamping (Clarridge, 2004).
Langkah-Langkah
dalam Analisis 16S rRNA
1.Ekstraksi DNA: Menggunakan enzim lysozyme, SDS, dan
proteinase K untuk memisahkan DNA dari sel bakteri (Clark & Pazdernik,
2009).
2.Amplifikasi dengan PCR: Menggandakan gen 16S menggunakan primer
universal.
3.Visualisasi dengan elektroforesis: Memastikan
produk PCR telah terbentuk.
4.Sekuensing DNA: Dilakukan dengan metode Sanger atau
teknologi sekuensing generasi baru (NGS).
5.Analisis hasil sekuensing:
Dibandingkan dengan database seperti GenBank, RDP, atau BLAST NCBI untuk
identifikasi.
Rekomendasi
Praktis
Menurut Janda
& Abbott (2007), berikut pedoman terbaik dalam penggunaan sekuensing 16S
rRNA:
- Gunakan panjang sekuens minimal 500–525
bp, idealnya 1.300–1.500 bp.
- Anggap hasil positif jika tingkat
kesamaan >99% (idealnya >99,5%).
- Tambahkan data fenotipik atau gen lain
jika skor kemiripan terlalu dekat.
Kesimpulan:
Kombinasi Ilmu Molekuler dan Konvensional adalah Kunci
Metode 16S
rRNA telah membawa revolusi besar dalam dunia identifikasi bakteri. Ia cepat,
akurat, dan menjangkau bakteri yang selama ini sulit dideteksi. Namun, seperti
pisau bermata dua, metode ini tetap perlu dilengkapi dengan pendekatan
konvensional dan molekuler lainnya. Dengan pendekatan integratif ini, dunia
mikroba tidak lagi gelap — ia kini terbuka lebar untuk dikenali, dipelajari,
dan dimanfaatkan untuk kebaikan umat manusia.
Dengan
kemampuannya membedakan spesies bakteri secara akurat dan efisien, gen 16S rRNA
telah merevolusi cara kita mengenali dan memahami dunia mikroba. Di masa depan,
pemanfaatan teknologi genetik ini akan terus berkembang, mempercepat diagnosa
penyakit, menemukan bakteri baru, dan menjaga kesehatan manusia serta
lingkungan.
Referensi
Akihary, D.
T., & Kolondam, B. J. (2020). Analisis filogenetik bakteri menggunakan gen
16S rRNA. Jurnal Biologi Tropis, 20(2), 89–95.
Janda, J. M.,
& Abbott, S. L. (2007). 16S rRNA gene sequencing for bacterial
identification in the diagnostic laboratory: pluses, perils, and pitfalls. Journal
of Clinical Microbiology, 45(9), 2761–2764.
Johnson, J.
S., et al. (2019). Evaluation of 16S rRNA gene sequencing for species and
strain-level microbiome analysis. Nature Communications, 10(1), 5029.
Heikens, E.,
Fleer, A., Paauw, A., Florijn, A., Fluit, A. C. (2005). Comparison of genotypic
and phenotypic methods for species-level identification of clinical isolates of
coagulase-negative staphylococci. Journal of Clinical Microbiology,
43(5), 2286–2290.
Kwok, A. Y.
F., & Chow, A. W. (2003). Phylogenetic study of the GroEL gene in various
Staphylococcus species. International Journal of Systematic and Evolutionary
Microbiology, 53(2), 451–460.
Sacchi, C.
T., et al. (2002). Sequencing of 16S rRNA: a powerful tool for bacterial
identification. Journal of Clinical Microbiology, 40(8), 2872–2878.
Clark, D. P.,
& Pazdernik, N. J. (2009). Biotechnology: Applying the Genetic
Revolution. Academic Cell.
Brown, T. A.
(1991). Essential Molecular Biology. Oxford University Press.