Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Penyakit Degeneratif. Show all posts
Showing posts with label Penyakit Degeneratif. Show all posts

Monday, 17 November 2025

Kalsifikasi Prostat: Tanda Bahaya Tersembunyi pada Pria 50+ yang Sering Diabaikan!

 



Kalsifikasi Prostat: Gambaran Klinis, Etiologi, dan Implikasi Radiologis

 

Kalsifikasi prostat merupakan temuan yang sering dijumpai pada laki-laki usia lanjut, terutama setelah usia 50 tahun. Kondisi ini umumnya berbentuk deposit tunggal, namun lebih sering ditemukan sebagai kelompok kecil yang tersebar pada jaringan prostat. Seiring bertambahnya usia, jumlah serta ukuran kalsifikasi meningkat secara progresif, sehingga prevalensinya pada populasi lanjut usia menjadi lebih signifikan (Harrison et al., 2018).

Secara epidemiologis, kalsifikasi prostat jarang dilaporkan pada anak-anak dan relatif tidak umum pada individu berusia di bawah 40 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa prevalensinya sangat bervariasi, berkisar antara 7–70%, tergantung populasi, teknik pencitraan, dan metode diagnostik yang digunakan (Liu & Chen, 2021). Variasi ini menunjukkan pentingnya pendekatan diagnostik yang komprehensif dalam menentukan kejadian kalsifikasi prostat di berbagai kelompok usia.

Dalam praktik klinis, kalsifikasi prostat umumnya merupakan temuan insidental dan tidak menimbulkan gejala. Akan tetapi, pada sebagian kasus, keberadaannya dapat berkontribusi terhadap disuria, hematuria, obstruksi saluran kemih, serta nyeri panggul atau perineum. Pada kondisi tertentu, deposit kalsium bahkan dapat keluar melalui uretra, meskipun kondisi tersebut jarang terjadi (Sato et al., 2020). Hubungan kausal antara kalsifikasi dan gejala klinis juga tidak selalu jelas sehingga evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memastikan adanya faktor penyerta.

Secara patologis, pembentukan kalsifikasi prostat terutama berkaitan dengan proses kalsifikasi pada corpora amylacea dan pengendapan sekresi prostat yang mengalami stagnasi. Corpora amylacea merupakan struktur lamelar kecil yang ditemukan pada prostat yang menua dan memiliki kecenderungan mengalami proses mineralisasi (Gleason & Foster, 2019).

Dari segi etiologi, kalsifikasi prostat dapat bersifat primer (idiopatik) maupun sekunder akibat berbagai kondisi seperti diabetes melitus, infeksi prostat (misalnya prostatitis bakteri atau tuberkulosis), pembesaran prostat jinak, kanker prostat, terapi radiasi, serta prosedur medis seperti pemasangan stent uretra atau tindakan pembedahan. Sekitar 10% kasus benign prostatic hypertrophy dilaporkan disertai deposit kalsifikasi (Morales et al., 2022).

Kalsifikasi prostat juga memiliki asosiasi dengan beberapa kondisi lain, termasuk sindrom nyeri panggul kronis, disfungsi berkemih, dan volume prostat yang lebih besar. Dalam kasus tertentu, terutama ketika kalsifikasi berukuran besar atau bersifat ekstrinsik, gangguan aliran urin dapat terjadi, meskipun insidensinya rendah (Kumar & Patel, 2021).

Pada pemeriksaan pencitraan, kalsifikasi prostat umumnya bersifat bilateral dan terletak pada lobus posterior serta lateral, meskipun kalsifikasi unilateral dapat ditemukan. Pada foto polos (X-ray), deposit kalsium dapat tampak sebagai granul halus hingga massa tidak beraturan berukuran 1–40 mm. Pada pembesaran prostat yang signifikan, kalsifikasi dapat tampak berada di atas simfisis pubis (Singh et al., 2017).

Ultrasonografi menunjukkan kalsifikasi sebagai fokus hiperekoik terang yang dapat disertai bayangan akustik posterior. Pada CT scan, kalsifikasi tampak sebagai fokus berattenuasi tinggi dengan ketebalan bervariasi. Sebaliknya, MRI relatif kurang sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, yang biasanya tampak sebagai area kecil tanpa sinyal (signal void). Penggunaan sekuens gradient echo seperti SWI terbukti meningkatkan deteksi deposit kecil pada jaringan prostat (Rodriguez et al., 2020).

Secara keseluruhan, kalsifikasi prostat merupakan fenomena umum yang umumnya tidak berbahaya, tetapi tetap memerlukan perhatian klinis terutama ketika dikaitkan dengan keluhan urologis atau perubahan patologis pada prostat.

 

Daftar Pustaka

  1. Gleason J, Foster R. 2019. Prostatic corpora amylacea and mineralization mechanisms. J Urol Pathol 12(3): 155–162.
  2. Harrison M, Cole D, Nguyen T. 2018. Age-related changes in prostatic calcification: A clinical overview. Int J Clin Urol 7(2): 88–94.
  3. Kumar S, Patel R. 2021. Association of large prostatic calculi with urinary dysfunction. Asian J Androl 23(1): 45–52.
  4. Liu H, Chen X. 2021. Prevalence variability of prostatic calcifications across populations. Clin Radiol Rev 19(4): 201–209.
  5. Morales F, Zhang L, Peters C. 2022. Prostatic hypertrophy and prevalence of intraprostatic calcifications. Urol Health J 14(1): 33–40.
  6. Rodriguez M, Allen P, Hawthorne J. 2020. Detection of micro-calcifications in the prostate using SWI MRI sequences. Magnetic Imaging Clin 28(2): 117–124.
  7. Sato Y, Kimura N, Oda K. 2020. Clinical cases of prostatic calculi expelled through the urethra. J Clin Urol Case Rep 5(1): 12–18.
  8. Singh V, Rao P, Datta S. 2017. Radiographic characteristics of prostatic calcifications in elderly men. Gerontol Imaging J 9(3): 140–147.
#KesehatanPria 
#KalsifikasiProstat 
#PenyakitProstat 
#RadiologiMedis 
#Urologi

Waspada! Usia Bertambah, Risiko BPH dan Disfungsi Ereksi Melonjak Tajam — Temuan Penelitian Mengejutkan!”

 



Hubungan Usia, Keparahan Benign Prostate Hyperplasia (BPH), dan Kejadian Disfungsi Ereksi

 

Abstrak

 

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dianggap sebagai penyakit degeneratif. Sebagai masalah yang sering terjadi pada pria seiring bertambahnya usia, BPH dapat menyebabkan disfungsi ereksi. Tinjauan literatur ini bertujuan mengetahui hubungan usia dan keparahan BPH dengan kejadian disfungsi ereksi. Penelusuran artikel berbahasa Inggris dan Indonesia yang diterbitkan tahun 2011–2020 dilakukan melalui PubMed, ScienceDirect, dan Google Scholar. Sebanyak 22 artikel disertakan dalam tinjauan ini. Hasil menunjukkan terdapat hubungan antara usia dan kejadian BPH, di mana peningkatan usia meningkatkan insidensi BPH. Selain itu, terdapat hubungan antara keparahan BPH dan disfungsi ereksi; insidensi disfungsi ereksi meningkat seiring keparahan BPH. Semakin tinggi skor IPSS maka semakin rendah skor IIEF-5.

Kata kunci: Benign Prostate Hyperplasia (BPH), Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), disfungsi ereksi.

 

PENDAHULUAN


Benign Prostate Hyperplasia (BPH) didefinisikan sebagai adenoma prostat yang dapat menyebabkan kerusakan kandung kemih hingga menyerang ginjal. Keluhan BPH biasanya diawali dengan retensi urin mendadak dan bila berlanjut dapat memengaruhi fungsi seksual.¹ Prevalensi BPH di dunia mencapai lebih dari 210 juta pria pada tahun 2010.² Di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH pada laki-laki di atas usia 60 tahun pada tahun 2013.³

 

Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan persisten untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk aktivitas seksual yang memuaskan.⁴ Prevalensinya diperkirakan meningkat secara global menjadi 322 juta pria pada tahun 2025, naik 111% dibanding 1995.⁵

 

BPH dan disfungsi ereksi merupakan dua kondisi yang saling berhubungan. Berdasarkan analisis 198 artikel relevan oleh Glina (2013), BPH menjadi salah satu faktor penyebab disfungsi ereksi.⁶ Survei Multinational Aging Men (MSAM) pada 14.000 pria usia 50–80 tahun menunjukkan bahwa 49% mengalami kesulitan ereksi, 48% gangguan ejakulasi, dan 7% nyeri saat hubungan seksual akibat BPH.⁷

 

Tingginya prevalensi BPH dan disfungsi ereksi, serta progresivitasnya dengan pertambahan usia, mendorong penulis melakukan tinjauan literatur mengenai hubungan usia, keparahan BPH, dan kejadian disfungsi ereksi.

 

METODE PENULISAN

 

Metode yang digunakan adalah narrative literature review. Pencarian literatur dilakukan pada database elektronik PubMed, ScienceDirect, dan Google Scholar. Artikel tambahan diperoleh dari WHO, Riskesdas, Kementerian Kesehatan RI, serta daftar pustaka artikel terkait.

 

Kriteria inklusi:

  • Artikel berbahasa Inggris atau Indonesia
  • Tahun publikasi 2011–2020
  • Kata kunci: Benign Prostate Hyperplasia, Lower Urinary Tract Symptoms, erectile dysfunction

 

Pencarian awal menemukan 7.043 artikel (PubMed 91; ScienceDirect 312; Google Scholar 6.640). Setelah seleksi judul, abstrak, duplikasi, dan eksklusi, tersisa 18 artikel. Empat artikel tambahan dimasukkan dari daftar pustaka, sehingga total artikel yang direview adalah 22 artikel.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

1. Hubungan Usia dan Keparahan Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

Insidensi BPH meningkat seiring usia: 20% (usia 41–50), 50% (51–60), 65% (61–70), 80% (71–80), dan 90% (81–90 tahun).⁸ Pertambahan usia meningkatkan kadar hormon DHT dan estrogen, memicu proliferasi sel prostat dan menurunkan apoptosis, sehingga risiko BPH meningkat.⁹

 

Berbagai penelitian di Indonesia (Kemalasari 2015; Asalia 2015; Fitriana 2014) menunjukkan mayoritas penderita berada pada usia 60–70 tahun.¹⁰–¹² Hal ini sesuai bahwa BPH merupakan penyakit terkait proses penuaan.¹³

 

Namun beberapa penelitian luar negeri menunjukkan tren peningkatan BPH terus berlanjut tanpa penurunan setelah usia 70 tahun, diduga dipengaruhi harapan hidup yang lebih tinggi.

 

Keparahan BPH

 

Penelitian Indonesia menunjukkan mayoritas pasien masuk kategori BPH berat, sedangkan penelitian Beijing (Song 2014) menunjukkan mayoritas BPH ringan.¹⁴ Ketidaksamaan ini dipengaruhi perilaku pencarian pengobatan; di Indonesia pasien cenderung berobat setelah gejala berat. Derajat keparahan juga meningkat seiring usia (Song 2014). Studi kohort 25.879 pria selama 16 tahun menunjukkan progresivitas LUTS/BPH seiring bertambah usia.¹⁵

 

2. Hubungan BPH dengan Kejadian Disfungsi Ereksi

 

Berbagai penelitian (Kemalasari 2015; Asalia 2015; Fitriana 2014; Haryanto 2016; Choi 2020; Dogan 2015) menunjukkan hubungan yang konsisten:

  • peningkatan skor IPSS berkaitan dengan penurunan skor IIEF-5
  • keparahan BPH berbanding lurus dengan keparahan disfungsi ereksi
  • volume prostat yang lebih besar menurunkan fungsi ereksi

 

Mekanisme biologis yang menghubungkan BPH dan disfungsi ereksi:

 

1.Penurunan NO synthase/NO pada prostat dan otot polos penis menyebabkan gangguan tonus otot polos dan ereksi.⁷

2.Hiperaktivitas sistem saraf otonom memengaruhi pertumbuhan prostat dan mengganggu regulasi ereksi.¹⁸–¹⁹

3.Peningkatan aktivitas Rho-kinase menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan eNOS.²⁰

4.Iskemia prostat dan penis akibat aterosklerosis pelvis dapat memicu BPH dan disfungsi ereksi.²¹

5.Sindrom metabolik (obesitas, hipertensi, resistensi insulin) berkontribusi pada proliferasi prostat dan gangguan ereksi.²²–²³

6.Faktor psikologis seperti depresi dapat memperburuk LUTS/BPH dan disfungsi ereksi.⁷

 

PENUTUP

 

Kesimpulan

 

Terdapat hubungan antara usia dan kejadian BPH; semakin tinggi usia, semakin besar risiko BPH. Keparahan BPH juga berhubungan dengan terjadinya disfungsi ereksi. Insidensi disfungsi ereksi meningkat seiring peningkatan skor IPSS dan penurunan skor IIEF-5.

 

Saran

 

  • Pasien usia ≥40 tahun dianjurkan memeriksakan diri bila mengalami gejala LUTS untuk mencegah komplikasi.
  • Tenaga medis, khususnya dokter urologi, diharapkan menilai adanya disfungsi ereksi pada pasien BPH agar dapat ditangani bersamaan.
  • Penelitian lebih lanjut, terutama pada aspek biologi molekuler, diperlukan untuk memahami mekanisme hubungan BPH dan disfungsi ereksi secara lebih mendalam.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.Foo KT. What is a disease? What is the disease clinical benign prostatic hyperplasia (BPH)? World J Urol. 2019;37(7):1293–6.

2.Lokeshwar SD, Harper BT, Webb E, et al. Epidemiology and treatment modalities for the management of benign prostatic hyperplasia. Curr Opin Urol. 2019;8(4):529–39.

3.Amadea RA, Langitan A, Wahyuni RD. Benign prostatic hyperplasia (BPH). J Med Prof (MedPro). 2019;1(2):172–6.

4.Liu Q, Zhang Y, Wang J, et al. Erectile dysfunction and depression: a systematic review and meta-analysis. J Sex Med. 2018;15(8):1074.

5.Goldstein I, Goren A, Li WW, Tang WY, Hassan TA. Epidemiology update of erectile dysfunction in eight countries with high burden. Sex Med Rev. 2019;1–11.

6.Glina S, Glina FPA. Pathogenic mechanisms linking benign prostatic hyperplasia, lower urinary tract symptoms and erectile dysfunction. Ther Adv Urol. 2013;5(4):211–8.

7.Di Nunzio C, Roehrborn CG, Andersson KE, McVary KT. Erectile dysfunction and lower urinary tract symptoms. Eur Urol Focus. 2017;3(4):1–2.

8.Roehrborn CG, McConnell JD. Etiology, pathophysiology, epidemiology and natural history of benign prostate hyperplasia. Elsevier. 2015;11:1297–336.

9.Tawale MB, Tendean L, Setiawati L. Gambaran disfungsi ereksi pada pasien dengan benign prostatic hyperplasia (BPH) di Klinik Advent Tikala Manado. J e-Biomedik. 2016;4(2):4–7.

10.Kemalasari DW, Nilapsari R, Rusmartini T. Korelasi disfungsi seksual dengan usia dan terapi pada benign prostate hyperplasia (BPH). Glob Med Health Commun. 2015;3(2):60–3.

11.Asalia M, Monoarfa R, Lampus HF. Hubungan antara skor IPSS dan skor IIEF pada pasien BPH dengan gejala LUTS yang berobat di Poli Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. J e-Clinic. 2015;3(1):477–83.

12.Fitriana N, Zuhirman, Suyanto. Hubungan benign prostate hypertrophy dengan disfungsi ereksi di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2014;1–12.

13.Haryanto H, Rihiantoro T. Disfungsi ereksi pada penderita benign prostate hyperplasia (BPH) di rumah sakit Kota Bandar Lampung. J Keperawatan. 2016;12(2):286–94.

14.Song J, Shao Q, Tian Y, et al. Lower urinary tract symptoms, erectile dysfunction and their correlation in men aged 50 years and above: a cross-sectional survey in Beijing, China. Med Sci Monit. 2014;2806–10.

15.Chughtai B, Forde JC, Thomas DDM, et al. Benign prostatic hyperplasia. Nat Rev Dis Prim. 2016;2:1–15.

16.Choi WS, Song WH, Park J, Yoo S, Son H. Relationship between each IPSS item score and erectile dysfunction in the Korean Internet Sexuality Survey (KISS): do men with weak streams have low sexual function? World J Urol. 2020.

17.Dogan Y, Uruc F, Aras B, et al. The relationships between metabolic syndrome, erectile dysfunction and lower urinary tract symptoms associated with benign prostatic hyperplasia. Turk Urol Derg. 2015;41(1):7–12.

18.Kardasevic A, Milicevic S. Correlation of subjective symptoms in patients with benign prostatic hyperplasia and erectile dysfunction. Med Arch. 2017;71(1):32–6.

19.Mazur DJ, Helfand BT, McVary KT. Influences of neuroregulatory factors on the development of lower urinary tract symptoms/benign prostatic hyperplasia and erectile dysfunction in aging men. Urol Clin North Am. 2012;39(1):77–88.

20.Zewdie KA, Ayza MA, Tesfaye BA, Wondafrash DZ, Berhe DF. A systematic review on Rho-kinase as a potential therapeutic target for the treatment of erectile dysfunction. Dovepress. 2020;12:261–72.

21.Gacci M, Eardley I, Giuliano F, et al. Critical analysis of the relationship between sexual dysfunctions and lower urinary tract symptoms due to benign prostatic hyperplasia. Eur Urol. 2011;60:809–25.

22.Corona G, Vignozzi L, Rastrelli G, Lotti F, Cipriani S, Maggi M. Benign prostate hyperplasia: a new metabolic disease of the aging male and its correlation with sexual dysfunction. Hindawi Publishing. 2014:1–14.

23.Vitriani IG, Duarsa GW. Diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, dan usia berhubungan terhadap meningkatnya risiko terjadinya disfungsi ereksi pada pasien benign prostate hyperplasia di Rumah Sakit Sanglah, Juni–Oktober 2015. E-Jurnal Medika Udayana. 2015;7(5):198–202.

 

SUMBER:

Winda Wati, Eka Yudha Rahman, Lena Rosida, Hendra Sutapa, Roselina Panghiyangani. 2021. Literature Review: Hubungan Usia, Keparahan Benign Prostate Hyperplasia (BPH), dan Kejadian Disfungsi Ereksi. Homeostasis, Vol. 4 No. 1, April 2021: 237-244.

#BPH
#DisfungsiEreksi
#KesehatanPria
#KesehatanProstat
#LUTS