Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Bio-fuel. Show all posts
Showing posts with label Bio-fuel. Show all posts

Thursday, 19 August 2010

Energi Berbahan Baku Produk Pertanian

Krisis pangan global yang dipicu booming harga komoditas telah menyadarkan banyak negara begitu pentingnya mengurangi ketergantungan pasokan pangan pada impor. Faktor penting yang menjadi kendala produksi, yakni faktor iklim dan kompetisi penggunaan lahan antara komoditas pangan dan bio-fuel.

Banyak kalangan korporasi multinasional meramaikan perburuan ”Emas Baru” yang difasilitasi habis-habisan oleh pemerintah negaranya. Bahkan, bank-bank investasi, hedge funds, dan equity funds swastapun tak ketinggalan. Rabobank menyebutkan, saat ini ada lebih dari 90 lembaga investasi baru di dunia yang dibentuk khusus dengan tujuan investasi langsung di lahan pertanian negara berkembang.

Kebutuhan Bio-diesel dan Bio-fuel di Indonesia

Menurut DJLPE tahun 2006, perkiraan permintaan bio-fuel di Indonesia pada tahun 2010 adalah sebagai berikut. Total keperluan bahan bakar diesel pada tahun 2010 sebayak 34,89 juta liter dimana diperlukan substitusi 5% bio-fuel sebanyak 1,74 juta liter dan substitusi 10% bio-fuel sebanyak 3,48 juta liter. Sedangkan Total keperluan bahan bakar gasoline sebanyak 38,27 juta liter diperlukan substitusi 5% bio-fuel sebanyak 1,91 juta liter dan 10% bio-fuel sebanyak 3,82 juta liter.


Target pemanfaatan bahan bakar biomassa

Menurut DJLPE tahun 2006, target pemanfaatan bahan bakar biomassa di Indonesia pada tahun 2010 sebagai substitusi bio-diesel (pengganti solar) sebanyak 2,41 juta kiloliter, substitusi Bio-ethanol (pengganti bensin) sebanyak 1,48 juta kiloliter. Sedangkan substitusi pengganti minyak tanah dan fuel oil (minyak bakar) masing-masing sebanyak 0,96 juta kiloliter dan 0,4 juta kiloliter. Sehingga total target substitusi bahan bakar biomassa pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 5,25 juta kiloliter. Dan ditargetkan total substitusi bahan bakar biomassa tersebut pada tahun 2025 sebanyak 22,26 juta kiloliter.


Potensi Indonesia memproduksi Bio-diesel dan Bio-fuel

Menurut APROBI, pada tahun 2009 dari 9 perusahaan di Indonesia berpotensi memproduksi Bio-diesel dengan kapasitas sebanyak 2.171.000 kiloliter per tahun. Untuk kebutuhan lokal diperlukan sebanyak 981.000 kiloliter.

Bahan Baku Bio-diesel dan Bio-fuel

Indonesia mempunyai sederet bahan baku produk pertanian yang bisa diolah menjadi bio-fuel dan bio-diesel. Banyak contoh pemanfaatan berbagai jenis Biomassa dan limbah Biomassa di Negara tercinta ini. CPO yang saat ini sebagai bahan baku industri pangan dan kosmetik dipromosikan menjadi bahan Bio-diesel. Serat sawit dan tandan kosong (FEB) digunakan sebagai bahan bakar boiler. Lumpur sawit yang saat ini sebagai pakan ternak sapi bisa bersaing menjadi Bio-briket. Jagung pada mulanya bahan makanan dan pakan ternak saja, sekarang komoditi tersebut sudah diperebutkan sebagai bahan baku Bio-ethanol.

Bagase bisanya untuk bahan pupuk dapat juga dijadikan bahan bakar boiler dan bahan dasar Bio-briket. Bonggol jagung bisa dijadikan bahan bakar tungku dan Bio-briket. Tetes tebu biasa untuk bahan bumbu masak dapat diolah menjadi Bio-ethanol. Sekam padi biasa digunakan untuk pakan ternak kalau diolah dapat menjadi Cogen, Bio-briket, bahan umpan gasifikasi, briket arang sekam.

Kelapa sebagai bahan pangan dan obat dapat dijadikan minyak bakar dan Bio-diesel. Serat kelapa bisasa digunakan sebagai bahan kemawan dan furniture bisa menjadi Bio-briket dan bahan bakar boiler. Batok kelapa bisa digunakan untuk arang aktif juga bisa dijadikan bahan bakar tungku dan bahan umpan gasifikasi. Limbah kandang peternakan dan rumah potong hewan bisa dijadikan Bio-gas.

Peluang Nyamplung

Nyamplung (Calophyllum inophyllum) merupakan tanaman pohon hutan yang potensial menjadi sumber energi Bio-fuel. Biji Nyamplung mempunyai rendemen tinggi, bisa mencapai 74%. Salah satu kelebihannya dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan. Produktifitas biji Nyamplung cukup tinggi yaitu 20 ton/ha/masa panen. Tanaman Nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami hampir di seluruh daerah di Indonesia terutama pada daerah pesisir pantai. Regenerasinya mudah dan menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan. Cocok di daerah beriklim kering, pemudaan alami banyak, dan berbuah sepanjang tahun. Siapa berani berinvestasi?

Tuesday, 28 April 2009

From fossil fuel to bioenergy

Biomass power from waste wood

MES group works comprehensively on biomass power plant from construction, operation and maintenance of the plant to supply control of fuel

Biomass power generation

This plant is to generate electricity firing fuel made from demolished house wood and house organic waste, etc. In Japan about 330 biomass generation plants are in operation at the end of October 2008.

Green Power Ichihara Co. Ltd. An MES’s subsidiary company, constructed biomass power plant in the premises of Chiba Works of MES aiming to mainly use demolished house wood together with refuse paper and plastic fuel (RPF) gathered from Tokyo metropolitan and its surrounding prefectures.

Power generation capacity of the plant is 49,900 kW and power transmission capacity is 43,800 kW, which are the largest scale in Japan as the biomass generation plant. The wood chip fuel and RPF are supplied by recycle Sources Company, established by MES and New Energy Supply Company, under supply control where temporary storage as necessary and timely supply of the fuel are made.

Approx. 350 thousand tons of CO2 (equivalent to about 100 thousand kl of crude oil) can be decreased in a year by this power plant.

The fuels for the biomass power plant

As mentioned above the fuels are recycled wood chips and RPF. The wood chips are made from demolished houses and wood remainder materials after lumbering by refining removing impurities. Other fuel used is RPF. It is the high-calorie solid fuel made from waste paper and plastics, which are difficult to be recycled to paper and plastic.

Biogas, electricity, heat source, liquid manure, etc. from human excreta, garbage, etc.

MES had been tackling the development of disposal plant for human excreta, sludge from the waste water treatment facility, household garbage, etc. for several decades, and has constructed many plants in the past. In the recent years in line with the enhancement of social consciousness for preservation of environment, such treatment facilities to be newly constructed are changing from mere treatment facility to the facility to the recycle such waste to valuable things as biogas, electricity, heat resource, fertilizer, etc.

One of such facility is recently constructed in Oki Town, Fukuoka Prefecture in western part of Japan. The facility named “Oki Recycling Center Kururun” was born as a Framework for Biomass Town, availing subsidy of the Japanese Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries. In this facility human excreta, sludge from waste water treatment and household garbage are mixed and fermented to make liquid manure, which is recycled to farmland. Further, biogas made in the process of fermentation is utilized to generate power to be used for the electricity required for operation of the facility.

Biogas, electricity, heat source, manure from garbage

Another plant MES would like to introduce is the waste treatment facility named “Recyclean” constructed in Nakasorachi, Hokkaido, located in the northern part of Japan. This plant is largest class garbage disposal facility in Japan and can treat 55 tons (nominal capacity) of garbage gathered from 40 thousand households and offices in the Nakasorachi area in a day. The garbage is fermented to biogas to be used for power generation and as boiler fuel. The electricity made is used for operation of the facility and the surplus electricity is sold to electricity Company. Further, heat produced by generator and boiler is used to heat methane fermentation tank and road heating. In addition, sludge after methane fermentation can be utilized as the high quality farmyard manure, since the gathered garbage in collecting bags is made to pure garbage by removing the collecting bags and metal materials in the preliminary treatment process.

Source: MES Bulletin 64, 2009

Tuesday, 17 February 2009

Pabrik Bio-ethanol di Niigata Jepang

Paba bulan Pebruari 2008 Mitsubishi Enginering and Shipbuilding Co., Ltd. (MES) mulai membangun konstruksi pabrik yang dipergunakan untuk memproduksi bio-ethanol. Pada saat ini penggunaan pabrik ini masih tahap pengembangan dan diawasi, mempunyai kapasitas produksi 1000 kl ethanol per tahun dengan menggunakan bahan baku beras yang berasal dari panenan yang terbaik.

Pabrik ini merupakan bagian projek nasional yang diresmikan oleh Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF) Jepang. MAFF menamakannya “Demonstration Project on Regional Utilization Model of Bio-fuel” dan National Federation of Agricultural Cooperative Associations Japan (JA Zen-Noh) menjalankan projek ini untuk memproduksi bio-ethanol dari beras berasal dari panenan yang terbaik dengan bantuan subsidi MAFF untuk jangka waktu 5 tahun.

JA Zen-Noh mempromosikan penggunaan bio-ethanol di dalam organisasi JA Prefektur Niigata. Pabrik pengolahan ini dibangun di kota Niigata. Pabrik ini memproduksi bio-ethanol dengan bahan beras yang berasal dari padi hasil panenan terbaik yang ditanam di Prefektur Niigata. Disediakan fasilitas pencampur bio-ethanol dan bensin yaitu berupa terminal tengki minyak bahan bakar kepunyaan JA. Bensin yang telah dicampur dengan bio-ethanol ini didistribusikan ke jaringan Pom minyak bahan bakar milik JA.

Kelebihan pabrik pengolahan bio-ethanol ini adalah tidak perlu pengolahan air limbah karena 1) menggunakan centrifugal separator dan menjaga keseimbangan panas dan air dalam mash column; 2) Stillage (residu fermentasi) konsentrasinya tinggi sampai 25%, sedangkan pemrosesan dengan menggunakan cara biasa sekitar 10%. Seluruh Stillage dapat digunakan sebagai bahan untuk makanan sapi atau menjadi pupuk. Dengan cara ini dapat menghemat biaya pengolahan air limbah, ini merupakan jalan keluar memecahkan masalah yang dihadapi pengolahan cara lama.

Projek ini diharapkan dapat mengembangkan pertanian padi dan dapat memajukan efektifitas penggunaan lahan pertanian padi yang sulit dirubah untuk ditanami komoditi lain. Hal ini akan dapat mempertahankan kelestarian lahan pertanian, air dan lingkungan hidup di pedesaan untuk kehidupan masa depan. Pada saat yang bersamaan cara ini akan membantu memecahkan masalah-masalah pertanian yang dihadapi di tingkat daerah.

Sumber: MES Bulletin 63, 2009

Saturday, 10 May 2008

Mesin pembuat ethanol di rumah tangga dijual di US

Sebuah perusahaan baru berharap para pengedara mobil melakukan pembuatan ethanol di rumahnya masing-masing untuk mengisi tanki bahan bakar mobilnya. Hal ini dilakukan agar harga bahan makanan tidak naik.

Harga jagung di Amerika Serikat per bushel pada bulan Maret 2007 baru 3,91 US dollar semakin lama semakin naik, merangkak naik terus, lalu naik tajam pada bulan Januari 2008 dan akhirnya tertinggi pada bulan April 2008 mencapai 6,30 US dollar.

Produksi ethanol di Amerika serikat pada awal tahun 1980-an baru 0,2 milyar gallon, mengalami peningkatan terus akhirnya pada tahun 2007 produksinya mencapai 6,5 milyar gallon.

E-Fuel Corp. memperkenalkan mesin MicroFueler yang merupakan mesin pembuat ethanol pertama kali di dunia yang dapat dikerjakan di rumah. Penduduk dapat membuat ethanol sendiri dan memindahkannya ke tangki bahan bakar kendaraannya masing-masing.

Harga satu unit mesin yang mudah dipindahkan ini 10.000 US dollar. Mesin dilengkapi dengan pompa pengisi bahan bakar, Penggunaan mesin ini untuk mengantisipasi kenaikan harga bahan bakar yang telah mencapai titik tertinggi.

Menurut E-fuel Corp. mesin tersebut dapat memproduksi ethanol dengan biaya listrik rumah tangga 1 US dollar per gallon (3,8 liter).

Mesin ini memfermentasi bahan bakar yang bahan bakunya dari gula. Harga gula selama ini murah ketika suplainya dunia cukup.

Sistem pembuatan ethanol di Amerika Serikat selama ini menggunakan jagung yang telah ditentang oleh dunia karena telah menimbulkan peningkatan harga makanan sedunia.

“Tidak ada lagi seorang ibu menangis karena anak-anaknya tidak memperoleh gula yang cukup” kata Tom Quinn CEO dan pendiri E-Feul Corp.

Gula yang biasa dimakan harganya sangat mahal, sehingga E-Feul Corp akan menghubungkan pengguna mesin tersebut dengan pensuplai gula surplus yang berharga murah, termasuk gula yang tidak dapat dimakan (inedible) dari Mexico berharga jauh lebih rendah. Diharapkan juga pengguna mesin ini dapat membantu pembayaran untuk Feedstock dengan cara menjual carbon credit dengan penggunaan mesin tersebut karena membuat ethanol dari gula menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih rendah dari pada dari jagung.

Selain keuntungan diatas, pembelian mesin ini akan terlunasi oleh penggunaan mesin itu sendiri dengan cepat. Untuk 1 rumah tangga dengan 2 mobil yang dikendarai sepanjang 55.520 km per tahun, Microfueler akan membayar mesin itu sendiri kurang dari dua tahun dengan asumsi harga bensin 3,60 US dollar per gallon. Mesin tersebut dapat menghasilkan 35 gallon (132 liter) 100 persen ethanol per minggu.

Sumber : Japan Times 10 Mei 2008

Wednesday, 30 April 2008

Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcal) Jadi Proyek Nasional

Jarak pagar (Jatropha curcas L., Euphorbiaceae) merupakan tumbuhan semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropik. Tumbuhan ini dikenal sangat tahan kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun, saat ini ia makin mendapat perhatian sebagai sumber bahan bakar hayati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya. Peran yang agak serupa sudah lama dimainkan oleh kerabat dekatnya, jarak pohon (Ricinus communis), yang bijinya menghasilkan minyak campuran untuk pelumas.

Berdasarkan pengamatan terhadap keragaman di alam, tumbuhan ini diyakini berasal dari Amerika Tengah, tepatnya di bagian selatan Meksiko, meskipun ditemukan pula keragaman yang cukup tinggi di daerah Amazon. Penyebaran ke Afrika dan Asia diduga dilakukan oleh para penjelajah Portugis dan Spanyol berdasarkan bukti-bukti berupa nama setempat.

Kemampuan untuk diperbanyak secara klonal menyebabkan keanekaragaman tumbuhan ini tidak terlalu besar. Walaupun demikian, karena ia termasuk tumbuhan berpenyerbukan silang maka mudah terjadi rekombinasi sifat yang membawa pada tingkat keragaman yang cukup tinggi.

Biji (dengan cangkang) jarak pagar mengandung 20-40% minyak nabati, namun bagian inti biji (biji tanpa cangkang) dapat mengandung 45-60% minyak kasar. Berdasarkan analisis terhadap komposisi asam lemak dari 11 provenans jarak pagar, diketahui bahwa asam lemak yang dominan adalah asam oleat, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitat. Komposisi asam oleat dan asam linoleat bervariasi, sementara dua asam lemak yang tersisa, yang kebetulan merupakan asam lemak jenuh, berada pada komposisi yang relatif tetap (Heller 1996).

Jarak pagar dipandang menarik sebagai sumber biodiesel karena kandungan minyaknya yang tinggi, tidak berkompetisi untuk pemanfaatan lain (misalnya jika dibandingkan dengan kelapa sawit atau tebu), dan memiliki karakteristik agronomi yang sangat menarik.

Tanah tandus bisa menyelamatkan kesulitan negeri ini dalam menyediakan bahan bakar minyak (BBM) untuk rakyat. Dari sekitar 13 juta hektare lahan tandus di seluruh Indonesia, bila ditanami pohon jarak pagar dapat menghasilkan lebih dari 400 ribu barel solar per hari. Dengan produksi ini, pemerintah tak perlu pusing mengutak-atik RAPBN menyusul fluktuasi harga minyak.

Badan Pusat Statistik menyebutkan, semester I tahun ini, Indonesia mengimpor minyak senilai US$ 28,37 miliar. Nilai tersebut lebih besar dari periode sama tahun sebelumnya, yang mencapai US$ 20,96 miliar. Salah satu jenis BBM yang banyak dikonsumsi adalah solar. Sampai kini, konsumsi solar 460 ribu barel, atau 73.140.000 liter per hari. Tingginya angka penggunaan solar, sejatinya tidak harus ditutup melalui impor. Ada beberapa sumber energi alternatif yang bisa disubstitusikan sebagai pengganti solar. Salah satunya energi biodiesel berbahan dasar minyak jarak.

Pembuatan energi alternatif, kini mulai menggejala di berbagai belahan dunia. Sebagian negara ada yang mengembangkan biodiesel, sebagian lainnya mengaktifkan bioetanol. Ini berarti, Indonesia tidak sendirian ketika mencari sumber energi alternatif. Buktinya, negara sekelas Amerika Serikat saja, masih sibuk menggali sumber energi baru. Pekan pertama, Agustus ini, Presiden AS George W Bush menandatangani RUU Energi (Energy Bill) yang khusus mengatur Bio Fuel. Gejala serupa juga muncul di kalangan perusahaan minyak dunia. Misalnya, North Dakota Biodiesel Inc yang menginvestasikan US$ 50 juta untuk proyek biodiesel di Minot, North Dakota, USA. Biodiesel ini berbasis pada tanaman canola (sejenis gandum). Ini lah proyek terbesar di wilayah Amerika Utara, dengan produksi 100 ribu ton BBM.

Biodiesel yang dihasilkan dari 144 ribu hektar kebun canola. Produsen minyak kelapa sawit di Malaysia, IOI Corp dan Kuok Oil & Grains membangun dua penyulingan minyak kelapa sawit di Roterdam yang memproduksi lebih dari satu juta ton minyak kelapa sawit dalam satu tahun. Industri ini berencana memenuhi kebutuhan biodiesel di Eropa pada masa depan. Sementara itu, perusahaan minyak raksasa Brazil, Petrobras akan meningkatkan ekspor etanol sampai 9,4 miliar liter pada 2010, dari dua miliar liter tahun 2005.

Saat ini, Japan Mitsui & Co dan Vale do Rio Doce (CVRD) turut mendukung rencana Petrobras melalui studi peningkatan ekspor etanol Brazil. Perusahaan dunia tersebut bukan tanpa alasan bila menjatuhkan pilihan kepada biodiesel. Apalagi secara prinsip kimia, penemuan energi alternatif berbeda tipis dengan penemuan energi konvensional (minyak bumi). Sebab, kata Direktur PT Rekayasa Industri Triharyo Soesilo, keduanya sama-sama mengaktifkan energi matahari. “Hanya saja, minyak bumi terjadi karena dipress sekian lama (di perut bumi). Namun energi itu bisa disimulasi di dalam tumbuh-tumbuhan atau buah-buahan,” tambahnya.

Proses simulasi energi ini lah yang menghasilkan bahan bakar biodiesel. Sayangnya sebagai negara katulistiwa, Indonesia belum maksimum mengonversi energi matahari. Berbeda faktanya dengan negara lain yang sama-sama negara khatulistiwa. Brazil, misalnya. Negeri Samba ini sukses mengonversi energi matahari yang tersimpan di dalam gula. Kini, Brazil sudah menghasilkan Bioetanol yang dijual US$ 25 per barel. “Ada sebuah teori yang mengatakan, nanti dunia ini ketika minyak bumi habis, tanahnya akan dibagi dua. Tanah lahan subur untuk makanan, tanah tidak produktif untuk bahan bakar melalui biodiesel, bioetanol, dan lain sebagainya,” papar Triharyo. Dari 13 juta hektare lahan kering di seluruh tanah air, kurang dari 10% yang sudah dan akan dipakai.

Ini ironi, karena pertumbuhan pohon jarak justru sempurna bila ditanam di lahan kering. Jika Indonesia baru memanfaatkan kurang dari 10%, itu mengisyaratkan belum optimalnya pemanfaatan lahan kering. Saat ini, kata Triharyo, ada tiga lembaga yang menanam jarak. Pertama, perkebunan milik PT Rekayasa Industri dan Institut Teknologi Bandung (ITB) berlokasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) seluas 12 ha dengan 30 ribu pohon. Kedua, perkebunan milik PT Energi Alternatif Indonesia (ada 48 ribu pohon). Ketiga, Departemen Pertanian (3 ribu pohon) di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Selain itu, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) juga berencana menanam jarak pagar di 2000-2500 ha lahan gundul di Purwakarta, Oktober mendatang. Sebelumnya, RNI sudah menanam di Indramayu seluas 850 ha. Di Bireun, Nanggroe Aceh Darussalam, ITB, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Departemen Sosial (Depsos) bekerja sama menghidupkan 400 ha lahan kritis. Tiga bulan lagi, kata Guru Besar Kelautan dan Perikanan IPB Rohmin Dahuri, hasil budidaya pohon jarak sudah bisa dinikmati.

Solar yang dihasilkan akan memenuhi kebutuhan 200 kapal, satu pabrik es, satu cool storage, serta satu unit pembangkit listrik tenaga diesel. “Yang lebih indah bagi nelayan. Harganya Rp 2.000-2.500 per liter. Yang sebenarnya Rp 1.500 kembali ke dia karena jarak yang dikelola dari pabrik inti dibeli dari mereka,” jelas Rohmin.

Menurut perhitungan PT Rekayasa Industri, dari tiga juta ha lahan kering akan dihasilkan 92 ribu barel solar per hari. Untuk memenuhi lahan tersebut diperlukan sekitar 7,5 miliar bibit. Bila dari seluruh tanah tandus seluas 13 juta ha ditanam jarak pagar, solar yang dihasilkan lebih dari 400 ribu barel, Kendati sudah ditanam di beberapa tempat, budidaya jarak belum terkoordinasi secara nasional. Ini ironis, mengingat besarnya potensi di belakangnya.

Bayangkan, proyek percontohan di NTB dan Cilacap (Jawa Tengah), kata Tutik Herlina Mahendrato, business manager PT Rekayasa Industri, sudah dilirik sejumlah investor. Pada saat bersamaan, PT Energi Alternatif Indonesia sudah mengembangkan biodiesel buah jarak ke dalam skala industri. Sebuah pabrik dengan kapasitas produksi 1.000 liter solar/hari, kini berdiri di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Produk biodiesel sudah dijual kepada pengusaha asal Jepang, serta sejumlah SPBU lokal.

Gerakan Nasional Ada banyak pertimbangan menjadikan biodiesel sebagai proyek nasional. Selain potensi bisnis, juga penuntasan beragam kendala di belakangnya. Harus ada yang bisa menjawab kenapa 13 juta ha lahan kering se-Indonesia tidak digarap sebagaimana mestinya. Lahan-lahan yang tersebar di wilayah Sumatera, Nusa Tenggara, Sulawesi, Jawa bagian selatan, serta Papua tersebut dibiarkan terkapar.

Nasibnya tidak berbeda dengan pesakitan yang menunggu ajal. “Menurut saya, pemerintah harus mengambil inisiatif,” ujar Rohmin. Sementara Triharyo mengatakan, presiden harus segera mengeluarkan peraturan khusus. Seluruh Departemen harus dikondisikan untuk mendukung dan mengampanyekan pembuatan dan pemakaian biodiesel.

Ketua Forum Biodiesel Indonesia (FBI) Tatang Soerawidjaja, menyoroti komunikasi masing-masing institusi. Pengembangan biodiesel terkesan jalan sendiri-sendiri karena komunikasi antar pakar, industriawan, serta pemerintah belum berjalan. Namun untungnya, Pertamina sebagai personifikasi pemerintah sudah membuka diri. “Bila Pertamina sudah ikut main maka pengembangan biodiesel sudah tidak ada masalah lagi,” tegasnya.

Sumber : Investor Daily Online (27/8/05)

Friday, 21 March 2008

Daur Ulang Minyak Goreng ke Bio-diesel Fuel

1. Pendahuluan

Limbah minyak goreng nabati yang dibuang dari industri pengolahan makanan dan pedagang makanan serta rumah tangga di Jepang diperkirakan 400.000 ton per tahun. Limbah minyak goreng yang dikeluarkan dari industri pengolahan makanan dan pedagang makanan dikumpulkan oleh perusahaan pengumpul. Limbah yang terkumpul ini kemudian didaur ulang menjadi sabun, cat dan pakan hewan. Waktu itu limbah minyak goreng di rumah tangga dibuang sebagai sampah umum, akan tetapi akhir-akhir ini telah terdapat kesadaran masyarakat Jepang akan pentingnya perlindungan lingkungan hidup, makna daur ulang dan pemanfaatan kembali sumber bahan alam. Pada saat ini telah berkembang pergerakan masyarakat untuk mendaur ulang limbah minyak goreng yang berasal dari rumah tangga menjadi Bio-diesel Fuel (BDF) atau bahan bakar bio-diesel.

Sebagai salah satu usaha pencegahan pemanasan bumi, penggunaan bahan bakar berbasis biomass telah dicanangkan di beberapa tahun terakhir sebagai isu penting. Penyebaran teknologi penggunaan bahan bakar minyak nabati akan meningkat pada tahun-tahun belakangan ini dan telah menjadi kenyataan dan akhirnya banyak memverifikasi teknologi maju ini dan memperkenalkannya secara luas. Dan juga dikembangkan emisi zero pada limbah makanan, hal ini akan membantu penurunan emisi CO2 atau karbon dioksida dan penanggulangan pemanasan bumi. Sementara ini banyak rujukan tentang kajian biomass dan bahan bakar bio-ethanol, penelitian ilmiah sosial pada bahan bakar bio-diesel telah digalakan di Jepang. Disini dibahas daur ulang limbah minyak goreng dan penggunaan bahan bakar bio-diesel dalam bidang pertanian dalam arti luas.

2. Pengumpulan minyak goreng bekas dari industri makanan

Pembuangan limbah minyak goreng sebagian besar berasal dari minyak goreng nabati, total limbah tersebut di Jepang diperkirakan sebanyak 410.000 ton per tahun. Kurang lebih sebanyak 260.000 ton berasal dari para pengelola atau pedagang makanan seperti pabrik makanan, restoran dan pabrik tahu, sedangkan separuh lainnya 250.000 ton berasal dari limbah rumah tangga. Limbah minyak goreng berasal dari pedagang makanan dikumpulkan oleh pedagang pengumpul minyak goreng bekas. Sementara yang beasal dari rumah tangga dikumpulkan sebagian dengan alasan peningkatan kesadaran lingkungan hidup, akan tetapi kebanyakan dari limbah tersebut telah memadat dan dibuang dengan cara yang sama seperti sampah dapur lainnya.

Limbah minyak goreng sebanyak 260.000 ton yang dikumpulkan dari pedagang makanan di daur ulang untuk bahan dasar sabun, pupuk, pakan hewan dan cat. Pada tahun 2002 sebanyak 20.000 ton limbah minyak goreng digunakan untuk membuat bahan bakar bio-diesel dan boiler dan sebanyak 400.000 ton digunakan sebagai bahan baku untuk industri sabun, minyak dan cat, dan sekitar 200.000 ton untuk pakan hewan. Pada tahun yang sama sekitar 10.000 ton limbah minyak goreng dari rumah tangga didaur ulang untuk tujuan industri dan pembuatan bahan bakar.

Dari beberapa daerah telah terjadi peningkatan kesadaran bersama dalam pengumpulan dan pendaur-ulangan limbah minyak goreng ini sehingga pada tahun 2006 telah meningkat menjadi 20.000 – 30.000 ton. Maka dari itu kemungkinan limbah minyak goreng yang dapat dikumpulkan menjadi 100.000 ton per tahun. Minyak ini dapat didaur ulang dengan memisahkan minyak hewani dan bahan tambahan lainnya dengan cara memanaskannya di sebuah oven reaktor untuk mendehidrasinya dan menambahkan methanol (methyl alcohol), sebagai katalis. Lalu akan diperoleh methyl ester dan gliserin.

3. Kegiatan percontohan di Kyoto

Kota Tokyo tempat dimana dilahirkannya Kyoto Protocol pada tahun 1997, telah bekerja meminimalkan turunan sampah dan mendaur ulang limbah minyak goreng melalui kerjasama antara pemerintah setempat dengan masyarakatnya. Pada bulan November 1996 “Kyoto Minicipal Council for Promotion of Garbage Reduction” telah didirikan oleh penduduk, pedagang, dan pemerintah setempat. Dengan menggerakan penduduk yang berdedikasi di berbagai daerah, pemerintah setempat telah mengumpulkan 13.000 liter limbah ninyak goreng dari rumah tangga dalam waktu setahun dan juga setiap tahun telah membeli limbah minyak goreng yang berasal dari pabrik pengolah makanan, restoran dsb sekitar 1.400.000.000 liter dari pedagang pengumpul. Kemudian Kyoto setiap tahunnya memproduksi bahan bakar bio-diesel berasal dari 1,5 juta liter limbah minyak goreng yang dikerjakan di tempat produksi bio-diesel berlokasi di Fushimi-ku, Kyoto. Kyoto menggunakan bahan bakar bio-diesel (kemurnian 100%) sebagai bahan bakar untuk 220 truk sampah. Pada bulan April 2000, telah dimulai penggunaan bahan bakar campuran 20% bakar bio-diesel untuk bahan bakar sekitar 80 bus kota. Menurut Bidang Perencanaan Daur Ulang, Biro Lingkungan Hidup, Pemerintah Derah Kyoto, tidak ada prefektur lain yang menggunakan bahan bakar bio-diesel sebanyak 300 kendaraan, Kota Kyoto merupakan kota yang paling banyak menggunakan bahan bakar bio-diesel di Jepang.

4. Penggunaan bahan bakar bio-diesel di sektor pertanian dan perikanan

Penggunaan bahan bakar bio-diesel untuk kapal penangkap ikan, traktor pertanian, belum dilaksanakan secara besar-besaran. Beberapa telah dilaksanakan, sebagai contoh penggunaan bahan bakar bio-diesel oleh kapal penangkap ikan lokal “Kakezu-Maru", jaringan penangkap ikan yang dipunyai oleh Mr. Yosuke Matsuo, seorang anggota Koperasi Nelayan Kota Amino, Kyotango, Prefektur Kyoyo. Sejak Mei 2006, Mr. Matsuo telah mencoba menggunakan bahan bakar yang berasal dari limbah minyak goreng untuk kapalnya. Untuk wilayah ini kegiatan pengumpulan limbah minyak goreng telah dimulai. Dia penggerak kampanye lingkungan hidup di wilayahnya sebagai presiden “Council for Protection of Nakisuna ((Quartz sand) on the Kotohikihama Beach” di Amino-machi. Hal penting yang perlu dicatat bahwa bahan bakar bio-diesel merupakan bahan bakar ramah lingkungan yang dapat membantu penurunan emisi karbon dioksida dan sulfur oksida. Maka dari itu Mr. Matsuo telah memutuskan untuk menggunakan bahan bakar tersebut untuk menggerakan mesin kapalnya. Kakezu-Maru biasa menempuh jarak antara Pelabuhan Ikan Asamogawa ke penempatan jaring ikan yang berjarak sekitar 1,5 km dari garis pantai. Dia juga dapat menggunakan bahan bakar bio-diesel sama seperti menggunakan bahan bakar umum sebelumnya.

Penggunaan bahan bakar bio-diesel untuk traktor pertanian dapat dilihat pada projek “Nanohana Eco-life Network” di Shin Aashi dan Aito, Prefektur Shiga dan juga di Yokohama, Prefektur Aomori, Kanayama, Prefektur Yamagata dan Kita, Prefektur Akita. Di daerah tersebut bahan bakar Bio-diesel diproduksi menggunakan minyak bijian dan limbah minyak goreng.

5. Promosi bahan bakar bio-diesel

Sangat perlu pulikasi penggunaan bio-diesel kepada masyarakat sebagai bahan pendidikan tentang makanan, bidang pertanian, dan masalah lingkungan hidup yang akan berguna untuk keselamatan manusia dan kelestarian sumber alam di bumi. Pengembangan metoda daur ulang dan sistem sosial lingkungan hidup yang berkelanjutan akan menyumbangkan penurunan emisi karbon dioksida dan pencegahan pemanasan bumi. Yang diperlukan pertama kali adalah menarik perhatian pemerintah pusat dan daerah, sekolah dan persatuan orang tua murid, masyarakat pertanian dan perikanan, koperasi konsumen dan penduduk dalam membangun sistem sosial untuk penggunaan limbah minyak goreng.

Praktek yang menarik dalam rangka penggunaan limbah minyak goreng : 
 
1) Kegiatan yang dilakukan oleh NPO, pengumpul limbah minyak goreng di Sumida-ku, Tokyo dengan cara membuat kupon yang dapat ditukar dengan tanaman untuk ditanam di hutan Prefektur Fukushima. Metode ini dapat dipraktekan untuk mengumpulkan limbah minyak goreng untuk dijadikan bahan bakar bio-diesel yang digunakan pada kegiatan pertanian dan perikanan. 
 
2) "Kupon sayur-sayuran atau beras" dan "Kupon ikan" yang diberikan kepada mereka yang menyetorkan limbah minyak goreng, dengan kupon yang terkumpul dapat ditukarkan dengan sayur-sayuran, beras dan ikan dari koperasi pertanian dan perikanan setempat.

Penggunaan limbah minyak goreng dalam bidang pertanian dan perikanan menghadapi masalah tingginya biaya pengumpulan dan pemurnian. Sehingga perlu dukungan politik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pejabat berwenang yang lain. Di Jepang tidak ada subsidi harga bahan bakar yang diberikan kepada petani dan nelayan. Kebijakan baru untuk memberikan subsidi pada bidang pertanian, kehutanan dan perikanan untuk biaya pengumpulan dan pemurnian limbah minyak diperlukan adanya peraturan pemerintah untuk penurunan emisi CO2 dan perlindungan lingkungan hidup secara global. Usaha bidang perikanan sangat membantu perokonomian regional sehingga pemerintah daerah sangat diharapkan membantu dan mendukung kegiatan-kegiatan pusat pemrosesan perikanan yang terdapat di wilayah prefekturnya.
 
 
SUMBER
 
Farming Japan hal 28-30, Vol 42-1, 2008)

Friday, 15 June 2007

Jepang Fokus ke Bahan Bakar Bioethanol



Jepang sedang membidik bioethanol sebagai bahan bakar untuk mencegah ketergantungan energi yang diimpor dari luar negeri. Meskipun produksi biethanol di Jepang baru tahap awal, terdapat langkah-langkah penting baik umum maupun sektor swasta untuk menggunakan teknologi Jepang dalam rangka meningkatkan produksi bahan bakar berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Para ahli mengatakan bahwa agar dapat bersaing dengan produk impor, produksi bioethanol dalam negeri perlu waktu bertahun-tahun. Akan tetapi mereka juga berkata bahwa Jepang akan terdepan dalam menerapkan teknologi fermentasi dan teknologi konservasi energi.

Pengembangan proses pembuatan bioethanol yang efisien dengan hasil besar akan membantu Jepang dalam menurunkan ketergantungan terhadap sumber energi dari luar negeri. Dan pada saat yang bersamaan dapat mengurangi pencemaran udara yang dipersyaratkan oleh Protokol Kyoto.

Bioethanol adalah alkohol yang dibuat dari fermentasi bahan organic seperti jagung, tebu, jerami gandum atau padi dalam suatu proses yang mirip dengan pembuatan bir. Hasil akhirnya dicampur dengan bensin untuk mengurangi polutan gas buang kendaraan termasuk diantaranya karbodioksida.

Emisi karbondioksida yang dihasilkan pembakaran bioethanol sama dengan pembakaran bensin. Akan tetapi dengan bioethanol, karbondioksida akan digunakan oleh tanaman tebu, jagung, padi, gandum dsb. ketika terjadi fotosintesis pada tumbuhan. Hal tersebut menyebabkan bioethanol menjadi sangat menarik dalam mencari jalan keluar dalam mengurangi emisi; yang dapat menurunkan emisi 6% dibawah 1990 seperti yang dipersyaratkan Protokol Kyoto. Akan tetapi para pembuat kebijakan dan para peneliti menyatakan masih terdapat kekurangan bioethanol.

Dua produsen bioethanol terbesar adalah Brazil dan Amerika Serikat, Brazil memproduksi bioethanol dari tebu, sedangkan Amerika Serikat dari Jagung. Peningkatan permintaan bioethanol akan menarik perhatian, dalam waktu dekat mereka akan kekurangan gula dan jagung untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan.

Masalah besar lain adalah bahwa akan diperlukan jumlah besar bahan bakar fosil untuk membuat bioethanol dalam pabrik dan pengapalan bioethanol ke Jepang.

Honda Motor Co. telah bekerjasama dengan the Kyoto-based Research Institute of Innovative Technology for the Earth (RITE) untuk memproduksi bioethanol dengan bahan jerami padi dan sampah pertanian lain yang dapat diperoleh di Jepang. Jepang relative baru dalam masalah bahan bakar bioethanol ini, akan tetapi Honda yang beraliansi dengan RITE telah memulai pekerjaannya pada musim gugur tahun lalu, dan telah memperoleh hasil yang menjanjikan.

Sampai sekarang dalam proses fermentasi, bahan yang kurang murni akan mengganggu kerja yeast bacteria dalam merubah glukosa dalam jerami padi menjadi alkohol sehingga produk ethanol yang diperoleh sedikit. RITE telah mendapatkan solusi dengan cara menggantikan Yeast bacteria dengan Coryne bacteria hasil rekayasa genetika yang dapat bekerja dengan baik terhadap kondisi bahan yang kurang murni. Penemuan pertama kali oleh Honda dan RITE ini dapat meningkatkan produk ethanol 20 kali lebih banyak. Menurut Mr. Yoshikazu Fujisawa Pimpinan Senior Honda R&D dalam metode baru ini 1 kg jerami padi dapat menghasilkan sekitar 200 gram alkohol.

Pemerintah juga mendanai penelitian bagaimana cara merubah limbah pertanian menjadi bioethanol. Tahun lalu diperkirakan terdapat 6 pilot project yang menghasilkan 30 kiloliter ethanol. Satu diantara projek tersebut dilakukan oleh Mitsui Enginering & Shipbuilding Co. Perusahaan tersebut telah memproduksi ethanol dari limbah kayu di Okayama Prefecture sejak tahun 2005 menggunakan enzyme yang dikembangkan oleh Finland ‘S VTT Technical Research Center. Bahan baku lainnya termasuk gandum, sorghum dan tebu.

Pada awal bulan ini pemerintah juga telah meresmikan dua proyek baru di Hokkaido dan Niigata Prefecture. Proyek tersebut diharapkan setiap tahunnya dapat memproduksi 31.000 kiloliter bioethanol yang terbuat dari beras dan gandum selama lebih dari 5 tahun.

Masalah sangat sensitif apabila produk bahan makanan digunakan untuk keperluan selain sebagai makanan. Jepang adalah salah satu negara industri yang swasembada pangannya rendah, hanya dapat mencukupi sendiri 40% dari kebutuhan kalorinya. Maka dari itu, hal ini akan mendorong Jepang untuk memproduksi bahan bakar yang berasal dari bagian tanaman padi yang tidak dapat dimakan.
Sumber: Japan Time 15 Juni 2007

Wednesday, 2 May 2007

Kebutuhan Ethanol untuk Bahan Bakar Meningkat

Produksi ethanol dunia makin lama semakin meningkat sesuai tuntutan kebutuhan manusia yang semakin besar. Dahulu ethanol dipergunakan untuk minuman keras dan bahan industri saja. Dewasa ini ethanol telah banyak terserap untuk bahan bakar.

Pada tahun 2002 baru sebanyak 62% ethanol dipergunakan sebagai bahan bakar. Dua tahun kemudian kebutuhan ethanol untuk bahan bakar meningkat menjadi 73%. Pada tahun yang sama kebutuhan ethanol untuk minuman dan industri masing-masing hanya 18% dan 9%. Produksi ethanol sedunia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Tahun 2002 baru 33.900 Ml (Megaliter), tahun 2004 meningkat menjadi 41.100 Ml dan pada tahun 2005 telah menjadi 44.940 Ml.

Negara penghasil ethanol terbesar Amerika Serikat yaitu 16.214 Ml per tahun dimana bahan dasarnya dari jagung dan tebu. Brazil juga menghasilkan ethanol dengan jumlah tidak jauh berbeda yaitu 16.067 Ml dengan bahan dasar tebu. China memproduksi ethanol dari maizena dan molasses sebanyak 3.800 Ml. Dengan bahan dasar molasses India memproduksi ethanol sebanyak 1.700 Ml. Negara lain yang memproduksi ethanol kurang dari 1000 Ml yaitu Perancis (910 Ml dari daging sapi, gandum dan anggur), Jerman (350 Ml dari daging sapi dan molasses), Thailand (330 Ml dari molasses). Australia dan Jepang memproduksi ethanol masing-masing sebanyak 125 Ml dan 113 Ml.

Pemerintah Jepang tahun 2008 akan mulai mensubsidi percobaan penggunaan bioethanol untuk 20.000 kendaraan di pulau Miyako.

Jepang akan mendirikan pabrik ethanol dengan bahan tebu berkapasitas 700 kl setahun. Juga akan disiapkan 18 tempat penjualan bahan bakar yang dimodifikasi dengan gasohol (campuran gasoline dan ethanol). Gasohol akan dijual lebih murah dari pada gasoline yang biasa dipergunakan.

Jepang telah menyetujui penggunaan bahan bakar gasoline yang dicampur dengan <3% ethanol (E3). Dengan menggunakan E3 mesin kendaraan tidak perlu dimodifikasi, sedangkan konsumsi bahan bakarnya per km lebih hemat. Pada tahun 2012 Jepang akan mempergunakan bahan bakar dengan campuran ethanol 10% (E10).

Jepang akan mengembangkan bisnis bahan bakar ethanol baik bioethanol maupun ETBE (Ethyl-tertio-buthyl-ether). Bisnis bahan bakar ethanol dapat mendorong terjadinya usaha produksi bahan bakar nasional yang berasal dari sumber alam dalam negeri, dengan mengembangkan teknologi yang sesuai dengan negeri hutan. Jepang juga akan menciptakan metoda baru pembuatan ethanol dari biomass kayu.

Menyongsong era baru energi terbarukan pertamina memperkenalkan BioPertamax. Bahan bakar ini merupakan campuran 5% ethanol dan 95% bensin Pertamax. Sebagai energi terbarukan bahan bakar ini dapat digunakan pada semua jenis kendaraan non-diesel tanpa adanya modifikasi mesin dan dapat menjaga kelestarian lingkungan secara berkelanjutan untuk masa depan yang lebih baik.

Keunggulan bahan bakar tersebut adalah a) ramah lingkungan, b) emisi gas buang lebih baik, c) pembakaran lebih sempurna, d) tidak perlu modifikasi mesin, e) mesin menjadi lebih tahan lama, f) merupakan bahan bakar terbarukan, g) bersifat detergensi yang dapat membersihkan ruang bakar.

Kita tentunya harus siap untuk mengantisipasi perkembangan teknologi ini dengan cara mengembangkan tanaman yang dapat menghasilkan ethanol ini seperti tebu, singkong, jagung, gandum, anggur dsb. Untuk memenuhi tuntutan kelestarian alam ini, sangat tepat kalau pertamina melihat jauh kedepan berusaha melakukan penghematan bahan bakar fosil dengan cara menginvestasi jangka panjangnya pada produksi bahan baku ethanol tersebut.

Bagaimanapun kondisinya dan kapanpun zamannya, produk pertanian tetap menjadi andalan kemaslahatan manusia sedunia.