Hari Lingkungan Hidup Nasional Menjadi Momen
Refleksi dan Aksi untuk Bumi Kita
Setiap tanggal 10 Januari, Indonesia memperingati Hari
Lingkungan Hidup Nasional (HLHN) sebagai wujud dedikasi untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan. Momen ini
menjadi pengingat bahwa keberlanjutan lingkungan adalah tanggung jawab bersama,
dari pemerintah hingga individu, demi masa depan yang lebih baik.
Sebagai negara kepulauan dengan kekayaan keanekaragaman
hayati yang melimpah, Indonesia menghadapi berbagai tantangan lingkungan yang
serius. Pencemaran
menjadi masalah utama, mencakup pencemaran air, udara, dan tanah yang sebagian
besar disebabkan oleh aktivitas industri, pertanian, dan rumah tangga.
Dampaknya sangat luas, mulai dari penurunan kualitas hidup hingga ancaman
terhadap ekosistem.
Selain itu, penggundulan hutan terus menjadi isu krusial. Laju
deforestasi yang tinggi tidak hanya menghilangkan habitat bagi flora dan fauna,
tetapi juga meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Fenomena ini menuntut tindakan nyata untuk melindungi hutan yang tersisa dan
memulihkan lahan yang telah terdegradasi.
Masalah sampah juga semakin mendesak, dengan tumpukan
limbah yang mengancam kesehatan lingkungan dan masyarakat. Pengelolaan sampah
yang tidak memadai mengakibatkan pencemaran sungai, laut, dan daratan, yang
pada akhirnya memengaruhi ekosistem serta kehidupan manusia.
Di sisi lain, perubahan iklim telah membawa dampak nyata.
Kenaikan suhu global dan perubahan pola cuaca ekstrem menimbulkan berbagai
tantangan bagi sektor pertanian, perikanan, dan keberlanjutan masyarakat lokal.
Ketahanan terhadap perubahan ini membutuhkan langkah adaptasi yang inovatif dan
kolaborasi lintas sektor.
Memasuki tahun 2025, mari kita jadikan momentum ini untuk
memperkuat mindset pelestarian
lingkungan. Setiap individu dapat berkontribusi melalui langkah sederhana namun
berarti, seperti mengurangi penggunaan plastik, menanam pohon, dan mendukung
praktik ramah lingkungan. Dengan rencana aksi yang nyata, kita dapat
bersama-sama menjaga bumi ini untuk generasi mendatang.
Berikut akan disampaikan “Tujuh Cara Memulihkan Lahan,
Menghentikan Desertifikasi, dan Melawan Kekeringan” yang berlaku secara global.
Lahan menopang kehidupan di Bumi. Ruang-ruang alami seperti hutan, lahan
pertanian, sabana, gambut, dan pegunungan menyediakan makanan, air, dan bahan
mentah yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup.
Namun, lebih dari 2 miliar hektar lahan di dunia mengalami degradasi,
memengaruhi lebih dari 3 miliar orang. Ekosistem vital dan berbagai spesies
terancam punah. Dengan meningkatnya kekeringan yang lebih parah dan
berkepanjangan, badai pasir, serta suhu yang terus naik, penting untuk
menemukan cara menghentikan lahan kering berubah menjadi gurun, sumber air
segar menguap, dan tanah subur berubah menjadi debu.
Para ahli meyakini bahwa meskipun tugas
ini terasa sulit, upaya tersebut tetap dapat diwujudkan. Pada 5 Juni 2024, masyarakat
dunia merayakan “Hari Lingkungan Hidup Sedunia” dengan tema yang mengajak
setiap individu untuk berkontribusi dalam menghentikan degradasi lahan
sekaligus memulihkan lanskap yang telah rusak.
“Pemerintah dan bisnis memiliki peran utama dalam membalikkan kerusakan
yang telah dilakukan manusia terhadap Bumi,” kata Bruno Pozzi, Wakil Direktur
Divisi Ekosistem dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP).
“Namun, masyarakat umum juga memiliki peran penting dalam restorasi, yang
merupakan kunci bagi masa depan kita sebagai spesies.”
Berikut tujuh langkah praktis untuk
berkontribusi dalam pemulihan ekosistem, seperti dijelaskan dalam panduan “Kami adalah Generasi Restorasi” dari UNEP:
1. Mewujudkan Pertanian
Berkelanjutan
Secara global, setidaknya 2 miliar orang, terutama dari wilayah pedesaan
dan kurang mampu, bergantung pada pertanian untuk mata pencaharian mereka.
Namun, sistem pangan saat ini tidak berkelanjutan dan menjadi pendorong utama
degradasi lahan.
Pemerintah dan sektor keuangan dapat mempromosikan pertanian regeneratif
untuk meningkatkan produksi pangan sambil melestarikan ekosistem. Saat ini,
produsen pertanian menerima dukungan finansial sebesar USD 540 miliar per
tahun, namun 87 persen subsidi tersebut justru merusak harga, alam, dan
kesehatan manusia. Subsidi ini dapat dialihkan untuk mendukung praktik
berkelanjutan dan petani kecil.
Pelaku bisnis dapat mengembangkan tanaman yang tahan iklim, memanfaatkan
pengetahuan tradisional untuk menciptakan metode pertanian berkelanjutan, serta
mengelola pestisida dan pupuk secara bijak agar tidak merusak kesehatan tanah.
Konsumen dapat memilih pola makan berbasis tanaman, produk lokal dan musiman,
serta makanan yang ramah terhadap tanah, seperti kacang-kacangan dan
biji-bijian.
2. Melestarikan Tanah
Tanah bukan hanya sekadar debu di bawah kaki kita, tetapi merupakan habitat
paling beragam di planet ini. Hampir 60 persen dari semua spesies hidup di
dalam tanah, dan 95 persen makanan kita berasal dari tanah. Tanah sehat juga
menyerap gas rumah kaca, sehingga berperan penting dalam mitigasi iklim.
Untuk menjaga tanah tetap sehat, pemerintah dapat mendukung pertanian
organik. Praktik seperti zero-tillage (tanpa pengolahan tanah) dapat
menjaga lapisan organik tanah. Kompos dan bahan organik lain dapat meningkatkan
kesuburan tanah. Teknik irigasi seperti drip irrigation atau penggunaan
mulsa membantu mempertahankan kelembapan tanah.
3. Melindungi Penyerbuk
Tiga dari empat tanaman pangan membutuhkan penyerbuk seperti lebah,
kelelawar, kupu-kupu, dan burung. Namun, populasi penyerbuk terus menurun.
Untuk melindungi mereka, penting untuk mengurangi polusi udara,
meminimalkan dampak negatif pestisida, serta melestarikan habitat alami mereka.
Menanam bunga lokal di taman kota dan rumah dapat menarik burung, lebah, dan
kupu-kupu.
4. Memulihkan Ekosistem Air Tawar
Ekosistem air tawar menopang siklus air, menyediakan makanan, air, serta
melindungi dari banjir dan kekeringan. Namun, ekosistem ini menghilang dengan
cepat akibat polusi dan perubahan iklim.
Langkah yang dapat diambil adalah meningkatkan kualitas air,
mengidentifikasi sumber polusi, dan memantau kesehatan ekosistem air tawar.
Kota-kota dapat berinovasi dalam pengelolaan air limbah dan air hujan.
5. Memperbarui Kawasan Pesisir
dan Laut
Laut dan samudra menyediakan oksigen, makanan, dan air, sekaligus membantu
mitigasi perubahan iklim. Pemerintah dapat memulihkan ekosistem biru seperti
mangrove dan terumbu karang, serta memperketat regulasi polusi plastik.
6. Mengembalikan Alam ke Kota
Kota mengonsumsi 75 persen sumber daya planet dan menghasilkan lebih dari
setengah limbah global. Namun, ruang hijau seperti hutan kota dan taman
vertikal dapat mengurangi suhu, meningkatkan keanekaragaman hayati, dan
menciptakan habitat bagi satwa liar.
7. Menggalang Pembiayaan untuk
Restorasi
Investasi dalam solusi berbasis alam perlu lebih dari
dua kali lipat hingga USD 542 miliar pada tahun 2030 untuk memenuhi target
restorasi global. Individu dapat mendukung institusi keuangan yang berfokus
pada keberlanjutan
atau menyumbang untuk kegiatan restorasi.
Hari Lingkungan Hidup Nasional adalah
momen penting untuk menggerakkan jutaan orang dalam upaya melindungi planet
kita. Kegiatan ini sejalan dengan inisiatif global “Dekade Restorasi Ekosistem
PBB 2021-2030,” yang bertujuan mengintegrasikan dukungan politik, penelitian
ilmiah, dan pendanaan untuk mempercepat pemulihan ekosistem di seluruh dunia.
SUMBER
Pudjiatmoko. Hari Lingkungan Hidup Nasional Menjadi Momen Refleksi dan Aksi untuk Bumi
Kita. PanganNews 11 Januari 2025