Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Showing posts with label Hadits Abdullah bin Mas’ud. Show all posts
Showing posts with label Hadits Abdullah bin Mas’ud. Show all posts

Tuesday, 25 November 2025

Terungkap! Inilah Amalan yang Paling Dicintai Allah—Banyak Muslim Belum Melakukannya dengan Benar!

 



Amalan yang Paling Dicintai Allâh

 

Dari Abu Amr asy-Syaibâni –namanya Sa’d bin Iyâs- berkata, “Pemilik rumah ini telah menceritakan kepadaku –sambil menunjuk rumah Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu dengan tangannya, ia berkata, ‘Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Amalan apakah yang paling dicintai Allâh?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku (Abdullah bin Mas’ud) mengatakan, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Berbakti kepada dua orang tua.” Aku bertanya lagi, ‘Lalu apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allâh.”

 

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Itu semua telah diceritakan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadaku, sekiranya aku menambah (pertanyaanku), pasti Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menambah (jawaban Beliau) kepadaku.”

 

PERAWI HADITS

Abu Amr Sa’d bin Iyâs Asy-Syaibâni 

Abu Amr mendapati masa hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (mendapati kemunculan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa awal dakwah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , namun dia baru masuk Islam setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat). Ia berkata, “Aku ingat bahwa aku mendengar kemunculan seorang Nabi di Tihâmah, sedangkan ketika itu aku menggembala unta keluargaku di Kâzhimah.”

 

Abu Amr ini adalah seorang tabi’i mukhadhram[2]. Imam Muslim menghitung tabi’i mukhadhram itu berjumlah 20 orang, namun beliau melupakan sekelompok lainnya; di antaranya al-Ahnaf bin Qais dan Abu Muslim al-Khaulâni.

 

Abu Amr hidup 120 tahun. Dia rahimahullah mengajarkan al-Quran di Masjid Agung (al-Masjid al-A’zham).  Âshim bin Bahdalah membaca dan mengkaji al-Quran kepadanya.

 

Abu Amr adalah seorang yang telah disepakati ketsiqahannya. Ibnu Hibbân berkata, tampaknya ia wafat pada tahun 101 H. Sedangkan Abu Umar (Ibnu Abdil Barr) berkata ia meninggal tahun 95. Adz-Dzahabi berkata, “Ada yang mengatakan ia meninggal tahun 98.”

 

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu

Beliau adalah Abu Abdirrahman al-Hudzali Radhiyallahu anhu , salah seorang as-sâbiqûnal awwalûn (yang mula-mula masuk Islam). Ia adalah sekutu dari Bani Zuhrah. Ibundanya Ummu Abdillah binti Abd dari bani Hudzail juga. Beliau Radhiyallahu anhu turut serta dalam perang Badr dan peperangan lainnya. Dia yang membunuh Abu Jahl pada perang Badr[3]. Ia turut serta dalam dua hijrah (ke Habasyah dan Madinah); mendapati shalat ke arah dua kiblat.

 

Beliau masuk Islam sebelum Umar Radhiyallahu anhu . At-Thabrâni meriwayatkan darinya bahwa ia berkata, “Aku dapati diriku ini orang keenam yang masuk Islam, (di mana ketika itu) tidak ada Muslim di atas muka bumi ini selain kami.”

 

Dia adalah pemegang rahasia Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang mengurusi urusan kasur, siwak, terompah dan bersuci Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaksikan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu sebagai penghuni surga yang disebutkan dalam rangkaian sepuluh orang yang dijamin masuk surga dalam hadits hasan yang diriwayatkan Abu Umar dalam kitabnya al-Istî’âb.[4]

 

Beliau termasuk yang menghimpun al-Quran pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan salah seorang dari empat Sahabat yang kaum Muslimin diperintahkan untuk mengambil al-Qur’an dari mereka. Empat Sahabat  ini selain Ibnu Mas’ud  Radhiyallahu anhu adalah Mu’adz, Ubayy, dan yang keempat Sâlim Maula Abi Hudzaifah Radhiyallahu anhum.

 

Beliau Radhiyallahu anhu berperawakan pendek dan kurus; di mana kaum lelaki yang berperawakan tinggi kala duduk hampir sama dengan dia padahal ia dalam posisi berdiri. Rambutnya sampai pada cuping telinganya. Dan beliau tidak merubah warna rambut ubannya. Beliau mempunyai dua betis yang kecil. Ilmunya banyak, jiwanya penuh dengan kedalaman ilmu; dan mempunyai kedudukan tinggi. Beliau mempunyai berbagai fatwa dan juga mempunyai qira’ah al-Quran yang menyendiri dari lainnya sebagaimana yang sudah diketahui.

 

Beliau Radhiyallahu anhu berkata, “Sungguh, aku adalah orang yang paling alim tentang Kitabullah, dan aku bukanlah Sahabat yang terbaik. Tidak ada satu surat pun, tidak juga satu ayat dalam Kitabullah, melainkan aku tahu dalam hal apa itu diturunkan, dan kapan turunnya.” Dan tidak ada seorang pun yang mengingkari Ibnu Mas’ud dalam ucapannya ini.

 

Riwayatnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada 848 hadits; di mana al-Bukhâri dan Muslim menyepakati 64 hadits dari jumlah tersebut. Sedangkan yang hanya diriwayatkan oleh al-Bukhâri tanpa Muslim berjumlah 21 hadits, sementara yang hanya diriwayatkan Imam Muslim tanpa imam  al-Bukhâri berjumlah 35 hadits. Ada sekelompok kalangan Sahabat dan tabiin yang meriwayatkan hadits darinya.

 

Beliau Radhiyallahu anhu meninggal pada 32 H. Ada yang mengatakan tahun 33, ada pula yang mengatakan 36 H, dalam usia 60 lebih. Abu ad-Dardâ’ berkata, “Sepeninggalnya, ia tidak meninggalkan orang yang sekaliber dengannya.” Ia dimakamkan di Baqi’, ada yang mengatakan di Kufah. Az-Zubair yang menshalatkan jenazahnya (yang menjadi imamnya) sesuai dengan wasiat yang ditujukan kepadanya. Ada yang mengatakan yang menshalatkannya adalah Utsman Radhiyallahu anhu , ada lagi yang mengatakan Ammâr.

 

FAWA’ID HADITS

1.Ucapan perawi:

Yang artinya:

Pemilik rumah ini telah menceritakan kepadaku –sambil memberikan isyarat kearah rumah Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu dengan tangannya.

 

Disimpulkan dari ucapan ini, bahwa isyarat sudah cukup sehingga tidak perlu lagi menyebut nama secara tegas. Isyarat sama dengan penyebutan nama secara terang, bila menunjuk pada obyek yang ditunjuk sehingga terbedakannya dari yang lainnya. Bahkan bisa saja untuk memahamkan sesuatu, isyarat lebih mengena dan lebih mendalam daripada menyebut nama dengan jelas. Karena isyarat tertuju (secara khusus) pada apa yang ditunjukkan oleh tangan yang menunjuk, sedangkan isim ‘alam (nama) mungkin saja ada unsur kesamaan dengan obyek lainnya. Oleh karena itu –wallâhu a’lam– sebagian pakar nahwu (Gramatika Bahasa Arab) berpendapat bahwa isim isyârah (ini, itu dan yang semisalnya) itu lebih tinggi tingkat ma’rifahnya daripada isim ‘alam (lebih spesifik dalam menentukan -mendefinitifkan- sesuatu benda). Meskipun yang rajih (lebih kuat) adalah pendapat kebalikannya.

 

2. Pertanyaan yang diajukan adalah tentang mencari amalan yang paling utama, yang dilontarkan untuk menggelorakan semangat dalam mengamalkannya dan menjaganya. Karena seorang hamba diperintahkan untuk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, sehingga apa yang lebih utama harus ia dahulukan daripada amalan yang utama, dalam rangka meraih derajat yang tinggi.

 

3. Kata amalan (a’mâl, jamak dari ‘amal), bisa diungkapkan untuk menyebut amalan hati dan amalan anggota badan. Yang dimaksudkan di sini adalah amalan hati[5] dan amalan badan; yang mana pertanyaan tersebut direspon dengan jawaban “shalat pada waktunya”. Dan secara otomatis, niat pun menjadi kelaziman dari tuntutan amalan tersebut, bukan karena maksud khusus dari hadits tersebut. Berkenaan dengan amalan hati, ada amalan yang utama, ada pula yang lebih utama; seperti iman misalnya, di mana ini telah ditandaskan dalam berbagai hadits yang shahih. Di antaranya hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang amalan apakah yang paling utama?

 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang amalan apakah yang paling utama? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iman kepada Allâh dan Rasul-Nya.” Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allâh.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya kembali, “Lalu apa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Haji yang mabrur.”[6] Yang dimaksudkan dengan amalan-amalan dalam hadits ini adalah amalan badan dan hati.


SUMBER:

almanhaj.or.id


#AmalanUtama 

#ShalatTepatWaktu 

#BirrulWalidain 

#JihadFiSabilillah 

#HaditsNabi