Krisis
Udang Radioaktif 2025 dan Tantangan Keamanan Pangan Nasional
Latar Belakang
Pada Agustus
2025, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US-FDA) menarik sejumlah
produk udang beku asal Indonesia yang diproduksi oleh PT Bahari Makmur Sejati
(BMS) setelah mendeteksi adanya kontaminasi Cesium-137 (Cs-137)—zat radioaktif
hasil peluruhan nuklir.
Kadar yang
ditemukan sekitar 68 becquerel per kilogram (Bq/kg), jauh di bawah ambang
intervensi FDA sebesar 1.200 Bq/kg, namun dinilai “tidak normal secara
radiologis.”
Kasus ini
menjadi penarikan produk pangan pertama di dunia akibat kontaminasi radioaktif
non-nuklir, memicu kekhawatiran global terhadap rantai pasok perikanan
Indonesia yang selama ini menjadi eksportir udang terbesar kelima dunia, dengan
dua pertiga ekspornya ditujukan ke pasar Amerika Serikat.
Dampak Ekonomi dan
Sosial
Pasca-pengumuman FDA, kapasitas
pengolahan udang nasional turun 30–35% dan harga udang anjlok hingga 35% di
beberapa daerah.
Krisis kepercayaan pasar menyebabkan
pembatalan kontrak ekspor dari sejumlah negara tujuan lain.
Penolakan serupa
juga meluas ke komoditas rempah, setelah FDA menemukan jejak Cs-137 pada cengkeh
Indonesia, menandai potensi kontaminasi lintas komoditas.
Kejadian ini
menyoroti kerentanan sistem keamanan pangan Indonesia, terutama di sektor hulu
yang berdekatan dengan kawasan industri. Investigasi bersama Badan Pengawas
Tenaga Nuklir (Bapeten), BRIN, dan KKP menemukan bahwa sumber kontaminasi
berasal dari limbah logam dan aktivitas peleburan baja di Kawasan Industri
Modern Cikande, bukan dari proses budidaya atau pengolahan udang itu sendiri.
Respons Pemerintah dan
FDA
- FDA menetapkan peraturan baru mulai
31 Oktober 2025, mewajibkan setiap eksportir Indonesia dari “wilayah
merah” memiliki sertifikat pihak ketiga yang memverifikasi pengendalian
unsur radioaktif.
- Pemerintah Indonesia
menghentikan sementara ekspor udang dari perusahaan terdampak dan
menurunkan tim gabungan investigasi lintas kementerian.
- Kementerian Perdagangan
menegaskan bahwa kadar Cs-137 pada produk yang dikembalikan masih aman
dikonsumsi sesuai baku mutu nasional (≤500 Bq/kg), sedangkan Menteri
Zulkifli Hasan memastikan udang yang diuji BRIN tidak menunjukkan risiko
bagi kesehatan publik.
- BRIN memastikan hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar radiasi sangat rendah, tidak
menimbulkan risiko bagi kesehatan publik.
Meskipun tidak
menimbulkan bahaya akut, paparan kronis Cs-137 berpotensi menyebabkan kerusakan
DNA dan meningkatkan risiko kanker, sebagaimana dijelaskan oleh American
Nuclear Society. Karena
itu, negara-negara pengimpor tetap menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary
principle).
Analisis Isu dan Tantangan Kebijakan
1. Kesenjangan pengawasan radioaktif
dalam sistem HACCP dan ekspor pangan.
Parameter radionuklida belum menjadi
bagian dari pemeriksaan rutin ekspor, karena Indonesia tidak memiliki fasilitas
nuklir aktif.
2. Risiko lingkungan industri terhadap
pangan.
Kedekatan lokasi tambak dan pabrik
peleburan logam di Cikande menunjukkan perlunya penataan zonasi industri-pangan
agar tidak terjadi kontaminasi silang melalui udara, air, atau tanah.
3. Krisis kepercayaan global.
Kasus ini menunjukkan bagaimana
insiden lokal dapat segera mengguncang pasar ekspor global dan menciptakan hambatan
non-tarif baru yang berdampak luas bagi UMKM, petambak, dan pekerja sektor
perikanan.
4. Keterbatasan kapasitas laboratorium
nasional.
Indonesia perlu memiliki laboratorium
uji radioaktif pangan yang terakreditasi ISO/IEC 17025 untuk memperkuat
validitas data dan mempermudah klarifikasi diplomatik.
Rekomendasi Kebijakan
Strategis
1. Integrasi
Pengawasan Radioaktif ke dalam Sistem Keamanan Pangan Nasional.
Tambahkan
parameter Cs-137 dan isotop terkait dalam uji mutu ekspor dari zona industri
berisiko tinggi, sesuai pedoman Codex Alimentarius (≤1.000 Bq/kg).
2. Zonasi Aman Industri dan Budidaya
Pangan.
Tetapkan buffer zone minimal 2–5 km
antara lokasi industri peleburan logam dan kawasan budidaya pangan, dengan
pengawasan lingkungan rutin oleh Bapeten dan KemenLHK.
3. Sertifikasi dan Verifikasi
Independen.
Gunakan lembaga sertifikasi pihak
ketiga berlisensi internasional untuk audit keamanan radioaktif perusahaan
ekspor dari wilayah rawan.
4. Transparansi Data dan Traceability.
Setiap kontainer ekspor harus
dilengkapi dengan data asal tambak, lokasi pengolahan, hasil uji radioaktif,
dan waktu pengiriman yang dapat diverifikasi publik.
5. Diplomasi
Ilmiah dan Advokasi ke WTO.
Gunakan mekanisme SPS (Sanitary
and Phytosanitary Agreement) untuk memastikan standar FDA tidak melampaui Codex
internasional.
Indonesia perlu lebih aktif di Codex
Committee on Contaminants in Food (CCCF) dan meningkatkan kerja sama dengan
FAO, WHO, dan IAEA.
6. Edukasi Publik dan Industri.
Sosialisasikan risiko radiasi,
prosedur uji mutu, dan tata kelola lingkungan kepada pelaku industri perikanan
serta masyarakat agar tidak timbul ketakutan berlebihan terhadap produk
domestik.
Kesimpulan
Kasus “Udang Radioaktif 2025” menjadi
peringatan penting (wake-up call) bagi Indonesia dan dunia: bahwa
ancaman keamanan pangan modern tidak hanya berasal dari mikroba atau kimia,
tetapi juga kontaminasi lingkungan akibat aktivitas industri.
Insiden ini
bukan sekadar masalah ekspor-impor, melainkan persimpangan antara kesehatan
masyarakat, tata kelola lingkungan, dan diplomasi perdagangan internasional.
Dengan
mengadopsi pedoman FAO–WHO–IAEA dan memperkuat pengawasan domestik, Indonesia
dapat mengubah krisis ini menjadi momentum reformasi keamanan pangan nasional—menuju
sistem yang lebih transparan, ilmiah, dan tangguh menghadapi risiko kontaminan
masa depan.
Referensi
1.U.S. Food and Drug Administration
(FDA). (2025). Import
Alert: Frozen Shrimp from Indonesia Contaminated with Cesium-137.
Washington D.C.: FDA.
2.The Jakarta Post. (2025, August 28). Indonesia
shrimp exports under scrutiny after radioactive trace found by US.
3.Kompas. (2025, August 29). FDA Temukan
Radioaktif pada Udang Indonesia, Pemerintah Lakukan Investigasi.
4.Media Indonesia. (2025, September 1). Bapeten
Pastikan Sumber Cesium-137 dari Limbah Logam Industri.
5.DetikFinance. (2025, September 30). Zulhas
Sebut Udang Ekspor RI yang Ditolak AS Aman Dikonsumsi. URL: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-8137903/zulhas-sebut-udang-ekspor-ri-yang-ditolak-as-aman-dikonsumsi
6.Badan Pengawas Tenaga Nuklir
(Bapeten). (2025). Laporan
Hasil Investigasi Awal Kontaminasi Cs-137 di Kawasan Industri Modern Cikande.
Jakarta: Bapeten.
7.FAO/WHO Codex Alimentarius
Commission. (2023). General
Standard for Contaminants and Toxins in Food and Feed (CXS 193-1995, Rev.
2023). Rome: FAO/WHO.
8.International Atomic Energy Agency
(IAEA). (2016). Safety
Standards Series No. GSG-8: Radiation Protection of the Public and the
Environment. Vienna: IAEA.
9.American Nuclear Society (ANS). (2024). Health Effects of
Cesium-137 Exposure. Illinois: ANS Publications.
10.IPB University. (2025). Kajian Cepat Dampak
Sosioekonomi Penolakan Udang Indonesia oleh AS. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan.
11.Wikipedia. (2025). 2025 Indonesia Shrimp
Cesium Contamination Incident. Retrieved September 2025.

No comments:
Post a Comment