Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday, 2 October 2025

Bahaya Demam Burung Nuri Terabaikan

 


Pernahkah Anda membayangkan bahwa seekor burung peliharaan yang tampak sehat bisa menyimpan penyakit berbahaya yang juga mengancam manusia? Itulah demam burung nuri, penyakit menular yang sering luput dari perhatian karena gejalanya samar, namun dampaknya bisa fatal. Tidak hanya merugikan peternakan dengan menurunkan produksi, penyakit ini juga mampu menular ke manusia dan menimbulkan gangguan kesehatan serius, mulai dari flu berat hingga radang paru-paru.

 

Demam burung nuri adalah salah satu penyakit bakteri sistemik yang disebabkan oleh Chlamydia psittaci. Penyakit ini bisa menyerang berbagai jenis burung, baik liar maupun domestik, dengan tingkat kerentanan yang berbeda. Kalkun dan bebek diketahui lebih peka terhadap infeksi ini dibandingkan ayam, sementara burung paruh bengkok seperti nuri dan beo sering menunjukkan gejala yang lebih nyata. Menariknya, ayam justru relatif tahan dan sering kali hanya membawa infeksi dalam bentuk subklinis tanpa gejala yang jelas.

 

Penyakit ini memiliki spektrum yang luas, mulai dari infeksi tanpa gejala hingga bentuk yang sangat ganas dengan tingkat kematian tinggi, khususnya pada kalkun. Serotipe A dan D diketahui sangat virulen pada kalkun dengan angka kematian bisa mencapai 30% atau lebih, sedangkan serotipe B dan E lebih banyak ditemukan pada burung liar. Gejala klinis yang muncul umumnya tidak spesifik, seperti hilangnya nafsu makan, penurunan produksi telur, diare, keluarnya cairan dari mata atau hidung, hingga gangguan pernapasan. Pada kasus berat, dapat terjadi peradangan berbagai organ dalam (poliserositis), hepatomegali, splenomegali, atau bronkopneumonia.

 

Penularan C. psittaci terutama melalui inhalasi debu, feses, atau cairan pernapasan burung yang terinfeksi. Partikel bakteri ini sangat tahan terhadap kekeringan dan bisa tetap menular selama berbulan-bulan jika terlindungi oleh kotoran atau serasah. Selain melalui udara, penularan juga dapat terjadi lewat kontak langsung dengan burung sakit, penularan vertikal melalui telur, bahkan melalui ektoparasit pengisap darah. Faktor stres, seperti kepadatan kandang, cuaca ekstrem, atau transportasi, dapat memicu kambuhnya infeksi laten dan memperparah penyebaran penyakit dalam populasi.

 

Diagnosis chlamydiosis tidaklah mudah karena gejalanya mirip dengan berbagai penyakit unggas lain. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan. Uji serologi, PCR, dan kultur bakteri merupakan metode yang paling sering digunakan. Pada kawanan, pemeriksaan serologi massal dapat membantu mendeteksi adanya infeksi, sementara pada individu, PCR dari swab kloaka, konjungtiva, atau saluran pernapasan memberikan hasil yang lebih spesifik.

 

Pengobatan biasanya dilakukan dengan antibiotik golongan tetrasiklin, terutama doxycycline yang dinilai paling efektif karena daya serap dan daya tahannya lebih baik. Namun, pengobatan membutuhkan waktu panjang, sekitar 30–45 hari tanpa terputus, agar efektif menekan fase replikasi bakteri. Meski demikian, antibiotik tidak mampu menghilangkan infeksi laten sepenuhnya, sehingga kambuhnya penyakit tetap mungkin terjadi. Karena itu, pencegahan melalui biosekuriti sangat penting, misalnya dengan karantina burung baru, membatasi kontak dengan burung liar, menjaga kebersihan kandang, serta melakukan disinfeksi rutin. Hingga kini, belum tersedia vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit ini.

 

Yang tidak kalah penting, demam burung nuri bersifat zoonosis. Penyakit ini dapat menular ke manusia, umumnya melalui inhalasi partikel debu atau kotoran burung yang terinfeksi. Pada manusia, infeksi dapat menimbulkan pneumonia atipikal dengan gejala mirip flu, dan dalam kasus berat bisa berkembang menjadi hepatitis, miokarditis, atau bahkan ensefalitis. Kelompok yang paling berisiko antara lain pekerja peternakan, dokter hewan, penggemar burung, hingga pekerja rumah potong. Karena itu, penggunaan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, dan kacamata pelindung menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko penularan.

 

Secara keseluruhan, demam burung nuri adalah penyakit kompleks yang tidak hanya mengancam kesehatan dan produktivitas ternak, tetapi juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemahaman yang baik mengenai cara penularan, gejala klinis, diagnosis, serta strategi pencegahan dan pengendalian menjadi kunci utama dalam mengatasi ancaman penyakit ini.

 

Saran Pencegahan

 

Demam burung nuri merupakan penyakit menular berbahaya yang tidak hanya merugikan sektor peternakan, tetapi juga mengancam kesehatan manusia karena sifatnya yang zoonosis. Penyakit ini sulit dihapuskan sepenuhnya karena bisa menetap dalam bentuk laten dan kambuh kembali saat burung mengalami stres.


Oleh karena itu, pencegahan menjadi langkah utama yang harus dilakukan. Beberapa upaya yang perlu diterapkan antara lain:

1.Biosekuriti ketat dengan menjaga kebersihan kandang, melakukan disinfeksi rutin, serta membatasi akses burung liar.

2.Karantina burung baru sebelum dicampur dengan populasi yang ada untuk mencegah penularan.

3.Penggunaan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, dan kacamata bagi pekerja yang sering kontak dengan unggas.

4.Pengawasan kesehatan unggas secara rutin, termasuk pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi sejak dini.

5.Pendidikan dan kesadaran masyarakat, terutama bagi peternak, penghobi burung, dan pekerja rumah potong, mengenai risiko zoonosis dan cara pencegahannya.


Dengan disiplin menerapkan langkah-langkah pencegahan tersebut, ancaman chlamydiosis dapat ditekan sehingga kesehatan unggas tetap terjaga dan risiko penularan ke manusia dapat diminimalkan.

No comments: