Pernahkah Anda membayangkan bahwa
seekor burung peliharaan yang tampak sehat bisa menyimpan penyakit berbahaya
yang juga mengancam manusia? Itulah demam burung nuri, penyakit menular yang
sering luput dari perhatian karena gejalanya samar, namun dampaknya bisa fatal.
Tidak hanya merugikan peternakan dengan menurunkan produksi, penyakit ini juga
mampu menular ke manusia dan menimbulkan gangguan kesehatan serius, mulai dari
flu berat hingga radang paru-paru.
Demam burung nuri adalah salah satu
penyakit bakteri sistemik yang disebabkan oleh Chlamydia psittaci.
Penyakit ini bisa menyerang berbagai jenis burung, baik liar maupun domestik,
dengan tingkat kerentanan yang berbeda. Kalkun dan bebek diketahui lebih peka
terhadap infeksi ini dibandingkan ayam, sementara burung paruh bengkok seperti
nuri dan beo sering menunjukkan gejala yang lebih nyata. Menariknya, ayam
justru relatif tahan dan sering kali hanya membawa infeksi dalam bentuk
subklinis tanpa gejala yang jelas.
Penyakit ini memiliki spektrum yang
luas, mulai dari infeksi tanpa gejala hingga bentuk yang sangat ganas dengan
tingkat kematian tinggi, khususnya pada kalkun. Serotipe A dan D diketahui
sangat virulen pada kalkun dengan angka kematian bisa mencapai 30% atau lebih,
sedangkan serotipe B dan E lebih banyak ditemukan pada burung liar. Gejala
klinis yang muncul umumnya tidak spesifik, seperti hilangnya nafsu makan,
penurunan produksi telur, diare, keluarnya cairan dari mata atau hidung, hingga
gangguan pernapasan. Pada kasus berat, dapat terjadi peradangan berbagai organ
dalam (poliserositis), hepatomegali, splenomegali, atau bronkopneumonia.
Penularan C. psittaci terutama
melalui inhalasi debu, feses, atau cairan pernapasan burung yang terinfeksi.
Partikel bakteri ini sangat tahan terhadap kekeringan dan bisa tetap menular
selama berbulan-bulan jika terlindungi oleh kotoran atau serasah. Selain
melalui udara, penularan juga dapat terjadi lewat kontak langsung dengan burung
sakit, penularan vertikal melalui telur, bahkan melalui ektoparasit pengisap
darah. Faktor stres, seperti kepadatan kandang, cuaca ekstrem, atau
transportasi, dapat memicu kambuhnya infeksi laten dan memperparah penyebaran
penyakit dalam populasi.
Diagnosis chlamydiosis tidaklah mudah
karena gejalanya mirip dengan berbagai penyakit unggas lain. Oleh karena itu,
pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan. Uji serologi, PCR, dan kultur
bakteri merupakan metode yang paling sering digunakan. Pada kawanan,
pemeriksaan serologi massal dapat membantu mendeteksi adanya infeksi, sementara
pada individu, PCR dari swab kloaka, konjungtiva, atau saluran pernapasan
memberikan hasil yang lebih spesifik.
Pengobatan biasanya dilakukan dengan
antibiotik golongan tetrasiklin, terutama doxycycline yang dinilai paling
efektif karena daya serap dan daya tahannya lebih baik. Namun, pengobatan
membutuhkan waktu panjang, sekitar 30–45 hari tanpa terputus, agar efektif
menekan fase replikasi bakteri. Meski demikian, antibiotik tidak mampu
menghilangkan infeksi laten sepenuhnya, sehingga kambuhnya penyakit tetap
mungkin terjadi. Karena itu, pencegahan melalui biosekuriti sangat penting,
misalnya dengan karantina burung baru, membatasi kontak dengan burung liar,
menjaga kebersihan kandang, serta melakukan disinfeksi rutin. Hingga kini,
belum tersedia vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit ini.
Yang tidak kalah penting, demam
burung nuri bersifat zoonosis. Penyakit ini dapat menular ke manusia, umumnya
melalui inhalasi partikel debu atau kotoran burung yang terinfeksi. Pada
manusia, infeksi dapat menimbulkan pneumonia atipikal dengan gejala mirip flu,
dan dalam kasus berat bisa berkembang menjadi hepatitis, miokarditis, atau
bahkan ensefalitis. Kelompok yang paling berisiko antara lain pekerja
peternakan, dokter hewan, penggemar burung, hingga pekerja rumah potong. Karena
itu, penggunaan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, dan kacamata
pelindung menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko penularan.
Secara
keseluruhan, demam burung nuri adalah penyakit kompleks yang tidak hanya
mengancam kesehatan dan produktivitas ternak, tetapi juga berbahaya bagi
kesehatan manusia. Pemahaman yang baik mengenai cara penularan, gejala klinis,
diagnosis, serta strategi pencegahan dan pengendalian menjadi kunci utama dalam
mengatasi ancaman penyakit ini.
Saran Pencegahan
Demam burung
nuri merupakan penyakit menular berbahaya yang tidak hanya merugikan sektor
peternakan, tetapi juga mengancam kesehatan manusia karena sifatnya yang
zoonosis. Penyakit ini sulit dihapuskan sepenuhnya karena bisa menetap dalam
bentuk laten dan kambuh kembali saat burung mengalami stres.
Oleh karena itu,
pencegahan menjadi langkah utama yang harus dilakukan. Beberapa upaya yang perlu diterapkan
antara lain:
1.Biosekuriti ketat dengan menjaga kebersihan kandang,
melakukan disinfeksi rutin, serta membatasi akses burung liar.
2.Karantina burung baru sebelum dicampur dengan populasi
yang ada untuk mencegah penularan.
3.Penggunaan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, dan
kacamata bagi pekerja yang sering kontak dengan unggas.
4.Pengawasan
kesehatan unggas secara rutin, termasuk pemeriksaan laboratorium
untuk mendeteksi infeksi sejak dini.
5.Pendidikan
dan kesadaran masyarakat, terutama bagi peternak, penghobi
burung, dan pekerja rumah potong, mengenai risiko zoonosis dan cara
pencegahannya.
Dengan disiplin
menerapkan langkah-langkah pencegahan tersebut, ancaman chlamydiosis dapat
ditekan sehingga kesehatan unggas tetap terjaga dan risiko penularan ke manusia
dapat diminimalkan.

No comments:
Post a Comment