Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday, 9 October 2025

Distribusi Global Chlamydia pada Burung Liar


 

Burung liar yang tampak bebas beterbangan di langit ternyata bisa menjadi pembawa senyap bakteri Chlamydia—penyebab penyakit yang bukan hanya menyerang manusia dan hewan peliharaan, tetapi juga menyebar luas di alam liar di berbagai belahan dunia. Sejumlah penelitian telah mengungkap bahwa infeksi Chlamydia pada burung liar memiliki pola distribusi yang sangat luas, dengan variasi spesies dan tingkat prevalensi yang berbeda antarwilayah. Berikut gambaran persebarannya di berbagai benua.

 

Eropa: Pusat Penelitian dengan Keragaman Tinggi

 

Eropa menjadi salah satu kawasan dengan penelitian paling intensif mengenai keberadaan Chlamydia pada burung liar. Surveilans multispecies yang dilakukan di Swiss dan Polandia berhasil mendeteksi infeksi pada berbagai kelompok burung, mulai dari merpati liar hingga burung pemangsa dan burung laut.

 

Sebagian besar laporan menyebutkan Chlamydia psittaci sebagai spesies yang paling sering ditemukan, terutama pada merpati. Namun, beberapa spesies Chlamydia lain juga telah diidentifikasi, seperti C. avium pada merpati di Swiss, Italia, dan Belanda, serta pada burung parkit cincin di Prancis. Di Polandia, bakteri ini bahkan ditemukan pada itik liar (Anas platyrhynchos).

 

Spesies C. gallinacea yang umum dijumpai pada unggas peliharaan di Eropa belum terdeteksi pada burung liar. Menariknya, spesies baru seperti C. buteonis telah mulai disaring di Swiss, dan Candidatus C. ibidis pertama kali diisolasi dari ibis sakral liar. Temuan-temuan ini menunjukkan tingginya keanekaragaman Chlamydiales di Eropa, sekaligus pentingnya penelitian lintas spesies untuk memahami potensi penyebarannya.

 

Asia: Bukti Awal dan Potensi yang Belum Tergali

 

Di Asia, penelitian tentang Chlamydia pada burung liar sebagian besar berfokus pada merpati dan beberapa jenis burung perkotaan lainnya. Di Thailand, India, Jepang, Korea, dan Iran, prevalensi C. psittaci pada merpati liar bervariasi antara 1% hingga 25%. Selain itu, infeksi juga ditemukan pada parkit cincin, gagak, dan burung gereja rumah.


Beberapa spesies Chlamydia lain turut teridentifikasi, seperti C. pecorum dan C. gallinacea, meskipun data pengujian masih terbatas. Di India dan Korea, spesies yang belum terkarakterisasi namun berkerabat dekat dengan C. avium ditemukan pada merpati.

 

Menariknya, meskipun banyak studi di Tiongkok meneliti Chlamydia pada burung penangkaran, data tentang burung liar masih sangat sedikit. Hal ini menunjukkan adanya potensi besar untuk menemukan jenis-jenis Chlamydia baru yang mungkin beredar di burung liar Asia, seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi molekuler dalam surveilans penyakit satwa.

 

Amerika Utara: Kasus Epizootik dan Variasi Spesies

 

Di Amerika Utara, sejumlah kasus epizootik psittacosis telah tercatat. Di Texas, wabah C. psittaci dilaporkan pada merpati putih muda, sementara di Dakota Utara bakteri ini ditemukan pada burung camar. Kasus kematian massal burung cinta di Arizona juga mendorong penelitian lebih lanjut, yang mengungkap adanya infeksi pada berbagai spesies burung liar di sekitar pemukiman manusia.

 

Penelitian pada burung pemangsa menemukan prevalensi Chlamydiaceae sekitar 1,4%, dengan identifikasi C. buteonis pada elang genus Buteo. Selain itu, C. psittaci dan anggota ordo Chlamydiales lain, seperti Candidatus Rhabdochlamydia spp., juga terdeteksi pada elang ekor merah dan osprey.

 

Hingga kini, C. gallinacea dan C. avium belum ditemukan pada burung liar di Amerika Utara. Namun, karena spesies ini telah dilaporkan pada unggas domestik di wilayah tersebut, kemungkinan besar ketidakhadirannya hanya mencerminkan kurangnya pengujian, bukan ketiadaan sebenarnya.

 

Amerika Selatan: Fokus pada Burung Beo dan Merpati


Penelitian di Amerika Selatan sebagian besar berfokus pada burung beo liar, karena tingginya prevalensi C. psittaci pada burung peliharaan dan riwayat psittacosis pada manusia akibat perdagangan burung eksotik. Studi di Brasil menemukan infeksi pada anak burung Amazona dengan tingkat prevalensi yang bervariasi antar spesies, dari 1% hingga 26%.

 

Sebaliknya, pengujian pada burung beo dewasa liar di Peru dan Bolivia belum menunjukkan adanya antibodi terhadap Chlamydia. Namun, pada burung peliharaan, terutama yang diselamatkan dari perdagangan liar, C. psittaci dilaporkan menyebabkan kematian anak burung hingga 97%.

 

Selain burung beo, penelitian pada merpati liar di Brasil menunjukkan prevalensi C. psittaci antara 11% hingga 37%, tergantung lokasi pengambilan sampel. Di luar itu, temuan menarik datang dari Kepulauan Galapagos, di mana C. psittaci ditemukan pada burung merpati endemik (Zenaida galapageoensis). Data ini memperlihatkan bahwa infeksi Chlamydia juga meluas hingga wilayah kepulauan terpencil.

 

Australasia dan Oseania: Evolusi Pengetahuan dari Masa ke Masa

 

Laporan infeksi Chlamydia pada burung liar di Australia telah ada sejak 1930-an, terutama pada burung beo. Meskipun prevalensi saat ini cenderung rendah (0–2%), beberapa spesies seperti galah dan crimson rosella menunjukkan angka infeksi yang lebih tinggi.

 

Selain burung beo, survei pada burung air dan spesies lain sebagian besar negatif, kecuali satu kasus pada superb lyrebird. Di Selandia Baru, infeksi C. psittaci ditemukan pada merpati liar, burung asli hihi, dan beberapa spesies itik liar di pusat rehabilitasi.

 

Penelitian terbaru di Australia menunjukkan bahwa keragaman Chlamydiales mungkin lebih luas dari yang diperkirakan sebelumnya. Selain C. psittaci, ditemukan pula C. gallinacea dan kelompok lain seperti Parachlamydiaceae. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi next-generation sequencing (NGS), para ilmuwan memperkirakan akan ada lebih banyak jenis Chlamydia yang diidentifikasi di masa mendatang.

 

Afrika dan Antartika: Data Terbatas, Temuan Menarik

 

Di Afrika, data tentang Chlamydia pada burung liar masih sangat terbatas. Studi pada pelikan di Afrika Selatan tidak menemukan kasus positif, dan hanya ada laporan terbatas dari Mesir. Namun, hasil berbeda ditemukan di benua beku Antartika.

 

Di sana, Chlamydiales terdeteksi pada penguin chinstrap dan burung laut lain dengan prevalensi sekitar 18%. Menariknya, C. psittaci tidak ditemukan pada sampel tersebut, menandakan kemungkinan keberadaan spesies Chlamydia lain yang khas untuk lingkungan ekstrem.

 

Kesimpulan

 

Distribusi global Chlamydia pada burung liar menunjukkan pola yang kompleks dan bervariasi antar wilayah. Eropa dan Amerika Utara menjadi pusat penelitian dengan dokumentasi paling lengkap, sementara Asia, Amerika Selatan, dan Afrika masih menyimpan potensi besar untuk penemuan baru. Dengan kemajuan teknologi deteksi molekuler, terutama next-generation sequencing, pemahaman tentang keanekaragaman Chlamydia di alam liar diperkirakan akan semakin berkembang—memberikan wawasan penting bagi kesehatan satwa, lingkungan, dan manusia dalam kerangka One Health.

 

SUMBER REFERENSI:

1.Ulasan Infeksi Chlamydia Pada Burung Liar: Jurnal Atani Tokyo. https://www.blogger.com/blog/post/edit/7660215345650741072/2765275256831646529

2. Helena S Stokes, Mathew L Berg, Andrew T D Bennet. A Review of Chlamydial Infections in Wild Birds. Pathogens. 2021 Jul 28;10(8):948.

No comments: