Burung liar
yang tampak bebas beterbangan di langit ternyata bisa menjadi pembawa senyap
bakteri Chlamydia—penyebab penyakit yang bukan hanya menyerang manusia
dan hewan peliharaan, tetapi juga menyebar luas di alam liar di berbagai
belahan dunia. Sejumlah penelitian telah mengungkap bahwa infeksi Chlamydia
pada burung liar memiliki pola distribusi yang sangat luas, dengan variasi
spesies dan tingkat prevalensi yang berbeda antarwilayah. Berikut gambaran
persebarannya di berbagai benua.
Eropa: Pusat Penelitian dengan Keragaman Tinggi
Eropa menjadi salah satu kawasan dengan penelitian paling intensif mengenai
keberadaan Chlamydia pada burung liar. Surveilans multispecies yang
dilakukan di Swiss dan Polandia berhasil mendeteksi infeksi pada berbagai
kelompok burung, mulai dari merpati liar hingga burung pemangsa dan burung
laut.
Sebagian besar laporan menyebutkan Chlamydia psittaci sebagai
spesies yang paling sering ditemukan, terutama pada merpati. Namun, beberapa
spesies Chlamydia lain juga telah diidentifikasi, seperti C. avium
pada merpati di Swiss, Italia, dan Belanda, serta pada burung parkit cincin di
Prancis. Di Polandia, bakteri ini bahkan ditemukan pada itik liar (Anas
platyrhynchos).
Spesies C. gallinacea yang umum dijumpai pada unggas peliharaan di
Eropa belum terdeteksi pada burung liar. Menariknya, spesies baru seperti C.
buteonis telah mulai disaring di Swiss, dan Candidatus C. ibidis
pertama kali diisolasi dari ibis sakral liar. Temuan-temuan ini menunjukkan
tingginya keanekaragaman Chlamydiales di Eropa, sekaligus pentingnya
penelitian lintas spesies untuk memahami potensi penyebarannya.
Asia: Bukti
Awal dan Potensi yang Belum Tergali
Di Asia,
penelitian tentang Chlamydia pada burung liar sebagian besar berfokus
pada merpati dan beberapa jenis burung perkotaan lainnya. Di Thailand, India, Jepang, Korea, dan Iran, prevalensi C. psittaci
pada merpati liar bervariasi antara 1% hingga 25%. Selain itu, infeksi juga
ditemukan pada parkit cincin, gagak, dan burung gereja rumah.
Beberapa spesies Chlamydia lain turut teridentifikasi, seperti C.
pecorum dan C. gallinacea, meskipun data pengujian masih terbatas.
Di India dan Korea, spesies yang belum terkarakterisasi namun berkerabat dekat
dengan C. avium ditemukan pada merpati.
Menariknya, meskipun banyak studi di Tiongkok meneliti Chlamydia
pada burung penangkaran, data tentang burung liar masih sangat sedikit. Hal ini
menunjukkan adanya potensi besar untuk menemukan jenis-jenis Chlamydia
baru yang mungkin beredar di burung liar Asia, seiring dengan meningkatnya
penggunaan teknologi molekuler dalam surveilans penyakit satwa.
Amerika Utara: Kasus Epizootik dan Variasi Spesies
Di Amerika Utara, sejumlah kasus epizootik psittacosis telah tercatat. Di
Texas, wabah C. psittaci dilaporkan pada merpati putih muda, sementara
di Dakota Utara bakteri ini ditemukan pada burung camar. Kasus kematian massal
burung cinta di Arizona juga mendorong penelitian lebih lanjut, yang mengungkap
adanya infeksi pada berbagai spesies burung liar di sekitar pemukiman manusia.
Penelitian pada burung pemangsa menemukan prevalensi Chlamydiaceae
sekitar 1,4%, dengan identifikasi C. buteonis pada elang genus Buteo.
Selain itu, C. psittaci dan anggota ordo Chlamydiales lain,
seperti Candidatus Rhabdochlamydia spp., juga terdeteksi pada elang ekor
merah dan osprey.
Hingga kini, C. gallinacea dan C. avium belum ditemukan pada
burung liar di Amerika Utara. Namun, karena spesies ini telah dilaporkan pada
unggas domestik di wilayah tersebut, kemungkinan besar ketidakhadirannya hanya
mencerminkan kurangnya pengujian, bukan ketiadaan sebenarnya.
Amerika Selatan: Fokus pada Burung Beo dan Merpati
Penelitian di Amerika Selatan sebagian besar berfokus pada burung beo liar,
karena tingginya prevalensi C. psittaci pada burung peliharaan dan
riwayat psittacosis pada manusia akibat perdagangan burung eksotik. Studi di
Brasil menemukan infeksi pada anak burung Amazona dengan tingkat
prevalensi yang bervariasi antar spesies, dari 1% hingga 26%.
Sebaliknya, pengujian pada burung beo dewasa liar di Peru dan Bolivia belum
menunjukkan adanya antibodi terhadap Chlamydia. Namun, pada burung
peliharaan, terutama yang diselamatkan dari perdagangan liar, C. psittaci
dilaporkan menyebabkan kematian anak burung hingga 97%.
Selain burung beo, penelitian pada merpati liar di Brasil menunjukkan
prevalensi C. psittaci antara 11% hingga 37%, tergantung lokasi
pengambilan sampel. Di luar itu, temuan menarik datang dari Kepulauan
Galapagos, di mana C. psittaci ditemukan pada burung merpati endemik (Zenaida
galapageoensis). Data ini memperlihatkan bahwa infeksi Chlamydia
juga meluas hingga wilayah kepulauan terpencil.
Australasia dan Oseania: Evolusi Pengetahuan dari Masa ke Masa
Laporan infeksi Chlamydia pada burung liar di Australia telah ada
sejak 1930-an, terutama pada burung beo. Meskipun prevalensi saat ini cenderung
rendah (0–2%), beberapa spesies seperti galah dan crimson rosella menunjukkan
angka infeksi yang lebih tinggi.
Selain burung
beo, survei pada burung air dan spesies lain sebagian besar negatif, kecuali
satu kasus pada superb lyrebird. Di Selandia Baru, infeksi C.
psittaci ditemukan pada merpati liar, burung asli hihi, dan beberapa
spesies itik liar di pusat rehabilitasi.
Penelitian
terbaru di Australia menunjukkan bahwa keragaman Chlamydiales mungkin
lebih luas dari yang diperkirakan sebelumnya. Selain C. psittaci, ditemukan pula C. gallinacea dan kelompok
lain seperti Parachlamydiaceae. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi
next-generation sequencing (NGS), para ilmuwan memperkirakan akan ada
lebih banyak jenis Chlamydia yang diidentifikasi di masa mendatang.
Afrika dan Antartika: Data Terbatas, Temuan Menarik
Di Afrika, data tentang Chlamydia pada burung liar masih sangat
terbatas. Studi pada pelikan di Afrika Selatan tidak menemukan kasus positif,
dan hanya ada laporan terbatas dari Mesir. Namun, hasil berbeda ditemukan di
benua beku Antartika.
Di sana, Chlamydiales terdeteksi pada penguin chinstrap dan burung
laut lain dengan prevalensi sekitar 18%. Menariknya, C. psittaci tidak
ditemukan pada sampel tersebut, menandakan kemungkinan keberadaan spesies Chlamydia
lain yang khas untuk lingkungan ekstrem.
Kesimpulan
Distribusi
global Chlamydia pada burung liar menunjukkan pola yang kompleks dan
bervariasi antar wilayah. Eropa dan Amerika Utara
menjadi pusat penelitian dengan dokumentasi paling lengkap, sementara Asia,
Amerika Selatan, dan Afrika masih menyimpan potensi besar untuk penemuan baru.
Dengan kemajuan teknologi deteksi molekuler, terutama next-generation
sequencing, pemahaman tentang keanekaragaman Chlamydia di alam liar
diperkirakan akan semakin berkembang—memberikan wawasan penting bagi kesehatan
satwa, lingkungan, dan manusia dalam kerangka One Health.
SUMBER REFERENSI:
1.Ulasan Infeksi Chlamydia Pada Burung Liar: Jurnal Atani
Tokyo. https://www.blogger.com/blog/post/edit/7660215345650741072/2765275256831646529
2. Helena S Stokes, Mathew L Berg, Andrew T D Bennet. A
Review of Chlamydial Infections in Wild Birds. Pathogens. 2021 Jul
28;10(8):948.

No comments:
Post a Comment