
Pernahkah kamu melihat ada orang yang gajinya biasa saja,
tapi hidupnya tenang, tagihan lancar, dan masih bisa liburan? Sementara ada
juga yang penghasilannya dua kali lipat lebih besar, tapi selalu pusing setiap
akhir bulan. Logikanya, makin besar pemasukan harusnya makin aman. Namun
kenyataannya, justru sebaliknya. Di sinilah pelajarannya: bukan soal seberapa
banyak uang yang dimiliki, melainkan bagaimana cara kita memperlakukan uang.
Allah
ﷻ sudah mengingatkan dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya orang-orang yang memboroskan (harta),
mereka itu adalah saudara-saudara setan. Dan setan itu sangat ingkar kepada
Tuhannya.” (QS. Al-Isra’ [17]: 27)
Ayat ini menegaskan, sebesar apa pun gaji yang kita
dapatkan, kalau cara mengelolanya salah, maka akan habis begitu saja.
Bagi kebanyakan orang, uang ibarat air dalam ember bocor:
baru masuk lewat gaji, langsung habis untuk bayar listrik, sewa, cicilan,
jajan, dan kebutuhan lainnya. Belum separuh bulan, saldo sudah menipis.
Sebaliknya, orang yang berhasil membangun kekayaan memperlakukan uang seperti
tanaman. Mereka bukan hanya memikirkan kebutuhan hari ini, tapi juga bagaimana
uang itu bisa tumbuh dan kembali dalam jumlah lebih besar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari
kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara, (salah satunya) tentang
hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan.” (HR. Tirmidzi,
no. 2417)
Hadits ini menunjukkan pentingnya kesadaran terhadap arus
masuk dan keluar harta, bukan sekadar banyaknya penghasilan.
Contoh sederhana, ketika mendapat bonus, hadiah atau gaji
ke 14, kebanyakan orang langsung berpikir: “Enaknya beli apa ya?” Sedangkan
orang kaya berpikir: “Bagaimana caranya uang ini bisa menghasilkan uang lagi
buat saya?” Itu bukan berarti mereka pelit atau tidak menikmati hidup. Mereka
sadar, uang sebaiknya diberdayakan, bukan sekadar dihabiskan.
Kebiasaan ini pernah diteladankan oleh Sahabat Rasulullah
ﷺ, Utsman bin ‘Affan
radhiyallahu‘anhu. Beliau adalah seorang pedagang sukses yang hartanya
melimpah. Namun, Utsman tidak sekadar menimbun kekayaan. Ia menggunakan
hartanya untuk kebaikan, seperti membeli sumur Raumah untuk kaum Muslimin dan
membiayai persiapan pasukan dalam perang Tabuk. Hartanya bertambah berkah
justru karena diperlakukan dengan bijak dan penuh kebermanfaatan.
Yang menarik, banyak orang kaya dulunya hidup biasa saja.
Mereka bukan pewaris harta atau anak konglomerat. Mereka membangun kekayaan
dari nol dengan disiplin, keputusan kecil yang konsisten, dan pola pikir yang
benar. Prinsip mereka sederhana: kalau belum bisa mengelola uang sedikit,
jangan harap bisa mengelola uang besar.
Salah satu kebiasaan penting mereka adalah sadar ke mana
uang mengalir. Bukan berarti pelit, tapi mereka selalu mempertimbangkan
konsekuensi setiap pengeluaran. Misalnya, membeli rokok Rp30.000 setiap hari
mungkin terlihat sepele. Namun kalau dikalikan sebulan, jumlahnya Rp900.000.
Uang itu bisa dialihkan untuk tabungan atau investasi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa merasa cukup dengan yang halal, Allah
akan mencukupkannya. Barangsiapa menjaga diri dari meminta-minta, Allah akan
menjaganya. Dan barangsiapa bersabar, Allah akan memberinya kesabaran. Tidak
ada pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengajarkan pengendalian diri dan kesabaran
dalam membelanjakan harta—inti dari mindset keuangan yang sehat.
Selain itu, orang kaya pandai menunda kesenangan. Mereka
tidak buru-buru beli mobil dengan cara berutang. Mereka lebih memilih
menumbuhkan uang lewat investasi. Jika hasilnya sudah cukup, barulah mereka
membeli mobil dengan tenang tanpa cicilan.
Pada
akhirnya, semua berawal dari langkah kecil. Mulailah dengan mencatat
pengeluaran, membedakan kebutuhan dan keinginan, serta menunda satu kesenangan
kecil untuk dialihkan ke tabungan. Tanyakan pada diri sendiri sebelum membeli
sesuatu: “Apakah ini benar-benar saya butuhkan, atau hanya ingin terlihat
keren?”
Kesimpulan
Menjadi
kaya bukan soal besarnya gaji, tetapi bagaimana cara kamu memperlakukan uang.
Al-Qur’an dan Hadits telah mengajarkan untuk menjauhi pemborosan, hidup
sederhana, dan memastikan harta digunakan pada jalan yang bermanfaat. Teladan
sahabat seperti Utsman bin ‘Affan menunjukkan bahwa kekayaan sejati datang dari
cara mengelola harta dengan bijak dan penuh keberkahan.
Mulailah
dari langkah kecil: catat pengeluaran, bedakan kebutuhan dan keinginan, serta
biasakan menunda kesenangan kecil untuk ditabung atau diinvestasikan. Itulah
kunci perubahan. Jika kamu mempraktikkannya secara konsisten, insya Allah
rezeki yang sedikit bisa menjadi berkah, dan rezeki yang banyak bisa menjadi
jalan menuju kebebasan finansial sekaligus keberkahan hidup.
No comments:
Post a Comment