Sistem pangan
dunia ibarat mesin raksasa yang seharusnya berjalan mulus untuk memberi makan
umat manusia. Namun kenyataannya, mesin ini penuh gangguan. Hama, penyakit,
kekeringan, hingga banjir silih berganti merusak hasil panen dan melemahkan
kesehatan ternak. Kerugian yang muncul tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi
juga berdampak pada gizi, kesehatan, bahkan kelestarian lingkungan. Lebih rumit
lagi, ancaman ini tidak mengenal batas—kerusakan di sektor tanaman langsung
berimbas pada sektor ternak, dan sebaliknya.
Sistem pangan adalah jaringan proses
yang saling terhubung untuk mengubah berbagai masukan—seperti lahan, tenaga
kerja, air, nutrisi, dan sumber daya genetik—menjadi keluaran berupa pangan dan
pendapatan bagi manusia. Dalam bayangan ideal, sistem pangan seharusnya
berjalan efisien tanpa kerugian, tetapi kenyataannya sistem ini penuh
tantangan. Berbagai ancaman biotik seperti hama dan penyakit, serta ancaman
abiotik seperti kekeringan atau banjir, membuat sistem pangan kita bekerja jauh
dari kata sempurna. Kerugian pun tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga
berdampak pada kesehatan, gizi, dan lingkungan.
Menariknya, ancaman dalam sistem
pangan tidak pernah mengenal batas antara sektor tanaman dan ternak. Kedua
sektor ini justru saling terkait erat. Hasil tanaman menjadi pakan ternak,
sementara limbah ternak seperti pupuk kandang mendukung produksi tanaman. Jika
satu sektor terguncang, sektor lain ikut terdampak. Hubungan yang saling
memengaruhi inilah yang mendorong pentingnya pendekatan lintas disiplin, salah
satunya melalui kerangka One Health yang menekankan keterkaitan antara
kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.
Dua inisiatif besar kini sedang
dikembangkan untuk memahami masalah ini: Global Burden of Crop Loss
(GBCL) dan Global Burden of Animal Diseases (GBAD). Keduanya
berfokus menghitung kerugian yang muncul akibat bahaya di sektor tanaman maupun
hewan. GBCL menyoroti kerugian hasil panen akibat serangan hama, penyakit, atau
bencana iklim yang dapat mencapai 20–40% dari total produksi tanaman pangan.
Sementara GBADs berusaha memetakan kerugian ekonomi akibat penyakit menular,
tidak menular, maupun ancaman eksternal di sektor peternakan.
Kerja sama antara GBCL dan GBADs
menjadi langkah penting untuk memahami gambaran besar kerugian sistem pangan
secara terpadu. Penyelarasan metodologi kedua pendekatan ini memungkinkan kita
menghitung kerugian tanaman dan hewan secara bersamaan, sehingga memberi
informasi yang lebih komprehensif bagi pengambil kebijakan. Misalnya, larangan
penggunaan tepung daging dan tulang di Uni Eropa memicu lonjakan impor kedelai
sebagai pengganti bahan pakan. Kasus ini menunjukkan bagaimana kebijakan di
satu sektor bisa memicu dampak besar di sektor lainnya.

No comments:
Post a Comment