Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday, 27 September 2025

El Nino: Fenomena Iklim yang Bikin Indonesia Kering



Cuaca panas yang menyengat dan musim kering berkepanjangan belakangan ini bukan sekadar kebetulan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa penyebab utama kondisi ini adalah fenomena El Nino, yang terus menguat sejak pertengahan 2023. Fenomena iklim global ini kerap menjadi momok di Indonesia karena berhubungan erat dengan kekeringan, kebakaran hutan, hingga ancaman krisis pangan.

 

Apa Itu El Nino?

 

Secara sederhana, El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah di atas kondisi normal. Saat suhu laut memanas, proses pembentukan awan di kawasan tersebut meningkat, sementara curah hujan di wilayah lain, termasuk Indonesia, justru berkurang.

 

Akibatnya, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kering ekstrem. Tak heran, El Nino sering disebut sebagai biang keladi kekeringan yang melanda Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara. Fenomena ini bukan hal baru—rata-rata terjadi setiap 3 hingga 7 tahun sekali dengan durasi 9 sampai 12 bulan, bahkan kadang lebih lama tergantung tingkat intensitasnya.

 

Mengapa El Nino Bisa Terjadi?

 

BMKG menjelaskan bahwa El Nino muncul akibat kombinasi faktor alami dan faktor manusia. Dari sisi alami, penyebab utamanya adalah melemahnya angin pasat, yaitu angin yang biasanya bertiup dari timur ke barat di kawasan Pasifik tropis. Ketika angin pasat melemah, sirkulasi atmosfer terganggu: sirkulasi Walker melemah, sementara sirkulasi Hadley menguat. Kondisi ini memicu perubahan distribusi curah hujan, termasuk berkurangnya hujan di wilayah tropis seperti Indonesia.

 

Sementara itu, faktor manusia juga ikut memperparah. Emisi gas rumah kaca dari pembakaran fosil dan deforestasi membuat suhu atmosfer dan laut semakin tinggi. Ditambah lagi, perubahan penggunaan lahan seperti penggundulan hutan memperburuk ketidakseimbangan iklim global. Dengan kata lain, El Nino bukan hanya urusan alam, tetapi juga erat kaitannya dengan aktivitas manusia.

 

Dampak El Nino di Indonesia

 

El Nino tidak hanya membuat cuaca lebih panas. Dampaknya begitu luas dan menyentuh berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia:

1.     Kekeringan dan gagal panen

Curah hujan yang menurun drastis di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara seringkali memicu kekeringan, kebakaran hutan, dan turunnya produksi pertanian.

2.     Banjir di wilayah tertentu

Ironisnya, El Nino juga bisa meningkatkan curah hujan di wilayah Papua dan sebagian Sulawesi. Akibatnya, wilayah ini rentan banjir, longsor, dan gangguan transportasi.

3.     Gangguan ekosistem laut

Suhu laut yang meningkat memengaruhi habitat biota laut. Ikan-ikan tertentu bisa bermigrasi, dan terumbu karang berisiko rusak, sehingga nelayan ikut terdampak.

4.     Perubahan iklim global

El Nino memengaruhi iklim dunia: meningkatnya frekuensi cuaca ekstrem, naiknya permukaan laut, hingga berubahnya pola distribusi makhluk hidup.

 

Kapan El Nino Akan Berakhir?

 

Menurut BMKG, fenomena El Nino 2023 diperkirakan berlangsung hingga akhir tahun dan berakhir sekitar Februari–Maret 2024. Puncaknya terjadi pada Agustus–September 2023, ketika banyak wilayah di Indonesia mengalami hari tanpa hujan yang sangat panjang, terutama di Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Maluku.

 

Menghadapi El Nino Bersama

 

Fenomena El Nino mengingatkan kita bahwa iklim global sangat dinamis dan saling terhubung. Meski sifatnya alami, dampak buruknya bisa diperparah oleh ulah manusia. Karena itu, adaptasi dan mitigasi menjadi kunci: hemat air, menjaga hutan, mengurangi emisi karbon, dan memperkuat sistem pangan agar tidak terguncang saat musim kering panjang melanda.

Pada akhirnya, El Nino bukan sekadar cerita tentang panas dan kekeringan, melainkan cermin rapuhnya keseimbangan alam yang harus kita jaga bersama.

No comments: