Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, 29 January 2025

Dokter Jerman Bongkar Praktik Dukun di Hindia Belanda

 


Dokter Jerman yang Membongkar Praktik Dukun di Hindia Belanda


Pada masa lalu, sebelum ilmu kedokteran berkembang pesat seperti sekarang, masyarakat lebih mengandalkan dukun untuk menangani berbagai masalah kesehatan. Bagi banyak orang, terutama di daerah pedesaan, dukun adalah sosok yang dipercaya karena dianggap memiliki kemampuan supranatural serta keahlian meracik obat-obatan herbal. Namun, di kota-kota besar, seiring dengan masuknya pengaruh Barat, praktik perdukunan mulai dipandang sebagai sesuatu yang tidak ilmiah dan tidak teruji kebenarannya.

 

Salah satu tokoh yang tertarik mengkaji praktik dukun di Hindia Belanda adalah seorang dokter asal Jerman bernama Friedrich August Carl. Pada tahun 1823, Carl dikirim oleh Departemen Kesehatan Hindia Belanda untuk bertugas di Semarang. Saat tiba di sana, ia mendapati sebuah fenomena menarik: banyak warga, baik pribumi maupun orang Eropa, lebih memilih berobat ke dukun dibandingkan ke dokter. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang sembuh setelah menjalani pengobatan tradisional tersebut.

 

Sebagai seorang dokter yang mengandalkan ilmu medis modern, Carl merasa penasaran. Bagaimana mungkin pengobatan yang tidak berbasis ilmu kedokteran tetap bisa memberikan hasil yang baik? Ia juga menyadari bahwa di Hindia Belanda saat itu, akses terhadap obat-obatan modern masih sangat terbatas, berbeda dengan di Eropa. Hal ini semakin memotivasinya untuk meneliti lebih lanjut praktik pengobatan tradisional yang dilakukan oleh para dukun.

 

Ternyata, rasa penasaran Carl juga dirasakan oleh banyak dokter Eropa lainnya. Dalam bukunya Merawat Bangsa (2018), sejarawan Hans Pols menjelaskan bahwa sejak lama para dokter Eropa merasa tersaingi oleh dukun. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan akses layanan kesehatan modern di Hindia Belanda. Para dokter umumnya hanya bertugas di kota-kota besar, sementara mayoritas penduduk tinggal di pedesaan. Selain itu, biaya pengobatan medis juga tergolong mahal bagi masyarakat umum. Ditambah lagi, masyarakat masih merasa asing dan takut dengan metode pengobatan modern. Faktor-faktor ini membuat dukun tetap menjadi pilihan utama bagi banyak orang.

 

Keinginan untuk memahami lebih dalam praktik perdukunan mendorong Carl untuk mengamati dan meneliti langsung cara kerja para dukun. Dalam penelitiannya yang dikutip oleh Hans Pols dalam artikel European Physicians and Botanists, Indigenous Herbal Medicine in the Dutch East Indies, and Colonial Networks of Mediation (2008), Carl menemukan bahwa para dukun sebenarnya memiliki metode tersendiri dalam mendiagnosis penyakit. Mereka mengamati gejala yang dialami pasien, kemudian merapalkan mantra dan memberikan ramuan herbal sebagai obat.

 

Setelah melakukan berbagai observasi, Carl sampai pada kesimpulan bahwa kekuatan utama dari pengobatan dukun bukan terletak pada mantranya, melainkan pada penggunaan tanaman herbal. Meskipun tidak didasarkan pada ilmu medis modern, ramuan herbal yang diberikan sering kali efektif dalam meredakan penyakit. Namun, Carl juga menyadari bahwa pengobatan ini hanya berdasarkan pengalaman turun-temurun dan belum divalidasi secara ilmiah. Oleh karena itu, ia mulai melakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan khasiat obat-obatan herbal tersebut secara medis.

 

Dengan penuh dedikasi, Carl mulai menggali informasi tentang pengobatan herbal dari berbagai sumber. Ia mewawancarai masyarakat, pedagang obat, pasien, bahkan istrinya sendiri. Tak hanya itu, ia juga melakukan uji coba langsung terhadap dirinya sendiri serta pasien-pasiennya untuk membuktikan efektivitas ramuan yang digunakan oleh dukun. Usaha kerasnya ini akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa.

 

Hasil penelitian Carl kemudian dibukukan dalam sebuah karya berjudul “Pratische Waarnemingen Over Eenige Javaansche Geneesmiddelen” atau “Pengamatan Praktis Beberapa Obat Jawa”. Dalam buku ini, ia mencatat berbagai jenis obat herbal yang digunakan di Jawa, lalu membandingkannya dengan obat-obatan modern yang tersedia saat itu. Carl juga mengelompokkan ramuan-ramuan tersebut berdasarkan jenis penyakit yang dapat diobati, sesuai dengan pendekatan medis modern.

 

Penemuan Carl membawa dampak besar dalam dunia kedokteran di Hindia Belanda. Banyak dokter Eropa mulai menerima dan mengadopsi penggunaan obat herbal sebagai bagian dari pengobatan medis. Dengan adanya katalog obat herbal yang disusun oleh Carl, para dokter pun lebih mudah menemukan alternatif pengobatan bagi pasien mereka, terutama di daerah yang sulit dijangkau oleh obat-obatan modern.

 

Popularitas Carl pun meningkat pesat pada akhir abad ke-19. Ia diakui sebagai dokter pertama yang secara sistematis meneliti dan mengembangkan pedoman pengobatan berbasis herbal di Hindia Belanda. Karyanya tidak hanya membuka mata banyak dokter tentang manfaat tanaman obat, tetapi juga menjadi salah satu pijakan awal bagi perkembangan ilmu farmasi di Indonesia.

 

Kisah Friedrich August Carl menjadi bukti bahwa pendekatan ilmiah dalam memahami praktik tradisional dapat menghasilkan manfaat yang besar bagi dunia kesehatan. Dengan mengombinasikan pengetahuan lokal dan metode ilmiah, ia berhasil mengangkat pengobatan herbal dari sekadar praktik turun-temurun menjadi bagian dari ilmu medis yang lebih sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan. Hingga kini, warisannya masih terasa dalam perkembangan pengobatan berbasis herbal di Indonesia dan dunia.

 

SUMBER:

CNBC Indonesia, 27 Januari 2025

 

No comments: