Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday 12 August 2020

Pengaruh Kualitas Pakan terhadap Kesehatan Unggas

Pakan merupakan salah satu unsur penting karena berperan dalam menjaga kesehatan unggas terutama dalam memenuhi kebutuhan nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan sebagainya. Peran tersebut untuk mendukung produksi maupun kesehatan hewan itu sendiri. Hal ini penting bagi para pelaku usaha perunggasan, terutama para peternak untuk mengetahui nutrisi utama yang diperlukan dalam tubuh ternaknya.

Pakan menyumbangkan 70% dari biaya produksi pada peternakan unggas. Kualitas pakan harus dijaga karena berperan sangat penting dalam asupan nutrisi yang bermanfaat bagi pertumbuhan, produksi, serta kesehatan unggas.

Kualitas pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas bahan, cara pengolahan, keseimbangan pakan serta kesesuaian kandungan nutrisi untuk setiap jenis unggas.  Maka dari itu perlu dilakukan pengawasan terhadap produksi pakan dari pengumpulan bahan baku sampai dengan pada proses penyimpanan pakan jadi.

Pengawasan ini harus dilakukan secara ketat dan saksama. Jika pengawasannya lemah, akan menghasilkan produk pakan yang tidak baik yang akan menimbulkan ayam menjadi rentan terhadap penyakit. Hal tersebut dapat disebabkan oleh zat beracun yang dihasilkan oleh jamur yang lazim disebut mikotoksin. Perlu pembahasan pemilihan dan penyimpanan bahan baku, dan dampak termakannya mikotoksin khususnya aflatoksin dan okratoksin pada kesehatan unggas.

Bahan pakan seperti jagung, kedelai, gandum, dan hasil produk olahannya merupakan komoditas yang juga dibutuhkan untuk bahan pangan manusia, sehingga terjadi persaingan dari segi pemenuhan kebutuhan maupun harga. Kendala tersebut terkadang menjadikan bahan pakan dengan kualitas rendah tetap digunakan untuk pakan unggas, ditambah lagi dengan kondisi Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembapan dan suhu udara yang tinggi, serta pengolahan dan penyimpanan yang serampangan, sangat mendukung jamur untuk berkembang. Kondisi yang mendukung perkembangan jamur pada pakan terdapat pada data seperti berikut : (a) Kadar air dalam pakan sebesar 12-14% atau lebih tinggi; (b) Kelembapan relatif lebih besar daripada 70-75%; (c) Kondisi fisik pada bijian: Pelindung luar dari biji yang rusak akibat serangga dan proses pemanenan yang tidak baik; (d) Kondisi suhu : 25-30 0C untuk Aspergillus dan 15-20 0C untuk Fusari ; (e) Penyimpanan : Kondisi atap yang bocor dan basah. (Sumber: Hossain et al. , 2011).

Persyaratan bahan pakan sudah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dan dapat diakses melalui laman Kementerian Pertanian, mulai dari tingkat mutu, jenis bahan pakan, serta SNI komposisi pakan tiap spesies. Standardisasi ini sudah memberikan petunjuk yang baik dalam pembuatan pakan agar aman dikonsumsi bagi unggas.

Sebagai contoh yang menjadi persyaratan parameter dari mutu I dan II komoditas jagung yang diatur dalam “SNI 4483:2013 Jagung-Bahan Pakan Ternak” yaitu mengenai minimum protein kasar; maksimum kadar air, mikotoksin, okratoksin, biji rusak, biji berjamur, biji pecah, dan benda asing.  Parameter tersebut tidak selalu sama dengan bahan pakan lainnya seperti bungkil kedelai, dedak padi, dan sebagainya.

Perhatian khusus terhadap cemaran mikotoksin dalam pakan memerlukan perhatian khusus karena memiliki pengaruh yang buruk baik pada kesehatan manusia maupun unggas. Suatu studi menyatakan bahwa residu mikotoksin akan ditemukan pada hasil produksi hewan, seperti daging maupun telur unggas sehingga berbahaya ketika dikonsumsi oleh manusia (Chen et al. 1984).

Toksisitas yang ditimbulkan oleh mikotoksin dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti absorpsi, banyaknya metabolit yang dihasilkan, periode dari paparan, dan sensitivitas dari tiap individu. Kerentanan unggas pada mikotoksin menjadi lebih tinggi jika unggas dipelihara pada lingkungan yang tidak kondusif, seperti tingginya kepadatan, suhu, dan kelembaban lingkungan.

Menurut Prof. drh. Charles Rangga Tabbu dalam paparannya saat Seminar Nasional ASOHI Mei 2019 Silam, pencemaran mikotoksin pada pakan termasuk salah satu faktor pendukung penurunan produktivitas pada ayam. Efek yang ditimbulkan dari mikotoksin yaitu menghambat penyerapan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti asam amino, vitamin (A, D, E, dan K), lemak, dan mineral (Ca dan P).

“Akibat dari cemaran mikotoksin yaitu pakan yang dibuat seimbang dalam segi nutrisi menjadi tidak seimbang. Sehingga kalau di broiler kualitas daging menjadi tidak bagus dan kalau di layer atau pullet waktu awal produksi, nutrisinya tidak mencukupi sehingga akan berpengaruh pada produksi telur,” jelasnya. Terganggunya asupan nutrisi didukung oleh penurunan palatabilitas serta kualitas dari pakan yang tercemar oleh mikotoksin. Jamur yang mengontaminasi pakan akan merubah bentuk pakan, konsistensi, serta aromanya.

Kadar mikotoksin yang merupakan metabolit sekunder jamur diatur dalam persyaratan ini yaitu aflatoksin dan okratoksin. Kedua jenis mikotoksin ini dihasilkan dari genus yang sama yaitu Aspergillus namun dengan spesies yang berbeda flavus untuk aflatoksin dan okratoksin oleh ochraceus. Okratoksin juga dapat diproduksi oleh Penicullium verrucosum. Terdapat 200 spesies jamur yang memproduksi mikotoksin dengan tiga genus utama yang memproduksinya yaitu Aspergillus, Penicillium, dan Fusarium (Filazi et al. 2017).

Kontaminasi mikotoksin yang ditemukan dalam pakan maupun bahan pakan biasasnya lebih dari satu. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Gentles et al. (1999), kontaminasi ganda yang ditemukan pada pakan unggas yaitu aflatoksin dan okratoksin, T-2 toksin dan aflatoksin, okratoksin dengan T-2 toksin, citrinin dan okratoksin, atau vomitoksin dengan asam fumarat.  Interaksi antara mikotoksin tersebut dapat bersifat sinergis, additif, maupun antagonistik. Unggas akan memetabolisme mikotoksin dalam saluran pencernaan, hati, atau ginjal.

Berbicara mengenai aflatoksin, terdapat beberapa jenis aflatoksin seperti B1, B2, G1 dan G2, namun yang paling sering ditemukan dan aktif secara biologus yaitu B1. Efek yang ditimbulkan aflatoksin pada unggas, seperti penurunan berat badan, tingginya feed conversion rate, dan penurunan produksi telur. Penampakan pada telur yang dihasilkan oleh layer yaitu kerabang yang tipis, warna kerabang maupun kuning telur yang pucat. Pada parent stock dijumpai penurunan fertilitas maupun angka tetas.

Perubahan yang didapati pada saat bedah bangkai biasanya karkas terlihat lebam, perubahan pada berat organ, dan kerusakan pada hati. Aflatoksin yang juga dapat menginduksi imunosupresi pada unggas yang ditujukan dengan ukuran bursa fabricius, timus, dan limpa yang lebih kecil dari ukuran normal. Penurunan dari sistem imun ini akan menimbulkan efek domino terhadap terjadinya outbreak penyakit, akibat kegagalan vaksinasi dan buruknya titer antibodi.

Okratoksin memiliki tiga jenis bentuk, yaitu okratoksin A (OTA), okratoksin B (OTB), dan okratoksin C (OTC). Bentuk OTA merupakan jenis okratoksin yang sering ditemukan dan diprioritaskan karena memiliki efek karsinogenik pada manusia. Toksisitas akibat Okratoksin pada unggas yaitu produksi telur menurun, pada kerabang telur terdapat noda kekuningan, pada putih telur terdapat dark meat spot, nafsu makan menurun, pertumbuhan terhambat, dan kerusakan ginjal. Perubahan pada ginjal yaitu terjadinya pembengkakan parah, ginjal berwarna kepucatan, dan distensi ureter akibat akumulasi urat. Efek lainnya yang ditimbulkan OTA yaitu kelemahan, anemia, kondisi bulu memburuk, dan jika kandungan OTA terlalu banyak dalam pakan yang dikonsumsi akan menimbulkan tingkat kematian tinggi.

Perubahan organ yang terjadi akibat OTA yaitu peningkatan berat organ secara relatif seperti hati, limpa, pankreas, proventikulus, gizzard, dan testis. Hal sebaliknya terjadi pada bursa fabrisius, timus, dan limpa yang mengalami atrofi.  Terdeteksinya OTA pada unggas yang terserang Eimeria tenella berdampak patologis lebih parah dibandingkan infeksi tunggal akibat koksidiosis saja (Manafi et al. , 2011).

Penanganan kasus mikotoksin dapat dilakukan dengan cara mengganti pakan yang terdeteksi mengandung toksin. Mikotoksin bisa menimbulkan gangguan pembentukan antibodi pada tubuh.  Maka dari itu unggas yang terserang penyakit memular harus segera diberikan pengobatan terhadap penyakit tersebut agar perkembangan penyakitnya tidak semakin memburuk. Vitamin, mineral, selenium, protein, dan lipid dianjurkan diberikan dengan cara dicampur dengan pakan atau air minum.

Sumber: Poultry Indonesia

 


No comments: