Pelajaran Hidup dan Rezeki dari Seorang
Pedagang Kaki Lima
Rezeki sering kali datang bukan semata-mata dari
kerja keras, melainkan dari cara seseorang memaknai hidup, meluruskan niat, dan
bersabar dalam setiap proses. Pelajaran berharga ini saya peroleh dari sebuah
pertemuan sederhana selepas salat Subuh, di sudut masjid yang mungkin luput
dari perhatian banyak orang.
Pagi itu, udara masih basah oleh sisa hujan malam.
Seusai salat Subuh berjamaah, saya duduk berdampingan dengan seorang jamaah
senior yang sehari-harinya berprofesi sebagai pedagang makanan kaki lima.
Penampilannya sederhana, tutur katanya tenang, dan wajahnya memancarkan
ketulusan. Dari obrolan singkat itulah, pelajaran hidup tentang rezeki mengalir
begitu jernih.
Beliau bercerita
tentang awal mula berdagang lebih dari dua puluh tahun lalu. Berawal dari kaki
lima di perempatan jalan yang belum ramai, dengan pembeli anak-anak, ia belajar
memasak dengan penuh kesungguhan. Resep dicoba berulang kali, rasa diperbaiki sedikit
demi sedikit, hingga akhirnya layak dijual. Proses panjang itu bukan sekadar
soal teknik memasak, tetapi tentang kesabaran, ketekunan, dan keikhlasan untuk
terus belajar.
Dalam perjalanan berdagangnya, tidak semua hari berjalan mulus. Ada masa-masa ketika dagangannya kurang laku dan penghasilan tidak menentu. Namun, ia tidak mengeluh. Ia bersabar ketika menghadapi terpaan ujian-ujian, termasuk saat dagangannya sepi pembeli. Kesabaran ini mengingatkan pada firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Kesabaran itu juga tercermin dalam caranya
bekerja. Dalam proses membuat dan memasak sup dagangannya, ia membiasakan diri
untuk memperbanyak selawat. Baginya, memasak bukan sekadar aktivitas mencari
nafkah, melainkan juga sarana berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah. Ia
meyakini bahwa makanan yang disiapkan dengan hati yang tenang dan lisan yang
basah dengan selawat akan membawa keberkahan bagi dirinya dan orang-orang yang
menyantapnya. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Barang siapa berselawat kepadaku satu
kali, maka Allah akan berselawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim)
Namun, inti dari kisah beliau bukan terletak pada
besarnya omzet atau luasnya jaringan usaha yang kemudian ia miliki. Kunci utama
keberhasilan berdagang, menurut beliau, adalah niat. Berdagang makanan ia
niatkan sebagai ibadah. Untung atau rugi bukanlah hal utama yang menguasai
pikirannya. Sikap ini sejalan dengan firman Allah Swt.:
“Padahal mereka tidak diperintahkan
kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena
agama.” (QS. Al-Bayyinah:
5)
“Kalau orang yang membeli merasa enak dan kenyang,
saya ikut gembira,” tuturnya. Kalimat sederhana ini mengandung makna yang
dalam. Rezeki ternyata tidak selalu tentang angka, tetapi tentang keberkahan
yang tumbuh dari kebahagiaan orang lain. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Pelajaran berharga lainnya adalah tentang
memuliakan pekerjaan. Meski berstatus pedagang kaki lima, beliau pernah menjadi
tokoh masyarakat dan ikut merintis pembangunan masjid di lingkungannya. Seiring
berjalannya waktu dan pergantian kepengurusan, peran tersebut mungkin tidak
lagi tercatat. Namun, ia tidak mempermasalahkannya. Ia meyakini bahwa amal
kebaikan tidak pernah hilang di sisi Allah. Firman-Nya:
“Apa saja kebaikan yang kamu kerjakan,
niscaya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Di sinilah pelajaran hidup itu semakin terasa. Rezeki
tidak selalu hadir dalam bentuk materi. Ada rezeki berupa ketenangan hati, rasa
cukup, dan kebahagiaan karena bisa bermanfaat bagi sesama. Allah Swt.
berfirman:
“Barang siapa
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya dan
memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Talaq:
2–3)
Dari seorang
pedagang sederhana, saya belajar bahwa menyambut rezeki bukan dengan
kegelisahan, melainkan dengan niat yang lurus, kesabaran dalam ujian,
keikhlasan dalam bekerja, serta dzikir yang menyertai setiap usaha. Ketika
ibadah menjadi tujuan, maka untung dan rugi akan menemukan tempatnya
sendiri—bukan sebagai beban, melainkan sebagai bagian dari perjalanan hidup
yang penuh makna.
Pada akhirnya, rezeki akan menemukan jalannya sendiri kepada orang-orang yang memuliakan proses, menjaga keikhlasan, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah dengan penuh tawakal.
#PelajaranHidup
#RezekiBerkah
#SabarDanIkhlas
#HikmahSubuh
#PedagangKakiLima

No comments:
Post a Comment