Kerangka Kerja Sendai 2015–2030: Mengelola Risiko,
Menjaga Masa Depan
Setiap kali bencana terjadi, kita sering berkata, “Ini
sudah takdir.” Ungkapan itu mungkin menenangkan, tetapi sesungguhnya
menyesatkan. Banyak bencana yang menelan korban jiwa dan kerugian besar bukan
semata karena alam, melainkan karena risiko yang dibiarkan tumbuh tanpa
kendali. Di sinilah pentingnya Kerangka Kerja Sendai 2015–2030 sebagai
pengingat bahwa bencana adalah persoalan pembangunan, bukan sekadar peristiwa
darurat.
Kerangka Kerja Sendai disepakati oleh negara-negara dunia
pada tahun 2015 di Jepang, sebagai kelanjutan dari Kerangka Aksi Hyogo. Pesan
utamanya sederhana namun mendasar: mencegah dan mengurangi risiko jauh lebih
bijak daripada terus-menerus sibuk merespons dampak bencana. Kerangka ini
mengajak kita untuk melihat bencana dari hulu, bukan hanya di hilir saat korban
sudah berjatuhan.
Selama bertahun-tahun, pendekatan kita terhadap bencana
cenderung reaktif. Energi, anggaran, dan perhatian publik menguat ketika
bencana terjadi, lalu perlahan mengendur setelah situasi dinyatakan pulih.
Padahal, risiko tidak pernah benar-benar hilang. Ia justru sering bertambah
seiring tata ruang yang abai, pembangunan yang tidak memperhitungkan daya
dukung lingkungan, serta ketimpangan sosial yang memperbesar kerentanan
kelompok tertentu.
Kerangka Kerja Sendai menegaskan bahwa risiko bencana
terbentuk dari interaksi antara bahaya, keterpaparan, dan kerentanan. Artinya,
meskipun bahaya alam tidak bisa dihindari, dampaknya dapat ditekan jika
kerentanan dan keterpaparan dikelola dengan baik. Di sinilah pengurangan risiko
bencana menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda pembangunan berkelanjutan.
Empat prioritas aksi dalam Kerangka Sendai memberi arah
yang jelas. Pertama, memahami risiko bencana. Tanpa data yang baik, pemetaan
yang akurat, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, kebijakan kebencanaan akan
berjalan dalam kegelapan. Kedua, memperkuat tata kelola risiko bencana.
Pengurangan risiko tidak bisa diserahkan pada satu lembaga; ia membutuhkan
koordinasi lintas sektor, kepemimpinan yang kuat, serta partisipasi masyarakat
dan dunia usaha.
Ketiga, investasi dalam pengurangan risiko bencana. Ini
sering menjadi titik lemah. Investasi pencegahan kerap dipandang sebagai biaya,
bukan sebagai tabungan masa depan. Padahal, Kerangka Sendai secara tegas
menunjukkan bahwa setiap investasi dalam ketangguhan akan mengurangi kerugian
ekonomi dan sosial di kemudian hari. Keempat, meningkatkan kesiapsiagaan dan
membangun kembali dengan lebih baik. Pemulihan pascabencana seharusnya menjadi
momentum memperbaiki kualitas pembangunan, bukan mengulang kerentanan yang
sama.
Kerangka Kerja Sendai juga menetapkan target global yang
ambisius hingga tahun 2030, mulai dari penurunan angka kematian akibat bencana
hingga peningkatan akses masyarakat terhadap sistem peringatan dini. Target ini
seharusnya menjadi cermin bagi setiap negara untuk menilai sejauh mana
kebijakan publik benar-benar melindungi warganya.
Bagi Indonesia, negara yang berada di kawasan rawan
bencana, Kerangka Sendai bukan sekadar dokumen internasional. Ia adalah
kebutuhan nyata. Dari gempa bumi, banjir, hingga krisis iklim dan wabah
penyakit, risiko terus mengintai. Mengabaikan pengurangan risiko bencana sama
dengan mempertaruhkan masa depan pembangunan dan keselamatan generasi
mendatang.
Yang sering terlupakan, Kerangka Kerja Sendai menempatkan
manusia sebagai pusat kebijakan. Perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas,
masyarakat miskin, dan kelompok rentan lainnya harus menjadi perhatian utama.
Pengurangan risiko bencana bukan hanya soal infrastruktur yang kuat, tetapi
juga tentang keadilan sosial dan perlindungan hak asasi manusia.
Pada akhirnya, Kerangka Kerja Sendai 2015–2030 mengajak
kita untuk berhenti berdamai dengan risiko. Bencana memang tidak selalu bisa
dicegah, tetapi dampaknya dapat dikurangi secara signifikan jika kita mau
berubah cara pandang. Mengelola risiko hari ini berarti menjaga kehidupan,
martabat, dan masa depan bangsa esok hari.
#KerangkaSendai
#RisikoBencana
#OpiniTokoh
#KetangguhanBangsa
#PembangunanBerkelanjutan

No comments:
Post a Comment