Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, 23 December 2025

Mengapa Kerangka Kerja Sendai Menentukan Masa Depan Kita


 

Kerangka Kerja Sendai 2015–2030: Mengelola Risiko, Menjaga Masa Depan

 

Setiap kali bencana terjadi, kita sering berkata, “Ini sudah takdir.” Ungkapan itu mungkin menenangkan, tetapi sesungguhnya menyesatkan. Banyak bencana yang menelan korban jiwa dan kerugian besar bukan semata karena alam, melainkan karena risiko yang dibiarkan tumbuh tanpa kendali. Di sinilah pentingnya Kerangka Kerja Sendai 2015–2030 sebagai pengingat bahwa bencana adalah persoalan pembangunan, bukan sekadar peristiwa darurat.


Kerangka Kerja Sendai disepakati oleh negara-negara dunia pada tahun 2015 di Jepang, sebagai kelanjutan dari Kerangka Aksi Hyogo. Pesan utamanya sederhana namun mendasar: mencegah dan mengurangi risiko jauh lebih bijak daripada terus-menerus sibuk merespons dampak bencana. Kerangka ini mengajak kita untuk melihat bencana dari hulu, bukan hanya di hilir saat korban sudah berjatuhan.


Selama bertahun-tahun, pendekatan kita terhadap bencana cenderung reaktif. Energi, anggaran, dan perhatian publik menguat ketika bencana terjadi, lalu perlahan mengendur setelah situasi dinyatakan pulih. Padahal, risiko tidak pernah benar-benar hilang. Ia justru sering bertambah seiring tata ruang yang abai, pembangunan yang tidak memperhitungkan daya dukung lingkungan, serta ketimpangan sosial yang memperbesar kerentanan kelompok tertentu.


Kerangka Kerja Sendai menegaskan bahwa risiko bencana terbentuk dari interaksi antara bahaya, keterpaparan, dan kerentanan. Artinya, meskipun bahaya alam tidak bisa dihindari, dampaknya dapat ditekan jika kerentanan dan keterpaparan dikelola dengan baik. Di sinilah pengurangan risiko bencana menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda pembangunan berkelanjutan.


Empat prioritas aksi dalam Kerangka Sendai memberi arah yang jelas. Pertama, memahami risiko bencana. Tanpa data yang baik, pemetaan yang akurat, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, kebijakan kebencanaan akan berjalan dalam kegelapan. Kedua, memperkuat tata kelola risiko bencana. Pengurangan risiko tidak bisa diserahkan pada satu lembaga; ia membutuhkan koordinasi lintas sektor, kepemimpinan yang kuat, serta partisipasi masyarakat dan dunia usaha.


Ketiga, investasi dalam pengurangan risiko bencana. Ini sering menjadi titik lemah. Investasi pencegahan kerap dipandang sebagai biaya, bukan sebagai tabungan masa depan. Padahal, Kerangka Sendai secara tegas menunjukkan bahwa setiap investasi dalam ketangguhan akan mengurangi kerugian ekonomi dan sosial di kemudian hari. Keempat, meningkatkan kesiapsiagaan dan membangun kembali dengan lebih baik. Pemulihan pascabencana seharusnya menjadi momentum memperbaiki kualitas pembangunan, bukan mengulang kerentanan yang sama.


Kerangka Kerja Sendai juga menetapkan target global yang ambisius hingga tahun 2030, mulai dari penurunan angka kematian akibat bencana hingga peningkatan akses masyarakat terhadap sistem peringatan dini. Target ini seharusnya menjadi cermin bagi setiap negara untuk menilai sejauh mana kebijakan publik benar-benar melindungi warganya.


Bagi Indonesia, negara yang berada di kawasan rawan bencana, Kerangka Sendai bukan sekadar dokumen internasional. Ia adalah kebutuhan nyata. Dari gempa bumi, banjir, hingga krisis iklim dan wabah penyakit, risiko terus mengintai. Mengabaikan pengurangan risiko bencana sama dengan mempertaruhkan masa depan pembangunan dan keselamatan generasi mendatang.


Yang sering terlupakan, Kerangka Kerja Sendai menempatkan manusia sebagai pusat kebijakan. Perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, masyarakat miskin, dan kelompok rentan lainnya harus menjadi perhatian utama. Pengurangan risiko bencana bukan hanya soal infrastruktur yang kuat, tetapi juga tentang keadilan sosial dan perlindungan hak asasi manusia.


Pada akhirnya, Kerangka Kerja Sendai 2015–2030 mengajak kita untuk berhenti berdamai dengan risiko. Bencana memang tidak selalu bisa dicegah, tetapi dampaknya dapat dikurangi secara signifikan jika kita mau berubah cara pandang. Mengelola risiko hari ini berarti menjaga kehidupan, martabat, dan masa depan bangsa esok hari.


#KerangkaSendai 

#RisikoBencana 

#OpiniTokoh 

#KetangguhanBangsa 

#PembangunanBerkelanjutan


No comments: