Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday, 25 December 2025

Alarm Pendidikan 2025: Nilai Siswa Indonesia–Jepang Turun Bersamaan, Apa yang Salah dengan Sistem Belajar Kita?


Ringkasan Eksekutif


Pada tahun 2025, dua negara dengan konteks pendidikan yang sangat berbeda—Indonesia dan Jepang—menghadapi fenomena yang sama: penurunan prestasi akademik siswa pada jenjang sekolah lanjutan, terutama pada aspek literasi, numerasi, dan penalaran ilmiah.


Di Indonesia, hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 jenjang SMA menunjukkan kondisi darurat literasi dan numerasi, dengan nilai Matematika dan Bahasa Inggris yang sangat rendah. Sementara di Jepang, Tes Prestasi Nasional 2025 juga mencatat penurunan signifikan pada Bahasa Jepang, Matematika, dan Sains, bahkan mencapai titik terendah sejak reformasi format tes tahun 2019.


Temuan ini menegaskan bahwa penurunan capaian akademik bukan persoalan lokal semata, melainkan tantangan global yang dipengaruhi oleh perubahan pedagogi, dampak pascapandemi, transisi sistem asesmen, serta melemahnya penguatan kompetensi dasar.

 

Latar Belakang Masalah


Prestasi akademik merupakan indikator penting kualitas sistem pendidikan. Penurunan capaian secara nasional, apalagi terjadi di lebih dari satu negara, perlu dibaca sebagai alarm kebijakan, bukan sekadar fluktuasi nilai ujian.

Tahun 2025 menghadirkan bukti kuat bahwa:

  • Sistem pendidikan Indonesia belum pulih sepenuhnya dari krisis pembelajaran.
  • Sistem pendidikan Jepang, meski matang dan stabil, juga menghadapi tantangan baru dalam penguatan keterampilan dasar di era digital.

 

Temuan Utama dari Indonesia (TKA 2025)


Hasil TKA 2025 jenjang SMA/sederajat menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan:

  • Matematika wajib: rata-rata 36,10
  • Bahasa Inggris wajib: 24,93
  • Bahasa Indonesia wajib: 55,38

 

Nilai rendah ini menandakan:

  1. Lemahnya literasi dan numerasi dasar, bukan sekadar kesulitan teknis soal.
  2. Pembelajaran masih berorientasi hafalan, bukan pemahaman konsep dan penalaran.
  3. Budaya numerasi yang rapuh, dengan Matematika dipersepsikan sebagai pelajaran “menakutkan”.
  4. Dampak panjang pandemi Covid-19, terutama pada mata pelajaran yang menuntut latihan berkelanjutan.
  5. Ketimpangan kesiapan guru dan sekolah dalam mengimplementasikan kurikulum berbasis kompetensi.

Walaupun TKA tidak menentukan kelulusan, hasil ini menjadi cermin kompetensi nasional yang menunjukkan bahwa sistem pembelajaran belum sepenuhnya mendukung tumbuhnya daya pikir kritis siswa.

 

Temuan Utama dari Jepang (Tes Prestasi Nasional 2025)


Jepang juga mengalami penurunan nilai akademik pada 2025:

  • Bahasa Jepang (SMP): turun menjadi 54,6%, terendah sejak 2019
  • Matematika (SMP): turun menjadi 48,8%
  • Sains (SD): turun tajam menjadi 57,3%

Beberapa faktor kunci yang diidentifikasi:

  1. Kesulitan siswa dalam tugas menulis, terutama yang menuntut ekspresi ide dan penalaran.
  2. Penurunan konsistensi latihan dasar, terutama dalam matematika.
  3. Transisi ke Computer-Based Testing (CBT) yang mengubah cara siswa berinteraksi dengan soal.
  4. Variasi tingkat kesulitan tes antar tahun, yang menyulitkan perbandingan langsung.

Meskipun sistem pendidikan Jepang relatif kuat, hasil ini menunjukkan bahwa transformasi digital dan perubahan pola belajar juga membawa tantangan baru bagi penguasaan kompetensi dasar.

 

Analisis Perbandingan Indonesia–Jepang


Meski konteks berbeda, terdapat benang merah penyebab penurunan prestasi di kedua negara:

Aspek

Indonesia

Jepang

Literasi & Numerasi

Lemah dan timpang

Menurun, terutama menulis & matematika

Dampak Pandemi

Sangat signifikan

Masih terasa

Metode Pembelajaran

Dominan hafalan

Kurang adaptif pada keterampilan ekspresif

Asesmen

Transisi kompetensi

Transisi digital (CBT)

Budaya Belajar

Kepercayaan diri rendah

Tekanan akademik & adaptasi format baru

Kesamaan ini menunjukkan bahwa penurunan prestasi bukan semata kualitas siswa, melainkan refleksi dari ketidaksiapan sistem pembelajaran dalam menghadapi perubahan zaman.

 

Implikasi Kebijakan


Jika tidak segera ditangani, penurunan literasi dan numerasi akan berdampak pada:

  • Kesiapan lulusan memasuki dunia kerja.
  • Daya saing nasional.
  • Ketimpangan sosial dan ekonomi jangka panjang.

Baik Indonesia maupun Jepang menghadapi risiko lost generation of skills apabila penguatan kompetensi dasar tidak menjadi prioritas utama.

 

Rekomendasi Kebijakan


  1. Fokus ulang pada kompetensi dasar

Literasi, numerasi, dan penalaran harus menjadi fondasi semua mata pelajaran.

  1. Transformasi pedagogi, bukan sekadar kurikulum

Pembelajaran harus kontekstual, dialogis, dan berbasis pemecahan masalah.

  1. Penguatan kapasitas guru secara berkelanjutan

Pelatihan tidak hanya teknis, tetapi juga pedagogi reflektif.

  1. Pendampingan transisi asesmen digital

CBT harus diiringi literasi digital dan kesiapan mental siswa.

  1. Kolaborasi sekolah–orang tua–Masyarakat

Budaya belajar tidak bisa dibangun oleh sekolah saja.

 

Penutup


Penurunan prestasi akademik tahun 2025 di Indonesia dan Jepang adalah alarm keras bagi sistem pendidikan. Ia bukan tanda kegagalan anak-anak, melainkan sinyal bahwa sistem belum sepenuhnya berpihak pada proses belajar yang bermakna.


Jika data ini ditindaklanjuti dengan kebijakan yang konsisten, reflektif, dan berorientasi jangka panjang, maka krisis ini justru dapat menjadi titik balik reformasi pembelajaran. Pendidikan tidak kekurangan siswa cerdas—yang dibutuhkan adalah sistem yang memberi ruang bagi nalar, rasa ingin tahu, dan keberanian untuk berpikir.

 

#DaruratLiterasi
#KrisisNumerasi
#Pendidikan2025
#ReformasiPendidikan
#KebijakanPendidikan

Sekecil Nano, Mengubah Dunia Kesehatan Hewan

 


Aplikasi Nanoteknologi untuk Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner

 

Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT serta doa dan dukungan teman-teman dan kolega, buku terbaru saya berjudul

“Aplikasi Nanoteknologi untuk Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner” resmi terbit.


Buku ini mengajak pembaca menyelami bagaimana partikel berukuran nano, yang nyaris tak kasatmata, mampu menghadirkan perubahan besar dalam bidang kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, serta kesehatan lingkungan —mulai dari diagnosis dini, pencegahan, hingga pengendalian penyakit secara lebih efektif dan berkelanjutan.


Ditulis dengan pendekatan ilmiah-populer dan aplikatif, buku ini relevan bagi akademisi, peneliti, mahasiswa, dan praktisi, serta diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi lahirnya inovasi dan solusi nyata di bidang kesehatan berbasis sains modern.


Mohon berkenan untuk membagikan informasi ini kepada rekan dan kolega yang membutuhkan. Semoga ilmu yang dibagikan menjadi manfaat dan kebaikan bersama.


#Nanoteknologi
#KesehatanHewan
#VeterinerModern
#InovasiSains
#BukuIlmiah

Ketika Doa Bukan Jawaban, Tapi Panggilan Pulang dari Allah

 


Doa: Jalan Pulang Hati kepada Allah

 

“Kadang Allah tidak langsung mengabulkan doa kita, namun Dia menarik hati kita untuk kembali kepada-Nya melalui doa itu sendiri.”

Allah berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Doa bukan sekadar permintaan. Ia adalah tanda kedekatan, bukti bahwa Allah sedang membuka pintu untuk hamba-Nya kembali.

 

Malam itu sunyi.

Seorang murid duduk di hadapan gurunya, membawa doa-doa yang sering ia baca, namun belum sepenuhnya ia pahami maknanya.

Murid:

“Guru, aku sering membaca zikir dan doa: Laa ilaha illallah, laa haula walaa quwwata illa billah, inna ma‘al ‘usri yusra. Namun setiap kali melantunkannya, hatiku bergetar. Seakan aku sedang memanggil sesuatu. Apa makna semua ini?”

Guru:

“Anakku, engkau tidak sedang memanggil. Engkaulah yang sedang dipanggil oleh Allah.”

Allah ﷻ berfirman:

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ
“Maka berlarilah kalian menuju Allah.” (QS. Adz-Dzariyat: 50)

Doa adalah isyarat panggilan itu.

 

Murid:

“Mengapa doa-doa itu datang justru saat aku lemah dan tidak berdaya?”

Guru:

“Karena doa adalah ibadahnya orang yang sadar akan kelemahannya.”

Rasulullah bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
‘Doa itu adalah inti ibadah.’
(HR. Tirmidzi)

Dan Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ
‘Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat.’ (QS. Al-Baqarah: 222)

Ketika engkau membaca Laa ilaha illallah, itu bukan sekadar zikir, tetapi pengakuan tauhid: bahwa tidak ada tempat bergantung selain Allah.

 

Guru melanjutkan:

“Dan ketika engkau mengucapkan laa haula walaa quwwata illa billah,
itu pengakuan bahwa segala daya dan kekuatan hanya milik Allah.”

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ
‘Laa haula walaa quwwata illa billah adalah salah satu perbendaharaan surga.’ (HR. Bukhari dan Muslim)

Di situlah awal kepasrahan, dan di situlah awal pulang.

 

Murid:

“Lalu doa Nabi Yunus: Laa ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzholimin…mengapa terasa sangat menghunjam hati?”

Guru:

“Itu doa pengakuan dan taubat.”

Allah berfirman:

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ

‘Maka Kami kabulkan doanya dan Kami selamatkan dia dari kesedihan.’ (QS. Al-Anbiya: 88)

Dan Allah menegaskan:

وَكَذَٰلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ
‘Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.’

Pengakuan dosa adalah pintu cahaya, bukan kehinaan.

 

Murid:

“Lalu inna ma‘al ‘usri yusra… apa maknanya?”

Guru:

“Itu janji Allah.”

Allah berfirman:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ۝ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
‘Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.’
(QS. Al-Insyirah: 5–6)

Bukan setelah kesulitan,
tetapi bersama kesulitan, pertolongan Allah hadir.

 

Murid:

“Dan doa inna fatahna laka fathan mubina… mengapa begitu menenangkan?”

Guru:

“Karena itu kabar kemenangan.”

Allah berfirman:

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا
‘Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.’ (QS. Al-Fath: 1)

Kemenangan sejati bukan selalu berubahnya keadaan, tetapi tenangnya hati yang kembali kepada Allah.

 

Guru menutup dengan nasihat lembut:

Guru:

“Anakku, doa-doa itu bukan sekadar lafaz. Ia adalah jalan ruhani: dari gelisah menuju pasrah, dari pasrah menuju sabar, dari sabar menuju yakin.”

 

Allah ﷻ berfirman:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
‘Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.’ (QS. Ar-Ra‘d: 28)

 

Murid:

“Guru… jadi aku tidak tersesat?”

Guru:

“Tidak, anakku. Engkau hanya sedang dipanggil untuk pulang kepada Allah.”


#JalanPulangHati
#MaknaDoa
#RenunganIslam
#TausiyahHati
#DakwahReflektif

#JurnalAtaniTokyo

Tuesday, 23 December 2025

PPR Mengintai Peternakan: Ancaman Global Kambing dan Domba yang Harus Diwaspadai

 


Peste des Petits Ruminants (PPR): Tinjauan Komprehensif

 

1. Pendahuluan

 

Peste des petits ruminants (PPR) adalah penyakit hewan menular strategis yang menyerang terutama kambing dan domba, bersifat sangat menular, dan menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan (WOAH, 2023). Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi, stomatitis erosif, diare, dan pneumonia, dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang dapat mencapai lebih dari 90% pada populasi rentan (Diallo et al., 2016). PPR saat ini menjadi perhatian global karena mengancam ketahanan pangan, mata pencaharian peternak kecil, serta perdagangan hewan dan produk hewan (FAO & WOAH, 2015).

 

2. Sejarah

 

PPR pertama kali dideskripsikan secara ilmiah pada tahun 1942 di Pantai Gading oleh Gargadennec dan Lalanne (1942). Pada awalnya, penyakit ini dianggap sebagai bentuk ringan dari Rinderpest, namun kemudian dibedakan sebagai entitas penyakit tersendiri berdasarkan karakteristik klinis, epidemiologis, dan virologisnya (Baron et al., 2011). Setelah keberhasilan eradikasi global Rinderpest pada tahun 2011, PPR ditetapkan sebagai target berikutnya untuk eradikasi global oleh FAO dan WOAH (FAO & WOAH, 2015).\

 

3. Aetiologi

 

PPR disebabkan oleh Peste des petits ruminants virus (PPRV), anggota genus Morbillivirus dalam famili Paramyxoviridae (WOAH, 2023). Virus ini memiliki genom RNA untai tunggal berpolaritas negatif dan secara antigenik berkerabat dekat dengan virus Rinderpest, Measles, dan Canine distemper (Diallo, 2003).

 

Secara genetik, PPRV diklasifikasikan ke dalam empat garis keturunan (lineage I–IV), dengan lineage IV saat ini mendominasi penyebaran global, termasuk di Asia dan Timur Tengah (Banyard et al., 2010).

 

4. Epidemiologi

 

PPR bersifat endemik di banyak wilayah Afrika, Timur Tengah, dan Asia (FAO, 2022). Penularan terjadi terutama melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi melalui sekresi hidung, mata, saliva, dan feses (WOAH, 2023). Faktor epidemiologis utama meliputi kepadatan ternak, pergerakan hewan tanpa pengawasan, rendahnya cakupan vaksinasi, serta lemahnya penerapan biosekuriti (Diallo et al., 2016).

 

Anak kambing dan domba menunjukkan tingkat keparahan penyakit yang lebih tinggi dibandingkan hewan dewasa, terutama pada populasi yang belum memiliki kekebalan sebelumnya (naïf imunologis) (Munir et al., 2013).

 

5. Distribusi Geografis

 

Saat ini PPR tersebar luas di Afrika Sub-Sahara, Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tengah, dan sebagian Asia Timur (FAO, 2022). Penyakit ini belum dilaporkan secara resmi di Amerika, Eropa Barat, dan Oseania, namun tetap menjadi ancaman serius akibat meningkatnya perdagangan dan pergerakan hewan lintas batas (WOAH, 2023).

 

6. Induk Semang (Host Range)

 

Induk semang utama PPR adalah kambing dan domba. Namun, infeksi subklinis telah dilaporkan pada ruminansia lain seperti sapi, kerbau, dan unta, serta beberapa spesies satwa liar, termasuk antelop dan gazelle (Banyard et al., 2010; WOAH, 2023). Spesies ini berpotensi berperan sebagai inang epidemiologis tanpa menunjukkan gejala klinis yang jelas.

 

7. Gejala Klinis

 

Gejala klinis PPR meliputi demam tinggi (40–41,5 °C), depresi, anoreksia, lelehan hidung dan mata mukopurulen, lesi erosif dan nekrotik pada rongga mulut, diare berat, dehidrasi, serta pneumonia dengan pernapasan cepat dan dangkal (Diallo et al., 2016). Kematian umumnya terjadi akibat kombinasi dehidrasi, gangguan pernapasan, dan infeksi bakteri sekunder (WOAH, 2023).

 

8. Pencegahan

 

Pencegahan PPR bertumpu pada vaksinasi massal menggunakan vaksin hidup dilemahkan yang terbukti aman dan memberikan kekebalan jangka panjang (FAO & WOAH, 2015). Langkah pendukung lainnya meliputi pengendalian lalu lintas hewan, karantina, surveilans aktif, peningkatan biosekuriti peternakan, serta edukasi peternak dan tenaga kesehatan hewan (FAO, 2022).

 

9. Pengendalian dan Penanggulangan

 

Pengendalian wabah PPR dilakukan melalui deteksi dini, pelaporan cepat, pembatasan pergerakan hewan, dan vaksinasi darurat (ring vaccination) (WOAH, 2023). Pendekatan zonasi dan kompartementalisasi dapat diterapkan untuk membatasi penyebaran penyakit. FAO dan WOAH telah meluncurkan Global Strategy for the Control and Eradication of PPR dengan target eradikasi global pada tahun 2030 (FAO & WOAH, 2015).

 

10. Pengobatan

 

Tidak tersedia pengobatan spesifik untuk PPR. Penanganan bersifat suportif, meliputi pemberian cairan, antibiotik untuk mencegah infeksi bakteri sekunder, antipiretik, serta perbaikan manajemen pemeliharaan (Diallo et al., 2016). Oleh karena itu, vaksinasi tetap menjadi strategi pengendalian paling efektif.

 

11. Regulasi Internasional dan Nasional

 

11.1 Regulasi Internasional

PPR termasuk dalam daftar penyakit yang wajib dilaporkan kepada WOAH. Standar pengendalian, diagnosis, dan vaksinasi diatur dalam WOAH Terrestrial Animal Health Code dan Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals (WOAH, 2023).

 

11.2 Regulasi Nasional (Indonesia)

Di Indonesia, PPR dikategorikan sebagai Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS). Pengendalian penyakit ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, serta peraturan teknis Kementerian Pertanian yang mengatur surveilans, kesiapsiagaan, dan pengendalian penyakit hewan eksotik.

 

12. Penutup

 

PPR merupakan ancaman serius bagi sektor peternakan kecil dan ketahanan pangan global. Pendekatan terpadu yang mencakup vaksinasi, surveilans, pengendalian lalu lintas hewan, serta penguatan regulasi nasional dan internasional menjadi kunci dalam pengendalian dan eradikasi penyakit ini. Dengan komitmen global yang kuat, target eradikasi PPR pada tahun 2030 berpeluang besar untuk dicapai (FAO & WOAH, 2015).

 

Daftar Referensi

 

Banyard, A. C., Parida, S., Batten, C., Oura, C., Kwiatek, O., & Libeau, G. (2010). Global distribution of peste des petits ruminants virus and prospects for improved diagnosis and control. Journal of General Virology, 91, 2885–2897.

 

Baron, M. D., Diallo, A., Lancelot, R., & Libeau, G. (2011). Peste des petits ruminants virus. Advances in Virus Research, 80, 1–46.

 

Diallo, A. (2003). Control of peste des petits ruminants and poverty alleviation? Journal of Veterinary Medicine Series B, 50, 1–11.

 

Diallo, A., Minet, C., Le Goff, C., Berhe, G., Albina, E., Libeau, G., & Barrett, T. (2016). The threat of peste des petits ruminants: progress in diagnosis and control. Journal of General Virology, 97, 2881–2895.

 

FAO. (2022). Peste des petits ruminants (PPR): Situation update and risk analysis. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

 

FAO & WOAH. (2015). Global strategy for the control and eradication of peste des petits ruminants. Rome & Paris.

 

WOAH. (2023). Terrestrial Animal Health Code dan Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals. Paris: World Organisation for Animal Health.


#PPR 

#PenyakitHewan 

#KesehatanVeteriner 

#KetahananPangan 

#Biosekuriti



x

Mengapa Kerangka Kerja Sendai Menentukan Masa Depan Kita


 

Kerangka Kerja Sendai 2015–2030: Mengelola Risiko, Menjaga Masa Depan

 

Setiap kali bencana terjadi, kita sering berkata, “Ini sudah takdir.” Ungkapan itu mungkin menenangkan, tetapi sesungguhnya menyesatkan. Banyak bencana yang menelan korban jiwa dan kerugian besar bukan semata karena alam, melainkan karena risiko yang dibiarkan tumbuh tanpa kendali. Di sinilah pentingnya Kerangka Kerja Sendai 2015–2030 sebagai pengingat bahwa bencana adalah persoalan pembangunan, bukan sekadar peristiwa darurat.


Kerangka Kerja Sendai disepakati oleh negara-negara dunia pada tahun 2015 di Jepang, sebagai kelanjutan dari Kerangka Aksi Hyogo. Pesan utamanya sederhana namun mendasar: mencegah dan mengurangi risiko jauh lebih bijak daripada terus-menerus sibuk merespons dampak bencana. Kerangka ini mengajak kita untuk melihat bencana dari hulu, bukan hanya di hilir saat korban sudah berjatuhan.


Selama bertahun-tahun, pendekatan kita terhadap bencana cenderung reaktif. Energi, anggaran, dan perhatian publik menguat ketika bencana terjadi, lalu perlahan mengendur setelah situasi dinyatakan pulih. Padahal, risiko tidak pernah benar-benar hilang. Ia justru sering bertambah seiring tata ruang yang abai, pembangunan yang tidak memperhitungkan daya dukung lingkungan, serta ketimpangan sosial yang memperbesar kerentanan kelompok tertentu.


Kerangka Kerja Sendai menegaskan bahwa risiko bencana terbentuk dari interaksi antara bahaya, keterpaparan, dan kerentanan. Artinya, meskipun bahaya alam tidak bisa dihindari, dampaknya dapat ditekan jika kerentanan dan keterpaparan dikelola dengan baik. Di sinilah pengurangan risiko bencana menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda pembangunan berkelanjutan.


Empat prioritas aksi dalam Kerangka Sendai memberi arah yang jelas. Pertama, memahami risiko bencana. Tanpa data yang baik, pemetaan yang akurat, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, kebijakan kebencanaan akan berjalan dalam kegelapan. Kedua, memperkuat tata kelola risiko bencana. Pengurangan risiko tidak bisa diserahkan pada satu lembaga; ia membutuhkan koordinasi lintas sektor, kepemimpinan yang kuat, serta partisipasi masyarakat dan dunia usaha.


Ketiga, investasi dalam pengurangan risiko bencana. Ini sering menjadi titik lemah. Investasi pencegahan kerap dipandang sebagai biaya, bukan sebagai tabungan masa depan. Padahal, Kerangka Sendai secara tegas menunjukkan bahwa setiap investasi dalam ketangguhan akan mengurangi kerugian ekonomi dan sosial di kemudian hari. Keempat, meningkatkan kesiapsiagaan dan membangun kembali dengan lebih baik. Pemulihan pascabencana seharusnya menjadi momentum memperbaiki kualitas pembangunan, bukan mengulang kerentanan yang sama.


Kerangka Kerja Sendai juga menetapkan target global yang ambisius hingga tahun 2030, mulai dari penurunan angka kematian akibat bencana hingga peningkatan akses masyarakat terhadap sistem peringatan dini. Target ini seharusnya menjadi cermin bagi setiap negara untuk menilai sejauh mana kebijakan publik benar-benar melindungi warganya.


Bagi Indonesia, negara yang berada di kawasan rawan bencana, Kerangka Sendai bukan sekadar dokumen internasional. Ia adalah kebutuhan nyata. Dari gempa bumi, banjir, hingga krisis iklim dan wabah penyakit, risiko terus mengintai. Mengabaikan pengurangan risiko bencana sama dengan mempertaruhkan masa depan pembangunan dan keselamatan generasi mendatang.


Yang sering terlupakan, Kerangka Kerja Sendai menempatkan manusia sebagai pusat kebijakan. Perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, masyarakat miskin, dan kelompok rentan lainnya harus menjadi perhatian utama. Pengurangan risiko bencana bukan hanya soal infrastruktur yang kuat, tetapi juga tentang keadilan sosial dan perlindungan hak asasi manusia.


Pada akhirnya, Kerangka Kerja Sendai 2015–2030 mengajak kita untuk berhenti berdamai dengan risiko. Bencana memang tidak selalu bisa dicegah, tetapi dampaknya dapat dikurangi secara signifikan jika kita mau berubah cara pandang. Mengelola risiko hari ini berarti menjaga kehidupan, martabat, dan masa depan bangsa esok hari.


#KerangkaSendai 

#RisikoBencana 

#OpiniTokoh 

#KetangguhanBangsa 

#PembangunanBerkelanjutan


Monday, 22 December 2025

Rezeki Datang dengan Cara Tak Terduga: Pelajaran Sabar dan Ikhlas dari Pedagang Kaki Lima

  


Pelajaran Hidup dan Rezeki dari Seorang Pedagang Kaki Lima


Rezeki sering kali datang bukan semata-mata dari kerja keras, melainkan dari cara seseorang memaknai hidup, meluruskan niat, dan bersabar dalam setiap proses. Pelajaran berharga ini saya peroleh dari sebuah pertemuan sederhana selepas salat Subuh, di sudut masjid yang mungkin luput dari perhatian banyak orang.


Pagi itu, udara masih basah oleh sisa hujan malam. Seusai salat Subuh berjamaah, saya duduk berdampingan dengan seorang jamaah senior yang sehari-harinya berprofesi sebagai pedagang makanan kaki lima. Penampilannya sederhana, tutur katanya tenang, dan wajahnya memancarkan ketulusan. Dari obrolan singkat itulah, pelajaran hidup tentang rezeki mengalir begitu jernih.


Beliau bercerita tentang awal mula berdagang lebih dari dua puluh tahun lalu. Berawal dari kaki lima di perempatan jalan yang belum ramai, dengan pembeli anak-anak, ia belajar memasak dengan penuh kesungguhan. Resep dicoba berulang kali, rasa diperbaiki sedikit demi sedikit, hingga akhirnya layak dijual. Proses panjang itu bukan sekadar soal teknik memasak, tetapi tentang kesabaran, ketekunan, dan keikhlasan untuk terus belajar.


Dalam perjalanan berdagangnya, tidak semua hari berjalan mulus. Ada masa-masa ketika dagangannya kurang laku dan penghasilan tidak menentu. Namun, ia tidak mengeluh. Ia bersabar ketika menghadapi terpaan ujian-ujian, termasuk saat dagangannya sepi pembeli. Kesabaran ini mengingatkan pada firman Allah Swt.:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)


Kesabaran itu juga tercermin dalam caranya bekerja. Dalam proses membuat dan memasak sup dagangannya, ia membiasakan diri untuk memperbanyak selawat. Baginya, memasak bukan sekadar aktivitas mencari nafkah, melainkan juga sarana berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah. Ia meyakini bahwa makanan yang disiapkan dengan hati yang tenang dan lisan yang basah dengan selawat akan membawa keberkahan bagi dirinya dan orang-orang yang menyantapnya. Sebagaimana sabda Rasulullah :

“Barang siapa berselawat kepadaku satu kali, maka Allah akan berselawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim)


Namun, inti dari kisah beliau bukan terletak pada besarnya omzet atau luasnya jaringan usaha yang kemudian ia miliki. Kunci utama keberhasilan berdagang, menurut beliau, adalah niat. Berdagang makanan ia niatkan sebagai ibadah. Untung atau rugi bukanlah hal utama yang menguasai pikirannya. Sikap ini sejalan dengan firman Allah Swt.:

“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5)


“Kalau orang yang membeli merasa enak dan kenyang, saya ikut gembira,” tuturnya. Kalimat sederhana ini mengandung makna yang dalam. Rezeki ternyata tidak selalu tentang angka, tetapi tentang keberkahan yang tumbuh dari kebahagiaan orang lain. Rasulullah bersabda:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)


Pelajaran berharga lainnya adalah tentang memuliakan pekerjaan. Meski berstatus pedagang kaki lima, beliau pernah menjadi tokoh masyarakat dan ikut merintis pembangunan masjid di lingkungannya. Seiring berjalannya waktu dan pergantian kepengurusan, peran tersebut mungkin tidak lagi tercatat. Namun, ia tidak mempermasalahkannya. Ia meyakini bahwa amal kebaikan tidak pernah hilang di sisi Allah. Firman-Nya:

“Apa saja kebaikan yang kamu kerjakan, niscaya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 197)


Di sinilah pelajaran hidup itu semakin terasa. Rezeki tidak selalu hadir dalam bentuk materi. Ada rezeki berupa ketenangan hati, rasa cukup, dan kebahagiaan karena bisa bermanfaat bagi sesama. Allah Swt. berfirman:

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Talaq: 2–3)


Dari seorang pedagang sederhana, saya belajar bahwa menyambut rezeki bukan dengan kegelisahan, melainkan dengan niat yang lurus, kesabaran dalam ujian, keikhlasan dalam bekerja, serta dzikir yang menyertai setiap usaha. Ketika ibadah menjadi tujuan, maka untung dan rugi akan menemukan tempatnya sendiri—bukan sebagai beban, melainkan sebagai bagian dari perjalanan hidup yang penuh makna.


Pada akhirnya, rezeki akan menemukan jalannya sendiri kepada orang-orang yang memuliakan proses, menjaga keikhlasan, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah dengan penuh tawakal.


#PelajaranHidup
#RezekiBerkah
#SabarDanIkhlas
#HikmahSubuh
#PedagangKakiLima

Sunday, 21 December 2025

Rahasia Sistem Dokumentasi & Arsip CPOHB: Kunci Mutu, Audit Lulus, dan Produk Aman Terjamin

 



DOKUMENTASI DAN ARSIP (DOCUMENTATION AND ARCHIVING) CPOHB Bagian XIII

 

1. Tujuan (Objective)

 

Bagian ini bertujuan untuk menjamin bahwa seluruh kegiatan yang berkaitan dengan produksi, pengawasan mutu, distribusi, dan sistem manajemen mutu terdokumentasi dengan baik, akurat, dan mudah ditelusuri, serta diarsipkan secara aman untuk menjamin integritas dan keandalan informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan dan audit.

 

2. Ruang Lingkup (Scope)

 

Prosedur ini mencakup seluruh jenis dokumen yang digunakan dalam sistem mutu, termasuk namun tidak terbatas pada:

  • Dokumen kebijakan mutu, pedoman, dan prosedur tetap (Standard Operating Procedures/SOP);
  • Catatan produksi, pengawasan mutu, distribusi, inspeksi diri, dan audit;
  • Dokumen terkait pelatihan personel, kalibrasi peralatan, validasi proses, serta penanganan keluhan dan penarikan produk;
  • Dokumen komunikasi dengan otoritas berwenang dan lembaga sertifikasi.
  • Manajer Mutu (Quality Manager):
  • Bagian Administrasi dan Arsip:
  • Kepala Bagian Produksi dan Pengawasan Mutu:
  • Seluruh Personel Terkait:
  • Semua dokumen resmi harus ditinjau dan disetujui oleh Manajer Mutu sebelum diterbitkan.
  • Setiap dokumen diberi nomor identifikasi unik, tanggal penerbitan, dan status revisi.
  • Distribusi dokumen dilakukan secara terkendali untuk memastikan bahwa hanya versi terbaru yang digunakan di seluruh area kerja.
  • Dokumen yang direvisi harus melalui proses persetujuan ulang dan didistribusikan kepada seluruh pengguna terkait.
  • Versi lama harus segera ditarik dari peredaran dan diberi tanda “Tidak Berlaku” (Obsolete).
  • Riwayat revisi (revision history) harus dicatat dengan jelas dalam setiap dokumen untuk memudahkan pelacakan perubahan.
  • Dokumen harus disusun dengan format standar yang mudah dibaca, konsisten, dan menggunakan bahasa Indonesia yang jelas serta teknis.
  • Apabila digunakan dokumen dalam bahasa asing, harus tersedia terjemahan resmi dalam bahasa Indonesia yang disetujui oleh Manajer Mutu.
  • Semua kegiatan operasional, termasuk produksi, pengawasan mutu, kalibrasi, validasi, dan inspeksi diri, harus didukung oleh catatan yang dibuat secara langsung pada saat kegiatan berlangsung.
  • Catatan harus ditandatangani oleh personel yang berwenang dan mencerminkan kondisi sebenarnya (real-time data).
  • Arsip disimpan di lokasi yang aman, bersih, kering, dan terlindung dari api, air, hama, serta gangguan lainnya.
  • Arsip elektronik harus memiliki sistem cadangan (backup) dan mekanisme perlindungan terhadap akses tidak sah.
  • Waktu penyimpanan (retention period) ditetapkan minimal selama 1 tahun setelah tanggal kedaluwarsa produk atau sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
  • Akses terhadap dokumen dan arsip dibatasi hanya kepada personel yang berwenang.
  • Informasi rahasia yang berkaitan dengan formula, proses produksi, atau data mutu tidak boleh disebarkan tanpa izin tertulis dari manajemen.
  • Setelah masa penyimpanan berakhir, dokumen dapat dimusnahkan dengan cara yang aman dan terdokumentasi, seperti pencacahan, penghancuran fisik, atau penghapusan data elektronik secara permanen.
  • Pemusnahan harus disetujui oleh Manajer Mutu dan disertai catatan resmi yang menunjukkan jenis, jumlah, dan tanggal pemusnahan.
  • Sistem dokumentasi dan arsip harus diaudit secara berkala untuk memastikan kesesuaian dengan pedoman CPOHB.
  • Evaluasi hasil audit digunakan untuk menyempurnakan sistem pengendalian dokumen dan meningkatkan efisiensi proses administrasi.
  • Setiap ketidaksesuaian yang ditemukan harus segera diperbaiki dengan tindakan korektif dan pencegahan yang terdokumentasi.

#DokumentasiCPOHB
#SistemMutu
#PengendalianDokumen
#AuditMutu
#IndustriObatHewan

 

3. Tanggung Jawab (Responsibilities)

 

Bertanggung jawab atas pengendalian dokumen mutu, termasuk persetujuan, distribusi, revisi, dan penarikan dokumen yang sudah tidak berlaku.

Bertanggung jawab atas penyimpanan fisik dan/atau elektronik dokumen, memastikan keamanan, keterlacakan, dan perlindungan terhadap kerusakan atau kehilangan data.

Menjamin seluruh catatan kegiatan operasional dibuat, ditandatangani, dan diserahkan tepat waktu untuk diarsipkan sesuai ketentuan.

Wajib menggunakan dokumen resmi yang terbaru (current version) dan menjaga kerahasiaan serta integritas data yang dihasilkan.

 

4. Pengendalian Dokumen (Document Control)

 

4.1. Persetujuan dan Distribusi (Approval and Distribution)

4.2. Revisi dan Penarikan Dokumen (Revision and Withdrawal)

4.3. Format dan Bahasa (Format and Language)

 

5. Pencatatan dan Arsip (Record Keeping and Archiving)

 

5.1. Pembuatan Catatan (Record Generation)

5.2. Penyimpanan Arsip (Record Storage)

5.3. Akses dan Kerahasiaan (Access and Confidentiality)

 

6. Pemusnahan Dokumen dan Arsip (Destruction of Documents and Records)

 

 

7. Audit dan Evaluasi Dokumentasi (Audit and Documentation Review)