Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, 6 October 2010

Lokakarya Tawaran Unggul dan Integrasi

 

Lokakarya tentang Tawaran Unggul dan Integrasi Vertikal

 

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU-RI) bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) menyelenggarakan Workshop on Superior Bargaining and Vertical Integration pada hari Kamis – Jumat, 23 – 24 September 2010 di Jakarta. Tujuan diselenggarakannya kegiatan tersebut adalah untuk melaksanakan sharing knowledge dalam bidang analisis posisi dominan terkait dengan persaingan usaha.

 

Kegiatan tersebut diikuti oleh jajaran Staf Sekretariat KPPU, Investigator KPPU dan perwakilan dari instansi terkait seperti, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perdagangan, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Adapun pembicara dalam kegiatan tersebut adalah Prof. Iwakazu Takahashi dari Meiji University dan Prof Takako Ishihara yang didampingi oleh Mr. Yusuke Sakurai sebagai Expert dari Japan Fair Trade Commission (JFTC).

 

Kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut dibagi menjadi dua bagian. Hari pertama difokuskan pada pembahasan terkait penyalahgunaan posisi dominan dan praktik-praktik integrasi vertikal. Kegiatan tersebut membahas tentang penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap pihak lain dengan posisi tawar yang lebih rendah.

 

Selain itu, dibahas pula masalah praktik integrasi vertikal yang berpotensi menciptakan konsentrasi pasar dalam skala tertentu dan menciptakan barrier dalam perdagangan komoditas tertentu. Selanjutnya dibahas pula, metode dan landasan hukum yang digunakan oleh otoritas pengawas persaingan di Jepang. Metode tersebut digunakan untuk mencegah kondisi yang berpotensi untuk mengganggu stabilitas perekonomian dan menimbulkan praktek persaingan usaha tidak sehat.

 

Sementara, pada hari kedua kegiatan tersebut difokuskan pada pendalaman terkait penegakan hukum dan kebijakan persaingan di Jepang, berikut contoh-contoh studi kasus yang telah diterapkan di Jepang.


Kegiatan tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan dan referensi keilmuan bagi penegak hukum persaingan dan regulator di Indonesia. Melalui pengembangan keilmuan dapat menciptakan perekonomian yang sehat, kuat dan mandiri sebagai kunci kemakmuran masyarakat Indonesia secara menyeluruh.

 

SUMBER:

Berita KPPU RI

Monday, 4 October 2010

Politik Sedang Terjadi di Jepang ?

Partai Demokratik Jepang (DPJ), partai yang berkuasa saat ini, kurang mayoritas di Kongres, dan gagal untuk berupaya membentuk koalisi, hal ini diramalkan akan membuat situasi politik menjadi tidak stabil.


Partai-partai oposisi yang kuat, seperti Partai Demokrat Liberal (LDP), terdorong untuk kembali berkuasa dengan cara melaksanakan pemilu mendadak. Untuk sementara waktu ini terjadi tarik-menarik dilakukannya pembubaran pemerintahan, hal ini menjadi titik fokus perpolitikan Jepang.

Ada kemungkinan pemerintah sekarang harus dibubarkan tanpa menyelesaikan tiga tahun lagi. Meskipun Perdana Menteri Naoto Kan menyatakan niatnya untuk mempertahankan masa pemerintahannya, sebagai pemimpin DPJ ia tidak bisa menghindar dari tanggung jawab atas kekalahannya dalam pemilihan umum.

Memang, gesekan dengan mantan Sekjen Ozawa Ichiro akan memanas ketika pemilihan kepemimpinan DPJ yang akan datang semakin dekat.

Pemerintahan DPJ diharapkan untuk mencari koalisi parsial berbasis kebijakan, sehingga dapat mengatasi Nejire Kokkai (Diet Twisted), dimana DPJ memiliki mayoritas di Majelis Rendah, sedangkan LDP memiliki mayoritas di Majelis Tinggi. Ozawa, dengan kekuatan di atas 150 perwakilan di DPJ, akan menjadi kunci untuk kemungkinan membentuk partai bersatu melalui kompromi.

Usulan Perdana Menteri Kan menaikkan pajak konsumsi adalah penyebab utama kekalahan dalam pemilu terakhir.

Isu pajak konsumsi mengingatkan bayak orang untuk membayangkan bahwa pemerintahan DPJ dalam sepuluh bulan terakhir tidak jelas orientasi kebijakannya, dan mereka mempertanyakan legitimasi aturan DPJ secara keseluruhan.

Jajak pendapat telah berpengaruh negatif akibat kekecewaan terhadap aturan DPJ, seperti dalam kasus isu Futenma, kebingungan pada tarif pajak sementara dan RUU privatisasi pos, menjalankan Parlemen dengan kekuatan angka, dan isu "mammonism in politics" yang telah direpresentasikan oleh Ozawa dan Hatoyama.

DPJ akan dihadapkan dengan situasi sulit di Diet Twisted, yang mengingatkan pada apa yang dikatakan mantan Perdana Menteri Yasuo Fukuda dari LDP ketika menjabat: "Aku ini menghadapi begitu banyak masalah, merasa kasihan terhadap diri sendiri."

Mengenai kemungkinan partai lain bersekutu dengan DPJ, seperti New Komeito dan Partai Anda telah menolak untuk bergabung dengan pemerintahan sekarang. Sejauh ini tidak ada pihak lain yang telah menyatakan keinginannya untuk segera bekerjasama dengan DPJ. Oleh karena itu, untuk sementara waktu pemerintahan DPJ harus mengatasi situasi sulit ini dengan membentuk koalisi parsial berbasis kebijakan. Tetapi langkah ini tidak akan menjanjikan masa depan yang cerah.

Koalisi parsial hampir gagal dalam pemerintahan mantan Ohira, dan bahkan ia terganggu oleh konflik 40 hari, dan akhirnya dia meninggal karena serangan jantung. Singkatnya, partai yang berkuasa dapat lulus menjalankan pemerintahan hanya dengan kesepakatan oposisi di Diet Twisted.

Sebagai Presiden LDP Sadakazu Tanigaki menyatakan bahwa Perdana Menteri Kan harus membubarkan parlemen dan menarik perhatian rakyat. Partai-partai oposisi akan mencoba untuk mendorong dilakukan pembubaran pemerintahan DPJ dan mengusahakan dilakukan pemilihan umum dengan segala cara.

Anggota the House of Representatives sekarang memiliki tiga tahun sisa masa kerjanya, namun sangat tidak mungkin mereka akan bekerja sampai akhir sisa masa kerjanya tersebut. Ada banyak faktor untuk dilakukan pembubarannya, seperti skandal yang tak terduga dan politik di dalam partai.

Selanjutnya, konflik mungkin terjadi didalam partai sendiri seperti gerakan anti-Kan dan gerakan anti-Edano (Edano Yukio adalah Sekretaris Utama DPJ), dan bahkan gerakan anti-Eda akan meningkat di Kongres (Eda Satsuki adalah ketua the House of Councilors). Karena Eda sangat tidak populer di antara partai-partai oposisi, posisi ketua akan sangat mudah digantikan oleh seorang dari oposisi LDP yang memiliki mayoritas di parlemen.

Karena Perdana Menteri baru saja menduduki posnya, kampanye anti-Kan tidaklah mudah. Oleh karena itu, oposisi tampaknya cenderung untuk melakukan kampanye anti-Edano. Meskipun Perdana Menteri Kan sekarang menyaring kesalahan Edano . Pada kompromi, timbul pertanyaannya apakah Edano akan digantikan oleh seseorang yang dekat dengan faksi Ozawa. Di pihak Ozawa, sekali ditendang keluar dari posisi utama dalam partai, akan diperlukan seorang yang netral atau lebih dekat ke Ozawa untuk dipilih sebagai Sekretaris Kepala DPJ berikutnya. Akan tetapi Ozawa, tidak dapat menuntut terlalu banyak karena pemerintahan Hatoyama-Ozawa sebelumnya tidak akan mampu memperoleh lebih dari sepuluh kursi pada pemilu terakhir jika mereka harus tetap dalam postingnya.

Siasat yang dilakukan oleh Ozawa pada Pemilihan terakhir kritis gagal. Jika pemerintahan Kan membuat persetujuan dengan Ozawa, hal ini dapat membuat pemerintahannya membentuk koalisi dengan New Komeito atau LDP.

Isu pajak konsumsi akan menjadi kunci penting. Namun, LDP akan berusaha untuk kembali berkuasa dengan cara mengambil kursi yang hilang di House of Councilors. Dengan demikian, partai oposisi akan lebih memperkuat sikap mereka dibanding sebelumnya, dalam rangka mendorong dibubarakannya pemerintahan DPJ. Hal ini akan dapat membalikkan keadaan.

Tiga tahun lalu, DPJ mempertanyakan legitimasi pemerintahan LDP saat itu dengan menyatakan bahwa pemilihan Dewan Penasihat merupakan "kehendak rakyat terkini" dan menyerukan untuk dilakukan pemilihan mendadak.

Politik Jepang tampaknya akan semakin tidak stabil. Pada saat ini perhatian akan ditujukan pada bagaimana konflik internal DPJ berkembang menuju pemilu berikutnya untuk kepemimpinan DPJ pada akhir September, yang akan diikuti dengan sesi yang sangat panjang di Kongres.

Sumber:
Tulisan Sugiura Masaaki, Komentator Politik di The Global Forum of Japan (GFJ) E-Letter, 30 August 2010.

Saturday, 2 October 2010

Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha

 

Tugas dan Tanggung Jawab Komisi Pengawas Persaingan Usaha

 

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

KPPU bertugas untuk mengawasi tiga hal yang disebutkan dalam UU no. 5 tahun 1999 sebagai berikut:

  1. Perjanjian yang Dilarang

KPPU melakukan pengawasan terhadap perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.

  1. Kegiatan yang Dilarang

KPPU melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

  1. Posisi dominan

KPPU melaksanakan pengawasan pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.


KPPU memikul tanggung jawab memberikan jaminan kepada masyarakat tentang hal-hal sebagai berikut:

  1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker.
  2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan.
  3. Efisiensi alokasi sumber daya alam.
  4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli.
  5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya.
  6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi.
  7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak.
  8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan.


Dalam melaksanakan tugasnya ketika melakukan pembuktian, KPPU menggunakan 2 unsur pembuktian yakni :

1. Pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan

2. Pembuktian rule of reason, yaitu selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.

Friday, 1 October 2010

Integrasi Ekonomi dan Kebijakan Persaingan

Economic Integration and Competition Policy” merupakan tema materi yang disampaikan oleh Michiyo Hamada selaku Komisaris Japan Fair Trade Commission (JFTC) pada acara “The Indonesian Conference on Competition Law and Policy” yang diselenggarakan KPPU pada tanggal 9 – 10 Juni 2010 di Bali.

Michiyo Hamada diangkat sebagai Komisaris JFTC pada bulan April 2009. Sebelum diangkat sebagai Komisaris, beliau mendedikasikan dirinya sebagai akademisi di Nagoya University lebih dari tiga puluh tahun. Sebagai Dekan salah satu universitas paling bergengsi di Jepang, ia dikenal sebagai seorang ahli (profesor) dalam studi hukum di Jepang.

Dalam presentasinya, Michiyo Hamada menyampaikan mengenai pengembangan integrasi ekonomi terjadi dalam kondisi perekonomian yang ditandai oleh adanya beberapa indikasi sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekspor dan impor.
2. Kemudahan dalam masuk pasar.
3. Meningkatnya aktivitas merger dan akusisi antar negara.

Pengembangan integrasi ekonomi dapat tercipta pada iklim persaingan yang sehat dengan didukungan oleh kebijakan persaingan yang sejalan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Adapun dampak dari kebijakan persaingan meliputi:

1. Konvergensi kebijakan dan hukum persaingan antara level procedural dan substansi.
2. Kerjasama tertutup diantara otoritas persaingan dalam sebuah pasar yang terintegrasi.

Diperlukan suatu upaya untuk mempromosikan konvergensi terhadap kebijakan persaingan. Adapun kegiatan untuk mempromosikan konvergensi terhadap kebijakan persaingan yang sehat adalah melalui kerjasama dengan beberapa lembaga kerjasama internasional, diantaranya:

- ICN (International Competition Network)
- OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)
- UNCTAD (United Nation Conference on Trade and Development)
- APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)
- ASEAN (Association of Southeast Asia Nations)

Selain berhubungan dengan lembaga-lembaga kerjasama internasional, maka diperlukan pula kerjasama secara intensif diantara otoritas persaingan dengan tujuan:

1. Memfasilitasi lebih efektif dan efisien penegakan hukum persaingan secara terkoordinasi oleh yuridiksi yang relevan.
2. Menghindari atau mengurangi kemungkinan konflik diantara yurisdiksi yang relevan, yang dapat timbul melalui penerapan hukum persaingan masing-masing.

Adanya kerjasama antara negara, maka diharapkan penegakan hukum dan kebijakan persaingan usaha yang sehat akan mudah tercipta di masing-masing negara anggota kerjasama.

Sumber :http://www.kppu.go.id/baru/index.php?type=art&aid=1203&encodurl=06%2F21%2F10%2C02%3A06%3A52

Wednesday, 29 September 2010

Huge Opportunity! Secrets of Japan’s Coffee Market Revealed — A Golden Gateway for Indonesian Coffee.

 



 Determining Japanese Market Today for Indonesian Coffee (1)

 

1. Outline

Because Japan does not produce any green coffee bean, Japan's coffee market fully relies on imports for its supply. However, coffee has been well established in Japan and has long been a part of Japanese life, and thus the size of the Japanese coffee market is enormous. According to International Coffee Organization, Japan imported about 7.1 million bags (60 kilo/bags) in 2007, which was the fourth largest import quantity after USA, Germany and Italy. Coffee is widely consumed in Japan, and also it holds a very strong position in Japan's drink market.

We will review the Japanese market for coffee, including regular coffee, instant coffee, coffee extracts and essence. Later we will discuss consumption, distribution channel, EPA tariff, conclusion and recommendation. Separately import statistics and the related market data are attached as reference.

2. Category definition

The coffees discussed in this study are defined as per the following HS code.
3. Market overview

Green coffee beans are all supplied by imports. Imported green beans are roasted and processed into various forms in accordance with actual demand. In addition to domestic productions, Japan also imports regular coffee, instant coffee, extracts and essence.

The following table indicates overall coffee import for Japan with breakdowns by major coffee-based products. In order to determine size of the market, we adopted green bean basis and converted all the quantities of coffee-based products to green bean equivalents.

Japan imported green bean of 389,818mt in 2007, but including imports of regular coffee, instant coffee, extracts and essence, Japan's total coffee import is estimated at 425,778 mt in green been equivalent for 2007. More than 90% of Japan's coffee import is accounted for by green bean. It can be said that Japan is a country principally importing coffee green beans and producing various coffee products in Japan.

A large quantity of coffee bean import makes Japan the fourth largest importer of coffee following U.S.A., Germany and Italy. Today coffee is widely consumed among Japanese as everyday drinks. As Japan imports significant quantity of coffee, Japan's coffee consumption is also huge. Adjusting stock change and exports, the Japanese annual coffee consumption is now estimated at 438,483 mt in 2007, of which, regular coffee accounts for 74% of the total, and the remaining shares are mostly held by instant coffee with some minor consumption of extracts and essence. Detailed breakdowns are shown in the following table.

Notes: Green bean equivalent of regular coffee domestic production = [(Beginning stock - Ending stock) x 1.1 + Annual import] - Instant coffee domestic production (MAFF statistics) x 2.6 (conversion rate); Green bean equivalent of instant domestic production = Instant coffee domestic production (MAFF statistics) x 2.6 (conversion rate); Regular coffee consumption includes home use, industrial use and extracts and essence for industrial use; Others are principally the coffee extracts and essence for industrial use.



4. Coffee market by category

As earlier explained, coffee is imported principally in green bean, but it is also imported in various forms. All of imported green bean is processed into various forms for various applications in Japan. According to the level of processing, size, value, and usage become variable. For this reason, we will discuss Japan's coffee market by category.

4.1. Coffee green bean

As Japan is not a producing country of coffee beans, all is supplied by imports, and thus the Japanese coffee bean import is very much affected by the world's market price. Although the import of green beans continued to increase both in quantity and value for five years until 2006, it decreased to 389,818 mt in 2007, down by 8% from last year. However, import value increased to JPY117.6 billion, up by 4% for the same period. The increasing import value with declining quantity is a result of soaring price in the global market. In fact, since later 2004, the prices at New York market showed continuous risings due to poor crop forecast in Brazil. Such price hikes resulted in a series of actual price increases from earlier 2005, and the prices have been pushed up further by the growing demands from China and India. Those price hikes have cooled the Japanese demand for imports.Imported green beans are processed by roasters or instant coffee manufacturers, in which green beans are roasted and processed for various applications.




Japan is importing coffee green beans from more than 40 countries. Major exporting countries for Japan are split into the following figure. Brazil is the largest exporter, accounting for 28% share of the total imports from 2003 to 2007, followed by Colombia (21 %), Indonesia (14%), Ethiopia (8%) and Vietnam (8%). These five countries supply more than three-quarter of import quantity during the period. Indonesia is the third largest coffee bean exporting country for Japan, supplying Robusta mainly for industrial use such as canned coffee and instant coffee.





4.2. Regular coffee


With imported green beans, Japan produces roasted coffee. Majority of the roasted coffee is distributed as regular coffee, including ground coffee as well as blended coffee. The Japanese regular coffee consumption is estimated at 274,452mt (product basis) for 2007, in which domestic production accounts for 98% of the total. Regular coffee imports have continued to increase for past years but the quantity is still small, accounting for some 2% share of the total consumption.



According to All Japan Coffee Association Survey 2004, Japan's consumption of regular coffee can be split into 41 % for industrial use (canned coffee, bottled coffee or liquid product for cake industry, etc.), 37% for home use via retail trades, and 22% for food service, including vending machines. Key demand of industrial use is coffee-based soft drink production, which occupies a 60% share of the total demand. Regarding home use, the most popular type of product is a regular coffee vacuumed in plastic bag or tinned to keep aroma fresh. But in addition to those regular products, coffee manufacturers have developed various new products such as coffees in disposable paper cups, single-serving coffee bags, etc. Regular coffee consumption in food service sector remains sluggish due to decreasing number of independent coffee shops. However, coffee shop chain operators have been expanding their shop network. Some of fast food restaurant chains are offering high quality gourmet coffee by introducing drip machines in their restaurants and replacing beans with higher quality to stimulate consumers' demand.


Talking about regular coffee imports, US export accounts for 49% share of the total, and top five countries occupy three-quarters of the total. Despite the recent booming gourmet coffee shops, e.g., Starbucks Coffee, regular coffee import is still small.


To be continued.

SOURCE: Pudjiatmoko.
2009. Determining Japanese Market Today for Indonesian Selected Agricultural Products. pp. 8-15. Agricultural Attaché . Embassy of the Republic of Indonesia. Tokyo.

#JapanMarket 

#IndonesianCoffee 

#CoffeeExport 

#CoffeeIndustry 

#MarketAnalysis