Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, 8 July 2012

Pertemuan Tingkat Tinggi Jepang–Indonesia: Diplomasi Strategis di Balik G20 yang Mengguncang Kawasan Asia


Pada hari Senin, 18 Juni, dimulai dari pukul 10.10 waktu Meksiko atau pukul 23:10 WIB selama kurang lebih 50 menit, Perdana Menteri Yoshihiko Noda dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang tengah berkunjung ke Los Cabos, Meksiko untuk menghadiri G-20 Los Cabos Summit, telah mengadakan pertemuan tingkat tinggi Indonesia dan Jepang.

Turut mendampingi dari pihak Indonesia: Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan lain-lain. Sementara dari pihak Jepang: Menteri Keuangan Jun Azumi, Wakil Menteri Sekretaris Negara Hiroyuki Nagahama, Wakil Menteri Luar Negeri Tsuyoshi Yamaguchi, Penasihat Perdana Menteri Shunichi Mizuoka dan lain-lain.

Pada kesempatan pembicaraan kali ini, Perdana Menteri Noda memberikan cindera mata kepada Presiden Yudhoyono berupa baju karate dengan ban pinggang hitam bertuliskan Yudhoyono yang ditulis dalam huruf Jepang Katakana.

1. Pembukaan

1
Presiden Yudhoyono menyampaikan bahwa hubungan bilateral kedua negara amat baik dan ingin lebih ditingkatkan. Selain itu juga disampaikan bahwa penguatan kerja sama secara regional oleh kedua negara juga merupakan hal penting.

2
Menanggapi hal ini, Perdana Menteri Noda mengatakan bahwa beliau menyambut penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi yang pertama ini. Selain itu, beliau menyatakan bahwa peran kemitraan strategis kedua negara bagi stabilitas dan kemakmuran kawasan semakin bertambah, sehingga kerja sama yang erat dengan Presiden Yudhoyono diperlukan tidak hanya pada hubungan bilateral namun juga bagi pemecahan isu-isu kawasan dan global.

2. Hubungan Bilateral

1
Umum
Kedua pemimpin negara sepakat bahwa saling pengertian di semua level adalah mutlak demi menuju penguatan hubungan. Oleh karena itu, keduanya sepakat untuk secara pasti menyelenggarakan 3 pertemuan tingkat menteri ( (1) dialog strategis tingkat menteri, (2) pertemuan ekonomi tingkat menteri, (3) pertemuan antara menteri pertahanan) dan dialog kebijakan di semua level, yang telah disepakati untuk diselenggarakan secara regular pada waktu kunjungan Presiden Yudhoyono ke Jepang tahun lalu.

Selain itu, Perdana Menteri Noda menilai perkembangan kerja sama yang nyata akhir-akhir ini, seperti di bidang politik dan keamanan, antara lain kerja sama antara Direktorat Jenderal Kementerian Pertahanan, Bali Democracy Forum, kerja sama trilateral bantuan bagi Palestina, ASEAN Regional Forum Disaster Relief Exercise (ARF DiREx) dan lain-lain, dan kedua belah pihak sepakat untuk lebih menguatkan kerja samanya.

2
Hubungan perekonomian
Perdana Menteri Noda menyatakan bahwa perkembangan kuat dari kekuatan ekonomi Indonesia merupakan motor penggerak perekonomian kawasan dan melalui kerja sama pembenahan infrastruktur khususnya terkait Metropolitan Priority Area (MPA) yang menjadi fokus Indonesia, maka perkembangan hubungan timbal balik di bidang ekonomi sangat diharapkan.
Menanggapi hal ini, Presiden Yudhoyono memberikan penjelasan mengenai kebijakan ekonomi makro Indonesia. Beliau juga menyampaikan bahwa Jepang merupakan negara sahabat yang lama sehingga mengharapkan partisipasi Jepang dalam perkembangan ekonomi Indonesia termasuk pembenahan infrastruktur dan bidang energi.

3. Situasi kawasan

1
Perdana Menteri Noda memberikan penilaian atas peranan Indonesia sebagai Ketua ASEAN Summit tahun lalu dan karena tahun depan merupakan tahun peringatan 40 tahun dimulainya pertukaran antara Jepang-ASEAN maka kedua pemimpin negara sepakat untuk lebih meningkatkan kerja sama. Kedua pemimpin negara juga sepakat agar East Asian Summit (EAS) dikembangkan menjadi forum yang dipimpin oleh pemimpin negara sehingga menghasilkan kerja sama yang nyata.

2
Mengenai Laut Cina Selatan, kedua pemimpin negara menyadari bahwa isu seputar Laut China Selatan merupakan hal yang menjadi perhatian bersama masyarakat internasional. Selain memberikan penegasan akan perlunya negara-negara terkait untuk menetapkan dan melaksanakan komitmen kepada peraturan yang riil seperti jaminan pelayaran yang bebas, hormat dan taat pada peraturan internasional, pemecahan konflik secara damai maka kedua pemimpin negara menyadari dan sepakat untuk bekerja sama bagi perdamaian dan stabilitas Laut Cina Selatan.

3
Mengenai Korea Utara, kedua pemimpin negara menyadari dan sepakat pentingnya untuk mencegah tindakan provokasi yang lebih dengan cara masyarakat internasional menunjukkan sikap yang teguh kepada Korea Utara atas peluncuran peluru kendali pada bulan April. Perdana Menteri Noda juga meminta pengertian dan kerja sama Indonesia terkait isu penculikan. Menanggapi ini Presiden Yudhoyono menyampaikan bahwa Indonesia pun berpendapat peluncuran peluru kendali Korea Utara hanya menimbulkan ketegangan di kawasan. Mengenai isu penculikan beliau mengatakan ingin melanjutkan kerja sama dengan Jepang.

Sumber : Press Release Kedutaan Besar Jepang

#IndonesiaJepang
 #DiplomasiGlobal 
#G20Summit 
#KerjaSamaStrategis 
#PolitikInternasional

Special SOM AMAF ke 33 dan Special SOM AMAF+3 ke 11


Pertemuan Special SOM AMAF ke-33 dan Special SOM AMAF+3 (Cina, Jepang, Korea) ke-11 akan diselenggarakan pada tanggal 9-12 Juli 2012 di Hotel Sheraton, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Pertemuan ini akan dihadiri oleh kurang lebih 100-150 delegasi dari negara-negara anggota ASEAN dan negara-negara Plus Three yaitu Cina, Jepang dan Korea serta Lembaga Internasional diantaranya FAO, ADB dan OIE. Khusus pada pertemuan kali ini juga akan datang perwakilan dari negara GCC (Gulf Cooperation Council) dan India.
Rangkaian agenda pertemuan akan diawali dengan pertemuan special SOM AMAF ke-33 pada tanggal 9-10 Juli 2012 dan dilanjutkan dengan pertemuan Special SOM AMAF+3 ke-11 pada tanggal 11 Juli 2012 dan diakhiri dengan kunjungan lapang pada tanggal 12 Juli 2012 dengan tujuan ke Kebun Salak di Sleman, Peternakan Koi, dan Candi Borobudur.
Pertemuan akan dibuka secara resmi pada hari Rabu, tanggal 11 Juli 2012, pada saat negara-negara Plus Three datang dan rencananya pembukaan ini akan diresmikan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubowono X.
Adapun isu-isu penting yang akan diangkat pada pertemuan ini diatantaranya adalah:
1.     Memantapkan ketahanan pangan kawasan regional ASEAN melalui evaluasi pelaksanaan kegiatan ASEAN Integrated Food Security Framework (AIFS) dan Strategic Plan of Action of Food Security (SPAFS)
2.     Mengevaluasi dan memantapkan kerjasama dengan negara-negara Plus Three dan Development partner (lembaga international)
3.     Mengatasi dampak-dampak terhadap penularan penyakit hewan di kawasan regional ASEAN
4.     Mengevaluasi pelaksanaan Asean Economic Community (AEC) Blueprint dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana implementasi AEC Blueprint sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan.

Hasil dari pertemuan ini akan dibawa ke pertemuan tingkat menteri ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry (AMAF) untuk disahkan pada tanggal 24-30 September 2012 di Laos.

Sumber: Kemtan

Saturday, 7 July 2012

Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV)

Tata cara untuk memperoleh sertifikat Nomor Kontrol Veteriner yang biasa disingkat NKV terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.


Pengertian Sertifikat NKV
Sertifikat NKV adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan.
Tujuan penerbitan sertifikat NKV
1.  Terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi dalam pengelolaan usaha produk pangan asal hewan.
2.  Memastikan bahwa unit usaha telah memenuhi persyaratan higiene-sanitasi dan menerapkan cara produksi yang baik.
3.  Mempermudah penelusuran kembali apabila terjadi kasus keracunan pangan asal hewan.
Sasaran penerbitan sertifikat NKV
1.  Memberi jaminan dan perlindungan kepada masyarakat bahwa pangan asal hewan yang dibeli/dikonsumsi adalah ASUH dan berasal dari sarana usaha yang telah memenuhi persyaratan kesmavet yang diawasi pemerintah.
2.  Mendukung terwujudnya kesehatan dan ketentraman batin masyarakat.
3.  Meningkatkan daya saing produk pangan hewan Indonesia di pasar internasional.
Unit Usaha yang Wajib memiliki sertifikat NKV
1.  Pelaku usaha pangan asal hewan yang dilakukan perorangan atau badan hukum Indonesia yang berusaha di bidang:
a.  Rumah pemotongan hewan
b.  Rumah pemotongan unggas
c.   Rumah pemotongan babi
d.  Usaha budidaya unggas petelur
e.  Usaha pemasukan, usaha pengeluaran
f.    Usaha distribusi
g.  Usaha ritel dan atau
h.  Usaha pengolahan pangan asal hewan
2. Pelaku usaha distribusi dan/ atau usaha ritel pangan asal hewan meliputi:
a.   Pelaku usaha yang mengelola gudang pendingin (cool storage), dan toko/kios daging (meet shop).
b.   Pelaku usaha yang mengelola unit pendingin susu (milk cooling centre) dan gudang pendingin susu.
c.   Pelaku usaha yang mengemas dan melabel telur.
Persyaratan Memperoleh sertifikat NKV
1.  Persyaratan administrasi
a.   Memiliki Kartu Tanda Penduduk/Akte Pendirian
b.   Memiliki Surat Keterangan Domisili
c.   Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
d.   Memiliki Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP)
e.   Memiliki Surat Izin HO (Hinder Ordonnantie)
f.    Mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jendral Peternakan dengan melampirkan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis serta surat rekomendasi permohonan NKV dari Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan masyarakat veteriner di kab/kota.
2. Persyaratan teknis
a.   Memiliki dokumen Upaya Pengolahan Lingkungan (UKL)/ Upaya Pengendalian Lingkungan (UPL) yang khusus diresyaratkan bagi unit usaha RPH, RPU, dan Unit Pengolahan Pangan Asal Hewan.
b.   Memililki bangunan, prasarana dan sarana usaha yang memenuhi persyaratan teknis higiene-sanitasi
c.   Memiliki tenaga kerja teknis dan atau penanggung jawab teknis yang mempunyai keahlian/keterampilan di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner
d.   Menerapkan proses penanganan dan atau pengolahan yang higienis (Good Hygienic Practices)
e.   Menerapkan cara budidaya unggas peterlur yang baik (Good Farming Practices)
f.    Untuk Rumah Pemotongan Hewan, Rumah Pemotongan Unggas dan Rumah Pemotongan Babi yang akan melakukan kegiatan pengeluaran daging dan atau produk olahan wajib memenuhi persyaratan teknis sesuai ketentuan SNI RPH (SNI 016159-1999) dan SNI RPU (SNI 01-6160-1999)
Masa Berlaku Sertifikat NKV
Berlaku selama tidak ditemukan adanya penyimpangan dalam monitoring dan surveilans.
Surveilans dan Verifikasi Tim Inspektorat Pusat
1.     Dilakukan sewaktu-waktu
2.     Apabila terjadi penyimpangan atau adanya hal khusus (misal; praaudit dalam rangka audit oleh inspektorat Negara pengimpor)
3.     Konsekuensi: dapat diperpanjang, diperpanjang dengan catatan atau dicabut.
Sertifikat NKV dapat dicabut oleh Kepala Dinas Provinsi apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
1.     Permintaan pemohon
2.     Tidak lagi memenuhi persyaratan administrasi dan teknis
3.     Ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan proses produksi, penanganan dan atau pengolahan
4.     Unit usaha tidak lagi melakukan kegiatan usahanya selama 6 (enam) bulan berturut-turut
5.     Unit usaha dinyatakan pailit
6.     Berpindah lokasi unit usaha ke wilayah provinsi yang berbeda
7.     Adanya rekomendasi dari Direktur Jenderal Peternakan berdasarkan hasil verifikasi dan surveilans Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan
SUMBER: Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan

Thursday, 5 July 2012

FAO/OIE Global Strategy to control FMD

 
FAO/OIE Global Strategy to control Foot-and-Mouth Disease benefits farmers and consumers
 
 
Farmers and consumers stand to benefit from a new global strategy to control the spread of a deadly livestock disease that was endorsed today by representatives from more than 100 countries and international donors at a conference in Bangkok organized by the Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) and the World Organisation for Animal Health (OIE) with support from Thailand’s Ministry of Agriculture and Cooperatives. 
 
More than 1 billion smallholder farmers around the world depend on livestock for their livelihoods, but outbreaks of Foot-and-Mouth Disease (FMD) inflict an estimated annual global loss of US$5 billion.

Developing countries are often hardest hit by FMD, a highly-contagious viral disease, with small farmers suffering devastating impacts to their earnings and survival. Consumers are also affected as they pay more for milk, meat and other foodstuffs when FMD fells livestock.

Foot-and-mouth disease affects cattle, swine, sheep, goats and other ruminants, as well as a number of wildlife species.

The global strategy developed by FAO and OIE advises countries on their risk management policy for controlling FMD outbreaks, allowing them to take early steps to prevent the disease from spreading to other farms, communities and across borders.

Partnerships needed for capacity development 

The Strategy will make a big impact not only on decreasing the ravage of FMD, but improve countries' situation with regard to many other diseases, some which affect human health directly, the joint FAO/OIE statement added.

“For the Global Strategy to succeed it needs more than the partnership of FAO and OIE; it needs the producers and marketing sectors to participate as well as the veterinary services, the pharmaceutical and vaccine companies, and it will need sustained support from financial institutions and the generosity of funders,” FAO’s assistant director-general Hiroyuki Konuma told those attending the three-day FAO/OIE Global Conference on Foot-and-Mouth Disease Control, which ran from 27 to 29 June.

High-level officials from regional and international organizations participated in the discussions over the strategy at the Bangkok conference, along with experts and donors. The conference was the second on FMD, with the first having taken place in Asunción, Paraguay in 2009.

As the world population expands from just under 7 billion people today to more than 9 billion in 2050, demand for milk, meat and animal-based products will rise steeply in the years to come. The vast majority of that increasing demand will come from developing countries and emerging economies in sub-Saharan Africa and South Asia. This growth will also be driven by steadily improving incomes in those same areas.

In 2050, demand for meat is expected to surge by 76 percent, while demand for dairy will increase by 62 percent. The world will have to produce 65 percent more eggs than produced today to meet soaring demand.

Aiming for FMD freedom 

With cross-border trade also increasing, the transboundary nature of FMD is a regional threat that requires regional approaches and responses.

“Foot-and-mouth disease is not a priority in many countries, but when it strikes damages are enormous, ranging from losses in production to culling of animals and trade bans. Good governance of national Veterinary Services using the OIE PVS Pathway is a critical element of mitigating foot-and-mouth disease with a positive impact on food security and poverty. Besides global control is in the interest of FMD-free countries because it avoids reintroduction of the disease on their territory,” OIE Director-General Bernard Vallat told the conference.

Included in the process is OIE official recognition of national control programmes and of FMD freedom: today 66 out of 178 OIE member countries are free from FMD.

Even developed countries that were previously free of the disease, can suffer outbreaks of FMD: a severe event in the United Kingdom in 2001 caused losses of as much as $30 billion, and a 1997 epidemic in the Taiwan province of China cost $15 billion.

The Global Strategy will also promote and strengthen FMD control through the improvement of national veterinary services responsible for animal disease control, so that they can comply with OIE standards on quality. The Strategy is an opportunity to initiate actions that will have beneficial consequences far beyond the control of just one disease. Veterinary services will be better able to combat and prevent other major diseases affecting livestock and other animals.

The Global Strategy is expected to produce three results:

• FMD is controlled in most countries and eliminated in some of them
• Veterinary services and their infrastructures are improved
• Prevention and control of other major diseases of livestock are improved  

The Global Strategy includes the development of regional vaccine banks (e.g. OIE regional vaccine bank for Southeast Asia, FAO’s Animal Production and Health Commission for Asia, etc.) and centres for quality control for developing countries. Other measures include improving the efficiency of surveillance systems, capacity of laboratories, quality control of vaccines and movement control of animals. 

Source: FAO/OIE Joint Press Release