KONSEP HOIKUEN DAN YOUICHIEN DI JEPANG
RINGKASAN
Konsep hoikuen dan youchien sering
kali membuat bingung, karena keduanya merupakan pendidikan untuk anak usia
dini. Namun, keduanya memiliki perbedaan dalam sistem pendidikannya. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep hoikuen (保育園) dan youchien (幼稚園) di Jepang.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan metode pengumpulan
data library research (penelitian kepustakaan). Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hoikuen umumnya mencakup fasilitas penitipan anak, yang juga
disebut nursery, sedangkan youchien mengacu pada taman
kanak-kanak. Di hoikuen rata-rata anak akan lebih diajarkan tentang fun
activity seperti prakarya, olahraga, mendongeng, musik dan sebagainya. Youchien
lebih didedikasikan untuk tujuan pendidikan. Jadi youchien memiliki
lebih banyak pelajaran dibandingkan dengan hoikuen.
PENDAHULUAN
Membiasakan diri dengan sistem dan cara baru
dalam melakukan sesuatu dapat menjadi proses yang terus-menerus dicoba dan
berkelanjutan bagi banyak warga negara asing di Jepang. Hal ini terutama
berlaku untuk keluarga atau pasangan yang berencana memiliki anak karena
pendekatan pemerintah dan masyarakat terhadap anak bisa sangat berbeda, dengan
banyak aspek yang perlu dipertimbangkan dan diatur. Beberapa di antaranya
termasuk tempat penitipan anak, taman kanak-kanak, yang termasuk dalam
pendidikan anak usia dini di Jepang.
Sebuah pendidikan anak usia dini sangat
penting, karena selama 1.000 hari pertama kehidupan anak dapat memberikan
dampak jangka panjang terhadap perkembangan kognitif (Barham, dkk, 2013). Pada
usia dini kemampuan gerak fisik juga perlu diperhatikan. Hal tersebut
dikarenakan pada usia tersebut, anak melakukan gerakan-gerakan mendasar dan
terspesialisasi, misalnya berlari, melompat, menendang, melempar, dan berjalan
seimbang di atas palang (Gallahue & Ozmun, 2006). Selain perlunya
memperhatikan kemampuan kognitif dan psikomotorik (fisik), kemampuan afektif
(karakter) juga menjadi perhatian penuh. Karakter akan terus-menerus ada dari
penyesuaian manusia. Karakter berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan
sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual,
emosional, dan kemanusiaan dari manusia (Listyarti, 2012). Oleh karena itu
sebagai orang tua, khususnya yang berkarir sehingga memutuskan untuk
menyekolahkan anak di Lembaga pendidikan tentu menginginkan kebutuhan anak
tercukupi dengan baik.
Sistem pendidikan anak usia dini di Jepang
bisa sangat membingungkan. Diperlukan penjelasan yang bertujuan untuk
mengklarifikasi dan membedakannya agar warga negara asing juga dapat
memahaminya. Ada dua pilihan utama di Jepang untuk mengasuh anak kecil di bawah
usia 6 tahun, Nursery School atau Sekolah Penitipan Anak (Hoikuen), dan
Taman Kanak-Kanak (Youchien). Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Olahraga, Sains dan Teknologi (MEXT), taman kanak-kanak dan sekolah penitipan
anak seharusnya konsisten dengan pedoman pendidikan anak usia dini. Artinya
mereka memiliki kebijakan pendidikan yang sama. Secara khusus, pedoman tersebut
mencakup membangun hubungan saling percaya antara anak dan pengasuh,
menyediakan lingkungan yang sesuai dan menghargai aktivitas mandiri anak, serta
memberikan bimbingan yang disesuaikan dengan individualitas dan perkembangan
setiap anak. Secara khusus, sejak usia tiga tahun ditetapkan bahwa tidak boleh
ada perbedaan pendidikan antara taman kanak-kanak dan sekolah penitipan anak.
Menurut Hayashi dan Tobin (2017), selama
lebih dari satu abad telah ada dua bentuk penyediaan Early Childhood
Education and Care (ECEC) di Jepang, yakni yōchien (taman
kanak-kanak untuk anak usia 3-6 tahun) dan hoikuen (tempat penitipan
anak untuk anak usia 0-6 tahun). Yōho Ichigenka (TK/Tempat Penitipan
Anak/Center Synthesis) adalah sebuah kebijakan yang menyerukan untuk
menggabungkan kedua institusi ini menjadi program jenis baru disebut kodomoen
(pusat pengasuhan dan pendidikan anak terpadu), dan penempatan kedua bentuk
penyediaan pendidikan anak usia dini di bawah satu struktur pemerintahan pusat.
Kebijakan penggabungan program kodomoen ini,
pertama kali diusulkan pada tahun 1963, dipromosikan selama beberapa dekade
secara berkala oleh pemerintah, tetapi dengan sedikit kemajuan menuju merger
(penggabungan). Kendalanya adalah pusat penitipan anak dan taman kanak-kanak
telah lama dikelola secara berbeda oleh kementerian pemerintah, taman
kanak-kanak oleh kementerian pendidikan, kebudayaan, olahraga, sains, dan
teknologi (selanjutnya disebut MEXT), dan pusat penitipan anak oleh kementerian
kesehatan, tenaga kerja, dan kesejahteraan (selanjutnya disebut MHLW).
Terciptanya sistem terpadu anak usia dini pendidikan dan perawatan karena itu
diperlukan tidak hanya kompromi antara dua besar birokrasi yang kuat, tetapi
juga antara dua sektor pendidikan anak usia dini dengan sejarah, tujuan, dan
konstituen yang berbeda.
Penelitian sebelumnya terkait konsep hoikuen
dan youchien di Jepang pernah dilakukan oleh Velliaris dan Willis
(2013). Batasan utama yang diteliti adalah pilihan sekolah berpusat pada orang
tua yang memutuskan di mana dan bagaimana anaknya akan dididik. Pilihan sekolah
merupakan otoritas yang dilakukan orang tua dalam membuat keputusan tentang di
mana anak-anak mereka akan bersekolah, dan memilih jalur pendidikan tertentu
untuk anak-anaknya. Sebagian besar orang tua memiliki komitmen yang mendalam
terhadap pendidikan anak-anaknya sejak masa kanak-kanak untuk mengembangkan
pembelajaran kognitif, kesehatan dan kebahagiaan. Tujuan utama hoikuen adalah
untuk menjaga keamanan dan gizi anak-anak, youchien dipertimbangkan
lebih mendidik karena ada fokus akademik yang lebih besar.
Penelitian mengenai konsep hoikuen dan
youchien juga pernah dilakukan oleh Ulfa (2014). Pada penelitian yang
telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa pendidikan anak usia dini sudah
seharusnya mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal. Pendidikan hoikuen dan
youchien juga menerapkan hal serupa. Penerapan konsep nilai-nilai
kearifan lokal bisa menjadi salah satu solusi agar anak tidak kehilangan jati
diri bangsanya. Fitriawan (2016) melakukan penelitian sejenis. Di dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa metode pembelajaran montessori diterapkan
pada pendidikan anak usia dini di Jepang, baik hoikuen maupun youchien.
Penerapan metode tersebut juga memperhatikan prinsip-prinsip dan kebutuhan
perkembangannya. Lebih lanjut, Mulyadi (2019) dalam penelitiannya juga
mengungkapkan adanya perbedaan dan persamaan antara konsep hoikuen dan youchien.
Penelitiannya mengkaji mengenai pendidikan karakter di pendidikan anak usia
dini di Jepang. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa pembelajaran hoikuen
dan youchien disesuaikan dengan perkembangan anak dan kebijakan
pemerintah.
Topik terkait konsep hoikuen dan youchien
di Jepang sangat menarik untuk dikaji. Tujuan penelitian untuk
mendeskripsikan konsep hoikuen (保育園) dan youchien
(幼稚園) di Jepang. Warga negara asing yang memiliki
anak usia dini dan bermukim di Jepang tidak jarang mengalami kebingungan
memahami hoikuen dan youchien tersebut. Menarik benang merah dari
beberapa paparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kedua bentuk pendidikan
anak usia dini (PAUD) di Jepang, terdiri dari sekolah taman kanak-kanak
(yochien) dan sekolah penitipan anak (hoikuen). Orang tua dapat mendaftarkan
anaknya pada program pendidikan anak usia dini sebelum sekolah dasar. Sekolah
taman kanak-kanak didirikan di bawah yuridiksi Kementerian Kesehatan dan
Kesejahteraan (sekarang Kementerian Kesehatan, Perburuhan, dan Kesejahteraan).
Pada penelitian kali ini, penelitian ini bertujuan menjelaskan mengenai konsep
pendidikan hoikuen dan youchien. Penelitian difokuskan untuk
mengkaji konsep pembelajaran pendidikan hoikuen dan youchien dengan
tujuan warga negara asing di Jepang mampu memilih pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan anak. Penelitian ini ingin mendeskripsikan lebih lanjut mengenai
perbedaan antara kedua pendidikan tersebut.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode pengumpulan data penelitian kepustakaan
(library research). Penelitian kepustakaan adalah penelitian ilmiah yang
dilakukan dengan bantuan kepustakaan, baik berupa buku, catatan atau laporan
hasil penelitian sebelumnya. Pengumpulan data penelitian kepustakaan difokuskan
pada pencarian data atau informasi melalui dokumen elektronik yang dapat
diakses melalui website, artikel dalam jurnal, artikel dalam blog, foto/gambar,
serta melalui platform youtube. Data-data terkait data mengenai youchien di
Jepang diperoleh melalui website, platform youtube, serta sumber studi
literatur dari informan yang tinggal di Jepang dan memiliki anak usia dini yang
pernah bersekolah di youchien. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis isi. Analisis isi digunakan untuk menganalisis
semua bentuk komunikasi, termasuk surat kabar, berita radio, iklan televisi,
dokumen, foto, gambar, dan dokumen elektronik yang tersedia melalui situs web.
Teknik analisis data dilakukan dengan membaca, menelaah, dan menganalisis
berbagai literatur yang ada (Sutrisno, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hoikuen (保育園)
Pengasuhan anak Jepang, bentuk pertama
hoikuen, atau pengasuhan anak Jepang, diluncurkan pada tahun 1890 dan awalnya
dirancang untuk anak-anak orang miskin (Boocock, 1989: 44–45). Saat ini, hoikuen
adalah lembaga publik non-wajib yang dijalankan oleh pemerintah Jepang
hingga 8 jam per hari dan 6 hari per minggu, melayani anak-anak dari usia 6
minggu hingga 6 tahun. Itu merupakan dua bagian hoikuen termasuk pusat
pengasuhan anak untuk anak di bawah 3 tahun yang sebanding ke format penitipan
anak dalam budaya Barat, dan program prasekolah 3 tahun untuk anak-anak 3 tahun
dan lebih tua (Holloway and Yamamoto, 2003). Di Jepang, ada tiga jenis sekolah
penitipan anak, terdiri dari: Sekolah penitipan anak umum/negeri (dioperasikan
oleh pemerintah daerah, jadi ada standar tertentu untuk kebijakan dan
lingkungan), Pusat penitipan anak swasta (dengan kebijakan mereka sendiri), dan
Pusat penitipan anak yang tidak disetujui (di luar standar nasional).
Memasuki pusat penitipan anak berlisensi,
baik negeri maupun swasta, pemerintah daerah harus menyatakan bahwa anak
tersebut membutuhkan pengasuhan. Oleh karena itu, orang tua perlu menyiapkan
sertifikat dan dokumen yang diperlukan untuk menerima persetujuan. Hal ini
diwajibkan oleh pemerintah untuk memastikan bahwa keluarga yang membutuhkan
lebih banyak dukungan, seperti keluarga dengan kedua orang tua yang bekerja
penuh waktu atau ibu/ayah tunggal, dapat memperoleh prioritas fasilitas ini.
Sistem ini diterapkan sebagai tanggapan atas kekurangan fasilitas penitipan
anak akibat meningkatnya jumlah perempuan yang terus bekerja setelah cuti
melahirkan, terutama di daerah perkotaan.
Di tempat penitipan anak, anak-anak
mempelajari berbagai hal melalui kegiatan kelompok seperti bermain di dalam dan
luar ruangan, waktu makan siang dan kudapan, serta tidur siang. Ini bukan hanya
tempat di mana orang tua dapat bekerja sambil mengasuh anak-anak mereka, tetapi
juga tempat di mana anak-anak dapat mengembangkan keterampilan sosial mereka,
sehingga membantu mereka tumbuh. Pusat penitipan anak swasta dan pusat
penitipan anak tidak berlisensi memiliki kebijakan dan jam pendidikan yang
berbeda, jadi yang terbaik adalah mengunjungi pusat tersebut terlebih dahulu
dan memilih yang paling sesuai dengan gaya hidup dan kepribadian anak.
Dalam kebanyakan kasus, anak-anak masuk
tempat penitipan anak di Jepang pada bulan April. Membuat perencanaan kunjungan
(buat janji temu melalui telepon dengan setiap tempat penitipan anak sekitar
bulan April hingga September pada tahun sebelum orang tua ingin mendaftarkan
anak-anaknya). Kirim formulir aplikasi untuk masuk (mulai sekitar bulan Oktober
lebih aman untuk mulai menyiapkan dokumen sedini mungkin). Melakukan wawancara
dengan staf tempat penitipan anak. Tempat penitipan anak menerima pendaftaran anak.
Merupakan ide bagus untuk mengunjungi tempat
penitipan anak sehingga orang tua dapat melihat hubungan antara staf tempat
penitipan anak dan anak-anak yang dititipkan, serta keadaan fasilitas tempat
itu sendiri. Banyak tempat penitipan anak menerima kunjungan sepanjang tahun,
tetapi ekspektasi umum adalah menelepon setiap tempat penitipan anak antara
bulan Mei dan September untuk menjadwalkan kunjungan dengan tempat penitipan
anak tersebut. Sebagian besar tempat penitipan anak menerima aplikasi dari Oktober
hingga Desember tahun sebelum anak mulai masuk. Orang tua harus menyiapkan
semua dokumen anak sebelum mendaftar. Sudah merupakan hal yang umum ketika
orang tua mendaftarkan anak-anaknya ke beberapa tempat penitipan anak untuk
mendapatkan peluang yang lebih baik untuk mendapatkan tempat.
Dalam beberapa kasus, tidak ada wawancara
sebelum penerimaan anak. Wawancara sebelum penerimaan terutama untuk
mengkonfirmasi isi dokumen lamaran dan menanyakan tentang perlunya pengasuhan
anak untuk keluarga. Sebagian besar pemerintah kota akan mengirimi orang tua
surat penawaran melalui pos sekitar bulan Januari atau Februari. Ada beberapa
sekolah yang tidak menghubungi orang tua jika orang tua gagal dalam proses
seleksi, jadi ada baiknya orang tua mengecek terlebih dahulu apakah akan ada
pemberitahuan atau tidak, dan kapan akan dikirimkan. Jika orang tua terpilih
untuk masuk, pastikan untuk mengkonfirmasi jadwal sesi informasi dan wawancara.
Jika orang tua tidak diterima, orang tua harus mencari tempat penitipan anak
yang memiliki proses aplikasi kedua atau tempat penitipan anak yang tanpa izin.
Hoikuen terus dianggap sebagai fasilitas penitipan anak daripada
lembaga pendidikan. Fungsi utamanya adalah untuk mengakomodasi anak-anak saat
mereka terpisah dari orang tuanya. Intinya, tujuan utama hoikuen adalah
menjaga anak-anak tetap aman dan terpelihara (melalui program gizi sekolah
umum), dan pendidikan dapat dilihat sebagai tujuan sekunder. Saat ini, hoikuen
publik dan swasta tersedia, tanpa perbedaan biaya yang mencolok. Alih-alih
membebankan satu biaya standar, biaya dapat bervariasi dan ditentukan oleh
pendapatan keluarga dan jumlah pajak yang dibayar orang tua atau wali (Boocock,
1989).
Gambar 1 Suasana di Hoikuen
Gambar 1 merupakan suasana di salah satu hoikuen
di kota Suzuka, prefektur Mie Jepang.
Para siswa melakukan kegiatan bersama staf di
tempat penitipan anak. Kegiatan di halaman hoikuen tersebut dilakukan
bersama-sama dalam bimbingan serta pemantauan dari sensei. Dengan bertambahnya
jumlah ibu yang terus bekerja setelah melahirkan, hoikuen atau nursery
school (tempat penitipan anak) sangat membantu setiap keluarga di Jepang. Hoikuen
disebut juga Nursery School atau Day Care, biasanya ini
diperuntukkan bagi ibu yang bekerja. Karena disini, para ibu bekerja bisa
menitipkan anaknya dari usia 6 bulan hingga 6 tahun (tergantung peraturan
setiap Hoikuen di setiap kota). Meski tidak ada batasan mengenai jumlah anak
yang diasuh dalam satu ruang kelas, namun terdapat rasio standar minimum yang
dianjurkan yakni 1:3 untuk anak usia dibawah 1 tahun; 1:6 untuk anak usia 1-3
tahun; 1:20 untuk anak usia 3-4 tahun; dan 1:30 untuk anak usia diatas 4 tahun
(Chesky, 2011).
Saat di hoikuen, orang tua tidak perlu
menyediakan bekal makan siang, karena pihak sekolah yang menyediakannya. Hal
tersebut dikarenakan fungsi utamanya adalah untuk menampung, menjaga, serta
memperhatihan gizi ketika terpisah dengan orang tuanya (Velliaris dan Willis,
2013). Oleh karena itu, hampir semua hoikuen bekerjasama dengan dokter,
suster dan ahli nutrisi. Hoikuen tidak mempunyai seragam khusus dan
tidak ada target akademis yang harus dicapai anak. Secara akademis, di hoikuen
rata-rata anak akan lebih diajarkan tentang fun activity seperti
prakarya, olahraga, mendongeng, musik dan sebagainya. Sehingga, dalam hal
pelajaran, akan dirasa lebih kurang dari youchien. Pendidikan hoikuen
bertujuan untuk mengajari anak menjalin hubungan sosial yang baik dan
benar, sedangkan youchien bertujuan untuk membangun landasan hidup yang
kuat (Juliandi, 2014).
Pembelajaran yang berbasis fun activity tersebut
meningkatkan kemampuan fisik (motorik) anak. Meskipun berbasis fun activity namun
setidaknya terdapat tujuh dasar kemampuan fisik anak yang perlu untuk
diperhatikan, yaitu (1) lari 25 m, (2) melompat, (3) melempar bola, (4)
mengangkat badan, (5) melompat dengan dua kaki dalam jarak yang sama urutan,
(6) menangkap bola, dan (7) berlari pada lintasan tertentu pulang pergi (Murni,
dkk, 2017). Kegiatan yang melibatkan fisik menjadi salah satu program untuk
mencegah penyakit dan menjamin kehidupan sehat di usia dini (Traveras, dkk,
2005). Hal tersebut juga sejalan dengan tujuan pembelajaran di hoikuen yakni
membantu tumbuh kembang anak baik secara fisik ataupun mental.
Youchien (幼稚園)
Youchien terbuka untuk anak-anak terlepas dari status pekerjaan
orang tua mereka. Jamnya seringkali lebih pendek, dengan liburan panjang yang
sesuai dengan tahun ajaran reguler. Ini karena lebih berbasis pendidikan dan
dianggap sebagai langkah menuju sistem pendidikan reguler, daripada dimaksudkan
agar sesuai dengan jam kerja orang tua. Berbeda dengan hoikuen, awalnya youchien
atau taman kanak-kanak Jepang dirancang untuk anak-anak orang kaya
(Boocock, 1989: 44–45). Youchien pertama di Jepang dibuka di Tokyo pada
tahun 1876 sebagai entitas publik, dan youchien swasta pertama dibuka 4
tahun kemudian. Saat ini, youchien swasta adalah pusat swasta non-wajib
yang melayani anak-anak dari usia 3 hingga 6 tahun dan beroperasi antara 4 dan
5 jam per hari kerja. Dua jenis youchien termasuk program 2 tahun untuk
anak usia 4 hingga 6 tahun, dan program 3 tahun untuk anak usia 3 hingga 6
tahun (Holloway dan Yamamoto, 2003).
Youchien biasanya dibagi menjadi tiga tingkat kelas, yaitu anak
usia 3 hingga 4 tahun, 4 hingga 5 tahun dan 5 hingga 6 tahun. Meskipun tidak
ada syarat rasio minimum adult-to-child, sebagian besar mempertahankan
jumlah di bawah 30 siswa per kelas (Velliaris dan Willis, 2013). Kadang-kadang,
kelas akan memiliki lebih dari satu guru, paling sering di kelas termuda.
Sementara tujuan utama hoikuen adalah untuk menjaga keamanan dan gizi
anak-anak, youchien dipertimbangkan lebih mendidik karena ada fokus
akademik yang lebih besar (Boocock, 1989). Artinya, tujuan primer youchien adalah
mempersiapkan anak-anak untuk sekolah dasar Jepang. Youchien cenderung
sebagai entitas independen dan tidak dianggap sebagai bagian dari sekolah
dasar. Namun, terkadang merek berdampingan dengan SD, SMP dan SMA, dan dalam
beberapa kasus, universitas, semua di bawah payung lembaga pendidikan berbadan
hukum. Sekolah-sekolah ini sering dibangun di situs yang sama, pengaturan
disebut sebagai 'pendidikan yang konsisten' (Boocock, 1989).
Cenderung ada banyak persaingan di antara youchien,
dan jumlah pelamar melebihi jumlah bukaan, sistem undian dapat digunakan. Untuk
masuk, beberapa youchien melakukan sistem seleksi wawancara dan ujian
masuk lainnya yang mengharuskan anak mampu menyebutkan dan menulis nama mereka
sendiri. Biaya sekolah youchien swasta mungkin dua kali lebih mahal
daripada youchien negeri dan seringkali kurikulumnya didasarkan pada tema dan
ditetapkan oleh masing-masing sekolah, seperti youchien berbasis seni, youchien
berbasis alam atau youchien berbasis agama.
Youchien disebut juga Kindergarten atau Taman Kanak-Kanak. Youchien
lebih didedikasikan untuk tujuan pendidikan. Jadi youchien memiliki
lebih banyak pelajaran dibandingkan dengan hoikuen. Anak-anak di sekolah
youchien juga diharuskan membawa makan siang sendiri walaupun terkadang youchien
menyiapkan bekal sekolah dan belajar matematika, pendidikan jasmani, menulis
dan membaca, serta mata pelajaran lainnya. Di Youchien, anak-anak harus
mengenakan seragam sekolah.
Gambar 2 Suasana Siswa Youchien di
Kelas
Gambar 2 merupakan suasana siswa salah satu youchien
di kota Mito prefektur Ibaraki Jepang saat berada di kelas ketika kunjungan
orang tua diadakan.
Para siswa mengenakan seragam berwarna biru,
berdasarkan gambar terlihat sensei sedang memberikan bimbingan, dan para orang
tua melihat anak-anak mereka dari samping. Hal tersebut sesuai dengan Ulfa
(2014) yang menyatakan bahwa guru mendorong anak untuk berani mencoba dan
memberikan pujian jika menunjukkan kemajuan, meski hanya sedikit.
Pendidikan youchien di Jepang didasari
oleh tiga hal, antara lain: 1) anak-anak mendapatkan pengalaman sebanyak
mungkin; 2) anak-anak belajar melalui bermain; 3) anak-anak berkembang sesuai
sifat dan karakter masing-masing. Disamping itu pendidikan di Jepang juga
menjunjung pembelajarn karakter. Untuk melatih keberanian, orang tua tidak
diperkenankan menunggu di sekolah. Melalui sistem tersebut, anak-anak terlatih
mandiri dan berani memasuki lingkungan baru (Mulyadi, 2019).
Gambar 3 Suasana Belajar Siswa Youchien di
Kelas
Gambar 3 terlihat sensei (guru) sedang
menjelaskan tentang salah satu huruf hiragana di papan tulis.
Para siswa menyimak penjelasan tentang huruf
hiragana tersebut. Menurut teori pembelajaran montessori, anak usia 3-6 tahun
kepekaan indrawinya semakin tinggi (Fitriawan, 2016). Oleh karena itu, orang
tua harus memperhatikannya agar anak mampu berkembang sesuai perkembangannya.
Lebih lanjut teori montessori sejalan dengan teori tokoh Pendidikan Ki Hadjar
Dewantara yang sangat menyakini dengan prinsip asih (mengasihi), asah
(memahirkan), dan asuh (membimbing) (Soeratman, 1985).
Gambar 4 Siswa Youchien Latihan
Menulis Huruf Hiragana
Gambar 4 menunjukkan seorang siswa youchien
sedang latihan menulis salah satu huruf hiragana.
Setelah menyimak penjelasan sensei tentang
huruf hiragana, masing-masing siswa kemudian berlatih menulis huruf hiragana di
buku tulisnya. Para siswa di youchien diajarkan bahasa nasional
(Jepang), sopan santun, komunikasi dengan orang lain, serta kerjasama dengan
orang lain (teamwork) dan rasa tanggung jawab (Velliaris dan Willis, 2013).
Selain itu, hasil karya anak-anak yang terbaik juga akan dipajang dengan tujuan
mengajarkan pentingnya menghargai karya orang lain (Ulfa, 2014).
Gambar 5 Bus Sekolah
Biaya yang dibutuhkan untuk youchien lebih
banyak. Hal tersebut, dikarenakan pihak sekolah biasanya menetapkan biaya
tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku di sekolah tersebut. Biaya
tersebut meliputi PIBG, buku, seragam, dan sebagainya (Abdullah, 2021). Tidak
seperti kebanyakan hoikuen (terutama di kota), anak-anak yang pergi ke youchien
dapat dijemput dengan bus jika sekolah jauh dari rumah mereka. Ini mungkin
dikenakan biaya tambahan. Selalu ada guru di dalam bus sehingga orang tua dapat
merasa yakin bahwa anak-anaknya aman dan selalu diawasi.
SIMPULAN
Perbedaan utama antara hoikuen dan youchien
adalah aspek pengasuhan anak dan aspek pendidikan. Hoikuen dapat
dimulai dari usia yang lebih muda dan lebih fokus pada pengasuhan anak secara
umum, sedangkan youchien dimulai dari usia yang lebih tua dan mencakup
topik dan aktivitas berbasis pendidikan yang lebih luas. Secara akademis, di hoikuen
rata-rata anak akan lebih diajarkan tentang fun activity seperti
prakarya, olahraga, mendongeng, musik dan sebagainya. Sehingga, dalam hal
pelajaran, akan dirasa lebih kurang dari youchien. Youchien lebih
didedikasikan untuk tujuan pendidikan. Di Youchien, anak-anak harus
mengenakan seragam sekolah, selain itu mereka juga belajar materi dasar berupa
matematika, pendidikan jasmani, menulis dan membaca, serta mata pelajaran
lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penelitian. Pihak-pihak tersebut yakni informan FED
sebagai warga negara Indonesia di Jepang, serta teman-teman rekan sejawat yang
membantu memberikan referensi dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Afifah Binti. 2021. Kajian
Perbandingn Terhadap Isu dan Perhatian dalam Pendidikan Awal Kanak-Kanak di
Malaysia dan Jepun. Jurnal Al-Sirat, 1(17).
Asmaradayana. 2011. Lawatan ke Yocien Haziq.
Di akses melalui tautan, http://asmaradayana.blogspot.com/2011/05/lawatan-ke-yochien-haziq.html.
Barham, T., Macours, K., & Maluccio, J.
2013. Boys’ Cognitive Skill Formation and Physical Growth: Long-Term
Experimental Evidence on Critical Ages for Early Childhood Interventions. American
Economic Review: Papers & Proceedings, 103(3), 467-471.
Barnett, Steven. 1995. Long Term Effects of
Early Childhood Programs on Cognitive and School Outcomes. The Future of
Children 5(3): 25–50.
Boocock SS. 1989. Controlled Diversity: an
Overview of the Japanese Preschool System. Journal of Japanese Studies 15(1):
41–65.
Chesky, A.K. 2011. Hoikuen or Yochien: Past,
Present, and Future of Japanese Early Childhood Education. Childhood
Education 87(4): 239–243.
Fitriawan, Fuad. 2016. Internalisasi
Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui Prinsip Pendidikan Montessori Pada Anak Usia
Dini. Qalamuna-Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama 8(2).
Gallahue, D., & Ozmun, J. 2006. Understanding
Motor Development: Infants ,Children, Adolescents, Adults. Boston: McGraw
Hill.
Galupe, S.W. (2020). Kyle's First Visit To
His Hoikuen [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=Oy-5whR0RfI.
Hayashi A., Tobin J. 2017. Reforming the
Japanese Preschool System: An Ethnographic Case Study of Policy Implementation.
Arizona State University.
Holloway SD and Yamamoto Y. 2003. Early
childhood education teachers in Japan. In: Saracho ON and Spodek B (eds)
Studying Teachers in Early Childhood Settings. Greenwich, CT: Information
Age, pp.181–209.
Juliandi, Putri. 2014. Pendidikan Anak Ala
Jepang. Jakarta: Gramedia.
Listyarti, Retno. 2012. Pendidikan
Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan Kreatif. Jakarta: Erlangga.
Maria Montessori, 2016, Rahasia Masa
Kanak-kanak, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Maunah, Binti. 2016. Sosiologi Pendidikan.
Yogyakarta: Kalimedia.
Mulyadi, Budi, 2014. Model Pendidikan
Karakter dalam Masyarakat Jepang. Jurnal Izumi, 3(1), 69-80.
Mulyadi, Budi. 2019. Model Pendidikan
Karakter Anak Usia Dini Dan Anak Usia Sekolah Dasar di Jepang. Kiryoku,
3(3)2019.
Murni, Ramlia, Yudianto Sujanaa, Dyah Yuni
Kurniawati, Matsuri. 2017. Adopting Physical Activities and Physical Skills of
Japanese Early Childhood Model. Atlantis Press: Advances in Social Science,
Education and Humanities Research (ASSEHR), vol. 58.
Soeratman. 1985. D. Ki Hajar Dewantara.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Sutrisno, H., 2002. Metodologi Reserch.
Yogyakarta: Andi Ofset.
Taveras, E.M., Rifas-Shiman, S.L., Berkey,
C.S., Rockett, H.R.H., Field, A.E., Frazier, A.L., Colditz, G.A., Gillman, M.
W. 2005. Family Dinner and Adolescent Overweight. Obesity Research, 13,
900-906.
Triharjaningrum, A., dkk. 2007. Peranan
Orang Tua dan Praktisi Dalam Membantu Tumbuh Anak Berbakat Melalui Pemahaman
Teori dan Tren Pendidikan. Jakarta: Prenada.
Uemaru, Yuna & Yurika Akashi. 2015. An
Introduction to Japanese Preschool Education. Di akses melalui tautan, https://blog.littlelives.com/an-introduction-to-japanese-preschool-education-556477b84d2f.
Ulfa, R. A. 2014. Internalisasi Nilai-Nilai
Kearifan Lokal Melalui Prinsip Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (BPKL) Pada
Pendidikan Anak Usia Dini. Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan Dan Keagamaan,
9(2), 207-222.
Velliaris, D. M., and Willis, C.R. 2013.
School Choice for Transnational Parents in Tokyo. Journal of Research in
International Education,12(3)228-238.
Venture, Alex. 2023. Japanese Kindergarten
School (Youchien) 幼稚園 [Video].Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=FERa0XjzC1I.
SUMBER:
Yenny Jeine Wahani. 2023. Konsep Hoikuen dan
Youchien di Jepang. Journal of Education
Research, 4 (4), 2023, Pages 1785-1792

No comments:
Post a Comment