Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday, 31 May 2025

Rahasia Terbesar Albert Einstein

 


 

Einstein Punya Misi Rahasia Sebelum Meninggal, dan Dunia Belum Menyelesaikannya.

 

Apa yang sebenarnya ingin disampaikan Albert Einstein sebelum ia meninggal? Di balik kejeniusannya dalam fisika dan rumus legendaris E=mc², Einstein menyimpan sebuah misi rahasia yang tidak banyak diketahui orang—sebuah teka-teki ilmiah dan kemanusiaan yang belum terselesaikan hingga hari ini. Ia bukan hanya seorang ilmuwan, tetapi juga seorang visioner yang merancang sesuatu untuk masa depan umat manusia. Namun, sebelum sempat mewujudkannya, maut keburu menjemput. Apa sebenarnya misi terakhir Einstein? Dan mengapa dunia belum mampu menuntaskannya?

 

Albert Einstein (lahir 14 Maret 1879 di Ulm, Württemberg, Jerman – wafat 18 April 1955 di Princeton, New Jersey, Amerika Serikat) adalah seorang fisikawan kelahiran Jerman yang mengembangkan teori relativitas khusus dan umum, serta meraih Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1921 atas penjelasannya mengenai efek fotolistrik. Einstein secara umum dianggap sebagai fisikawan paling berpengaruh pada abad ke-20.

 

Masa Kecil dan Pendidikan

Orang tua Einstein adalah Yahudi kelas menengah yang bersifat sekuler. Ayahnya, Hermann Einstein, awalnya adalah penjual kasur bulu dan kemudian mengelola pabrik elektro-kimia dengan kesuksesan yang sedang. Ibunya, Pauline Koch, mengurus rumah tangga. Einstein memiliki seorang adik perempuan bernama Maria (dipanggil Maja), yang lahir dua tahun setelahnya.

 

Einstein menulis bahwa ada dua “keajaiban” yang sangat memengaruhi masa kecilnya. Yang pertama adalah saat ia menemukan kompas pada usia lima tahun. Ia merasa takjub bahwa ada gaya tak kasat mata yang bisa menggerakkan jarum kompas, dan hal ini menumbuhkan ketertarikan seumur hidupnya terhadap kekuatan-kekuatan tak terlihat. Keajaiban kedua terjadi saat ia berusia 12 tahun ketika menemukan buku geometri, yang dibacanya dengan antusias dan menyebutnya sebagai “kitab kecil geometri yang suci.”

 

Pada usia 12 tahun, Einstein menjadi sangat religius, bahkan menciptakan beberapa lagu pujian kepada Tuhan dan menyanyikan lagu-lagu keagamaan dalam perjalanan ke sekolah. Namun, pandangan religius ini mulai berubah setelah ia membaca buku-buku sains yang bertentangan dengan keyakinan agamanya. Tantangan terhadap otoritas ini meninggalkan kesan mendalam dan bertahan lama. Di Luitpold Gymnasium, Einstein merasa tidak cocok dan tertekan oleh sistem pendidikan ala Prusia yang membatasi orisinalitas dan kreativitas. Seorang guru bahkan pernah mengatakan bahwa ia tidak akan pernah menjadi seseorang yang berarti.

 

Pengaruh penting lainnya bagi Einstein adalah seorang mahasiswa kedokteran muda bernama Max Talmud (kemudian Max Talmey) yang sering makan malam di rumah keluarga Einstein. Talmud menjadi tutor informal yang mengenalkan Einstein pada matematika tingkat lanjut dan filsafat. Titik balik penting terjadi saat Einstein berusia 16 tahun. Sebelumnya, Talmud telah memberinya buku sains anak-anak karya Aaron Bernstein, Naturwissenschaftliche Volksbücher (1867–68; Buku Sains Populer), yang membayangkan bagaimana rasanya melaju bersama aliran listrik dalam kabel telegraf. Einstein lalu mempertanyakan hal yang akan mendominasi pemikirannya selama 10 tahun ke depan: Bagaimana rupa seberkas cahaya jika kita bisa berlari bersamanya? Jika cahaya adalah gelombang, maka seharusnya berkas itu terlihat diam, seperti gelombang beku. Namun, ia tahu bahwa gelombang cahaya diam belum pernah terlihat, sehingga menciptakan paradoks. Saat itu pula, ia menulis makalah ilmiah pertamanya yang berjudul Penyelidikan terhadap Keadaan Eter dalam Medan Magnet.

 

Pendidikan Einstein terganggu oleh kegagalan bisnis ayahnya. Pada 1894, setelah perusahaannya gagal memperoleh kontrak penting untuk elektrifikasi kota Munich, Hermann Einstein pindah ke Milan untuk bekerja dengan kerabat. Albert ditinggal di rumah kos di Munich dan diharapkan menyelesaikan sekolahnya. Sendirian, sengsara, dan tertekan oleh prospek wajib militer saat berusia 16 tahun, Einstein kabur enam bulan kemudian dan muncul di depan rumah orang tuanya, mengejutkan mereka. Mereka menyadari kesulitan besar yang dihadapi Einstein sebagai siswa drop-out dan penghindar wajib militer tanpa keterampilan kerja. Masa depannya tampak suram.

 

Beruntung, Einstein dapat langsung mendaftar ke Eidgenössische Polytechnische Schule (“Sekolah Politeknik Federal Swiss” – yang pada 1911 diubah menjadi universitas penuh bernama Eidgenössische Technische Hochschule atau “Institut Teknologi Federal Swiss”) di Zürich tanpa ijazah SMA jika ia lulus ujian masuk yang ketat. Nilai ujiannya menunjukkan keunggulan dalam matematika dan fisika, tetapi ia gagal dalam bahasa Prancis, kimia, dan biologi. Karena nilai matematikanya sangat baik, ia diizinkan masuk dengan syarat menyelesaikan sekolah menengah terlebih dahulu. Ia kemudian belajar di sekolah menengah khusus milik Jost Winteler di Aarau, Swiss, dan lulus pada 1896. Pada waktu itu pula, ia melepaskan kewarganegaraan Jermannya. (Ia menjadi tanpa kewarganegaraan hingga 1901 ketika memperoleh kewarganegaraan Swiss.) Ia menjadi sahabat seumur hidup keluarga Winteler tempat ia tinggal. (Putri Winteler, Marie, adalah cinta pertama Einstein; adik Einstein, Maja, kelak menikah dengan putra Winteler, Paul; dan sahabat karib Einstein, Michele Besso, menikah dengan anak tertua mereka, Anna.)

 

Einstein mengenang masa-masa di Zürich sebagai masa paling bahagia dalam hidupnya. Ia bertemu banyak teman setia, seperti Marcel Grossmann, seorang matematikawan, dan Besso, yang kerap diajak berdiskusi tentang ruang dan waktu. Di sana pula ia bertemu calon istrinya, Mileva Maric, sesama mahasiswa fisika asal Serbia.

 

Dari Kelulusan hingga “Tahun Ajaib” Teori Sains Albert Einstein

Setelah lulus pada tahun 1900, Einstein menghadapi salah satu krisis terbesar dalam hidupnya. Karena kerap mempelajari materi lanjutan secara mandiri, ia sering membolos kelas; hal ini menimbulkan ketidaksukaan dari beberapa profesor, khususnya Heinrich Weber. Sayangnya, Einstein meminta surat rekomendasi kepada Weber, yang justru menyebabkan ia ditolak dari semua posisi akademik yang dilamar. Ia menulis: "Saya pasti sudah mendapat pekerjaan sejak lama jika Weber tidak bermain curang terhadap saya."

 

Hubungan Einstein dengan Maric juga semakin dalam, tetapi orang tuanya sangat menentang. Ibunya terutama keberatan karena latar belakang Serbia Maric (keluarga Maric beragama Kristen Ortodoks Timur). Namun, Einstein menentang orang tuanya dan bahkan pada Januari 1902 ia dan Maric memiliki seorang anak bernama Lieserl, yang nasibnya tidak diketahui. (Umumnya dipercaya bahwa ia meninggal karena demam scarlet atau diberikan untuk diadopsi.)

 

Tahun 1902 menjadi titik terendah dalam hidup Einstein. Ia tidak bisa menikahi Maric maupun menghidupi keluarga tanpa pekerjaan, dan bisnis ayahnya bangkrut. Dalam keadaan putus asa dan menganggur, ia mengambil pekerjaan rendah sebagai tutor anak-anak, namun bahkan dari pekerjaan ini ia dipecat.

 

Titik balik terjadi pada akhir tahun itu, ketika ayah sahabatnya, Marcel Grossmann, merekomendasikan Einstein untuk bekerja sebagai pegawai di kantor paten Swiss di Bern. Saat itu pula ayah Einstein jatuh sakit dan, sebelum meninggal, memberikan restu agar Albert menikahi Maric. Selama bertahun-tahun, Einstein diliputi kesedihan karena ayahnya wafat dalam anggapan bahwa anaknya telah gagal.

 

Dengan pendapatan tetap untuk pertama kalinya, Einstein merasa cukup percaya diri untuk menikahi Maric, yang ia lakukan pada 6 Januari 1903. Anak-anak mereka, Hans Albert dan Eduard, lahir di Bern pada 1904 dan 1910. Pekerjaan Einstein di kantor paten ternyata sangat menguntungkan. Ia cepat menyelesaikan tugasnya, sehingga punya banyak waktu untuk melamun tentang gagasan yang telah mengganggunya sejak usia 16 tahun: Apa yang terjadi jika seseorang melaju bersama berkas cahaya? Saat kuliah, ia mempelajari persamaan Maxwell tentang cahaya dan menemukan fakta yang bahkan tidak diketahui Maxwell: bahwa kecepatan cahaya selalu konstan, tidak tergantung pada kecepatan pengamat. Ini bertentangan dengan hukum Newton karena menurut Newton, kecepatan bersifat relatif. Temuan ini membawa Einstein merumuskan prinsip relativitas: “kecepatan cahaya adalah konstan dalam semua kerangka inersia (kerangka yang bergerak konstan).”

 

Tahun 1905 dikenal sebagai “tahun ajaib” Einstein, di mana ia menerbitkan empat makalah di Annalen der Physik yang mengubah jalannya fisika modern:

1.Tentang Pandangan Heuristik Mengenai Produksi dan Transformasi Cahaya, yang menerapkan teori kuantum untuk menjelaskan efek fotolistrik. Jika cahaya hadir dalam paket kecil (yang kemudian disebut foton), maka seharusnya dapat melepaskan elektron dari logam dengan cara tertentu.

2.Tentang Gerakan Partikel Kecil yang Tersuspensi dalam Cairan Diam Sesuai Teori Molekular-Kinetik Panas, yang memberikan bukti eksperimental pertama keberadaan atom, melalui analisis gerak partikel kecil dalam air diam (gerak Brown), dan menghitung ukuran atom serta angka Avogadro.

3.Tentang Elektrodinamika Benda Bergerak, yang menguraikan teori relativitas khusus secara matematis.

4.Apakah Inersia Suatu Benda Bergantung pada Kandungan Energinya?, yang menunjukkan bahwa teori relativitas menghasilkan persamaan terkenal: E = mc², menyediakan mekanisme pertama untuk menjelaskan sumber energi Matahari dan bintang-bintang.

Tahun itu juga Einstein mengajukan disertasi doktoralnya.

Ilmuwan lain seperti Henri Poincaré dan Hendrik Lorentz memiliki bagian-bagian dari teori relativitas khusus, tetapi Einstein yang pertama kali menyusun teori secara utuh dan menyadari bahwa itu adalah hukum alam yang universal, bukan hanya keanehan gerak dalam eter seperti yang dipikirkan sebelumnya. (Dalam surat pribadi kepada Mileva, Einstein menyebut "teori kita", yang menyebabkan spekulasi bahwa Mileva turut andil dalam relativitas. Namun, Mileva menghentikan studi fisika setelah dua kali gagal ujian akhir, dan tidak ada catatan keterlibatannya. Dalam makalah 1905, Einstein hanya menyebut diskusinya dengan Besso.)

 

Pada abad ke-19, dua pilar fisika adalah hukum gerak Newton dan teori cahaya Maxwell. Einstein adalah satu-satunya yang menyadari bahwa keduanya bertentangan dan salah satunya harus ditinggalkan.

 

Relativitas Umum dan Karier Mengajar

Pada awalnya, makalah-makalah Einstein tahun 1905 diabaikan oleh komunitas fisika. Namun, semuanya berubah setelah ia mendapat perhatian dari Max Planck, pendiri teori kuantum dan fisikawan paling berpengaruh saat itu.

 

Berkat pujian Planck dan konfirmasi eksperimen atas teorinya, Einstein mulai diundang untuk berbicara di konferensi internasional, seperti Konferensi Solvay, dan cepat naik dalam dunia akademik. Ia mendapatkan sejumlah posisi di institusi ternama, termasuk Universitas Zürich, Universitas Praha, Institut Teknologi Federal Swiss, dan akhirnya Universitas Berlin, tempat ia menjadi direktur Kaiser Wilhelm Institute for Physics dari 1913 hingga 1933 (walau lembaga ini baru resmi dibuka pada 1917).

 

Meskipun ketenarannya terus meningkat, kehidupan pernikahan Einstein justru mengalami kehancuran. Ia sering bepergian, memberikan ceramah di konferensi internasional, dan tenggelam dalam pemikiran tentang relativitas. Ia dan istrinya kerap berselisih, terutama mengenai anak-anak mereka dan kondisi keuangan yang pas-pasan. Yakin bahwa pernikahannya tidak bisa diselamatkan, Einstein memulai hubungan asmara dengan sepupunya, Elsa Löwenthal, yang kemudian dinikahinya. (Elsa adalah sepupu pertama dari pihak ibu dan sepupu kedua dari pihak ayahnya.) Ketika akhirnya ia bercerai dengan Mileva pada tahun 1919, Einstein setuju untuk memberikan uang hadiah Nobel—jika suatu saat ia memenangkannya—kepada Mileva sebagai bagian dari penyelesaian perceraian.

 

Salah satu pemikiran mendalam yang menyibukkan Einstein dari tahun 1905 hingga 1915 adalah kekurangan penting dalam teorinya sendiri: teori itu sama sekali tidak menyebutkan gravitasi atau percepatan. Temannya, Paul Ehrenfest, mencatat fakta menarik: jika sebuah cakram berputar, maka tepinya bergerak lebih cepat daripada pusatnya, dan karena itu (menurut relativitas khusus), mistar yang diletakkan di sepanjang tepinya akan menyusut. Hal ini menunjukkan bahwa geometri datar ala Euclid tidak berlaku untuk cakram tersebut. Selama 10 tahun berikutnya, Einstein pun sepenuhnya tenggelam dalam upaya merumuskan teori gravitasi yang didasarkan pada kelengkungan ruang-waktu. Bagi Einstein, gaya gravitasi Newton sebenarnya hanyalah efek samping dari realitas yang lebih dalam: pembengkokan struktur ruang dan waktu.

 

Pada bulan November 1915, Einstein akhirnya menyelesaikan teori relativitas umum, yang ia anggap sebagai karya agungnya. Pada musim panas tahun yang sama, ia telah memberikan enam kuliah berdurasi dua jam di Universitas Göttingen yang menjelaskan versi teori relativitas umum yang masih belum lengkap dan kekurangan beberapa rincian matematika penting. Yang membuat Einstein kecewa, matematikawan David Hilbert—yang menjadi penyelenggara kuliah tersebut dan sempat berkorespondensi dengannya—melengkapi kekurangan itu dan mengirimkan makalah tentang relativitas umum hanya lima hari sebelum Einstein, seolah-olah teori tersebut adalah hasil karyanya sendiri. Namun, kemudian mereka berhasil memperbaiki hubungan dan tetap bersahabat. Einstein bahkan menulis surat kepada Hilbert:

 

"Saya telah berjuang melawan perasaan pahit yang muncul akibat peristiwa itu, dan saya berhasil sepenuhnya. Saya kembali memandang Anda dalam semangat persahabatan tanpa beban, dan saya berharap Anda pun bersikap demikian terhadap saya."

 

Kini, para fisikawan menyebut bentuk matematis dari mana persamaan relativitas umum diturunkan sebagai aksi Einstein-Hilbert, meskipun teori itu sendiri sepenuhnya dikaitkan dengan nama Einstein.

 

Einstein yakin bahwa teori relativitas umum benar, karena keindahan matematisnya dan karena teori itu secara akurat memprediksi presesi perihelion orbit Merkurius mengelilingi Matahari. Teorinya juga memprediksi pembelokan cahaya yang dapat diukur di sekitar Matahari. Karena itu, ia bahkan bersedia membantu membiayai ekspedisi untuk mengukur pembelokan cahaya bintang saat terjadi gerhana Matahari.

 

Keternaran Dunia dan Hadiah Nobel

Karya Einstein sempat terhenti karena Perang Dunia I. Sebagai seorang pasifis seumur hidup, ia adalah satu dari hanya empat intelektual di Jerman yang menandatangani manifesto menentang keterlibatan Jerman dalam perang. Dengan rasa muak, ia menyebut nasionalisme sebagai “penyakit campak umat manusia.” Ia menulis, “Di saat seperti ini, seseorang baru menyadari betapa menyedihkannya spesies makhluk hidup yang ia masuki.”

 

Dalam kekacauan setelah perang, pada November 1918, para mahasiswa radikal merebut kendali Universitas Berlin dan menyandera rektor serta beberapa profesor. Banyak yang khawatir bahwa memanggil polisi untuk membebaskan para pejabat tersebut akan berujung pada konfrontasi yang tragis. Karena dihormati oleh mahasiswa dan dosen, Einstein menjadi sosok yang logis untuk menengahi krisis ini. Bersama Max Born, Einstein berhasil merundingkan kompromi yang menyelesaikan situasi tersebut.

 

Setelah perang, dua ekspedisi dikirim untuk menguji prediksi Einstein tentang pembelokan cahaya bintang di dekat Matahari. Satu ekspedisi berlayar ke Pulau Príncipe di lepas pantai Afrika Barat, dan yang lainnya ke Sobral di Brasil utara untuk mengamati gerhana matahari pada 29 Mei 1919. Pada 6 November, hasilnya diumumkan di London dalam pertemuan bersama Royal Society dan Royal Astronomical Society.

 

Peraih Nobel J.J. Thomson, presiden Royal Society, menyatakan:
“Hasil ini bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi sebuah benua penuh gagasan ilmiah... Ini adalah hasil terpenting yang diperoleh dalam kaitannya dengan teori gravitasi sejak zaman Newton, dan sangatlah tepat bahwa hal ini diumumkan dalam pertemuan Society yang memiliki kaitan erat dengannya.”

 

Judul utama The Times of London berbunyi:

"Revolusi dalam Ilmu Pengetahuan—Teori Baru Alam Semesta—Gagasan Newton Digulingkan—Pernyataan Penting—Ruang ‘Membengkok.’”

Hampir seketika, Einstein menjadi fisikawan yang terkenal di seluruh dunia, sebagai penerus Isaac Newton.

 

Undangan untuk berbicara berdatangan dari seluruh dunia. Pada tahun 1921, Einstein memulai tur dunia pertamanya, mengunjungi Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Prancis. Di mana pun ia berada, ribuan orang datang untuk melihatnya. Dalam perjalanan pulang dari Jepang, ia menerima kabar bahwa ia dianugerahi Hadiah Nobel Fisika, bukan untuk teori relativitasnya, melainkan untuk efek fotolistrik. Saat menyampaikan pidato penerimaan, Einstein mengejutkan hadirin dengan berbicara tentang relativitas, bukan efek fotolistrik.

 

Einstein juga memulai cabang baru ilmu pengetahuan, yakni kosmologi. Persamaan-persamaannya memprediksi bahwa alam semesta bersifat dinamis—mengembang atau mengerut. Ini bertentangan dengan pandangan yang berlaku saat itu bahwa alam semesta bersifat statis. Maka, dengan enggan, ia memasukkan “konstanta kosmologis” untuk menstabilkan model alam semestanya. Pada tahun 1929, astronom Edwin Hubble menemukan bahwa alam semesta memang mengembang, sehingga mengonfirmasi prediksi Einstein.

 

Pada tahun 1930, dalam kunjungannya ke Observatorium Mount Wilson dekat Los Angeles, Einstein bertemu Hubble dan menyatakan bahwa konstanta kosmologis adalah “kesalahan terbesarnya.” Namun, data satelit terkini menunjukkan bahwa konstanta kosmologis kemungkinan besar tidak bernilai nol, melainkan justru mendominasi kandungan materi-energi seluruh alam semesta. “Kesalahan” Einstein ternyata menentukan nasib akhir alam semesta.

 

Dalam kunjungan yang sama ke California, Einstein diminta tampil bersama aktor komedi Charlie Chaplin dalam peluncuran film City Lights di Hollywood. Ketika mereka disambut ribuan penggemar, Chaplin berkomentar, “Orang-orang bertepuk tangan untuk saya karena semua orang mengerti saya, dan mereka bertepuk tangan untuk Anda karena tak seorang pun mengerti Anda.” Einstein bertanya kepada Chaplin, “Apa artinya semua ini?” Chaplin menjawab, “Tidak ada.”

 

Pada masa ini pula Einstein mulai menjalin korespondensi dengan pemikir-pemikir berpengaruh lainnya. Ia berkorespondensi dengan Sigmund Freud (keduanya memiliki anak yang mengalami masalah kejiwaan) tentang apakah perang merupakan sifat bawaan manusia. Ia juga berdiskusi dengan mistikus India Rabindranath Tagore mengenai pertanyaan apakah kesadaran dapat memengaruhi keberadaan.

 

Seorang jurnalis menulis:

“Menarik melihat mereka bersama—Tagore, penyair dengan kepala seorang pemikir, dan Einstein, pemikir dengan kepala seorang penyair. Bagi pengamat, seolah dua planet sedang bercakap-cakap.”

 

Einstein juga menjelaskan pandangan keagamaannya. Ia menyatakan percaya pada “Yang Tua” yang menjadi pemberi hukum tertinggi. Ia menulis bahwa ia tidak percaya pada Tuhan personal yang campur tangan dalam urusan manusia, melainkan pada Tuhan versi filsuf Yahudi Belanda abad ke-17, Benedict de Spinoza—Tuhan harmoni dan keindahan. Baginya, tugas ilmuwan adalah merumuskan teori utama yang memungkinkannya “membaca pikiran Tuhan.”

Ia menulis:

“Saya bukan ateis dan saya rasa saya juga bukan panteis. Kita berada dalam posisi seperti seorang anak kecil yang memasuki perpustakaan besar yang penuh dengan buku dalam berbagai bahasa... Anak itu samar-samar curiga ada tatanan misterius dalam susunan buku-buku itu, tetapi ia tidak tahu apa itu. Itulah, menurut saya, sikap manusia paling cerdas sekalipun terhadap Tuhan.”

 

Reaksi Nazi dan Kepindahan ke Amerika

Tak terelakkan, ketenaran Einstein dan kesuksesan besar dari teorinya menimbulkan reaksi balik. Gerakan Nazi yang sedang bangkit menemukan sasaran empuk dalam teori relativitas, yang mereka cap sebagai “fisika Yahudi” dan bahkan mensponsori konferensi serta pembakaran buku untuk mengecam Einstein dan teorinya. Nazi juga melibatkan ilmuwan lain, termasuk peraih Nobel Philipp Lenard dan Johannes Stark, untuk mengecam Einstein. Buku One Hundred Authors Against Einstein diterbitkan pada tahun 1931. Ketika diminta komentar atas penolakan relativitas oleh begitu banyak ilmuwan, Einstein menjawab bahwa untuk menggugurkan teori relativitas tidak dibutuhkan 100 ilmuwan, cukup satu fakta saja.

 

Pada Desember 1932, Einstein memutuskan untuk meninggalkan Jerman untuk selamanya (dan tidak pernah kembali). Einstein menyadari bahwa nyawanya dalam bahaya. Sebuah organisasi Nazi menerbitkan majalah dengan foto Einstein dan tulisan “Belum Digantung” di sampulnya. Bahkan, kepalanya dihargai. Ancaman yang begitu besar membuat Einstein memutuskan hubungan dengan teman-teman pasifisnya dan menyatakan bahwa membela diri dengan senjata terhadap agresi Nazi adalah hal yang dibenarkan. Bagi Einstein, pasifisme bukanlah konsep mutlak, melainkan harus dikaji ulang sesuai dengan besarnya ancaman.

 

Einstein kemudian menetap di Institute for Advanced Study yang baru didirikan di Princeton, New Jersey, yang dengan cepat menjadi pusat bagi para fisikawan dari seluruh dunia. Artikel surat kabar menyebut bahwa “Paus Fisika” telah meninggalkan Jerman dan bahwa Princeton telah menjadi Vatikan yang baru.

 

Duka Pribadi, Perang Dunia II, dan Bom Atom

Tahun 1930-an adalah masa yang berat bagi Einstein. Putranya, Eduard, didiagnosis menderita skizofrenia dan mengalami gangguan mental pada tahun 1930 (Eduard akhirnya dirawat di rumah sakit jiwa seumur hidupnya). Sahabat dekat Einstein, fisikawan Paul Ehrenfest—yang turut berkontribusi dalam pengembangan relativitas umum—bunuh diri pada tahun 1933. Istri tercintanya, Elsa, meninggal dunia pada tahun 1936.

 

Dengan penuh ketakutan, pada akhir 1930-an para fisikawan mulai mempertimbangkan dengan serius kemungkinan bahwa persamaan Einstein, E=mc², dapat memungkinkan terciptanya bom atom. Pada tahun 1920 Einstein sendiri sempat mempertimbangkan kemungkinan itu, namun akhirnya menolaknya. Meski begitu, ia tetap membuka kemungkinan jika suatu saat ditemukan metode untuk memperbesar energi atom. Lalu, pada tahun 1938–1939, Otto Hahn, Fritz Strassmann, Lise Meitner, dan Otto Frisch menunjukkan bahwa energi yang sangat besar dapat dilepaskan melalui pembelahan atom uranium. Berita ini mengguncang komunitas fisika.

 

Pada Juli 1939, fisikawan Leo Szilard meyakinkan Einstein untuk mengirim surat kepada Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt guna mendesaknya mengembangkan bom atom. Dengan bimbingan Einstein, Szilard menyusun surat pada 2 Agustus yang kemudian ditandatangani Einstein, dan surat tersebut disampaikan kepada Roosevelt oleh salah satu penasihat ekonominya, Alexander Sachs, pada 11 Oktober. Roosevelt membalas pada 19 Oktober, mengabarkan bahwa ia telah membentuk Komite Uranium untuk mengkaji isu tersebut.

 

Einstein memperoleh status penduduk tetap di Amerika Serikat pada tahun 1935 dan menjadi warga negara AS pada tahun 1940, meskipun ia tetap mempertahankan kewarganegaraan Swiss-nya. Selama perang, rekan-rekan Einstein diminta pergi ke kota gurun Los Alamos, New Mexico, untuk mengembangkan bom atom pertama dalam Proyek Manhattan. Einstein—yang persamaannya menjadi dasar proyek tersebut—tidak pernah diminta ikut serta. Ribuan dokumen FBI yang telah dideklasifikasi mengungkap alasannya: pemerintah AS mencurigai keterlibatan Einstein seumur hidup dengan organisasi perdamaian dan sosialisme. (Direktur FBI J. Edgar Hoover bahkan sempat merekomendasikan agar Einstein dilarang masuk ke AS melalui Alien Exclusion Act, tetapi usul tersebut ditolak oleh Departemen Luar Negeri AS). Sebagai gantinya, selama perang Einstein diminta membantu Angkatan Laut AS mengevaluasi rancangan sistem persenjataan masa depan. Ia juga membantu upaya perang dengan melelang naskah-naskah pribadinya yang sangat berharga. Khususnya, salinan tulisan tangan dari makalah tahun 1905 tentang relativitas khusus terjual seharga 6,5 juta dolar AS. Saat ini, naskah itu disimpan di Library of Congress.

 

Einstein sedang berlibur ketika mendengar kabar bahwa bom atom telah dijatuhkan di Jepang. Ia segera bergabung dalam upaya internasional untuk mengendalikan bom atom dengan membentuk Emergency Committee of Atomic Scientists.

 

Komunitas fisika terpecah dalam isu pembangunan bom hidrogen. J. Robert Oppenheimer, direktur proyek bom atom, dicabut izin keamanannya karena dicurigai memiliki keterkaitan dengan kelompok kiri. Einstein mendukung Oppenheimer dan menentang pengembangan bom hidrogen, serta menyerukan pengendalian internasional atas penyebaran teknologi nuklir. Einstein juga semakin aktif dalam kegiatan anti-perang dan memperjuangkan hak-hak sipil warga Afrika-Amerika.

 

Pada tahun 1952, Perdana Menteri Israel, David Ben-Gurion, menawarkan jabatan presiden Israel kepada Einstein. Einstein, yang merupakan tokoh penting dalam gerakan Zionis, dengan hormat menolak tawaran tersebut.

 

Isolasi Profesional dan Wafatnya

Meskipun Einstein terus menjadi pelopor dalam banyak pengembangan teori relativitas umum—seperti lubang cacing (wormhole), dimensi lebih tinggi, kemungkinan perjalanan waktu, keberadaan lubang hitam, dan asal-usul alam semesta—ia semakin terisolasi dari komunitas fisika. Karena teori kuantum mengalami kemajuan pesat dalam mengungkap rahasia atom dan molekul, mayoritas fisikawan berfokus pada teori kuantum, bukan relativitas.

 

Faktanya, Einstein terlibat dalam serangkaian perdebatan pribadi yang bersejarah dengan Niels Bohr, pencetus model atom Bohr. Melalui berbagai thought experiments (eksperimen pemikiran) yang canggih, Einstein berusaha menemukan ketidakkonsistenan logis dalam teori kuantum, khususnya karena tidak adanya mekanisme deterministik. Einstein kerap berkata bahwa “Tuhan tidak bermain dadu dengan alam semesta.”

 

Pada tahun 1935, serangan paling terkenal Einstein terhadap teori kuantum melahirkan eksperimen pemikiran EPR (Einstein-Podolsky-Rosen). Menurut teori kuantum, dalam kondisi tertentu, dua elektron yang terpisah oleh jarak yang sangat jauh akan memiliki sifat yang saling terhubung, seolah-olah diikat oleh tali pusar. Dalam kondisi tersebut, jika sifat dari elektron pertama diukur, maka keadaan elektron kedua akan diketahui secara instan—lebih cepat dari kecepatan cahaya. Kesimpulan ini, menurut Einstein, jelas-jelas melanggar teori relativitas. (Namun, eksperimen yang dilakukan setelah itu membuktikan bahwa teori kuantumlah yang benar dalam eksperimen EPR, bukan Einstein. Pada dasarnya, yang sebenarnya ditunjukkan Einstein adalah bahwa mekanika kuantum bersifat nonlokal—yakni, informasi acak dapat berpindah lebih cepat dari cahaya. Hal ini tidak melanggar relativitas karena informasi tersebut bersifat acak dan karenanya tidak dapat dimanfaatkan.)

 

Alasan lain dari semakin jauhnya Einstein dari rekan-rekannya adalah obsesinya, yang dimulai sejak 1925, untuk menemukan teori medan terpadu—sebuah teori menyeluruh yang akan menyatukan seluruh gaya di alam semesta, dan dengan demikian menyatukan hukum-hukum fisika dalam satu kerangka kerja. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia berhenti menentang teori kuantum dan justru berupaya memasukkan teori tersebut, bersama dengan cahaya dan gravitasi, ke dalam teori medan terpadu yang lebih luas. Perlahan-lahan, Einstein menjadi semakin kaku dalam pandangannya. Ia jarang bepergian jauh, membatasi diri pada berjalan kaki di sekitar Princeton bersama rekan-rekan dekatnya, yang dengannya ia berdiskusi mendalam tentang politik, agama, fisika, dan teori medan terpadunya.

 

Pada tahun 1950, ia menerbitkan sebuah artikel tentang teorinya di Scientific American, namun karena teorinya mengabaikan gaya kuat—yang saat itu masih menjadi misteri—maka teorinya tidak lengkap. Ketika ia meninggal lima tahun kemudian akibat aneurisma aorta, teorinya masih belum selesai.

 

Warisan Albert Einstein

Dalam arti tertentu, Einstein bukanlah sosok yang ketinggalan zaman, melainkan justru terlalu jauh melampaui zamannya. Gaya kuat, yang merupakan bagian penting dari setiap teori medan terpadu, masih sepenuhnya menjadi misteri selama masa hidup Einstein. Baru pada tahun 1970-an dan 1980-an para fisikawan mulai mengungkap rahasia gaya kuat melalui model kuark. Meski demikian, karya Einstein terus menginspirasi dan menghasilkan Hadiah Nobel bagi para fisikawan setelahnya.

 

Pada tahun 1993, Hadiah Nobel diberikan kepada para penemu gelombang gravitasi, yang sebelumnya telah diprediksi oleh Einstein. Pada tahun 1995, Hadiah Nobel diberikan kepada para penemu kondensat Bose-Einstein (suatu bentuk baru materi yang muncul pada suhu yang sangat rendah). Kini, lubang hitam yang telah teridentifikasi jumlahnya mencapai ribuan. Generasi baru satelit luar angkasa terus memverifikasi kosmologi yang dirintis oleh Einstein. Dan banyak fisikawan terkemuka saat ini terus berupaya mewujudkan impian terbesar Einstein: sebuah “teori segalanya”.

 

SUMBER:

Michio Kaku. Albert Einstein-German-American Physicist. Britannica. 1 Mei 2025.

https://www.britannica.com/biography/Albert-Einstein

Friday, 30 May 2025

Einstein Ungkap Kunci Hidup Bahagia

 


Rahasia Bahagia Einstein Ternyata Sudah Diajarkan Islam Sejak Lama.


Apa jadinya jika ilmuwan jenius sekelas Albert Einstein bicara soal kebahagiaan? Bukan soal rumus, bukan pula soal benda-benda mewah. Justru sebaliknya, Einstein percaya bahwa hidup yang bahagia tidak tergantung pada orang lain atau harta, tapi pada satu hal yang sering kita abaikan: tujuan hidup. Dalam sebuah kutipan terkenalnya, ia berkata, "If you want to live a happy life, tie it to a goal, not to people or things." Kalimat ini terdengar sederhana, tapi punya kekuatan yang mampu mengubah cara kita menjalani hidup.

 

Einstein dan Tujuan Hidup

Albert Einstein dikenal sebagai ilmuwan jenius, pencetus teori relativitas yang mengubah dunia ilmu pengetahuan. Namun, di balik kejeniusannya, Einstein juga memiliki pandangan yang dalam tentang kehidupan. Ia pernah berkata, “If you want to live a happy life, tie it to a goal, not to people or things.” Jika Anda ingin hidup bahagia, ikatlah hidup Anda pada sebuah tujuan—bukan pada orang lain atau benda.

 

Kata-kata ini sederhana, tetapi mengandung makna yang dalam. Banyak dari kita mengira kebahagiaan datang dari hal-hal besar: rumah megah, mobil mahal, pasangan yang sempurna, atau popularitas. Padahal semua itu bisa berubah. Orang bisa pergi. Harta bisa habis. Dunia bisa berbalik arah. Lalu, bagaimana kalau sumber kebahagiaan kita lenyap? Apakah hidup kita akan ikut hancur?

 

Tujuan Hidup: Pondasi Kuat yang Tak Mudah Goyah

Einstein mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hadir saat kita punya tujuan yang bermakna. Bukan tujuan yang sekadar ingin tampil keren di depan orang lain, tapi yang datang dari hati—sesuatu yang membuat kita merasa hidup lebih berarti. Ketika hidup punya arah, langkah kita jadi lebih mantap. Bahkan di tengah kesulitan, kita tetap tahu ke mana harus melangkah.

 

Islam juga menekankan pentingnya hidup yang bertujuan. Allah Swt berfirman:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan utama hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah. Bukan sekadar rutinitas ritual, melainkan menjalani hidup dengan kesadaran spiritual dan tanggung jawab sosial.

 

Jangan Gantungkan Kebahagiaan pada Orang atau Benda

Orang bisa berubah. Hari ini mereka hadir, besok mungkin pergi. Benda pun begitu—baru sebentar dibeli, sudah bosan. Sementara itu, tujuan hidup yang jelas dan dalam memberi energi yang lebih tahan lama. Bayangkan jika tujuan Anda adalah membantu orang lain, melindungi alam, atau membangun pendidikan. Setiap langkah menuju tujuan itu akan membawa rasa puas dan bahagia, bahkan jika hasilnya belum terlihat.

Rasulullah SAW juga memperingatkan agar kita tidak menjadikan dunia sebagai tujuan akhir:

"Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba kain sutra..." (HR. Bukhari, no. 2886)

Hadis ini mengingatkan bahwa menggantungkan kebahagiaan pada harta benda hanya akan menjadikan kita hamba dunia—yang mudah kecewa dan gelisah ketika kehilangan.

 

Einstein dan Kesederhanaan

Einstein sendiri tidak mengejar popularitas. Ia lebih senang bekerja dalam kesunyian, tenggelam dalam pikirannya, mencari jawaban atas persoalan rumit. Kepuasan dan kebahagiaan bagi Einstein bukan datang dari sorotan dunia, tapi dari keberhasilannya memahami satu teka-teki kehidupan.

Ini senada dengan sabda Nabi Muhammad SAW:

"Sesungguhnya keberuntungan itu bagi orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikannya qana’ah (merasa cukup) terhadap apa yang diberikan kepadanya." (HR. Muslim, no. 1054)

 

Bagaimana Menemukan Tujuan Hidup?

Mungkin Anda bertanya: “Kalau begitu, bagaimana cara menemukan tujuan hidup saya?” Tidak ada jawaban instan. Tapi Anda bisa mulai dari hal-hal sederhana:

1.Kenali diri Anda sendiri. Apa yang Anda sukai? Apa yang membuat Anda semangat bangun pagi?

2.Ingat kembali momen terbaik dalam hidup Anda. Kapan Anda merasa paling hidup, paling bermakna?

3.Tanyakan "Untuk apa?" pada setiap aktivita Anda. Apakah itu membawa Anda ke arah yang Anda yakini penting?

4.Cari dampak, bukan hanya prestasi. Tujuan hidup terbaik biasanya tak hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain.

 

Tujuan yang Kuat Membuat Hidup Lebih Tahan Uji

Hidup tak selalu mudah. Akan ada kegagalan, kekecewaan, bahkan rasa ingin menyerah. Tapi kalau Anda punya tujuan yang kuat, Anda akan selalu punya alasan untuk bangkit. Anda tidak mudah terombang-ambing oleh omongan orang, tidak goyah hanya karena ujian datang bertubi-tubi.

Allah Swt berfirman:

"Sesungguhnya Kami akan menguji Anda dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)

Dan dalam hadis disebutkan:

"Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling terus-menerus meskipun sedikit." (HR. Bukhari dan Muslim)

Istiqomah dalam menjalani tujuan mulia akan mendatangkan kebahagiaan yang tidak rapuh.

 

Bahagia yang Tumbuh dari Dalam

Pada akhirnya, kebahagiaan sejati bukan tentang seberapa banyak yang kita punya, tapi seberapa dalam kita memahami mengapa kita hidup. Jika hari ini Anda merasa lelah, bingung, atau kehilangan arah—tenanglah. Ambil waktu sejenak. Tanyakan pada diri Anda: apa yang membuatku merasa hidup? Apa yang benar-benar penting dalam hidupku?

 

Temukan satu hal itu. Pegang erat. Jadikan ia tujuan Anda. Maka, seperti kata Einstein, di sanalah letak kebahagiaan yang sesungguhnya. Sebagaimana yang diajarkan dalam Islam, ikatkanlah tujuan hidup Anda pada sesuatu yang lebih agung: demi kebaikan, demi kemaslahatan umat, dan yang terpenting, demi meraih rida Allah Swt.