Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, 14 March 2025

Medik Konservasi dan Kesehatan Ekosistem

 

Pendahuluan

 

Dalam tiga dekade terakhir, penyakit menular baru muncul (emerging infectious diseases) telah menjadi ancaman nyata bagi kesehatan manusia. Penyakit-penyakit ini seringkali menyebar ke wilayah yang lebih luas, berpindah dari satu spesies ke spesies lain, meningkat dalam keparahan, atau bahkan mengalami perubahan pada cara mereka menyebabkan penyakit. Patogen penyebab penyakit ini juga bisa beradaptasi atau berevolusi, menciptakan tantangan baru dalam pengendaliannya.

 

Beberapa penyakit menular baru yang muncul, meskipun relatif hanya menyerang sebagian kecil populasi, menimbulkan ancaman besar karena tingkat fatalitas yang tinggi dan belum ada vaksin atau terapi yang efektif. Penyakit seperti Ebola, encephalitis Nipah, atau demam Lassa telah menyebabkan kematian yang signifikan. Di sisi lain, HIV/AIDS dan virus influenza telah menjadi pandemi besar, menyebabkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

 

Yang lebih mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa hampir 75% dari penyakit menular baru muncul bersifat zoonosis, yang berarti penyakit ini ditularkan dari hewan ke manusia. Upaya untuk melawan kemunculan penyakit-penyakit ini telah menjadi fokus penting dalam kesehatan masyarakat, baik di tingkat nasional maupun global. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama karena banyaknya patogen yang belum teridentifikasi atau muncul dengan cara yang tak terduga.

 

Data global menunjukkan bahwa ada sekitar 50.000 spesies vertebrata, masing-masing dengan sekitar 20 jenis virus yang bersifat endemik. Dari hampir satu juta virus yang ada, 99,8% di antaranya masih menunggu untuk ditemukan. Potensi patogen ini bisa memicu zoonosis baru di masa mendatang. Setiap tahun, wabah baru yang disebabkan oleh patogen zoonotik terus bermunculan dengan dampak besar terhadap kesehatan manusia dan ekonomi global. Sebagai contoh, pada 2003, virus SARS yang berasal dari satwa liar menewaskan sekitar 700 orang dan menyebabkan kerugian ekonomi global hingga 50 milyar dolar.

 

Faktor-faktor sosio-ekonomi, lingkungan, dan ekologi dianggap sebagai pendorong utama kemunculan penyakit-penyakit ini. Meskipun belum ada penelitian komparatif yang mendalam tentang hubungan antara faktor-faktor ini, analisis terhadap 335 penyakit menular baru yang muncul antara tahun 1940 hingga 2004 menunjukkan bahwa penyebaran penyakit ini terjadi secara acak, tanpa pola yang jelas. Penelitian tersebut juga mengidentifikasi wilayah-wilayah dunia yang sering menjadi sumber munculnya penyakit baru, yang sering disebut sebagai "hotspot." Ironisnya, meskipun wilayah-wilayah ini menjadi sumber penyakit, upaya pengawasan dan pelaporan di daerah tersebut seringkali sangat kurang.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian para peneliti juga semakin berkembang pada penyakit menular baru yang ditularkan oleh satwa liar, baik yang hidup di darat maupun laut, serta penyakit yang ditularkan melalui vektor seperti nyamuk. Penyakit menular yang ditularkan oleh satwa liar, yang tercatat meningkat pesat sejak tahun 1980-an, kini menjadi salah satu ancaman terbesar. Statistik menunjukkan bahwa 61,4% penyakit menular baru muncul ditularkan oleh hewan, dan 75,3% dari jumlah tersebut berasal dari satwa liar.

 

Proses perubahan yang terjadi pada penyakit-penyakit ini melibatkan banyak faktor, mulai dari peningkatan insidensi penyakit, perluasan wilayah geografis penyebaran, hingga perubahan virulensi patogen. Semua ini dipicu oleh perubahan lingkungan akibat aktivitas manusia, seperti deforestasi, pertanian, urbanisasi, dan perubahan perilaku manusia. Perubahan ini menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan bagi patogen untuk berkembang dan menyebar.

 

Oleh karena itu, pendekatan baru dalam penelitian penyakit menular baru muncul sangat dibutuhkan. Para peneliti kini semakin fokus pada pemahaman mendalam tentang faktor-faktor yang mendasari kemunculan penyakit ini, serta mengembangkan model-model yang dapat memprediksi penyebarannya. Salah satu pendekatan yang semakin banyak digunakan adalah medik konservasi, yang memadukan ilmu kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk mengatasi gangguan kesehatan yang disebabkan oleh degradasi ekosistem.

 

Agenda Baru dan Perspektif Ke Depan

 

Konsep medik konservasi semakin diterima di kalangan ilmuwan dan praktisi kesehatan global, sebagai respon terhadap krisis biodiversitas dan perubahan iklim yang memengaruhi kesehatan manusia dan hewan. Disiplin ini melihat hubungan yang erat antara kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem. Medik konservasi menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi ancaman kesehatan global yang semakin kompleks.

 

Selain itu, konsep ecohealth, yang muncul pada akhir 1970-an, juga mulai diperkenalkan dalam penelitian kesehatan hewan. Ecohealth melihat bagaimana perubahan dalam ekosistem dapat memengaruhi kesehatan manusia dan hewan. Pendekatan ini menggabungkan berbagai disiplin ilmu, seperti kedokteran hewan, ekologi, ekonomi, dan ilmu sosial, untuk memahami dampak perubahan ekosistem terhadap kesehatan.

 

Dengan memasukkan medik konservasi dan ecohealth ke dalam penelitian dan kurikulum pendidikan kedokteran hewan, para dokter hewan akan lebih siap menghadapi tantangan penyakit menular baru yang muncul. Pendekatan ini membantu dokter hewan untuk memahami lebih dalam tentang kesehatan ekosistem dan dampak perubahan lingkungan terhadap penyebaran penyakit. Sebagai hasilnya, para profesional veteriner dapat berperan lebih aktif dalam melindungi kesehatan global melalui pendekatan yang lebih holistik dan transdisipliner.

 

Melihat perkembangan ini, sudah saatnya profesi dokter hewan mempersiapkan diri untuk memahami lebih dalam tentang paradigma kesehatan ekosistem dan dampak perubahan lingkungan. Pemahaman ini akan memberikan mereka alat yang lebih efektif dalam menghadapi ancaman penyakit menular baru, sekaligus mengintegrasikan prinsip-prinsip dasar kesehatan ekosistem dalam penelitian dan pendidikan kedokteran hewan. Dengan demikian, kita dapat memastikan masa depan yang lebih sehat dan aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan.

 

REFERENSI:

 

1.Daszak P., Tabor G.M., Kilpatrick A.M., Epstein J., and Plowright R. (2004). Conservation Medicine and a New Agenda for Emerging Diseases. Ann. N.Y. Acad. Sci. 1026, 1-11.

 

2.Aguirre A.A. and Gomez A. (2009). Essential veterinary education in conservation medicine and ecosystem health: a global perspective. Rev. sci. tech. Off. Int. Epiz., 28(2), 597-603.

 

3.Jones K.E., Patel N.G., Levy M.A., Storeygard A., Balk D., Gittleman J.L. and Daszak P. (2008). Global trends in emerging infectious diseases. Nature 451, 990-993.

 

4.Bazzani R., Noronha L. and Sanchez A. (2009). An Ecosystem Approach to Human Health: Building a transdisciplinary and participatory research framework for the prevention of communicable diseases. http://www.globalforumhealth.org/forum8/forum8-cdrom/OralPre- sentations/Sanchez%20Bain20%%20F8-165.doc

 

5.Walter-Toews D. (2009). Commentary. Eco-Health: A primer for veterinarians. Can. Vet. J., Vol. 50, 519-521.

 

6.Walter-Toews D. (2009). Food, Global Environmental Change and Health: EcoHealth to the Rescue? McGill Journal of Medicine, 12(1), 85-89.

 

SUMBER

Blogvet. 5 Januari 2011

No comments: