Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday, 27 August 2021

Vaksin Kompleks-imun Gumboro


Pada saat ini vaksin kompleks-imun terdepan di pasaran dalam memerangi penyakit Gumboro. Vaksin kompleks-imun ini merupakan satu-satunya jenis vaksin yang secara alami dapat mengadaptasi timbulnya kekebalan terhadap perlindungan yang dibutuhkan setiap individu anak ayam. Terdapat poin penting dalam formulasi vaksin ini.   Bagaimana vaksin kompleks-imun diformulasikan? Dan apakah ada ruang untuk perbaikan ?

 

Vaksin kompleks-imun terhadap penyakit Gumboro dikembangkan pada akhir 1990-an dengan tujuan memiliki produk biologis yang dapat diberikan di tempat penetasan yang memberikan perlindungan dan keamanan, terlepas dari tingkat antibodi induk (maternal amtibody) pada anak ayam.

 

Formulasi vaksin kompleks-imun didasarkan pada kombinasi strain vaksin hidup yang dilemahkan dengan antibodi spesifik terhadap virus Gumboro.

 

Pelapisan virus dengan antibodi adalah kunci untuk menjamin pemeliharaan potensi virus vaksin (karena memberikan perlindungan terhadap netralisasi oleh antibodi induk) dan juga memberikan sifat keamanannya (dengan mencegah risiko terlalu banyak terjadi replikasi awal virus vaksin di bursa fabricius yang dapat menyebabkan efek imunosupresi (1,3).

 

Oleh karena itu, tujuan utama dalam formulasi vaksin jenis ini adalah untuk memberikan perlindungan yang cukup terhadap virus vaksin melalui pelapisan total dengan antibodi spesifik (Gambar 1).

 


Gambar 1. Simulasi virus Gumboro yang dilapisi dengan antibodi spesifik (IgY)

 

Tetapi bagaimana vaksin kompleks imun diformulasikan saat ini? Apakah lapisan ini dikendalikan?

 

Semua vaksin kompleks imun terhadap penyakit Gumboro diformulasikan dengan menambahkan proporsi antibodi tertentu, sesuai dengan titer awal kultur virus vaksin (Gambar 2).

 

Titer awal ini biasanya ditentukan dalam substrat titrasi, seperti telur ayam berembrio (EID50: 50% dosis infeksi pada telur atau embrio) atau cell line (TCID50: dosis yang menginfeksi 50% jaringan kultur) dengan cara yang mirip dengan titrasi dilakukan dengan vaksin hidup konvensional.

 

Setelah antibodi spesifik virus ditambahkan, campuran biasanya mengalami proses liofilisasi, yang dapat menyebabkan hilangnya titer.

 

Beberapa vaksin kompleks imun menampilkan titer virus dan jumlah serum sebelum liofilisasi dalam spesifikasi teknisnya, tanpa memperhitungkan hilangnya titer yang mungkin terjadi selama proses atau pelapisan virus yang tepat.

 

Dalam kasus lain, titrasi tidak langsung dilakukan setelah liofilisasi dengan menerapkan uji ELISA pada unggas yang bebas dari patogen spesifik (CID50: dosis infeksi pada ayam pada 50%), yang dapat memperhitungkan kemungkinan hilangnya titer, tetapi, sekali lagi, tidak menjamin bahwa semua partikel virus dilapisi dengan antibodi spesifik (tujuan utama formulasi vaksin kompleks imun).

 


Gambar 2. Dasar perumusan vaksin kompleks imun terhadap virus Gumboro

Meskipun tujuan utama dari proses ini adalah untuk memastikan potensi dan keamanan vaksin dengan virus yang terlapisi secara penuh, kontrol akhir yang diterapkan tidak menjamin hal ini.

 

Perbaikan formulasi baru vaksin kompleks-imun terhadap penyakit Gumboro

 

Poin mendasar untuk diintrodusir dalam formulasi vaksin kompleks-imun adalah kontrol dari lapisan yang tepat dari partikel virus.  

 

Pelapisan virus dengan tepat merupakan satu-satunya cara untuk memastikan bahwa vaksin kompleks-imun akan mendapatkan hasil yang homogen di lapangan, karena inilah yang akan mencegah kemungkinan hilangnya titer vaksin ketika virus terpapar dengan antibodi induk tingkat tinggi.

 

Selain itu, ini juga satu-satunya cara untuk menghindari risiko keamanan (replikasi virus vaksin yang terlalu dini di bursa) ketika antibodi ibu rendah.


Dua kontrol baru untuk vaksin kompleks imun generasi baru (GUMBOHATCH©) baru-baru ini telah dikembangkan untuk mencapai tujuan ini:

 

1. Kontrol IgY Bebas 

Kontrol ini menentukan bahwa sejumlah IgY bebas masih tersisa dalam suspensi vaksin akhir, yang berarti bahwa semua partikel vaksin harus terlapisi seluruhnya.

2. Kontrol Netralisasi 

Kontrol ini melibatkan inokulasi kompleks imun ke dalam telur berembrio untuk menunjukkan bahwa semua partikel vaksin telah "dinetralisir" oleh pelapisan lengkapnya dengan antibodi.

 

Namun, tes baru dan peningkatan formulasi tambahan juga telah diperkenalkan untuk membuat proses produksi vaksin kompleks imun menjadi lebih baik dan lebih konsisten:

 

Pencampuran dengan Virus Segar 

 

Seperti yang telah diulas sebelumnya, vaksin kompleks imun diformulasikan dengan menambahkan proporsi antibodi tertentu, sesuai dengan titer awal kultur vaksin. Titrasi awal ini memerlukan waktu tunggu 6-7 hari antara mendapatkan biakan dan campuran akhir dengan antibodi, dan sementara itu, virus biasanya dibekukan. Formulasi baru berusaha untuk menghindari waktu tunggu ini, karena dapat mengartikan hilangnya potensi virus, merumuskan kembali campuran dengan virus segar dan menambahkan proporsi antibodi dengan selalu memperhitungkan kisaran maksimum titer biakan.

 

IgY Berasal dari Telur 

 

Hingga saat ini, semua vaksin kompleks-imun telah menggunakan IgY yang diekstraksi dari serum hewan yang mengalami hiperimunisasi sebagai antibodi pelapis. Prosedur baru untuk mengekstrak IgY dari telur telah dikembangkan untuk meningkatkan konsistensi dan kapasitas produksi antibodi berkualitas lebih tinggi, dengan tetap menghormati kesejahteraan hewan.

 


Gambar 3. Vaksin kompleks imun baru telah dikembangkan yang mencakup IgY yang berasal dari telur

 

Uji Unit Potensi

 

Uji ini melibatkan titrasi langsung virus dalam bentuk kompleks imun setelah proses liofilisasi, sehingga merupakan deteksi langsung potensi vaksin yang diliofilisasi. Tes ini menggantikan kualifikasi tidak langsung yang diwakili oleh CID50.

 

Semua perbaikan baru ini telah berfungsi untuk menghasilkan vaksin kompleks imun generasi baru (GUMBOHATCH©) yang menjamin pelapisan lengkap virus vaksin, memastikan pemeliharaan potensi maksimum vaksin, hasil yang konsisten di lapangan dan kemungkinan untuk diberikan pada semua tingkat awal antibodi induk, menjadi kompleks imun pertama di Eropa yang mencapai tujuannya.

 

DAFTAR PUSTAKA:

 

1.Whitfill et al. 1995 Avian Diseases 39, 4, 687-699.

2. Gelb et al. 2016. Avian Diseases 60 (3), 603-612.

3. Jeuriseen et al. 1998. Immunology 95, 494-500.

 

SUMBER:

 

https://gumboroprevention.com/immune-complex-vaccines-against-gumboro-disease/

 

Sistem Manajemen Kinerja PNS (Ke II)



Perencanaan Kinerja

Perencanaan Kinerja terdiri atas: (a) penyusunan rencana SKP; dan (b) penetapan SKP.

Untuk itu dilakukan penyusunan rencana SKP yang dilakukan secara berjenjang dari pejabat pimpinan tinggi atau pejabat pimpinan unit kerja mandiri ke pejabat administrasi dan pejabat fungsional dengan memperhatikan tingkatan jabatan pada Instansi Pemerintah.

 

Penyusunan rencana SKP pejabat pimpinan tinggi dan pimpinan unit kerja mandiri serta pejabat administrasi dan pejabat fungsional dapat dilakukan dengan 2 model, yaitu: (a) dasar/inisiasi; atau (b) pengembangan.

 

Penyusunan rencana SKP dengan model dasar/ inisiasi dapat digunakan pada Instansi Pemerintah yang akan membangun Sistem Manajemen Kinerja PNS.  Sedangkan Penyusunan rencana SKP dengan model pengembangan dapat digunakan pada Instansi Pemerintah yang telah membangun Sistem Manajemen Kinerja PNS.  Penyusunan rencana SKP dengan model pengembangan ini dilaksanakan Instansi Pemerintah paling lambat 1 Januari 2023.

 

Rencana SKP yang telah direviu oleh Pengelola Kinerja ditandatangani PNS dan ditetapkan oleh Pejabat Penilai Kinerja.

 

Perilaku Kerja

Perilaku Kerja meliputi aspek: (a) orientasi pelayanan; (b) komitmen; (c) inisiatif kerja; (d) kerja sama; dan (e) kepemimpinan.  Standar perilaku kerja pada setiap aspek perilaku kerja merupakan level yang dipersyaratkan sesuai jenis dan/atau jenjang jabatan.


Pelaksanaan, Pemantauan Kinerja, dan Pembinaan Kinerja

Pelaksanaan Kinerja PNS dilaksanakan setelah dilakukan penetapan SKP.  Terhadap pelaksanaan Kinerja PNS dilakukan pemantauan Kinerja oleh Pejabat Penilai Kinerja untuk mengamati kemajuan pencapaian target Kinerja yang terdapat dalam SKP.  Pembinaan Kinerja dilakukan melalui bimbingan Kinerja dan konseling Kinerja untuk menjamin pencapaian target Kinerja yang telah ditetapkan dalam SKP.

 

Penilaian Kinerja

Penilaian Kinerja PNS dilakukan dengan menggabungkan nilai SKP dan nilai Perilaku Kerja. 

Nilai SKP diperoleh dengan membandingkan realisasi SKP dengan target SKP sesuai dengan perencanaan Kinerja yang telah ditetapkan.

Nilai Perilaku Kerja diperoleh dengan membandingkan standar perilaku kerja dengan penilaian perilaku kerja dalam jabatan.

 

Tindak Lanjut

Tindak lanjut terdiri atas: (a) pelaporan Kinerja; (b) pemeringkatan Kinerja; (c) penghargaan; (d) sanksi; dan (e) keberatan.

 

Pelaporan Kinerja

Pelaporan Kinerja dilakukan secara berjenjang oleh Pejabat Penilai Kinerja kepada tim penilai Kinerja PNS dan PyB.  Pelaporan Kinerja tersebut disampaikan dalam bentuk dokumen penilaian Kinerja.  Dokumen penilaian Kinerja tsrsebut meliputi: (a) nilai Kinerja PNS; (b) predikat Kinerja PNS; (c) permasalahan Kinerja PNS; (d) rekomendasi; dan (e) dokumen lainnya

 

Peringkatan Kinerja

Pemeringkatan Kinerja dilakukan dengan membandingkan nilai Kinerja dan predikat Kinerja pada dokumen penilaian Kinerja antar PNS setiap tahun.

Pemeringkatan Kinerja pegawai ditetapkan oleh PyB pada masing-masing  Instansi Pemerintah.

Penetapan pemeringkatan Kinerja pegawai wajib disampaikan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan sejak ditetapkan.

Data hasil pemeringkatan Kinerja digunakan oleh Menteri untuk penyusunan profil Kinerja PNS nasional dan evaluasi kebijakan terkait: (a) manajemen Kinerja PNS; (b) pengembangan kompetensi; (c) pengembangan karier; dan/atau (d) manajemen PNS lainnya.

 

Penghargaan

Penghargaan dapat berupa: (a) prioritas untuk diikutsertakan dalam program kelompok rencana suksesi; dan (b) prioritas untuk pengembangan kompetensi.

Pemberian penghargaan atas hasil penilaian Kinerja dilakukan berdasarkan pertimbangan Tim Penilai Kinerja PNS sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Dokumen penilaian Kinerja dapat digunakan sebagai dasar pembayaran tunjangan Kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain penghargaan, Pejabat Pembina Kepegawaian dapat memberikan penghargaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Sanksi

Hasil penilaian Kinerja dapat digunakan sebagai dasar pemberian sanksi bagi PNS.

Pemberian sanksi dilakukan berdasarkan pertimbangan Tim Penilai Kinerja PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

 

Keberatan

PNS dapat mengajukan keberatan atas hasil penilaian Kinerja disertai alasan keberatan kepada atasan dari Pejabat Penilai Kinerja.


Sumber:

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil

PNS Wajib Tahu! Sistem Baru SKP 2021 Resmi Mengubah Cara Penilaian Kinerja—Bagian Pertama yang Paling Penting!


Sistem Manajemen Kinerja PNS (Bagian Pertama)

Mulai saat ini para PNS perlu mengetahui bagaimana Sistem pengelolaan SKP yang akan dirubah sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil.

 

Peraturan ini perlu dipelajari oleh para PNS yang akan segera diberlakukan mulai tahun 2022.

 

Mari kita mulai dengan melihat definisi-definisi istilah yang terdapat di dalamnya.

 

Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil adalah suatu proses sistematis yang terdiri dari perencanaan Kinerja; pelaksanaan, pemantauan dan pembinaan Kinerja; penilaian Kinerja; tindak lanjut; dan sistem informasi Kinerja.


Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai aparatur sipil negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.


Sasaran Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah rencana Kinerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS yang harus dicapai setiap tahun.


Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap PNS pada organisasi, unit kerja, atau tim kerja sesuai dengan SKP dan Perilaku Kerja.


Indikator Kinerja Individu adalah ukuran keberhasilan Kinerja yang dicapai oleh setiap PNS.


Target adalah hasil kerja yang akan dicapai dari setiap pelaksanaaan rencana Kinerja.


Perilaku Kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pejabat Penilai Kinerja adalah atasan langsung PNS yang dinilai dengan ketentuan paling rendah pejabat pengawas atau pejabat lain yang diberi pendelegasian kewenangan.


Pengelola Kinerja adalah pejabat yang melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan Kinerja PNS.


Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah.


Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural.


Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi secretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.


Unit Kerja adalah satuan organisasi dalam Instansi Pemerintah yang dipimpin oleh pejabat administrasi, pejabat pimpinan tinggi, atau yang setara.


Pejabat yang Berwenang yang selanjutnya disingkat PyB adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

 

Itulah definisi yang perlu kita ketahui, mari kita lanjutkan ke pasal-pasal awal yang menjadi garis besar isi pengaturan SKP.

 

Hal utama dalam Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil yaitu Tujuan Sistem Manajemen Kinerja PNS yang meliputi (a) menyelaraskan tujuan dan sasaran instansi/ unit kerja/ atasan langsung ke dalam SKP; (b) melakukan pengukuran, pemantauan, pembinaan Kinerja dan penilaian Kinerja; dan (c) menentukan tindak lanjut hasil penilaian Kinerja.

 

Prinsip – prinsip yang mendasari Sistem Manajemen Kinerja PNS yakni: (a) objektif; (b) terukur; (c) akuntabel; (d) partisipatif; dan (e) transparan.

 

Sistem Manajemen Kinerja PNS terdiri atas: (a) perencanaan Kinerja; (b) pelaksanaan Kinerja, pemantauan Kinerja, dan pembinaan Kinerja; (c) penilaian Kinerja; (d) tindak lanjut; dan (e) sistem informasi Kinerja PNS.

 

Sumber:

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil.


#SKPPNS 

#ManajemenKinerja 

#ASNIndonesia 

#PermenPANRB 

#PNS

Monday, 23 August 2021

Stop African Swine Fever


Stop African Swine Fever (ASF): Kemitraan Pemerintah dan Swasta untuk Menuju Sukses


PENGANTAR

Virus African swine fever (ASF) terus menyebar ke seluruh dunia yang mengakibatkan dampak signifikan pada sistem produksi babi. Diperlukan upaya terkoordinasi di antara semua pemangku kepentingan terkait untuk mengendalikan penyakit mematikan ini. Public–Private Partnerships (PPP) atau Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) dapat mengoptimalkan kekuatan unik dari kedua sektor jika direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Selain itu, kemitraan semacam itu sering kali dapat mencapai hal-hal yang tidak mungkin dilakukan jika salah satu sektor beroperasi sendiri. Dengan menggabungkan kekuatan untuk memperkuat sistem kesehatan hewan melalui KPS, kita dapat membuat kontrol global ASF menjadi kenyataan.

 

TUJUAN

Tujuan dari acara virtual 'Hentikan ASF: Kemitraan publik dan swasta untuk sukses' adalah untuk:

•memahami dampak ASF pada sektor publik dan swasta;

•mengidentifikasi kebutuhan dan kesamaan semua pemangku kepentingan mengenai pengendalian ASF yang efektif;

•menunjukkan bagaimana KPS dapat membantu mencegah dan/atau mengendalikan ASF dengan efisiensi dan dampak yang telah terbukti;

•mengidentifikasi peluang kemitraan, dan skenario menang-menang saat ini dan masa depan;

•mempromosikan keterlibatan pemangku kepentingan dan memfasilitasi KPS dalam pelaksanaan Inisiatif Global Pengendalian ASF atau ASF Global Control Initiative.

 

LATAR BELAKANG

Menyadari ancaman global yang ditimbulkan ASF dan dampaknya terhadap produksi babi, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) menanggapi permintaan yang dibuat oleh Anggotanya pada tahun 2019 pada Sidang Umum untuk 'menentukan prinsip panduan dan pilar utama yang diperlukan untuk keberhasilan pengendalian global ASF'.1 Pada Juli 2020, Kerangka Kerja Global untuk Pengendalian Progresif Penyakit Hewan Lintas Batas atau Global Framework for the Progressive Control of Transboundary Animal Diseases (GF-TADs) Prakarsa Global untuk Pengendalian Demam Babi Afrika (ASF) diluncurkan bersama oleh OIE dan Food and Agriculture Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). Untuk memprakarsai dan mempromosikan seruan aksi global untuk mengadopsi dan mengimplementasikan Inisiatif GF-TADs untuk Kontrol Global ASF, serangkaian webinar tentang demam babi Afrika diadakan oleh GF-TAD, kerangka kerja bersama FAO dan OIE, pada 26–30 Oktober 2020. Serial berjudul 'An Presereed Global Threat – tantangan terhadap mata pencaharian, ketahanan pangan, dan keanekaragaman hayati. Panggilan untuk tindakan 'mengumpulkan spesialis dari Layanan Veteriner nasional, industri, penelitian, akademisi, dan mitra regional dan internasional. Spesialis ini meninjau alat, mekanisme, dan praktik yang ada dan yang baru dikembangkan untuk mengatasi pengenalan dan penyebaran ASF. Dalam konteks Inisiatif Global Pengendalian ASF atau ASF Global Control Initiative dan sehubungan dengan acara seruan aksi, FAO dan OIE, bekerja sama dengan Sekretariat Daging Internasional atau International Meat Secretariat (IMS), menyelenggarakan acara virtual KPS ini antara 14 dan 28 Juni 2021 untuk menyoroti peran sentral KPS dalam Inisiatif Global Pengendalian ASF dan untuk mempromosikan keterlibatan dan kolaborasi sektor publik dan swasta dalam Inisiatif Global.

 

RINGKASAN

Selama acara dua minggu, total 1.351 peserta dari 132 negara terdaftar untuk menghadiri acara tersebut. Rincian peserta menurut wilayah dan sektor adalah sebagai berikut (lihat juga Gambar 1):

Mayoritas peserta berasal dari sektor publik (60%), terutama dari Dinas Kesehatan Hewan, diikuti oleh sektor swasta (27%) dan mereka yang memiliki afiliasi campuran (6%), sementara beberapa peserta tidak menunjukkan afiliasi mereka ( 7%). Jumlah dan keragaman pemangku kepentingan yang besar yang berpartisipasi dalam acara tersebut mencerminkan minat sektor babi, dan rantai nilai terkaitnya, dalam KPS, menandakan potensi besar dalam pengembangan KPS untuk kegiatan pencegahan dan pengendalian ASF.


Latar belakang utama peserta (85% peserta menjawab, beberapa memberikan opsi)


 


Acara ini diadakan di platform virtual yang dirancang khusus untuk tujuan ini dan mencakup tiga sesi: video yang direkam sebelumnya, sesi tanya jawab langsung, dan diskusi panel langsung. Secara total, 722 peserta menavigasi melalui video dan berpartisipasi dalam sesi langsung, 219 di antaranya menggunakan alat jaringan yang disediakan untuk berinteraksi dengan peserta lain.

 

•Video pra-rekaman

Sebanyak 16 video pra-rekaman tersedia. Topik yang dibahas berkisar dari konsep KPS transversal hingga implementasi KPS oleh sektor publik dan swasta dalam pencegahan dan pengendalian ASF, termasuk peran aktor penting seperti industri pakan, asosiasi pemburu dan praktisi veteriner swasta.

 

•Sesi tanya jawab langsung

Sesi tanya jawab langsung, yang diikuti lebih dari 400 peserta, berlangsung pada 21 Juni 2021. Sesi dibuka oleh Dr Monique Eloit, Direktur Jenderal OIE, dan oleh Ms Beth Bechdol , Wakil Direktur Jenderal FAO. Lima pakar internasional dari sektor publik dan swasta membahas pengalaman mereka dalam mengimplementasikan KPS dalam konteks pengendalian ASF. Sesi ini mengangkat pertanyaan penting tentang pentingnya koordinasi regional dalam pengendalian ASF dan relevansi KPS, mendorong sektor swasta untuk berinvestasi dalam KPS dan mendukung produsen kecil dalam pengendalian ASF.

 

Diskusi panel langsung

Pada tanggal 28 Juni 2021, lebih dari 300 peserta terhubung ke diskusi langsung dan berinteraksi dengan panelis tentang peluang untuk meningkatkan KPS dalam pencegahan, deteksi dan pelaporan dini, serta respons efektif terhadap ASF. Sesi dibuka oleh Dr Keith Sumption, Chief Veterinary Officer FAO, dan ditutup oleh Dr Jean-Philippe Dop, Deputy Director General of Institutional Affairs and Regional Activities OIE. Sebagai ketua bersama komite manajemen GF-TADs, Dr Sumption dan Dr Dop sama-sama menekankan pentingnya pengembangan KPS nasional yang berkelanjutan, dan peran GF-TAD dalam memfasilitasi hal ini di bawah strategi GF-TADs. Rekaman video dan rekaman kedua sesi, serta jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peserta tersedia di https://stop-asf.gf-tads.org/en, sedangkan agenda acara dapat dilihat di https://stop-asf.gf-tads.org/en.

 

PELUANG POTENSIAL UNTUK MENINGKATKAN KEMITRAAN PUBLIK-SWASTA BERTUJUAN MENGENDALIKAN ASF

Dalam acara tersebut, pembicara dan peserta mendiskusikan peluang potensial untuk meningkatkan KPS yang ditujukan untuk pengendalian ASF berdasarkan pengalaman mereka sendiri dalam membentuk KPS untuk pencegahan dan pengendalian ASF dan penyakit hewan lintas batas lainnya. Teks berikut merangkum peluang potensial yang diidentifikasi selama acara.

 

MENGAKTIFKAN PEMBENTUKAN KPS YANG KUAT

Membangun jembatan antara sektor publik dan swasta dengan melibatkan aktor kunci di sepanjang rantai nilai industri babi Pengendalian ASF memerlukan upaya bersama dari semua pihak yang terlibat dalam rantai nilai industri babi. Ini mencakup tidak hanya pemelihara babi, tetapi juga mereka yang menyediakan input, pemrosesan, pemasaran, perdagangan, dan konsumsi. Untuk tujuan ini, platform multi-stakeholder yang memungkinkan koordinasi dan komunikasi antara sektor publik dan swasta harus diciptakan untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan, meningkatkan kesadaran dan membangun kepercayaan yang dibutuhkan untuk implementasi strategi pengendalian ASF. Platform multi-stakeholder dapat mengambil banyak bentuk, tergantung pada konteksnya. Misalnya, di beberapa negara, organisasi antar profesi lokal dan nasional sudah ada dan dapat digunakan. Di negara lain, mungkin perlu untuk mendorong pengembangan organisasi serupa, sekaligus menciptakan kelompok multi-stakeholder. Membangun lingkungan yang memungkinkan yang memungkinkan pemangku kepentingan yang berbeda untuk bekerja bersama satu sama lain secara kolaboratif selama masa damai, ketika ASF tidak ada, dapat sangat membantu dalam mendukung respons yang efektif jika terjadi serangan ASF. Mendukung KPS melalui pembentukan mekanisme tata kelola Mekanisme tata kelola yang mendasari untuk KPS, seperti nota kesepahaman, letter of intent, atau kerangka hukum memfasilitasi penerapan strategi kemitraan yang efektif untuk pengendalian ASF. Kerangka tata kelola harus menjelaskan peran dan tanggung jawab para pihak, dan indikator kinerja utama kemitraan. Hal ini juga harus dikaitkan dengan kontribusi materi, keuangan dan sumber daya manusia yang akan dibutuhkan.

 

Memastikan sumber daya keuangan dan manusia yang berkelanjutan Perencanaan yang baik dengan tujuan dan komitmen sumber daya yang teridentifikasi dengan jelas adalah kunci untuk memungkinkan penerapan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian ASF yang berkelanjutan. Mekanisme pendanaan publik-swasta seperti asuransi dan skema kompensasi penting untuk mendorong produsen agar terlibat dalam deteksi dini dan pelaporan ASF dan untuk menerapkan langkah-langkah pengendalian ketika ASF telah terdeteksi. Mekanisme KPS harus memfasilitasi akses ke layanan kesehatan hewan yang berkualitas oleh pelaku rantai nilai utama, termasuk produsen kecil.

 

KPS UNTUK MENGAKTIFKAN PENGENDALIAN ASF

Penerapan tindakan pengendalian berbasis ilmu pengetahuan, diterima dan layak Pengendalian ASF layak ketika tindakan pengendalian penyakit berbasis ilmu pengetahuan dan diterima oleh sektor publik dan swasta. Strategi pengendalian nasional dan regional untuk ASF harus didasarkan pada standar internasional yang diterbitkan oleh OIE, dan praktik terbaik dikembangkan dan diterapkan setelah berkonsultasi dengan pemangku kepentingan terkait. Di tingkat internasional, Otoritas Veteriner harus mengakui tindakan pengendalian ASF berbasis sains, termasuk tindakan yang memfasilitasi perdagangan yang aman, seperti zonasi, kompartementalisasi, dan tindakan mitigasi risiko khusus yang diterapkan pada berbagai komoditas yang diperdagangkan.

 

Keamanan hayati dan kesadaran publik

Biosekuriti dianggap sebagai salah satu alat yang paling hemat biaya untuk mencegah ASF. Sektor publik dan swasta harus menetapkan praktik terbaik untuk biosekuriti dan harus menciptakan kerangka kerja yang tepat untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan langkah-langkah biosekuriti. Peningkatan kapasitas untuk biosekuriti di sepanjang rantai nilai dan peningkatan kesadaran publik akan risiko ASF sangat penting untuk mencegah dan mengendalikan penyakit. Secara kritis, KPS harus berusaha untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk mengadopsi langkah-langkah untuk melindungi terhadap risiko ASF.

 

Penelitian dan pengembangan alat pengendalian

Sektor publik dan swasta, khususnya asosiasi produsen, akademisi, industri swasta dan pemerintah harus mempromosikan inovasi, bertukar informasi dan berinvestasi dalam penelitian tentang kesenjangan pengetahuan yang ada dalam epidemiologi ASF. Inovasi ini dapat mencakup peningkatan metode diagnostik yang ada dan pengembangan vaksin yang aman dan efektif.

 

Latihan simulasi dan kesiapsiagaan darurat

Baik sektor publik maupun swasta terlibat dalam kesiapsiagaan, deteksi, dan respons terhadap ASF. Latihan simulasi yang dirancang dan diimplementasikan bersama menyediakan lingkungan yang baik untuk mengidentifikasi kesenjangan dan merancang kebijakan pengendalian ASF dengan lebih baik. Selain itu, mereka berfungsi untuk memastikan bahwa sektor swasta memahami risiko dan manfaat dari kesiapsiagaan dan respons dini, memfasilitasi kepatuhan terhadap peraturan nasional dan rencana kesiapsiagaan darurat.

 

Intervensi pemangku kepentingan yang ditargetkan dan pembangunan kapasitas

 

•Produsen babi dan pelaku lain dalam rantai nilai: meningkatkan akses ke pengetahuan dan layanan

Akses ke layanan kesehatan hewan dan pengetahuan tentang pencegahan dan pengendalian ASF, terutama oleh produsen babi skala kecil, dapat ditingkatkan melalui pemberdayaan KPS dan pembentukan jaringan pemangku kepentingan, termasuk asosiasi produsen dan paraprofesional veteriner. Dalam beberapa kasus, sektor publik harus memimpin dalam menggerakkan para aktor untuk bersatu. Area penting untuk KPS dapat berupa investasi dalam biosekuriti di seluruh rantai nilai, terutama pada antarmuka babi-satwa liar domestik.

 

•Dokter hewan: pendidikan dan pelatihan tenaga kerja

Dokter hewan swasta dan paraprofesional veteriner memainkan peran kunci dalam mencegah masuknya ASF ke peternakan, serta deteksi, pemberitahuan, dan respons jika terjadi serangan. Ada kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas layanan veteriner swasta dan publik dan untuk memfasilitasi kolaborasi untuk memungkinkan deteksi cepat dan respons yang efisien terhadap wabah. Jika memungkinkan, kegiatan pelatihan yang menargetkan dokter hewan publik dan swasta serta paraprofesional veteriner harus didorong.

 

Koordinasi regional dan global dalam upaya melawan ASF

Mengingat keterkaitan rantai pasokan babi dan potensi penyebaran ASF melintasi batas negara, kemitraan perlu diperluas melampaui tingkat nasional untuk memungkinkan pertukaran pengetahuan dan upaya bersama untuk mengendalikan ASF di tingkat regional.

 

Di tingkat global, FAO dan OIE di bawah GF-TADs, bekerja sama dengan organisasi swasta global seperti IMS dan lainnya, harus terus mempromosikan pengembangan KPS dan penciptaan sinergi dalam pengendalian penyakit hewan lintas batas, termasuk ASF.

 

KESIMPULAN

Wabah ASF dapat mengakibatkan dampak buruk yang serius pada sektor babi dan semua yang ada dalam rantai nilai, baik dari sektor publik maupun swasta. Oleh karena itu, semua pihak perlu melakukan upaya khusus untuk mencegah dan mengendalikan ASF. Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) memberikan dasar bagi pengembangan kemitraan yang saling menguntungkan untuk mengendalikan penyakit dengan lebih baik, memungkinkan sektor publik untuk memenuhi mandatnya secara lebih efisien, dan menyediakan kondisi dan peluang yang memungkinkan bagi sektor swasta dalam hal kelangsungan dan pertumbuhan bisnis.

 

Tidak adanya vaksin yang aman dan efektif untuk melawan ASF membutuhkan kewaspadaan, kolaborasi, dan kepercayaan yang lebih besar di antara semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam rantai nilai babi untuk mencegah masuknya dan menyebarnya ASF. Hal ini juga menuntut pertukaran informasi dan inovasi untuk mengembangkan alat kontrol untuk ASF. Dibandingkan dengan peternakan lainnya, industri babi berkembang dengan baik di banyak daerah, dan dengan demikian ditempatkan dengan baik untuk penerapan KPS. Meskipun demikian, KPS juga harus mencakup sistem produksi petani kecil, yang mendominasi di banyak bagian dunia, dan oleh karena itu strategi juga harus mempertimbangkan kelompok pemangku kepentingan ini.

 

Pada acara ini, para ahli dan peserta semuanya berkontribusi untuk mengidentifikasi peluang peningkatan pengendalian ASF melalui KPS, yang melibatkan berbagai mitra swasta potensial bersama dengan Layanan Kesehatan Hewan publik dan di seluruh rantai nilai: produsen, dokter hewan, paraprofesional veteriner, industri farmasi, laboratorium diagnostik, rumah potong hewan, perusahaan perdagangan, eksportir, lembaga pelatihan, konsultan, dll. KPS berperan penting dalam memanfaatkan kekuatan, pengetahuan, keahlian, dan sumber daya manusia dan keuangan masing-masing mitra sektor publik dan swasta, untuk memungkinkan pengendalian ASF dicapai lebih cepat dan efisien.

 

KPS adalah mekanisme kolaboratif yang mungkin juga dapat diterapkan pada banyak tujuan yang sulit dijangkau di mana sektor publik dan swasta berbagi minat dan kebutuhan, khususnya prioritas penyakit hewan lintas batas lainnya, seperti penyakit mulut dan kuku, peste des petits ruminansia atau flu burung yang endemik di banyak negara. OIE dan FAO, di bawah GF-TADs, terus mendukung pengembangan KPS untuk secara kolaboratif meningkatkan dampak dan mempercepat kemajuan menuju pengendalian penyakit dengan beban sosial ekonomi yang tinggi.

 

MEMANGGIL UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN

Pencegahan dan pengendalian ASF membutuhkan transformasi ide menjadi rencana yang dapat ditindaklanjuti. Sudah saatnya menindaklanjuti langkah-langkah awal, yang diambil oleh beberapa negara dan kawasan, untuk menerapkan KPS berkelanjutan menuju pencegahan dan pengendalian ASF yang lebih baik.

 

Pemangku kepentingan dari sektor publik dan swasta didorong untuk mempertimbangkan peluang yang dibahas selama acara ini dan untuk mengeksplorasi bagaimana kontrol ASF di berbagai daerah dapat ditingkatkan dengan penerapan KPS yang efektif.

 

Standing Group of Experts ASF Regional di bawah GF-TADs siap menyediakan platform koordinasi yang diperlukan untuk memfasilitasi dialog antara berbagai sektor dan pembentukan KPS.

 

Kita perlu bergabung melawan penyakit babi yang mematikan ini. Melalui penguatan KPS, kami akan menciptakan sistem kesehatan hewan yang lebih kuat, berkelanjutan, dan tangguh untuk mewujudkan kontrol global ASF.

 

Sumber:

OIE and FAO. 2021. Stop African swine fever (ASF): Public and private partnering for success.  Report of the online event 14–28 June 2021. https://doi.org/10.20506/ASF.3248