Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday 21 October 2022

DIVA Penyakit Mulut dan Kuku

Pengembangan dan Validasi Tes ELISA Antibodi Virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) untuk Mengidentifikasi Hewan yang Terinfeksi dalam Populasi yang Divaksinasi

 

RINGKASAN

 

Di negara-negara endemik penyakit mulut dan kuku (PMK), vaksinasi umumnya digunakan untuk mengendalikan penyakit, sedangkan di negara-negara bebas PMK, vaksinasi dianggap sebagai kegiatan pilihan apabila benar-benar diperlukan untuk mendampingi kegiatan utama berupa pemusnahan hewan terinfeksi dan hewan kontak.

Vaksin PMK umum digunakan terdiri dari virus inaktif yang dapat merangsang timbulnya antibodi terhadap protein struktural virus.  Sebaliknya, infeksi virus PMK selain menyebabkan replikasi virus juga merangsang timbulnya antibodi tambahan terhadap protein nonstruktural virus (Non-structural protein/NSP). Oleh karena itu, adanya antibodi terhadap NSP ini digunakan untuk membedakan adanya infeksi pada hewan yang divaksinasi (Differentiation of infected from vaccinated animals / DIVA), untuk mengetahui prevalensi hewan terinfeksi.

 

Keuntungan lain tes antibodi NSP, tes ini dapat mendeteksi infeksi PMK di lapangan, tanpa melihat serotipe virus yang beredar. Artinya dapat mendeteksi semua serotipe virus PMK.

Pada sapi, tes NSP yang menargetkan poliprotein 3ABC memberikan sensitivitas tertinggi, mendeteksi hingga 90% hewan yang divaksinasi yang menjadi Carrier (pembawa virus) setelah terpapar infeksi, dengan spesifisitas sekitar 99%.  Karena sensitivitas dan spesifisitas diagnostik yang tidak memadai, deteksi infeksi tingkat rendah sulit dilakukan pada tingkat populasi dengan tingkat kepercayaan yang tinggi.

Rendahnya tingkat respons non-spesifik dapat diatasi dengan menguji ulang sampel yang diberi skor positif menggunakan uji konfirmasi kedua, yang setidaknya memiliki sensitivitas yang sebanding dengan uji pertama.

 

Anuj Tewari dkk telah mencoba mmenggunakan enam tes internal yang dikembangkan dengan menggabungkan antigen NSP yang berbeda.  Untuk divalidasinya menggunakan serum sapi dari hewan telah terinfeksi; serum kasus lapangan; dan serum hewan yang divaksinasi dan/atau terinfeksi secara eksperimental.

Selain itu, dua (inkubasi pendek dan panjang) tes NSP komersial baru berdasarkan ELISA blok kompetitif 3ABC (ID Screen® FMD NSP Competition, IDvet, Prancis) divalidasi dalam penelitian ini. Kedua ELISA komersial memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sangat mirip, hasilnya tidak membaik ketika masa inkubasi diperpanjang.

 

Beberapa pengujian internal memiliki karakteristik kinerja yang hampir sama bagusnya dengan ELISA komersial. Akhirnya, tes internal dievaluasi untuk digunakan sebagai tes konfirmasi setelah skrining dengan kit komersial PrioCHECK® dan ID Screen® FMDV NS, untuk menilai kinerja diagnostik yang dihasilkan dengan strategi pengujian ganda.

Tes internal dapat digunakan secara seri (untuk mengkonfirmasi) atau secara paralel (untuk menambah) dengan kit komersial PrioCHECK® FMDV NS dan IDvet® FMDV NS, untuk meningkatkan spesifisitas atau sensitivitas sistem pengujian secara utuh.

 

1. INTRODUKSI

Vaksinasi banyak digunakan untuk pengendalian penyakit mulut dan kuku (PMK) di negara-negara endemik. Beberapa negara juga menggunakan vaksinasi untuk mempertahankan bebas dari PMK, sedangkan negara yang tanpa infeksi virus PMK mempertimbangkan vaksinasi sebagai pilihan jika penyakit tersebut masuk di negaranya.

Bentuk vaksinasi darurat dapat diikuti dengan retensi atau pemindahan hewan yang divaksinasi melalui penerapan apa yang disebut kebijakan 'vaksinasi untuk hidup' atau 'vaksinasi untuk membunuh', sesuai dengan urgensi dimana kebijakan bebas PMK statusnya akan dipulihkan [1].

Vaksinasi PMK dapat melindungi hewan dari penyakit klinis dan mengurangi atau menghilangkan sirkulasi virus. Namun, sampai dengan berhentinya sirkulasi virus, hewan yang divaksinasi dapat terinfeksi dengan atau tanpa menunjukkan gejala klinis penyakit [2].

 

Infeksi persisten PMK asimtomatik (tanpa gejala) sebagai carrier dapat terjadi pada ruminansia 28 hari pasca-infeksi dan dapat bertahan hingga beberapa tahun, terlepas dari status vaksinasi [3], dan hewan tersebut telah dianggap berpotensi menjadi sumber risiko munculnya PMK, bahkan jika tidak ada kepastian bahwa hal ini dapat terjadi [4].

 

Selanjutnya, efektivitas vaksin dan cakupan vaksin selalu kurang dari 100%; oleh karena itu, dalam kasus wabah yang dikendalikan dengan vaksinasi, sero-surveilans diperlukan untuk membuktikan tidak adanya infeksi dan menyatakan bebas dari penyakit.

 

Vaksin dibuat dari antigen virus PMK yang telah dimurnikan untuk menghilangkan sebagian besar protein non-struktural (non-structural protein / NSP) virus sehingga menimbulkan antibodi terhadap protein struktural virus (structural protein / SP).  Sedangkan infeksi virus menimbulkan antibodi baik terhadap SP maupun NSP. Oleh karena itu, tes NSP digunakan untuk membedakan infeksi pada hewan yang divaksinasi (differentiate infection in vaccinated animal / DIVA).

 

Di antara NSP virus PMK, protein 3ABC dianggap sebagai antigen yang paling dapat diandalkan untuk pengujian DIVA [5-8].  Metode indeks WOAH (NCPanaftosa) menggunakan ELISA 3ABC untuk skrining awal diikuti konfirmasi menggunakan tes imunoblotting untuk deteksi antibodi terhadap panel NSP virus PMK, yaitu 3A, 3B, 3ABC, 3D, dan 2C [1]. Namun, skema pengujian ini memerlukan banyak tenaga dan tidak tersedia secara umum.  Pada saat ini telah dikembangkan beberapa tes ELISA menggunakan NSP yang berbeda, seperti 2B, 2C, 3ABC, 3B, dan 3D [5, 9-20].  Di antaranya, salah satu tes yang paling andal dan tersedia secara komersial adalah PrioCHECK® FMDV NS (Prionics AG, Swiss), yang merupakan ELISA blok kompetitif (competitive blocking ELISA)[5,8].

 

Namun demikian, telah dilaporkan bahwa sensitivitas diagnostik dari tes yang tersedia tidak cukup untuk mendeteksi semua kasus infeksi pada hewan yang divaksinasi [8], sementara spesifisitas yang tidak sempurna menciptakan kesulitan dalam memverifikasi status bebas PMK di peternakan.  Oleh karena itu, masih ada kebutuhan untuk mengembangkan sistem pengujian dengan memaksimalkan sensitivitas dan spesifisitas—misalnya, dengan menggabungkan pengujian dan menerapkan skema pengujian gabungan simultan dan/atau berurutan [7].

 

Anuj Tewari dkk berdasarkan asumsi di atas, mengembangkan enam tes internal dengan menggabungkan antigen NSP yang berbeda.  Tes ini divalidasi menggunakan serum sapi dari hewan terinfeksi, kasus lapangan, dan hewan yang divaksinasi dan/atau terinfeksi secara eksperimental. Selain itu, dua (inkubasi pendek dan panjang) tes NSP komersial baru berdasarkan ELISA blok kompetitif 3ABC (ID Screen® FMD NSP Competition, IDvet, Prancis) divalidasi. Akhirnya, tes internal dievaluasi untuk digunakan sebagai tes konfirmasi setelah skrining dengan kit komersial PrioCHECK® dan ID Screen® FMDV NS, dalam rangka menilai kinerja diagnostik yang dihasilkan dengan strategi tes ganda.

 

2. BAHAN DAN METODE

 

2.1. Sampel Serum

Untuk menentukan spesifisitas diagnostik untuk setiap tes baru, serum yang dikumpulkan sebanyak 991 ekor sapi Italia terinfeksi diuji. Koleksi lebih lanjut sebanak 130 serum sapi berasal dari Inggris yang diiukutkan dalam uji coba di Pirbright Institute, diambil sampelnya sebelum sapi-sapi tersebut divaksinasi atau diinfeksi secara eksperimental. Dua puluh satu hari pasca-vaksinasi serum sebanyak 130 ekor sapi percobaan ini juga digunakan untuk memperkirakan spesifisitas dalam populasi yang divaksinasi.

 

Untuk menentukan sensitivitas diagnostik setiap tes, telah dilakukan tes sampel serum dari beberapa penelitian yang terkait dengan percobaan vaksin dan uji tantang PMK di Pirbright Institute selama 14 tahun terakhir. Serum sapi percobaan berasal dari empat percobaan uji tantang kontak terhadap vaksin serotipe O; dan lima uji tantang secara injeksi terhadap vaksin serotipe A, Asia1 dan SAT pada uji potensi berdasarkan Farmakope Eropa. Rincian studi eksperimen ini telah dipublikasikan sebelumnya [2,21-24].

 

Serum percobaan diklasifikasikan ke dalam empat kategori menurut vaksinasi dan status infeksi: (1) tidak divaksinasi-terinfeksi-sembuh, (2) tidak divaksinasi-terinfeksi-carrier, (3) divaksinasi-terinfeksi-pulih, dan (4) divaksinasi-terinfeksi-carrier (Tabel 1).  Status carrier (pembawa virus) ditentukan apakah virus PMK dapat dideteksi dengan cara isolasi virus atau dengan RT-qPCR dari sampel probang yang dikumpulkan setiap minggu selama periode percobaan pada atau 28 hari pasca-infeksi. Sampel dikumpulkan pada 35, 56 dan 82 hari pasca-tantang (days post challenge / dpc) dan termasuk panel 36 serum sapi yang sebelumnya dibuat untuk mengevaluasi tes NSP [23]. Satu set 159 serum lapangan dari sapi Turki yang divaksinasi dan terinfeksi secara klinis juga diuji.

 

Tabel 1. Kategorisasi serum eksperimental yang digunakan untuk menentukan sensitivitas diagnostik untuk ELISA yang dikembangkan sendiri, pengujian komersial PrioCHECK® dan IDvet® VIRUS PMK NS.

 


2.2. Protein dan Peptida Rekombinan yang Digunakan untuk Pengembangan dan Validasi Tes NSP

Empat protein rekombinan—3ABC, 3D, 3CD, dan 2C—digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi tes internal ELISA NSP. Konstruksi plasmid pQE-3D dan pQE-3CD [25] disediakan oleh Dr. Graham Belsham, Divisi Biologi Molekuler, Institut Pirbright, dan ditransformasikan dalam sel E. coli M15. Plasmid PMF21 yang dijelaskan sebelumnya mengekspresikan 3ABC virus PMK [9] ditransformasikan ke dalam sel E. coli JM109.  Plasmid pMAL-2C diperoleh dari Dr.Jong-Hyeon Park, National Veterinary Research and Quarantine Service (NVRQS), Korea Selatan, dan ditransformasikan ke dalam sel E. coli JM109.

 

Proses ekspresi dan pemurnian protein dilakukan sesuai instruksi pabrik.  Protein memiliki Tag berbeda sehingga dapat dilakukan proses pemurnian menggunakan kromatografi afinitas (3ABC: tag GST; 2C: tag MBP; 3D dan 3CD: tagnya).  Peptida 2B yang digunakan untuk mengembangkan uji ELISA 2B adalah peptida dengan panjang 13 aa dan telah dijelaskan oleh Inoue dkk. (2006).  Peptida 3B yang digunakan adalah peptida full-length 58 aa. Urutan pengkodean protein peptida 3B adalah sbb: GPYAGPLERQKPLKVRAKLPQQEGPYAGPMERQKPLKVKAKAPVVKEGPYEGPVKKPV.

 

2.3. Optimalisasi Konsentrasi Antigen dan Serum

Semua protein (3ABC, 3D, 3CD, dan 2C) dititrasi dua kali lipat dari 8 g/mL menjadi 0,06 g/mL dalam ELISA. Lisat sel E. coli digunakan sebagai kontrol negatif untuk mengurangi non-spesifisitas. Sedangkan untuk protein rekombinan, lisat sel E. coli dititrasi dan dioptimalkan untuk setiap ELISA. Pengenceran serum di setiap tes juga dioptimalkan dengan menguji pengenceran serial setidaknya tiga serum positif dan tiga negatif. E. coli mengekspresikan total NSP yang diukur menggunakan kit Bio-Rad Protein Assay (Bio-Rad, Hercules, CA, USA) sesuai dengan instruksi pabrik.

 

2.4. ELISA NS 2C, 3ABC, 3D, dan 3CD

Untuk 3ABC, 3CD dan 3D ELISA, pelat kolom ganjil dari 96-sumur MaxiSorp Nunc-Immuno™ (Sigma, St. Louis, MO, USA) dilapisi dengan 4 g/mL antigen rekombinan dan pelat kolom genap dilapisi dengan jumlah antigen E. coli yang sama dengan kontrol negatif dan diinkubasi pada suhu 4oC semalaman. Untuk ELISA 2C, 8 g/mL 2C dilapisi pada kolom ganjil dan jumlah antigen E. coli yang sama dilapisi pada kolom genap. Untuk lisat sel 3ABC dan 2C, JM109, dan untuk 3D dan 3CD, lisat sel M15 diambil sebagai kontrol negatif karena ekspresinya dilakukan menggunakan masing-masing E. coli ini. Keesokan harinya, pelat dicuci, dan serum ditambahkan. Serum kontrol positif dan negatif yang diketahui dimasukkan ke dalam setiap pelat uji.

 

Sera diencerkan dalam blocking buffer (5% marvel, 2% serum kelinci normal dan 0,1% tween 20 dalam PBS) pada 1:10 untuk 3ABC dan 2C, 1:16,6 untuk 3D dan 3CD. Setelah penambahan serum, pelat diinkubasi selama 1 jam pada 37oC pada pengocok orbital, dan kemudian dicuci. Konjugat (antibovine IgG) ditambahkan pada pengenceran 1:15.000 (dioptimalkan dengan titrasi) dan kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37oC. Selanjutnya, pelat dicuci, dan reaksi warna dibuat dengan menambahkan campuran kromogen/substrat (50 L/sumur) yang mengandung 5,05 mM orto-fenilena-diamin dihidroklorida (Sigma) 30% (b/b) hidrogen peroksida (Sigma) pada pengenceran 1 : 2000. Reaksi dihentikan setelah 10 menit dengan penambahan asam sulfat 1 M dan pelat dibaca pada multi-channel spectrophotometer (Molecular Devices Inc., USA) pada 490 nm (A490).

 

2.5. ELISA Peptida 2B/3B

Uji peptida 2B sebelumnya telah dikembangkan di Pirbright Institute [14]. Meskipun pengujian ini memberikan sensitivitas diagnostik yang baik, spesifisitasnya tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu, pengujian dimodifikasi dengan memasukkan serum kuda normal (NHS) dalam langkah blocking (5% marvel, 1% tween 20, 1% NHS di PBS). Secara singkat, pelat MaxiSorp Nunc-Immuno ™ dilapisi dengan peptida KLH 2B N-cys pada 250 ng/mL dalam buffer karbonat-bikarbonat dan disimpan pada suhu 4oC semalaman. Pelat dicuci tiga kali dengan PBS dan diblocking dengan 200 L blockingbuffer (seperti di atas) selama 1 jam pada 37oC pada pengocok orbital. Selanjutnya, pelat dicuci, dan sampel serum ditambahkan pada pengenceran 1:10 (1% marvel, 1% tween 20, 1% NHS dalam PBS) dalam volume total 50 L dan kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37oC pada pengocok orbital. Pelat kemudian dicuci tiga kali dan 50 L konjugat anti-bovine yang diencerkan (1:15.000) ditambahkan dan diinkubasi selama 1 jam pada 37oC pada pengocok orbital. Setelah pencucian terakhir, warna dikembangkan untuk pembacaan spektrofotometer seperti dijelaskan di atas. ELISA peptida 3B dilakukan seperti di atas kecuali bahwa peptida dilapisi pada konsentrasi 200 ng/mL.

 

2.6. Interpretasi Hasil dan Analisis Statistik

Untuk tes PrioCHECK® (Schlieren-Zuerich, Swiss) dan tes IDvet® VIRUS PMK NS (Rue Louis Pasteur, Grabels, Prancis), interpretasi hasilnya dilakukan sesuai dengan protokol pabrikan. Dalam tes PrioCHECK®, nilai persentase inhibisi (PI) >50% dianggap positif. Hasil tes untuk setiap sampel untuk IDvet® ditentukan sebagai rasio kontrol negatif-ke-positif (S/N%) = sampel OD/kontrol negatif OD × 100, sehingga menyatakan persentase positif (PP). Batas diagnostik untuk IDvet® diatur pada nilai S/N <50%. Untuk pengujian internal, nilai OD dari kontrol positif (ODpos), kontrol negatif (ODneg) dan sampel uji (ODsamp) dikoreksi dengan mengurangkan nilai OD dari kontrol antigen E. coli (ODant). Akhirnya, hasil uji (ODcorr) untuk setiap sampel ditentukan sebagai berikut:

 

OD(corr) = [OD kontrol / sampel uji] - [OD kontrol antigen]

 

Untuk ELISA peptida 2B dan 3B, sampel OD diambil sebagai OD akhir. Untuk menentukan kinerja dan parameter diagnostik (spesifisitas dan sensitivitas) pada titik potong yang berbeda untuk masing-masing ELISA NSP internal, analisis kurva karakteristik operasi penerima non-parametrik (receiver operating characteristic / ROC) dilakukan di Stata SE 13 (StataCorp LLC, Amerika Serikat) program statistik. Variabel referensi yang menunjukkan keadaan sebenarnya dari pengamatan (terinfeksi/tidak terinfeksi) diekstraksi dari data PCR dan/atau isolasi virus (virus isolation / VI) pada swab saliva/nasal dan cairan orofaring. Semua hewan carrier (pembawa virus PMK) dinilai terinfeksi. Untuk hewan non-carrier, status PCR/VI dari 7dpc menjadi 21dpc dipertimbangkan. Jika hewan non-carrier mendapat skor positif pada PCR/VI antara 7dpc dan 21dpc, hewan tersebut dianggap terinfeksi; jika tidak, itu dianggap tidak terinfeksi. Untuk memperkirakan sensitivitas dan spesifisitas diagnostik menggunakan serum wabah lapangan, tanda-tanda klinis diambil sebagai variabel referensi. Semua hewan dari wabah lapangan yang menunjukkan gejala klinis dianggap terinfeksi.

 

Semua tes internal dibandingkan dengan PrioCHECK® FMDV NS dan IDvet® FMDV NS menggunakan protokol inkubasi lama dan singkat dengan membandingkan kurva ROC mereka, berdasarkan statistik U yang berkorelasi [26]. Persetujuan tes internal dengan tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes FMDV NS inkubasi lama dan singkat IDvet® dinyatakan dalam statistik Kappa, dan memperkirakan kesesuaian persen positif (positive percent agreement / PPA) dan persetujuan persen negatif (negative percent agreement / NPA) [27]. Secara singkat, perkiraan Kappa dari <0,4 hingga 0,6; 0,6 hingga 0,8; dan >0,8 menunjukkan masing-masing terhadap kesesuaian yang buruk, cukup, baik, dan sangat baik.  Selain itu, untuk memperkirakan kinerja diagnostik dari dua tes berkorelasi ketika digunakan dalam beberapa skema pengujian [28], model Bayesian ketergantungan bersyarat dikembangkan, seperti yang dijelaskan sebelumnya [29].

 

Dua pendekatan pengujian ganda yang berbeda dievaluasi: (i) hewan sampel diklasifikasikan sebagai terinfeksi hanya jika kedua hasil tes positif (pengujian berurutan atau serial, dan setara dengan pengujian konfirmasi)—di sini, proses pengujian ditujukan untuk mengurangi kesalahan tingkat positif, sehingga meningkatkan spesifisitas; (ii) hewan yang dites positif dalam salah satu atau kedua tes dapat diklasifikasikan sebagai terinfeksi (pengujian simultan atau paralel)—untuk kasus ini, tujuannya adalah untuk memaksimalkan kemungkinan bahwa hewan dengan penyakit (positif benar) diidentifikasi, dengan demikian meningkatkan sensitivitas. Sensitivitas dan spesifisitas diagnostik dari beberapa pengujian dievaluasi untuk semua kelompok dengan menggabungkan pengujian internal dengan PrioCHECK®, dan IDvet® FMDV NS. Prioritas informatif untuk parameter spesifisitas dan sensitivitas ditentukan menggunakan estimasi ROC non-parametrik yang diperoleh sebelumnya. Perhitungan dilakukan di R 3.6.2 [30] menggunakan paket R2OpenBUGS untuk memanggil OpenBUGS 3.2.3 dalam R [31,32]. Untuk analisis yang disajikan, inferensi posterior didasarkan pada 50.000 iterasi setelah pembakaran 5000 iterasi dibuang. Konvergensi dinilai dengan menjalankan tiga rantai dari nilai awal yang tersebar [33].

 

3. HASIL

 

3.1. Optimalisasi Konsentrasi Antigen

Konsentrasi antigen optimal untuk uji 3ABC, 3D dan 3CD ditemukan 4 g/mL, dan untuk uji 2C adalah 8 g/mL. Konsentrasi optimal peptida untuk uji 2B dan 3B ditentukan masing-masing sebesar 250 ng/mL dan 200 ng/mL.

3.2. Penentuan Nilai Cut-Off untuk Mengestimasi Sensitivitas dan Spesifisitas Diagnostik

Berdasarkan data ELISA dari (1) hewan naif, tidak divaksinasi terinfeksi dan (2) hewan divaksinasi terinfeksi; dan kemudian hewan-hewan tsb ditantang, nilai batas (cut-off) ditentukan dari analisis ROC non-parametrik.

Pemilihan nilai batas ditentukan untuk tujuan pengujian yang akan digunakan (menentukan prevalensi atau membuktikan tidak adanya infeksi) tanpa kehilangan kemampuan pengujian untuk mendeteksi status sebenarnya dari sampel uji. Dari analisis ROC, trade-off terbaik antara spesifisitas dan sensitivitas diperkirakan pada titik batas 0,5 OD, yang dengan demikian dipilih untuk semua ELISA internal. Nilai batas untuk PrioCHECK® FMDV NS (50% PI) dan untuk IDvet® FMDV NS (50% S/N%) telah ditentukan sebelumnya oleh pabrikan.

 

3.3. Kinerja Tes ELISA NSP

Performa uji in-house individu diperkirakan dari area di bawah kurva (area under curve / AUC) dan selanjutnya dibandingkan dengan PrioCHECK® FMDV NS dan dua versi (inkubasi pendek dan panjang) IDvet® FMDV NS (Gambar 1). Untuk mendeteksi infeksi dan/atau status pembawa pada hewan terinfeksi yang tidak divaksinasi, semua tes, kecuali 2C, dilakukan dengan sangat baik (kisaran AUC 0,99) dan tidak ada perbedaan signifikan yang diamati antara tes internal individu dan kedua tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS (p > 0,05) (Gambar 1, Tabel 2). Meskipun uji 2C (AUC = 0,85) menunjukkan hasil yang baik untuk mendeteksi infeksi pada sapi yang tidak divaksinasi, uji tersebut tidak menunjukkan kinerja yang baik (AUC = 0,77) dalam mendeteksi hewan pembawa (Gambar 1, Tabel 2).

 

Tabel 2. Parameter diagnostik yang diperkirakan untuk masing-masing tes NSP untuk mendeteksi infeksi dan/atau status karier pada panel NSP yang tidak divaksinasi, divaksinasi, dipublikasikan dan serum lapangan yang diketahui terinfeksi secara klinis dari sapi. n = jumlah sampel yang diuji (semua kategori termasuk 991 serum dari hewan naif yang diketahui statusnya negatif); AUC = luas daerah di bawah kurva; Se = sensitivitas (%); Sp = spesifisitas (%).

 


Tabel 2. lanjutan.

 

Untuk mendeteksi infeksi dan/atau status carrier pada populasi yang divaksinasi, kinerja semua tes internal kecuali 2C diklasifikasikan sebagai baik (rentang AUC = 0,80 hingga 0,90) hingga sangat baik (rentang AUC 0,90 hingga 0,93) (Gambar 1 , Tabel 2). Untuk hewan yang divaksinasi dan ditantang secara injeksi (jarum), kinerja semua tes di rumah (kecuali 2C) untuk mendeteksi infeksi dan/atau pembawa sangat baik (kisaran AUC = 0,90 hingga 1,00) dan tidak ada perbedaan signifikan yang diamati antara individu yang diuji in-house menggunakan tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS (p > 0,05) (data tidak ditampilkan). Sebaliknya, untuk mendeteksi infeksi dan/atau status pembawa pada hewan yang divaksinasi dan ditantang kontak, kinerja semua tes internal selain 2C diklasifikasikan sebagai hanya cukup (rentang AUC = 0,70 hingga 0,80) hingga baik (rentang AUC = 0,80 hingga 0,90 (data tidak ditampilkan).

 


Semua tes internal (kecuali 2C), tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS ditemukan memiliki kinerja yang sangat baik ketika diuji dengan panel serum sapi untuk mendeteksi infeksi (Gambar 1, Tabel 2). Untuk serum wabah lapangan 2B, 3B dan 3ABC, pengujian internal memberikan kinerja yang sangat baik (kisaran AUC =0,960,99) yang sebanding dengan tes PrioCHECK® FMDV dan tes IDvet® FMDV NS (AUC = 0,99). Tes internal 3D dan 3CD memberikan hasil yang baik, mengembalikan nilai AUC masing-masing 0,891 dan 0,94 (Gambar 1, Tabel 2).

 



Gambar 1. Perbandingan kurva ROC non-parametrik dari uji internal dengan uji Prionics dan IDvet 3ABC untuk mendeteksi infeksi pada kelompok yang tidak divaksinasi (A), divaksinasi (B), panel serum (C, kiri) dan serum lapangan (C, kanan).

 

3.4. Kesepakatan antara Tes ELISA NSP

Menurut hasil yang diberikan dalam Tabel Tambahan S1, semua tes internal selain 2C menunjukkan kesesuaian yang sangat baik dengan tes PrioCHECK® 3ABC dan tes IDvet® FMDV NS dalam pengujian serum negatif untuk semua kategori (yaitu, tidak divaksinasi, divaksinasi, panel, dan sera lapangan), dengan persentase yang diklasifikasikan dengan benar sebagai hasil negatif (percentage correctly classified as negative / NPA) lebih tinggi dari 94%.

 

Persentase sampel yang diklasifikasikan dengan benar sebagai hasil positif (percentage of samples correctly classified as positive / PPA) ditemukan berbeda saat menguji infeksi atau status pembawa: kecocokan yang lebih rendah diperoleh saat menggunakan semua tes ELISA internal untuk mendeteksi status pembawa pada hewan yang tidak divaksinasi dan divaksinasi (Kisaran PPA masing-masing 53,6 hingga 81,5% dan 50,4 hingga 82,7%), sementara kecocokan yang lebih tinggi dilaporkan ketika mendeteksi infeksi pada hewan yang tidak divaksinasi (kisaran AKP 75,5 hingga 90,4%) (Tabel Tambahan S1).

 

Demikian pula, nilai PPA yang rendah dilaporkan untuk semua tes internal, selain 2B dan 3B, untuk mendeteksi infeksi saat menguji panel serum sapi. Dalam sampel dari sapi yang diketahui terinfeksi secara klinis dari lapangan, uji in-house 2B, 3B dan 3ABC sebagian besar cocok dengan hasil dari tes PrioCHECK® 3ABC dan IDvet® FMDV NS ELISA, dengan nilai PPA lebih tinggi dari 92,7% (Tabel Tambahan S1). Selain itu, semua hasil yang diperoleh dengan menggunakan tes internal ditemukan lebih cocok dengan yang disediakan oleh IDvet® FMDV NS daripada PrioCHECK® 3ABC ELISA, dengan perkiraan nilai PPA yang lebih tinggi ketika dibandingkan dengan versi inkubasi singkat (Tambahan Tabel S1).

 

3.5. Deteksi Spesifisitas dan Sensitivitas Tes Antibodi NSP

Untuk semua kelompok hewan, spesifisitas semua uji internal, kecuali 2C, berkisar antara 96,62% hingga 99,10% (Tabel 2) pada nilai batas 0,5 yang ditetapkan. Spesifisitas tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS (inkubasi lama dan singkat) berkisar antara 99,20% hingga 99,50% (Tabel 2).

 

Pada hewan yang tidak divaksinasi secara keseluruhan, infeksi dan/atau status pembawa terdeteksi dengan tingkat sensitivitas 95,45 hingga 100% dalam uji internal (kecuali 2C), sementara sensitivitas 100% diperoleh untuk tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet ® FMDV NS (inkubasi panjang dan pendek) (Tabel 2).

 

Pada hewan yang divaksinasi secara keseluruhan, sensitivitas uji internal (kecuali 2C) untuk mendeteksi infeksi dan/atau status carrier lebih rendah (kisaran 56,49 hingga 75,97%) dibandingkan dengan ELISA yang tersedia secara komersial, mengembalikan nilai dalam kisaran dari 70,73 sampai 90,26% (Tabel 2).

 

Baik hewan yang tidak divaksinasi dan divaksinasi selanjutnya dibagi lagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok tantang kontak dan kelompok tantang secara injeksi sesuai dengan rute infeksinya. Untuk kelompok tantang kontak dan/atau kelompok tantang secara injeksi hasilnya sama untuk semua uji yang dilakukan internal dengan tingkat sensitivitas tinggi (93,75 hingga 100%) dengan yang diperkirakan untuk tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS untuk mendeteksi infeksi dan/atau status operator (data tidak ditampilkan).

 

Tidak seperti deteksi infeksi pada sapi yang tidak divaksinasi dan ditantang secara injeksi, sensitivitas untuk mendeteksi infeksi dan/atau status carrier pada hewan yang divaksinasi dan yang ditantang kontak lebih rendah pada uji internal dibandingkan pada tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS. Namun, pada kelompok yang divaksinasi dan selanjutnya ditantang secara injeksi, sensitivitas untuk mendeteksi infeksi menggunakan uji in-house (internal) 2B, 3B, 3ABC, dan 3D diperkirakan masing-masing sebesar 82,44%, 90,84%, 80,92%, dan 87,02%, dengan sensitivitas yang ditentukan 93,89% dan 92,37 % masing-masing untuk tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS (panjang) (data tidak ditampilkan). Namun, sensitivitas deteksi infeksi oleh 3CD dan 2C hanya 78,63% dan 57,25% untuk hewan yang divaksinasi ditantang secara injeksi.  Demikian pula, tes internal 2B, 3B, 3ABC, dan 3D dilakukan dengan sensitivitas masing-masing 88,75%, 92,50%, 88,75%, dan 85,00%, untuk mendeteksi pembawa yang divaksinasi dengan injeksi, yang sebanding dengan sensitivitasnya (92,50%) yang dilaporkan untuk tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS (data tidak ditampilkan).

 

Sebaliknya, nilai sensitivitas yang diperoleh untuk tes internal untuk mendeteksi infeksi dan/atau status carrier pada kelompok yang divaksinasi dan ditantang kontak lebih rendah, berkisar antara 31,08% hingga 58,11%, sedangkan sensitivitas untuk mendeteksi infeksi dan status carrier menggunakan tes PrioCHECK® FMDV NS diperkirakan masing-masing 69,83% dan 87,84%, sensitivitas dengan diagnostik tes IDvet® VIRUS PMK NS diperkirakan 61,21 hingga 79,73% (inkubasi lama) dan 60,34 hingga 81,08% (inkubasi singkat) (data tidak ditampilkan).

 

Berdasarkan data panel serum sapi, 2B dan 3B menunjukkan sensitivitas yang sebanding (2B = 94,44%; 3B = 88,89%) dan spesifisitas (2B = 99,09%; 3B = 98,39%) dengan Tes PrioCHECK®FMDV NS (Se = 91,67%; Sp = 99,39%) dan tes IDvet® FMDV NS (Se = 91,67%; rentang Sp = 99,29 hingga 99,50%) untuk deteksi infeksi (Tabel 2). Tes 3ABC, 3D dan 3CD melaporkan sensitivitas dalam kisaran antara 72,2% hingga 75% untuk deteksi infeksi menggunakan panel serum sapi. Performa diagnostik serupa diperoleh untuk pengujian serum wabah lapangan, di mana tiga tes (2B, 3B dan 3ABC) ditemukan memiliki tingkat sensitivitas yang sebanding (2B = 96,23%; 3B = 97,48%; 3ABC = 96,23%) terhadap Tes PrioCHECK® FMDV NS (Se = 96,86%) dan Tes IDvet® FMDV NS (Se = 97,48% untuk inkubasi singkat; Se = 100% untuk inkubasi lama) (Tabel 2). Tes internal 3D dan 3CD masing-masing mendeteksi infeksi 75,47% dan 71,07%. Meskipun tes 2C mendeteksi lebih dari 81% hewan yang terinfeksi, nilai Kappa lebih rendah (0,37) menunjukkan kesesuaian yang buruk dengan kit ELISA komersial dan dengan demikian tidak dianggap signifikan (Tabel Tambahan S1).

 

3.6. Performa Pengujian Internal yang Digunakan dalam Berbagai Skema Pengujian dengan Tes PrioCHECK® FMDV NS dan IDvet® FMDV NS

 

Mempertimbangkan semua kelompok yang diuji, semua tes internal (dengan pengecualian 2C) menunjukkan peningkatan sensitivitas ketika digunakan secara bersamaan (pengujian paralel) dan peningkatan spesifisitas ketika diterapkan secara berurutan (pengujian serial) dengan Tes PrioCHECK® FMDV NS dan Tes IDvet ® FMDV NS, meskipun dengan mengorbankan parameter diagnostik lainnya (Gambar 2–4).

 

Demikian pula, sensitivitas atau spesifisitas dapat ditingkatkan dengan mengorbankan parameter lain dibandingkan dengan penggunaan tes PrioCHECK® FMDV NS atau tes IDvet® FMDV NS saja. Saat menggunakan tes ELISA komersial tunggal (baik tes PrioCHECK® FMDV NS maupun tes IDvet® FMDV NS) tetapi digunakan dalam skema diagnostik serial atau paralel saat mengubah batas, sehingga menyesuaikan sensitivitas dan spesifisitas tes yang sesuai, rentang kinerja diagnostik yang diperoleh tidak sebaik dengan menggunakan tes yang berbeda berdasarkan NSP yang berbeda (Tabel Tambahan S2). Ini ditemukan benar untuk semua kategori sampel.

 

Untuk semua kelompok sapi terinfeksi yang tidak divaksinasi, sensitivitas dalam pengujian paralel dan spesifisitas dalam pengujian serial mencapai 100% (Gambar 2).

Untuk sapi yang terinfeksi yang divaksinasi, sensitivitas dengan pengujian paralel dan spesifisitas dengan pengujian serial diamati dalam kisaran masing-masing 87 hingga 93% dan 99,9%, dibandingkan dengan 82,49% dan 99,39% untuk penggunaan uji PrioCHECK® FMDV NS saja, dan hingga 77,33%/74,90% (inkubasi lama/pendek) dan 99,10%/99,30% (lama/singkat) untuk menggunakan uji IDvet® FMDV NS (Gambar 3).

 

Untuk kelompok tantangan kontak yang divaksinasi, sensitivitas meningkat dalam kisaran 73 hingga 83% ketika pengujian paralel diterapkan, sedangkan spesifisitas dalam pengujian serial meningkat menjadi 99,9%, lebih tinggi daripada PrioCHECK® FMDV NS (Se = 69,83% , Sp = 99,39%) dan IDvet® FMDV NS (Se = 60,34% untuk inkubasi lama dan singkat; Sp = 99,29/99,50% untuk inkubasi lama / singkat) digunakan sebagai tes tunggal. Demikian pula, sensitivitas diagnostik dengan pengujian paralel meningkat hingga 94 hingga 99% dan spesifisitas dengan pengujian serial meningkat hingga 99,9% pada kelompok yang divaksinasi dengan injeksi dibandingkan dengan 93,89% dan 99,39% untuk tes PrioCHECK® FMDV NS tunggal, dan hingga 92,37%/87,79% (inkubasi lama/singkat) dan 99,39% untuk tes IDvet® FMDV NS (Gambar 3).

 


 

Gambar 2. Analisis Bayesian untuk beberapa pengujian pengujian NSP internal dengan uji NS  PrioCHECK® (A), IDvet® inkubasi lama (B) dan inkubasi singkat (C) untuk mendeteksi infeksi dan/atau carrier pada sapi tantang terinfeksi yang tidak divaksinasi. Serial (pengujian berurutan): sampel diklasifikasikan sebagai terinfeksi dan/atau carrier hanya jika kedua hasil tes positif; paralel (pengujian simultan): sampel yang dites positif di salah satu dari dua tes diklasifikasikan sebagai terinfeksi dan/atau carrier.

 


 

Gambar 3. Analisis Bayesian untuk beberapa pengujian pengujian NSP internal dengan uji NS  PrioCHECK® (A), IDvet® inkubasi lama (B) dan inkubasi singkat (C) untuk mendeteksi infeksi dan/atau pembawa pada sapi tantang terinfeksi yang divaksinasi. Serial (pengujian berurutan): sampel diklasifikasikan sebagai terinfeksi dan/atau pembawa hanya jika kedua hasil tes positif; paralel (pengujian simultan): sampel yang dites positif di salah satu dari dua tes diklasifikasikan sebagai terinfeksi dan/atau Carrier.

 


 

Gambar 4. Analisis Bayesian untuk pengujian ganda tes NSP internal dengan PrioCHECK® (A), IDvet® inkubasi lama (B) dan inkubasi singkat (C) tes FMDV NS untuk mendeteksi infeksi pada panel serum Bovine dan sampel lapangan yang diketahui terinfeksi secara klinis . Serial (pengujian berurutan): sampel diklasifikasikan sebagai terinfeksi dan/atau carrier hanya jika kedua hasil tes positif; paralel (pengujian simultan): sampel yang dites positif di salah satu dari dua tes diklasifikasikan sebagai terinfeksi dan/atau carrier.

 

Sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi status carrier pada kelompok carrier terinfeksi yang divaksinasi meningkat dalam kisaran 92 hingga 97% dalam pengujian paralel dan 99,9% dalam pengujian serial, masing-masing, dibandingkan dengan 90,26% dan 99,39% untuk tes PrioCHECK® FMDV NS, sedangkan tes IDvet® FMDV NS dilaporkan dengan nilai sensitivitas 86,36%/83,77% (inkubasi lama/singkat) dan nilai spesifisitasnya 99,29%/99,50% (inkubasi lama/singkat) (Gambar 3).

 

Sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi status pembawa pada kelompok terinfeksi yang terinfeksi yang divaksinasi meningkat menjadi kisaran 86% hingga 94% dalam pengujian paralel dan 99,9% dalam pengujian serial, masing-masing, dibandingkan dengan 87,84% dan 99,39% untuk tes PrioCHECK® FMDV NS, dan hingga 60,34% dan 99,29%/99,50% (inkubasi lama/singkat) untuk tes IDvet® FMDV NS (Gambar 3).

 

Demikian pula, sensitivitas dan spesifisitas diagnostik untuk mendeteksi carrier pada kelompok yang divaksinasi dengan jarum suntik meningkat masing-masing hingga kisaran 96 hingga 99% dan 99,9%, dibandingkan dengan 92,5% dan 99,39% untuk sensitivitas dan spesifisitas tes PrioCHECK® FMDV NS, dan hingga 92,37%/87,79% (inkubasi lama/singkat) dan 99,29%/99,50% (inkubasi lama/singkat) untuk sensitivitas dan spesifisitas yang diperkirakan oleh tes IDvet® FMDV NS (Gambar 3).

 

Sensitivitas dan spesifisitas diagnostik tes ELISA PrioCHECK® FMDV NS (masing-masing 91,67% dan 99,39%) dan tes ELISA IDvet® FMDV NS (91,67%/88,89% dan 99,29%/99,50%, masing-masing untuk lama/singkat) dapat ditingkatkan hingga 96 hingga 99% dalam pengujian paralel dan spesifisitas hingga 99,9% dalam pengujian serial dengan pengujian internal ketika serum panel digunakan (Gambar 4).

Demikian pula, untuk analisis sampel lapangan, sensitivitas dan spesifisitas diagnostik uji PrioCHECK® FMDV NS (96,86% dan 99,39%) dan uji IDvet® FMDV NS (masing-masing 98,74%/97,48% dan 99,29%/99,50% untuk inkubasi lama/singkat) dapat ditingkatkan hingga 98% hingga 99% dan 99,9% dalam pengujian paralel dan serial, jika digabungkan dengan pengujian internal NSP (Gambar 4).

 

4. DISKUSI

Menyusul kerugian ekonomi yang dialami selama wabah PMK di Inggris 2001, upaya telah dilakukan untuk memfasilitasi penerapan kebijakan pengendalian 'vaksinasi-untuk-hidup', yang terdiri dari vaksinasi darurat cincin di area sekitar tempat yang terinfeksi diikuti oleh sero-surveilans untuk membuktikan tidak adanya hewan carrier virus dan peredaran virus serta mendukung deklarasi bebas dari infeksi PMK [1].

 

Beberapa tes serologis dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis PMK dan untuk memastikan bahwa populasi hewan atau wilayah geografis bebas dari infeksi PMK. Tes NSP menguntungkan karena dapat mendeteksi infeksi untuk semua serotipe virus PMK dan dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi pada hewan yang divaksinasi. Namun, ketika menggunakan tes ini untuk menyaring hewan yang divaksinasi yang telah pulih dari infeksi, akurasi dalam deteksi tidak setinggi yang diharapkan [8,34,35].

 

Studi oleh Brocchi dkk. [8] membuktikan bahwa tes yang dilakukan dengan spesifisitas diagnostik antara 97% dan 98% mampu mendeteksi status carrier pada sapi yang divaksinasi dan selanjutnya terinfeksi dengan nilai sensitivitas berkisar antara 68% dan 94%. Kit PrioCHECK® FMDV NS (ELISA komersial) dilaporkan memiliki sensitivitas 86,4% dan dilakukan serupa dengan metode indeks WOAH yang ditentukan (NCPanaftosa) [8].

 

Ditemukan bahwa pengujian ulang sampel yang diuji sebagai positif dengan tes PrioCHECK® FMDV NS dengan tes yang sama meningkatkan spesifisitas dari 98,1% hingga 99,2%, sementara ketika pengujian ulang dengan SVANOVIRTM ELISA FMDV 3ABC-Ab, spesifisitas meningkat hingga 99,98% dengan penurunan sensitivitas diagnostik menjadi 71,2%. Oleh karena itu, disarankan untuk mengadopsi beberapa strategi pengujian untuk memaksimalkan spesifisitas diagnostik neto [7].

 

Diakui juga bahwa jika tes konfirmasi yang lebih sensitif dan spesifik dapat ditemukan, maka situasinya akan lebih baik. Mengikuti resolusi ini, telah dikembangkan dalam penelitian ini, enam tes internal baru dan memvalidasinya menggunakan tes PrioCHECK® FMDV NS, bersama dengan tes IDvet® VIRUS PMK NS komersial baru yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas diagnostik yang serupa. Selain itu, kami telah menggunakan, secara in silico, enam tes internal dan tes PrioCHECK® FMDV NS atau tes IDvet® FMDV NS dalam beberapa strategi pengujian, untuk memperkirakan spesifisitas atau sensitivitas diagnostik neto: ini termasuk pengujian berurutan (serial) dan skema pengujian simultan (paralel).

 

Dalam studi sebelumnya, kemanjuran tes 2B NSP untuk mendeteksi infeksi dalam serum dari sapi pada kondisi eksperimen dan kondisi lapangan telah diselidiki [14,34,36]. Namun, dilaporkan terkait dengan beberapa non-spesifisitas, yang kini telah ditingkatkan dengan memasukkan serum kuda normal dalam langkah blocking. Dalam penelitian ini, empat protein rekombinan dan dua peptida, termasuk peptida 2B, dievaluasi dalam format ELISA tidak langsung dan divalidasi dengan metode menggunakan koleksi besar serum negatif dari hewan naif, sejumlah besar dan beragam eksperimental yang divaksinasi dan kemudian terinfeksi. Sampel serum wabah lapangan dari sapi yang diketahui terinfeksi secara klinis, dan panel serum sapi [2,21 – 24], oleh karena itu, menangkap repertoar respons pengujian terhadap kondisi sistem yang berbeda.

 

Jika terjadi wabah PMK, kemampuan untuk membedakan hewan yang terinfeksi dari hewan yang divaksinasi sangat penting untuk mendapatkan kembali status bebas PMK [1]. Oleh karena itu, perlu dilakukan sero-surveilans pasca-wabah skala besar untuk mendeteksi antibodi NSP. Khususnya di daerah yang ditandai dengan prevalensi rendah, tes harus dilakukan dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi, untuk meningkatkan nilai prediksi positif [5]. Di negara-negara bebas PMK, uji NSP ini digunakan berdasarkan kelompok, oleh karena itu, jika infeksi tunggal dikonfirmasi, maka seluruh kelompok dimusnahkan, dengan asumsi bahwa karena sensitivitas yang tidak sempurna, hewan pembawa lain yang tidak teridentifikasi dapat muncul. Setelah epidemi PMK di Inggris pada tahun 2001, ~3,5 juta serum diuji secara serologis untuk menunjukkan bebas dari infeksi, dan dengan jumlah seperti itu, bahkan tes dengan spesifisitas 99% akan menghasilkan ~17.500 reaktor positif palsu. Oleh karena itu, spesifisitas tes >99% mungkin diperlukan.

 

Semua tes NSP internal, kecuali tes 2C, yang dikembangkan selama penelitian ini dilakukan dengan spesifisitas mulai dari 97,2% hingga 99,2% diklasifikasikan memiliki karakteristik kinerja yang sangat baik, dan juga menghasilkan hasil yang sebanding dengan tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet ®FMDV NS untuk mendeteksi infeksi dan/atau status carrier pada hewan yang tidak divaksinasi, ditantang secara injeksi, hewan yang terinfeksi secara klinis di lapangan, dan menggunakan data panel serum sapi yang dikarakterisasi dengan baik.

 

Seperti yang dilaporkan dalam penelitian sebelumnya [8], tingkat deteksi untuk sapi yang terinfeksi pada hewan yang tidak divaksinasi tampaknya lebih tinggi daripada kelompok yang divaksinasi. Di antara tes internal baru, tes 3ABC, 3B dan 2B menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas tertinggi untuk mendeteksi infeksi dan/atau status pembawa pada kelompok yang tidak divaksinasi-terinfeksi dan divaksinasi-tantang jarum. Hasil serupa diperoleh untuk panel serum sapi, di mana tes 2B dan 3B (tetapi bukan tes 3ABC in-house) menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang sebanding dengan hasil yang diberikan oleh tes PrioCHECK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS.

 

Secara umum, semua tes internal kecuali 2C diklasifikasikan berkinerja sangat baik untuk mendeteksi infeksi dan/atau status pembawa pada hewan yang divaksinasi dengan tantang secara injeksi.

Secara keseluruhan, tes 2B, 3B, dan 3ABC menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang sebanding dengan tes PrioCHECK® dan tes IDvet® FMDV NS untuk mendeteksi infeksi dan/atau status carrier (pembawa virus) pada panel serum sapi, dan juga pada hewan yang divaksinasi dengan jarum suntik.

 

Dengan cara yang sama, sensitivitas dan spesifisitas 2B, 3B dan 3ABC sebanding dengan tes PrioCHECK® dan tes IDvet® FMDV NS untuk mendeteksi infeksi pada serum wabah lapangan. Namun, telah diamati bahwa tingkat deteksi yang rendah saat menguji kelompok yang divaksinasi dengan tantangan kontak pada semua tes internal, berbeda dengan hasil yang diperoleh pada kelompok yang divaksinasi dengan injeksi, yang mungkin disebabkan oleh replikasi virus yang rendah pada hewan-hewan ini dengan adanya antibodi yang ditimbulkan oleh vaksin yang kuat, atau karena tingkat tantangan virus yang lebih rendah pada hewan kontak yang rentan dibandingkan dengan hewan yang ditantang dengan injeksi intradermol.

Hal ini kemudian ditandai dengan kinerja yang rendah untuk mendeteksi infeksi dan/atau status karier untuk kelompok yang divaksinasi-kontak-tantang dibandingkan dengan hewan-hewan yang tidak divaksinasi-kontak-tantang, di mana infeksi dan/atau status karier terdeteksi dengan sensitivitas 100 %.

Tabulasi silang hasil dikotomis yang diekstraksi dari tes 3ABC, 2B dan 3B, kesesuaian yang baik hingga sangat baik dengan tes PrioCHE CK® FMDV NS dan tes IDvet® FMDV NS diperkirakan untuk semua kelompok kecuali untuk hasil kontak-tantang kelompok yang divaksinasi (hasil turunan dari Pengujian 3ABC)

 

Ini akan mempertimbangkan semua pengujian internal kecuali 2C sebagai menghasilkan kesepakatan yang baik hingga sangat baik dengan Tes PrioCHECK® FMDV NS dan Tes IDvet® FMDV NS untuk mendeteksi infeksi dan/atau status karier pada kelompok yang tidak divaksinasi-terinfeksi dan divaksinasi, selanjutnya kelompok yang ditantang secara injeksi.

 

Meskipun semua sampel untuk panel serum sapi berasal dari hewan yang divaksinasi dan selanjutnya kontak dan/atau ditantang secara injeksi (neddle), sensitivitas yang lebih tinggi diamati untuk panel dibandingkan dengan hewan pulih yang divaksinasi, terutama pada hewan yang divaksinasi yang ditantang secara kontak.  Ini dapat mencerminkan komposisi representatif dari serum panel, yang terdiri dari sampel dari kedua kelompok yang divaksinasi (sembilan kontak dan 15 sapi yang tidak divaksinasi) dan kelompok yang tidak divaksinasi (n = 12) dan karenanya, tingkat deteksi yang lebih tinggi akan diharapkan.

Sensitivitas dan spesifisitas uji 2C untuk mendeteksi infeksi dan/atau status karier rendah untuk semua kelompok baik dalam kondisi eksperimental maupun lapangan. Tes 2C, dalam semua kasus, sangat non-spesifik, yang mungkin disebabkan oleh efek antibodi anti-MBP (protein pengikat maltosa) yang ada dalam serum sapi [37], yang dapat diatasi dengan memasukkan tes pra-langkah adsorpsi, dengan inkubasi serum dengan protein MBP [16,37,38]. Dalam ELISA 2C yang dikembangkan sebelumnya [9], 2C ditandai dengan GST (glutathione S-transferase) dan menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 94% dan 95%. Demikian pula, dalam protein 2C yang digunakan dalam uji 2C yang dikembangkan baru-baru ini [15] dengan protein tag-Nya, sensitivitas 92,9% dan spesifisitas 94% ditunjukkan. Oleh karena itu, penggunaan 2C yang signifikan untuk mendeteksi carrier [39] tidak dapat diabaikan, dan pengujian kami membutuhkan perbaikan lebih lanjut baik dengan pra-adsorpsi serum dengan protein MBP atau merancang konstruksi 2C dengan panjang yang lebih pendek [13,40,41] untuk menghindari respon non-spesifik.

 

Sistem yang disetujui WOAH yang digunakan di Amerika Selatan untuk pengujian serial melibatkan penyaringan oleh 3ABC ELISA dengan pengujian konfirmasi terhadap NSP virus lainnya dengan western blotting enzyme linked (immuno-electro-transfer blotting / IETB). Sampel uji dianggap positif jika antigen 3ABC, 3A, 3B, dan 3D (±2C) menunjukkan densitas pewarnaan yang sama atau lebih tinggi dari kontrol yang sesuai. Sampel dianggap negatif jika dua atau lebih antigen menunjukkan kepadatan di bawah serum kontrolnya. Sampel uji yang tidak sesuai dengan salah satu profil dianggap tak tentu [1].

 

Pengujian konfirmasi ini tidak diragukan lagi meningkatkan spesifisitas sistem pengujian secara keseluruhan, tetapi mungkin juga mengurangi sensitivitasnya. Selain itu, metodologi tidak cocok untuk otomatisasi dan penggunaan skala besar. Dalam studi ini, telah ditetapkan dan dievaluasi ELISA terhadap masing-masing NSP. Ini bisa menjadi prekursor untuk pengembangan uji serologis multipleks. Uji berurutan (skema serial) menggunakan uji internal (2B, 3B dan 3ABC) bersama dengan PrioCHECK® FMDV NS atau IDvet® FMDV NS meningkatkan spesifisitas, sementara peningkatan sensitivitas diamati saat menguji serum secara bersamaan (skema paralel).

 

Untuk pengujian paralel, diperoleh peningkatan sensitivitas yang signifikan untuk mendeteksi infeksi dan/atau status karier, terutama pada hewan yang ditantang kontak. Selain itu, peningkatan sensitivitas yang jelas dihasilkan ketika pengujian dalam serum paralel yang diperoleh dari sapi yang divaksinasi baik yang terinfeksi melalui kontak atau ditantang secara injeksi. Peningkatan kinerja diagnostik yang diamati dalam penelitian ini dengan menerapkan dalam skema serial atau paralel dua ELISA berdasarkan NSP rekombinan yang berbeda lebih tinggi daripada yang berpotensi menggunakan tes PrioCHECK® FMDV NS atau tes IDvet® FMDV NS tunggal dan kemudian memvariasikan cut-off sesuai dengan persyaratan. Ini menunjukkan bahwa penggunaan lebih dari satu NSP dapat memperluas jangkauan deteksi antibodi yang dideteksi oleh sistem serial/paralel daripada deteksi NSP tunggal menggunakan tes tunggal.

Kita harus mempertimbangkan bahwa penggunaan beberapa strategi pengujian tergantung pada biaya, volume pengujian, keberadaan dan kemampuan infrastruktur laboratorium ,dan terutama pada sistem epidemiologi yang diselidiki.

 

Faktanya, peningkatan sensitivitas atau spesifisitas diagnostik melalui beberapa strategi pengujian selalu menghasilkan respons non-spesifik dan non-sensitif insidental yang lebih tinggi: dalam pengujian simultan, ada keuntungan neto dalam sensitivitas tetapi ada kerugian neto dalam spesifisitas bila dibandingkan untuk salah satu tes yang digunakan secara individual, meningkatkan tingkat positif benar dengan mengorbankan lebih banyak positif palsu, yang merupakan kasus sebaliknya untuk pengujian berurutan. Ini perlu diperhitungkan dengan jelas 17 dari 19 sistem investigasi epidemiologi. Misalnya, selama kampanye pemberantasan atau untuk mendapatkan kembali status bebas penyakit, tujuannya adalah untuk membuktikan tidak adanya penyakit dan, idealnya, uji diagnostik yang digunakan harus dapat secara tepat mendefinisikan hewan yang benar-benar bebas dari penyakit sebagai negatif (mis., tingkat positif palsu yang sangat rendah dengan nilai prediksi negatif yang tinggi).

 

Dalam menghadapi wabah, prioritasnya adalah mendeteksi dan menghilangkan semua infeksi virus (dan peredaran virus) dalam sistem; dengan demikian sangat diperlukan tes dengan nilai prediksi positif yang sangat tinggi dan sensitivitas yang sangat tinggi (yaitu mengurangi tingkat negatif palsu). Berdasarkan hasil yang disajikan di sini, rezim paralel pengujian simultan dapat diikuti, asalkan tes dibuat dengan tingkat spesifisitas yang sama tinggi, sementara pengujian sekuensial (rezim serial) akan selalu memberikan hasil diagnostik dengan spesifisitas 100%.

 

Tes ELISA PrioCHECK® FMDV NS dan tes ELISA IDvet® FMDV NS (baik inkubasi panjang maupun pendek) mengungkapkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi; pengubahan durasi waktu inkubasi hanya menimbulkan dampak kecil. Menggunakan masa inkubasi yang lebih singkat memiliki keuntungan karena perputaran tes menjadi lebih cepat.  Meskipun inkubasi semalaman akan lebih mudah untuk pengujian terhadap sampel yang tiba di sore hari. Salah satu dari tes komersial ini dapat digunakan sebagai tes skrining dan yang lainnya sebagai tes konfirmasi untuk memperoleh sensitivitas dan spesifisitas terbaik.

 

Berdasarkan parameter diagnostik yang diperkirakan di sini, tes 2B, 3ABC, dan 3B dapat digunakan sebagai tes DIVA konfirmasi yang kuat dan akurat bersama dengan ELISA PrioCHECK® FMDV NS atau IDvet® FMDV NS dan, oleh karena itu, dapat sebagai alat serosurveilans untuk mendukung pengujian tidak adanya infeksi PMK. Karena tes skrining didasarkan pada protein 3ABC, tes konfirmasi berdasarkan NSP/peptida yang berbeda (yaitu tes 2B) dengan tes skrining akan memberikan kepercayaan lebih lanjut pada deteksi infeksi PMK pada hewan yang divaksinasi (strategi pengujian ganda yang sebelumnya diterapkan di lapangan untuk mengkonfirmasi infeksi PMK terbaru yang beredar di Siprus antara 2004 dan 2005) [36].

 

5.  DAFTAR PUSTAKA

1. WOAH. Foot and mouth disease (Infection with foot and mouth disease virus). WOAH Terr. Man. 2018, 433–464.

2. Cox, S.J.; Voyce, C.; Parida, S.; Reid, S.M.; Hamblin, P.A.; Hutchings, G.; Paton, D.J.; Barnett, P.V. Effect of emergency FMD vaccine antigen payload on protection, sub-clinical infection and persistence following direct contact challenge of cattle. Vaccine 2006, 24, 3184–3190.

3. Salt, J.S. The carrier state in foot and mouth disease-an immunological review. Br. Vet. J. 1993, 149, 207–223.

4. Tenzin, D.A.; Vernooij, H.; Bouma, A.; Stegeman, A. Rate of foot-and-mouth disease virus transmission by carriers quantified from experimental data. Risk Anal. 2008, 28, 303–309.

5. Sorensen, K.J.; Madsen, K.G.; Madsen, E.S.; Salt, J.S.; Nqindi, J.; Mackay, D.K.J. Differentiation of infection from vaccination in foot-and-mouth disease by the detection of antibodies to the non-structural proteins 3D, 3AB and 3ABC in ELISA using antigens expressed in baculovirus. Arch. Virol. 1998, 143, 1461–1476.

6. Moonen, P.; Jacobs, L.; Crienen, A.; Dekker, A. Detection of carriers of foot-and-mouth disease virus among vaccinated cattle. Vet. Microbiol. 2004, 103, 151–160.

7. Paton, D.J.; de Clercq, K.; Greiner, M.; Dekker, A.; Brocchi, E.; Bergmann, I.; Sammin, D.J.; Gubbins, S.; Parida, S. Application of non-structural protein antibody tests in substantiating freedom from foot-and-mouth disease virus infection after emergency vaccination of cattle. Vaccine 2006, 24, 6503–6512.

8. Brocchi, E.; Bergmann, I.E.; Dekker, A.; Paton, D.J.; Sammin, D.J.; Greiner, M.; Grazioli, S.; De Simone, F.; Yadin, H.; Haas, B.; et al. Comparative evaluation of six ELISAs for the detection of antibodies to the non-structural proteins of foot-and-mouth disease virus. Vaccine 2006, 24, 6966–6979.

9. Mackay, D.K.J.; Forsyth, M.A.; Davies, P.R.; Berlinzani, A.; Belsham, G.J.; Flint, M.; Ryan, M.D. Differentiating infection from vaccination in foot-and-mouth disease using a panel of recombinant, non-structural proteins in ELISA. Vaccine 1998, 16, 446–459.

10. Kweon, C.H.; Ko, Y.J.; Kim, W.; Lee, S.Y.; Nah, J.J.; Lee, K.N.; Sohn, H.J.; Choi, K.S.; Hyun, B.H.; Kang, S.W.; et al. Development of a foot-and-mouth disease NSP ELISA and its comparison with differential diagnostic methods. Vaccine 2003, 21, 1409–1414.

11. Malirat, V.; Neitzert, E.; Bergmann, I.E.; Maradei, E.; Beck, E. Detection of cattle exposed to foot-and-mouth disease virus by means of an indirect elisa test using bioengineered nonstructural polyprotein 3abc. Vet. Q. 1998, 20, 24–26.

12. Silberstein, E.; Kaplan, G.; Taboga, O.; Duffy, S.; Palma, E. Foot-and-mouth disease virus-infected but not vaccinated cattle develop antibodies against recombinant 3AB1 nonstructural protein. Arch. Virol. 1997, 142, 795–805.

13. Shen, F.; Chen, P.D.; Walfield, A.M.; Ye, J.; House, J.; Brown, F.; Wang, C.Y. Differentiation of convalescent animals from those vaccinated against foot-and-mouth disease by a peptide ELISA. Vaccine 1999, 17, 3039–3049.

14. Inoue, T.; Parida, S.; Paton, D.J.; Linchongsubongkoch, W.; Mackay, D.; Oh, Y.; Aunpomma, D.; Gubbins, S.; Saeki, T. Development and evaluation of an indirect enzyme-linked immunosorbent assay for detection of foot-and-mouth disease virus nonstructural protein antibody using a chemically synthesized 2B peptide as antigen. J. Vet. Diagn. Investig. 2006, 18, 545–552.

15. Mahajan, S.; Mohapatra, J.K.; Pandey, L.K.; Sharma, G.K.; Pattnaik, B. Truncated recombinant non-structural protein 2C-based indirect ELISA for FMD sero-surveillance. J. Virol. Methods 2013, 193, 405–414.

16. Biswal, J.K.; Jena, S.; Mohapatra, J.K.; Bisht, P.; Pattnaik, B. Detection of antibodies specific for foot-and-mouth disease virus infection using indirect ELISA based on recombinant nonstructural protein 2B. Arch. Virol. 2014, 159, 1641–1650.

17. Dekker, A.; Sammin, D.; Greiner, M.; Bergmann, I.; Paton, D.; Grazioli, S.; de Clercq, K.; Brocchi, E. Use of continuous results to compare ELISAs for the detection of antibodies to non-structural proteins of foot-and-mouth disease virus. Vaccine 2008, 26, 2723–2732.

18. Sharma, G.K.; Mohapatra, J.K.; Pandey, L.K.; Mahajan, S.; Mathapati, B.S.; Sanyal, A.; Pattnaik, B. Immunodiagnosis of foot- and-mouth disease using mutated recombinant 3ABC polyprotein in a competitive ELISA. J. Virol. Methods 2012, 185, 52–60.

19. Lubroth, J.; Brown, F. Identification of native foot-and-mouth disease virus non-structural protein 2C as a serological indicator to differentiate infected from vaccinated livestock. Res. Vet. Sci. 1995, 59, 70–78.

20. De Diego, M.; Brocchi, E.; Mackay, D.; De Simone, F. The non-structural polyprotein 3ABC of foot-and-mouth disease virus as a diagnostic antigen in ELISA to differentiate infected from vaccinated cattle. Arch. Virol. 1997, 142, 2021–2033.

21. Cox, S.J.; Parida, S.; Voyce, C.; Reid, S.M.; Hamblin, P.A.; Hutchings, G.; Paton, D.J.; Barnett, P.V. Further evaluation of higher potency vaccines for early protection of cattle against VIRUS PMK direct contact challenge. Vaccine 2007, 25, 7687–7695.

22. Parida, S.; Anderson, J.; Cox, S.J.; Barnett, P.V.; Paton, D.J. Secretory IgA as an indicator of oro-pharyngeal foot-and-mouth disease virus replication and as a tool for post vaccination surveillance. Vaccine 2006, 24, 1107–1116.

23. Parida, S.; Fleming, L.; Gibson, D.; Hamblin, P.A.; Grazioli, S.; Brocchi, E.; Paton, D.J. Bovine serum panel for evaluating foot-and-mouth disease virus nonstructural protein antibody tests. J. Vet. Diagn. Investig. 2007, 19, 539–544.

24. Oh, Y.; Fleming, L.; Statham, B.; Hamblin, P.; Barnett, P.; Paton, D.J.; Park, J.H.; Joo, Y.S.; Parida, S. Interferon-γ Induced by In Vitro Re-Stimulation of CD4+ T-Cells Correlates with In Vivo FMD Vaccine Induced Protection of Cattle against Disease and Persistent Infection. PLoS ONE 2012, 7, e44365.

 

SUMBER:

Anuj Tewari, Helen Ambrose, Krupali Parekh, Toru Inoue, Javier Guitian, Antonello Di Nardo, David James Paton and Satya Parida. 2021. Development and Validation of Confirmatory Foot-and-Mouth Disease Virus Antibody ELISAs to Identify Infected Animals in Vaccinated Populations. Viruses 2021. 13(5):914.

 

No comments: