Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday 14 November 2021

Mengenal Kredit Karbon


Kegiatan manusia di muka bumi menyebabkan pemanasan global yang besar dan hal ini sangat bergantung pada emisi gas rumah kaca atau emisi karbon. Indonesia sendiri telah berkomitmen mengurangi emisi karbon di wilayah negaranya. Pemerintah telah menetapkan target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario Business as Usual (BaU) pada tahun 2030.

 

Pada abad 20 samapai abad ini terjadi peningkatan kegiatan industri di berbagai sektor sehingga menimbulkan percepatan pemanasan global.  Maka dari out seluruh dunia harus segera berperan yang signifikan dalam mengurangi emisi karbon. Sehingga akhirnya perlu konsep kredit karbon yang berperan untuk menjadi salah satu mekanisme yang efisien.

 

Konsep kredit karbon

Kredit karbon adalah representasi dari ‘hak’ bagi sebuah perusahaan atau instansi untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya.  Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2). Kredit karbon menjadi unit yang diperdagangkan dalam pasar karbon untuk kegiatan carbon offset.


Carbon offset adalah kegiatan menyeimbangkan sejumlah emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan tertentu dengan cara membeli karbon kredit (dalam pasar sukarela). Kegiatan yang menghasilkan emisi karbon termasuk kegiatan industri hingga kegiatan sehari-hari.

 

Dari mana kredit karbon berasal?

Kredit karbon berasal dari pengurangan emisi yang dilakukan oleh proyek sukarela, di mana proyek ini secara khusus bertujuan untuk mengurangi emisi; seperti pembangunan turbin, proyek pengurangan metana, atau pemulihan hutan.

 

Secara alami, tumbuhan mampu menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan kembali oksigen ke udara melalui proses fotosintesis. Namun, laju produksi karbon dioksida jauh lebih cepat daripada kemampuan penyerapannya. Dengan pertumbuhan industri dan populasi, luas hutan semakin sempit untuk dialihkan menjadi perkebunan, pemukiman, pabrik, dan sejenisnya.

 

Ilustrasinya, proyek-proyek penghijauan dapat mengajukan perhitungan daya serap lahannya ke lembaga verifikasi kredit karbon yang diakui secara internasional. Setelah memperoleh sertifikasi akan sejumlah kredit karbon (yang masing-masing setara dengan 1 ton CO2), kredit karbon tersebut tercatat dalam depository (lembaga yang bertanggung jawab menyimpan kredit karbon tersebut). Barulah kredit karbon dapat diperdagangkan di pasar karbon.

 

Potensi kredit karbon Indonesia

Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia memiliki hutan hujan tropis ke-3 terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton. Sedangkan luas area hutan mangrove di Indonesia saat ini mencapai 3,31 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton karbon per hektar atau setara 33 miliar karbon. Indonesia juga memiliki lahan gambut terluas di dunia dengan area 7,5 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon mencapai sekitar 55 miliar ton.

 

Dari data tersebut maka total emisi karbon yang mampu diserap Indonesia kurang lebih sebesar 113,18 gigaton. Jika pemerintah Indonesia dapat menjual kredit karbon dengan harga USD 5 di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia mencapai USD565,9 miliar atau setara dengan Rp8.000 triliun.

 

Menjaga Jumlah Emisi Karbon Lewat Perdagangan Karbon di Bursa

Penanganan masalah iklim akibat emisi karbon yang sangat urgen ini semakin mendesak. Tidak hanya masyarakat, pemerintah dan swasta raksasa pun perlu mencanangkan komitmen global untuk permasalahan ini.

 

Pada 12 Desember 2015, sebanyak 195 negara termasuk Indonesia, menyepakati perjanjian iklim global yang dikenal sebagai Perjanjian Paris (Paris Agreement). Perjanjian ini sepenuhnya bersifat sukarela, di mana semua negara yang menyepakatinya berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan memastikan suhu global tidak naik lebih dari 2˚C (3.6˚F); menjaga kenaikan suhu global tetap di bawah 1.5˚C (2.7˚F). Perjanjian Paris mulai berlaku efektif pada 4 November 2016.

 

Melanjutkan kesepakatan tersebut, skema-skema perdagangan karbon global pun dilaksanakan untuk menjaga jumlah emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer. Terkait pengawasan emisi karbon, perdagangan karbon umumnya dilakukan melalui bursa dengan standar satuan tertentu.

 

”Karbon” yang dimaksud dalam perdagangan karbon di bursa adalah kredit karbon. Kredit karbon sendiri telah diakui secara internasional sebagai komoditas. Maka dari itu, ekosistem bursa akan memfasilitasi perdagangan karbon yang terorganisasi dan efisien.

No comments: