Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, 29 March 2021

Industri 4.0: Peluang Emas atau Ancaman Nyata? Ini Tantangan dan Penerapannya!



Tantangan dan Penerapan Revolusi Industri ke Empat (I  4.0)


Revolusi Industri Keempat (atau Industri 4.0) adalah otomatisasi berkelanjutan dari praktik manufaktur dan industri tradisional, menggunakan teknologi pintar modern. Komunikasi mesin-ke-mesin (M2M) skala besar dan internet of things (IoT) terintegrasi untuk meningkatkan otomatisasi, meningkatkan komunikasi dan pemantauan diri, dan produksi mesin pintar yang dapat menganalisis dan mendiagnosis masalah tanpa perlu campur tangan manusia . [1]

 

SEJARAH

Frasa Revolusi Industri Keempat pertama kali diperkenalkan oleh tim ilmuwan yang mengembangkan strategi teknologi tinggi untuk pemerintah Jerman. [2] Klaus Schwab, ketua eksekutif Forum Ekonomi Dunia, memperkenalkan frasa tersebut kepada khalayak yang lebih luas dalam artikel 2015 yang diterbitkan oleh Luar Negeri, [3] "Menguasai Revolusi Industri Keempat" adalah tema Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia tahun 2016, di Davos-Klosters, Swiss. [4]


Pada 10 Oktober 2016, Forum mengumumkan pembukaan Pusat Revolusi Industri Keempatnya di San Francisco. [5] Ini juga merupakan subjek dan judul buku Schwab tahun 2016. [6] Schwab termasuk dalam teknologi era keempat ini yang menggabungkan perangkat keras, perangkat lunak, dan biologi (sistem fisik siber), [7] dan menekankan kemajuan dalam komunikasi dan konektivitas. Schwab mengharapkan era ini ditandai dengan terobosan dalam teknologi yang muncul di bidang-bidang seperti robotika, kecerdasan buatan, nanoteknologi, komputasi kuantum, bioteknologi, internet of things, industri internet of things, konsensus desentralisasi, teknologi nirkabel generasi kelima, pencetakan 3D. , dan kendaraan yang sepenuhnya otonom. [8]


Dalam proposal The Great Reset oleh World Economic Forum, Revolusi Industri Keempat dimasukkan sebagai Intelijen Strategis dalam solusi untuk membangun kembali ekonomi secara berkelanjutan setelah pandemi COVID-19 [9]


Revolusi Industri Pertama

Revolusi Industri Pertama ditandai dengan transisi dari metode produksi tangan ke mesin melalui penggunaan tenaga uap dan tenaga air. Penerapan teknologi baru membutuhkan waktu yang lama, sehingga periode yang dimaksud adalah antara tahun 1760 dan 1820, atau tahun 1840 di Eropa dan Amerika Serikat. Dampaknya memiliki konsekuensi pada manufaktur tekstil, yang pertama kali mengadopsi perubahan tersebut, serta industri besi, pertanian, dan pertambangan meskipun ia juga memiliki pengaruh sosial dengan kelas menengah yang semakin kuat. Ini juga berdampak pada industri Inggris pada saat itu. [10]

 

Revolusi Industri Kedua

Revolusi Industri Kedua, juga dikenal sebagai Revolusi Teknologi, adalah periode antara tahun 1871 dan 1914 yang diakibatkan oleh pemasangan jaringan rel kereta api dan telegraf yang luas, yang memungkinkan perpindahan orang dan gagasan lebih cepat, serta listrik. Peningkatan elektrifikasi memungkinkan pabrik untuk mengembangkan jalur produksi modern. Itu adalah masa pertumbuhan ekonomi yang besar, dengan peningkatan produktivitas, yang juga menyebabkan lonjakan pengangguran karena banyak pekerja pabrik digantikan oleh mesin. [11]


Revolusi Industri Ketiga

Revolusi Industri Ketiga, juga dikenal sebagai Revolusi Digital, terjadi pada akhir abad ke-20, setelah berakhirnya dua perang dunia, akibat perlambatan industrialisasi dan kemajuan teknologi dibandingkan periode-periode sebelumnya. Produksi komputer Z1, yang menggunakan bilangan floating-point biner dan logika Boolean, satu dekade kemudian, adalah awal dari perkembangan digital yang lebih maju. Perkembangan signifikan berikutnya dalam teknologi komunikasi adalah superkomputer, dengan penggunaan ekstensif teknologi komputer dan komunikasi dalam proses produksi; mesin mulai membatalkan kebutuhan tenaga manusia. [12]

 

Strategi German Industrie 4.0

Istilah "Industrie 4.0", disingkat menjadi I 4.0 atau hanya I 4, berasal pada tahun 2011 dari sebuah proyek dalam strategi teknologi tinggi pemerintah Jerman, yang mempromosikan komputerisasi manufaktur. [13] Istilah "Industrie 4.0" diperkenalkan secara publik pada tahun yang sama di Hannover Fair. [14] Pada bulan Oktober 2012, Kelompok Kerja untuk Industri 4.0 mempresentasikan serangkaian rekomendasi implementasi Industri 4.0 kepada pemerintah federal Jerman. Anggota dan mitra kelompok kerja diakui sebagai bapak pendiri dan pendorong di balik Industri 4.0. Pada tanggal 8 April 2013 di Pameran Hannover, laporan akhir dari Kelompok Kerja Industri 4.0 telah disajikan. Kelompok kerja ini dipimpin oleh Siegfried Dais, dari Robert Bosch GmbH, dan Henning Kagermann, dari Akademi Sains dan Teknik Jerman. [15]

 

Karena prinsip Industri 4.0 telah diterapkan oleh perusahaan, terkadang prinsip tersebut diganti namanya. Misalnya, produsen suku cadang dirgantara Meggitt PLC telah mencap proyek penelitian Industri 4.0 miliknya sendiri, M4. [16]

 

Diskusi tentang bagaimana peralihan ke Industri 4.0, terutama digitalisasi, akan mempengaruhi pasar tenaga kerja sedang dibahas di Jerman di bawah topik Pekerjaan 4.0. [17]

 

Karakteristik dari strategi Industri 4.0 pemerintah Jerman melibatkan penyesuaian produk yang kuat di bawah kondisi produksi (massal) yang sangat fleksibel. [18] Teknologi otomasi yang diperlukan ditingkatkan dengan pengenalan metode optimasi diri, konfigurasi diri, [19] diagnosis diri, kognisi dan dukungan cerdas pekerja dalam pekerjaan mereka yang semakin kompleks. [20] Proyek terbesar di Industri 4.0 per Juli 2013 adalah klaster terdepan Kementerian Pendidikan dan Penelitian Federal Jerman (BMBF) "Sistem Teknis Cerdas Ostwestfalen-Lippe (OWL-nya)". Proyek besar lainnya adalah proyek BMBF RES-COM, [21] serta Cluster of Excellence "Teknologi Produksi Integratif untuk Negara-negara Berupah Tinggi". [22] Pada 2015, Komisi Eropa memulai proyek penelitian internasional Horizon 2020 CREMA (Menyediakan Manufaktur Cepat Elastis Berbasis Cloud berdasarkan model XaaS and Cloud) sebagai inisiatif utama untuk mendorong topik Industri 4.0. [23]

 

PRINSIP DAN TUJUAN DESAIN

Ada empat prinsip desain yang diidentifikasi sebagai bagian integral dari Industri 4.0: [24]

 

1)   Interkoneksi - kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of things, atau internet of people (IoP) [25]

 

2) Transparansi informasi - transparansi yang diberikan oleh teknologi Industri 4.0 memberi operator informasi yang komprehensif untuk membuat keputusan. Inter-konektivitas memungkinkan operator untuk mengumpulkan data dan informasi dalam jumlah besar dari semua titik dalam proses manufaktur, mengidentifikasi area utama yang dapat mengambil manfaat dari perbaikan untuk meningkatkan fungsionalitas [25]

 

3) Bantuan teknis - fasilitas teknologi sistem untuk membantu manusia dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, dan kemampuan untuk membantu manusia dengan tugas-tugas yang sulit atau tidak aman [26]

 

4) Keputusan terdesentralisasi - kemampuan sistem fisik cyber untuk membuat keputusan sendiri dan untuk melakukan tugas mereka seotonom mungkin. Hanya dalam kasus pengecualian, gangguan, atau tujuan yang bertentangan, tugas didelegasikan ke tingkat yang lebih tinggi [27]

 

KOMPONENNYA

Revolusi Industri Keempat terdiri dari banyak komponen, antara lain: [28]

1) Perangkat seluler

2) Platform Internet of Things (IoT)

3) Teknologi deteksi lokasi (identifikasi elektronik)

4) Antarmuka manusia-mesin yang canggih

5) Otentikasi dan deteksi penipuan

6) Sensor pintar

7) Analisis besar dan proses lanjutan

8) Interaksi pelanggan bertingkat dan profil pelanggan

9) Augmented reality / perangkat yang dapat dikenakan

10) Ketersediaan sumber daya sistem komputer sesuai permintaan

11) Visualisasi data dan memicu pelatihan "langsung" [28]

 

Terutama teknologi ini dapat diringkas menjadi empat komponen utama, yang mendefinisikan istilah "Industri 4.0" atau "pabrik pintar": [28]

1) Sistem cyber-fisik

2) Internet of Things (IoT)

3) Ketersediaan sumber daya sistem komputer sesuai permintaan

4) Komputasi kognitif [28]

 

Industri 4.0 menghubungkan berbagai teknologi baru untuk menciptakan nilai. Dengan menggunakan sistem fisik siber yang memantau proses fisik, salinan virtual dunia fisik dapat dirancang. Karakteristik sistem fisik siber mencakup kemampuan untuk membuat keputusan yang terdesentralisasi secara mandiri, mencapai tingkat otonomi yang tinggi. [28]

 

Nilai yang dibuat di Industrie 4.0, dapat diandalkan pada identifikasi elektronik, di mana manufaktur cerdas memerlukan teknologi yang ditetapkan untuk digabungkan dalam proses manufaktur sehingga diklasifikasikan sebagai jalur pengembangan Industrie 4.0 dan tidak lagi digitalisasi. [29]

 

ARAHAN UTAMA

Digitalisasi dan integrasi rantai nilai vertikal dan horizontal - Industri 4.0 mengintegrasikan proses secara vertikal, di seluruh organisasi, termasuk proses dalam pengembangan produk, manufaktur, penataan, dan layanan; secara horizontal, Industri 4.0 mencakup operasi internal dari pemasok ke pelanggan serta semua mitra rantai nilai utama. [30]

 

Digitalisasi produk dan layanan - mengintegrasikan metode pengumpulan dan analisis data baru - seperti melalui perluasan produk yang sudah ada atau pembuatan produk digital baru - membantu perusahaan menghasilkan data tentang penggunaan produk untuk menyempurnakan produk [30]

 

Model bisnis digital dan akses pelanggan - kepuasan pelanggan adalah proses multi-tahap yang terus-menerus yang memerlukan modifikasi secara real-time untuk beradaptasi dengan perubahan kebutuhan konsumen [30]

 

TREN TERBESAR

Intinya, Revolusi Industri Keempat adalah tren ke arah otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi dan proses manufaktur yang mencakup sistem fisik siber (CPS), IoT, internet industri, [31] komputasi awan, [24] [32] [ 33] [34] komputasi kognitif, dan kecerdasan buatan. [34] [35]

 

Pabrik Pintar

Revolusi Industri Keempat memupuk apa yang disebut sebagai "pabrik pintar". Dalam pabrik cerdas berstruktur modular, sistem fisik-maya memantau proses fisik, membuat salinan virtual dunia fisik, dan membuat keputusan yang terdesentralisasi. [36] Melalui internet hal-hal, sistem cyber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama satu sama lain dan dengan manusia dalam waktu sinkronis baik secara internal maupun di seluruh layanan organisasi yang ditawarkan dan digunakan oleh peserta rantai nilai. [24] [37]

 

Pemeliharaan Terprediksi

Industri 4.0 juga dapat memberikan pemeliharaan prediktif, karena penggunaan teknologi dan sensor IoT. Perawatan prediktif - yang dapat mengidentifikasi masalah perawatan secara langsung - memungkinkan pemilik alat berat melakukan perawatan yang hemat biaya dan menentukannya lebih awal sebelum mesin gagal atau rusak. Misalnya, sebuah perusahaan di LA dapat memahami jika sebuah peralatan di Singapura beroperasi pada kecepatan atau suhu yang tidak normal. Mereka kemudian dapat memutuskan apakah perlu diperbaiki atau tidak. [38]

 

Pencetakan Tiga Dimensi

Revolusi Industri Keempat dikatakan memiliki ketergantungan yang luas pada teknologi pencetakan tiga dimensi (3D). Beberapa keunggulan pencetakan 3D bagi industri adalah pencetakan 3D dapat mencetak banyak struktur geometris, serta menyederhanakan proses desain produk. Ini juga relatif ramah lingkungan. Dalam produksi volume rendah, ini juga dapat menurunkan waktu tunggu dan total biaya produksi. Selain itu, dapat meningkatkan fleksibilitas, mengurangi biaya pergudangan, dan membantu perusahaan menuju penerapan strategi bisnis kustomisasi massal. Selain itu, pencetakan 3D dapat sangat berguna untuk mencetak suku cadang dan memasangnya secara lokal, sehingga mengurangi ketergantungan pemasok dan mengurangi waktu tunggu pasokan. [39]

 

Faktor penentu adalah kecepatan perubahan. Korelasi kecepatan perkembangan teknologi dan, sebagai akibatnya, transformasi sosial-ekonomi dan infrastruktur dengan kehidupan manusia memungkinkan kita untuk menyatakan lompatan kualitatif dalam kecepatan pembangunan, yang menandai transisi ke era waktu baru. [40]

 

Sensor pintar

Sensor dan instrumentasi mendorong kekuatan sentral inovasi, tidak hanya untuk Industri 4.0 tetapi juga untuk megatren "pintar" lainnya, seperti produksi pintar, mobilitas pintar, rumah pintar, kota pintar, dan pabrik pintar. [41]

Sensor pintar adalah perangkat, yang menghasilkan data dan memungkinkan fungsionalitas lebih lanjut dari pemantauan diri dan konfigurasi diri hingga pemantauan kondisi proses yang kompleks. Dengan kemampuan komunikasi nirkabel, mereka sangat mengurangi upaya instalasi dan membantu mewujudkan rangkaian sensor yang padat. [42]

 

Pentingnya sensor, ilmu pengukuran, dan evaluasi cerdas untuk Industri 4.0 telah diakui dan diakui oleh berbagai ahli dan telah mengarah pada pernyataan "Industri 4.0: tidak ada yang berjalan tanpa sistem sensor." [43]

 

Namun, ada beberapa masalah, seperti kesalahan sinkronisasi waktu, kehilangan data, dan berurusan dengan data yang dipanen dalam jumlah besar, yang semuanya membatasi penerapan sistem yang lengkap. Selain itu, batasan tambahan pada fungsi ini mewakili daya baterai. Salah satu contoh integrasi sensor pintar dalam perangkat elektronik, adalah kasus jam tangan pintar, di mana sensor menerima data dari pergerakan pengguna, memproses data dan sebagai hasilnya, memberikan informasi kepada pengguna tentang berapa banyak langkah. mereka telah berjalan dalam sehari dan juga mengubah data menjadi kalori yang terbakar.

 

INDUSTRI PERTANIAN DAN MAKANAN

Sensor pintar di dua bidang ini masih dalam tahap pengujian. [44] Sensor terhubung yang inovatif ini mengumpulkan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan informasi yang tersedia di plot (luas daun, indeks vegetasi, klorofil, higrometri, suhu, potensi air, radiasi). Berdasarkan data ilmiah ini, tujuannya adalah memungkinkan pemantauan waktu nyata melalui telepon pintar dengan berbagai saran yang mengoptimalkan pengelolaan plot dalam hal hasil, waktu, dan biaya. Di pertanian, sensor ini dapat digunakan untuk mendeteksi tahapan tanaman dan merekomendasikan input serta perawatan pada waktu yang tepat. Serta mengontrol tingkat irigasi. [45]

Industri makanan membutuhkan keamanan dan transparansi yang semakin besar, serta diperlukan dokumentasi yang lengkap. Teknologi baru ini digunakan sebagai sistem pelacakan serta pengumpulan data manusia serta data produk. [46]

Revolusi Industri Keempat menandai awal dari era imajinasi [47]

 

TANTANGAN

Tantangan dalam implementasi Industri 4.0: [48] [49]

 

Ekonomi

1)      Biaya ekonomi tinggi

2)      Adaptasi model bisnis

3)      Manfaat ekonomi yang tidak jelas / investasi berlebihan [48] [49]

 

Sosial

1)      Masalah privasi

2)      Pengawasan dan ketidakpercayaan

3)      Keengganan umum untuk diubah oleh pemangku kepentingan

4)      Ancaman redundansi departemen TI perusahaan

5)      Kehilangan banyak pekerjaan karena proses otomatis dan proses yang dikendalikan TI, terutama untuk pekerja kerah biru [48] [49] [50]

 

Politik

1)      Kurangnya regulasi, standar dan bentuk sertifikasi

2)      Masalah hukum dan keamanan data yang tidak jelas [48] [49]

 

Organisasi

1)  Masalah keamanan TI, yang sangat diperburuk oleh kebutuhan yang melekat untuk membuka [klarifikasi diperlukan] toko produksi yang sebelumnya tutup

2)   Keandalan dan stabilitas yang diperlukan untuk komunikasi mesin-ke-mesin (M2M) yang penting, termasuk waktu latensi yang sangat singkat dan stabil

3)   Perlu menjaga keutuhan proses produksi

4) Perlu menghindari hambatan TI, karena hal itu akan menyebabkan pemadaman produksi yang mahal

5) Perlu melindungi pengetahuan industri (terdapat juga dalam file kontrol untuk perlengkapan otomasi industri)

6)  Kurangnya keahlian yang memadai untuk mempercepat transisi menuju revolusi industri keempat

7)      Komitmen manajemen puncak yang rendah

8)      Kualifikasi karyawan tidak memadai [48] [49]

 

PENERAPANNYA

Industri kedirgantaraan terkadang dicirikan sebagai "volume terlalu rendah untuk otomatisasi ekstensif"; namun, prinsip Industri 4.0 telah diselidiki oleh beberapa perusahaan kedirgantaraan, dan teknologi telah dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas di mana biaya otomatisasi di muka tidak dapat dibenarkan. Salah satu contohnya adalah proyek produsen suku cadang dirgantara Meggitt PLC, M4. [16]

Meningkatnya penggunaan Industrial Internet of Things disebut sebagai Industri 4.0 di Bosch, dan umumnya di Jerman. Aplikasi termasuk mesin yang dapat memprediksi kegagalan dan memicu proses pemeliharaan secara otonom atau koordinasi yang diatur sendiri yang bereaksi terhadap perubahan tak terduga dalam produksi. [51]

Industri 4.0 menginspirasi Inovasi 4.0, sebuah gerakan menuju digitalisasi untuk akademisi dan penelitian dan pengembangan. [52] Pada tahun 2017, Pabrik Inovasi Material (MIF) senilai £ 81 juta di Universitas Liverpool dibuka sebagai pusat ilmu material berbantuan komputer, [53] di mana formulasi robotik, [54] pengambilan data dan pemodelan diintegrasikan ke dalam praktik pengembangan. [52 ]

 

DAFTAR PUSTAKA

1.  November 2019, Mike Moore 05. "What is Industry 4.0 ? Everything you need to know". TechRadar. Retrieved 27 May 2020.

2.    "Industrie 4.0: Mit dem Internet der Dinge auf dem Weg zur 4. industrial Revolution - vdi-nachrichten.com". web.archive.org. 4 March 2013. Retrieved 25 January 2021.

3.   Schwab, Klaus (12 December 2015). "The Fourth Industrial Revolution". Retrieved 15 January 2019.

4.   Marr, Bernard. "Why Everyone Must Get Ready For The 4th Industrial Revolution". Forbes. Retrieved 14 February 2018.

5.  "New Forum Center to Advance Global Cooperation on Fourth Industrial Revolution". 10 October 2016. Retrieved 15 October 2018.

6. Schwab, Klaus (2016). The Fourth Industrial Revolution. New York: Crown Publishing Group (published 2017). ISBN 9781524758875. Retrieved 29 June 2017. Digital technologies [...] are not new, but in a break with the third industrial revolution, they are becoming more sophisticated and integrated and are, as a result, transforming societies and the global economy.

7. "The Fourth Industrial Revolution: what it means and how to respond". World Economic Forum. Retrieved 20 March 2018.

8.   Schwab, Klaus. "The Fourth Industrial Revolution: what it means, how to respond". World Economic Forum. Retrieved 29 June 2017. The possibilities of billions of people connected by mobile devices, with unprecedented processing power, storage capacity, and access to knowledge, are unlimited. And these possibilities will be multiplied by emerging technology breakthroughs in fields such as artificial intelligence, robotics, the Internet of Things, autonomous vehicles, 3-D printing, nanotechnology, biotechnology, materials science, energy storage, and quantum computing.

9.   "Strategic Intelligence - World Economic Forum". Archived from the original on 22 December 2020.

10.  "The Industrial Revolution and Work in Nineteenth-Century Europe - 1992, Page xiv by David Cannadine, Raphael Samuel, Charles Tilly, Theresa McBride, Christopher H. Johnson, James S. Roberts, Peter N. Stearns, William H. Sewell Jr, Joan Wallach Scott. | Online Research Library: Questia". www.questia.com.

11.  "History of Electricity".

12.  "History – Future of Industry".

13. BMBF-Internetredaktion (21 January 2016). "Zukunftsprojekt Industrie 4.0 - BMBF". Bmbf.de. Retrieved 30 November 2016.

14. "Industrie 4.0: Mit dem Internet der Dinge auf dem Weg zur 4. industriellen Revolution". Vdi-nachrichten.com (in German). 1 April 2011. Archived from the original on 4 March 2013. Retrieved 30 November 2016.

15.  Industrie 4.0 Plattform Last download on 15. Juli 2013

16.  Jump up to:a b "Time to join the digital dots". 22 June 2018. Retrieved 25 July 2018.

17.  Federal Ministry of Labour and Social Affairs of Germany (2015). Re-Imagining Work: White Paper Work 4.0.

18.  "This Is Not the Fourth Industrial Revolution". 29 January 2016 – via Slate.

19.  Selbstkonfiguierende Automation für Intelligente Technische Systeme, Video, last download on 27. Dezember 2012

20. Jürgen Jasperneite; Oliver, Niggemann: Intelligente Assistenzsysteme zur Beherrschung der Systemkomplexität in der Automation. In: ATP edition - Automatisierungstechnische Praxis, 9/2012, Oldenbourg Verlag, München, September 2012

21.  "Herzlich willkommen auf den Internetseiten des Projekts RES-COM - RES-COM Webseite". Res-com-projekt.de. Retrieved 30 November 2016.

22.  "RWTH AACHEN UNIVERSITY Cluster of Excellence "Integrative Production Technology for High-Wage Countries" - English". Production-research.de. 19 October 2016. Retrieved 30 November 2016.

23.  "H2020 CREMA - Cloud-based Rapid Elastic Manufacturing". Crema-project.eu. 21 November 2016. Retrieved 30 November 2016.

24.  Jump up to:a b c Hermann, Pentek, Otto, 2016: Design Principles for Industrie 4.0 Scenarios, accessed on 4 May 2016

25.  Jump up to:a b Bonner, Mike. "What is Industry 4.0 and What Does it Mean for My Manufacturing?". Retrieved 24 September 2018.

26.  Marr, Bernard. "What Everyone Must Know About Industry 4.0". Forbes. Retrieved 27 May 2020.

27. Gronau, Norbert, Marcus Grum, and Benedict Bender. "Determining the optimal level of autonomy in cyber-physical production systems." 2016 IEEE 14th International Conference on Industrial Informatics (INDIN). IEEE, 2016. DOI:10.1109/INDIN.2016.7819367

28.  Jump up to:a b c d e "How To Define Industry 4.0: Main Pillars Of Industry 4.0". ResearchGate. Retrieved 9 June 2019.

29. "Industrie 4.0 Maturity Index – Managing the Digital Transformation of Companies". acatech - National Academy of Science and Engineering. Retrieved 21 December 2020.

30.  Jump up to:a b c Geissbauer, Dr. R. "Industry 4.0: Building the digital enterprise" (PDF).

31.  "IIOT AND AUTOMATION".

32.  Jürgen Jasperneite:Was hinter Begriffen wie Industrie 4.0 steckt Archived 1 April 2013 at the Wayback Machine in Computer & Automation, 19 December 2012 accessed on 23 December 2012

33. Kagermann, H., W. Wahlster and J. Helbig, eds., 2013: Recommendations for implementing the strategic initiative Industrie 4.0: Final report of the Industrie 4.0 Working Group

34. Jump up to:a b Heiner Lasi, Hans-Georg Kemper, Peter Fettke, Thomas Feld, Michael Hoffmann: Industry 4.0. In: Business & Information Systems Engineering 4 (6), pp. 239-242

35. Gazzaneo, Lucia; Padovano, Antonio; Umbrello, Steven (1 January 2020). "Designing Smart Operator 4.0 for Human Values: A Value Sensitive Design Approach". Procedia Manufacturing. International Conference on Industry 4.0 and Smart Manufacturing (ISM 2019). 42: 219–226. doi:10.1016/j.promfg.2020.02.073. ISSN 2351-9789.

36. Chen, Baotong; Wan, Jiafu; Shu, Lei; Li, Peng; Mukherjee, Mithun; Yin, Boxing (2018). "Smart Factory of Industry 4.0: Key Technologies, Application Case, and Challenges". IEEE Access. 6: 6505–6519. doi:10.1109/ACCESS.2017.2783682. ISSN 2169-3536. S2CID 3809961.

37. Padovano, Antonio; Longo, Francesco; Nicoletti, Letizia; Mirabelli, Giovanni (1 January 2018). "A Digital Twin based Service Oriented Application for a 4.0 Knowledge Navigation in the Smart Factory". IFAC-PapersOnLine. 16th IFAC Symposium on Information Control Problems in Manufacturing INCOM 2018. 51 (11): 631–636. doi:10.1016/j.ifacol.2018.08.389. ISSN 2405-8963.

38.  "Are You Ready For The Fourth Industrial Revolution?". The One Brief. 4 May 2017. Retrieved 27 May 2020.

39. Yin, Yong; Stecke, Kathryn E.; Li, Dongni (17 January 2018). "The evolution of production systems from Industry 2.0 through Industry 4.0". International Journal of Production Research. 56 (1–2): 848–861. doi:10.1080/00207543.2017.1403664. ISSN 0020-7543.

40.  Shestakova I. G. New temporality of digital civilization: the future has already come // // Scientific and Technical Journal of St. Petersburg State Polytechnical University. Humanities and social sciences. 2019. # 2. P.20-29

41. Imkamp, D., Berthold, J., Heizmann, M., Kniel, K., Manske, E., Peterek, M., Schmitt, R., Seidler, J., and Sommer, K.-D.: Challenges and trends in manufacturing measurement technology – the “Industrie 4.0” concept, J. Sens. Sens. Syst., 5, 325–335, https://doi.org/10.5194/jsss-5-325-2016, 2016

42.  A.A. Kolomenskii, P.D. Gershon, H.A. Schuessler, Sensitivity and detection limit of concentration and adsorption measurements by laser-induced surface-plasmon resonance, Appl. Opt. 36 (1997) 6539–6547

43.  Arnold, H.: Kommentar Industrie 4.0: Ohne Sensorsysteme geht nichts, available at: http://www.elektroniknet.de/messen-testen/ sonstiges/artikel/110776/ (last access: 10 March 2018), 2014

44. Ray, Partha Pratim (1 January 2017). "Internet of things for smart agriculture: Technologies, practices and future direction". Journal of Ambient Intelligence and Smart Environments. 9(4): 395–420. doi:10.3233/AIS-170440. ISSN 1876-1364.

45. Ferreira, Diogo; Corista, Pedro; Gião, João; Ghimire, Sudeep; Sarraipa, João; Jardim-Gonçalves, Ricardo (June 2017). "Towards smart agriculture using FIWARE enablers". 2017 International Conference on Engineering, Technology and Innovation (ICE/ITMC): 1544–1551. doi:10.1109/ICE.2017.8280066. ISBN 978-1-5386-0774-9. S2CID 3433104.

46. Otles, Semih; Sakalli, Aysegul (1 January 2019), Grumezescu, Alexandru Mihai; Holban, Alina Maria (eds.), "15 - Industry 4.0: The Smart Factory of the Future in Beverage Industry", Production and Management of Beverages, Woodhead Publishing, pp. 439–469, ISBN 978-0-12-815260-7, retrieved 26 September 2020

47.  "Imagination Age".

48. "BIBB: Industrie 4.0 und die Folgen für Arbeitsmarkt und Wirtschaft" (PDF). Doku.iab.de (in German). August 2015. Retrieved 30 November 2016.

49. Birkel, Hendrik Sebastian; Hartmann, Evi (2019). "Impact of IoT challenges and risks for SCM". Supply Chain Management. 24: 39–61. doi:10.1108/SCM-03-2018-0142.

50. Longo, Francesco; Padovano, Antonio; Umbrello, Steven (January 2020). "Value-Oriented and Ethical Technology Engineering in Industry 5.0: A Human-Centric Perspective for the Design of the Factory of the Future".Applied Sciences.10(12): 4182. doi:10.3390/app10124182.

51. Markus Liffler; Andreas Tschiesner (6 January 2013). "The Internet of Things and the future of manufacturing | McKinsey & Company". Mckinsey.com. Retrieved 30 November2016.

52.  McDonagh, James; et al. (31 May 2020). "What Can Digitization Do For Formulated Product Innovation and Development". Polymer International. doi:10.1002/pi.6056.

53.  "Formulus". Develop Safe and Effective Products with Formulus®. Retrieved 17 August2020.

54.  "Innovation 4.0: A Digital Revolution for R&D". New Statesman. Retrieved 17 August2020.

Sumber: Wikipedia English. https://en.wikipedia.org/wiki/Fourth_In


#Industri40 

#TransformasiDigital 

#SmartFactory 

#TeknologiMasaDepan 

#Otomatisasi

Sunday, 28 March 2021

Ternyata Peternakan Penyumbang Gas Rumah Kaca Terbesar! Begini Cara Efektif Menurunkannya!


Gas rumah kaca (GRK) terpenting yang dihasilkan oleh hewan ternak adalah gas metana (CH4) yang dikeluarkan dari proses pencernaan (fermentasi enterik). CH4 juga dihasilkan dari proses oksidasi anaerob kotoran hewan, namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan emisi dari proses pencernaan. Dari total gas metana yang dihasilkan oleh ternak ruminansia, sekitar 94 % berasal dari fermentasi pencernaan dalam rumen dan 6 % dari kotoran yang baru dieksresikan.  Selain itu kotoran hewan juga menghasilkan gas dinitrogen oksida (N2O).


I. EMISI CH4 DARI PROSES PENCERNAAN: DATA AKTIVITAS DAN FAKTOR EMISI

Data aktivitas yang dapat digunakan untuk menghitung emisi dari sektor peternakan adalah dengan menggunakan metoda dari International Panel on Climate Change (IPCC) tahun 1996 yang telah direvisi dan IPCC tahun 2006. Pada tahun 2008 telah dilakukan kegiatan untuk memverifikasi laju emisi gas rumah kaca (GRK) pada peternakan Indonesia. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk a) validasi hasil perhitungan emisi GRK pada komoditas peternakan; b) inventarisasi faktor-faktor yang mempengaruhi emisi GRK pada komoditas peternakan; c) inventarisasi teknologi dan manajemen mitigasi emisi GRK pada budidaya peternakan. Penghitungan mengikuti petunjuk dari IPCC (2006) (Thalib et al., 2008). Selanjutnya pada tahun 2011 dilakukan pula estimasi emisi CH4 dan N2O dari fermentasi enterik dan dari pengelolaan kotoran ternak (manure management) dengan mengacu kepada Worksheet dari IPCC 2006 (Widiawati, 2013). 

Faktor emisi yang digunakan mengacu kepada panduan IPCC untuk wilayah Asia. (Tabel 1) dan data aktivitas yang digunakan adalah populasi ternak seluruh Indonesia tahun 2006-2012 (Tabel 2) serta proyeksi linearnya pada tahun 2013- 2020 (Tabel 3). Populasi ternak meningkat dari tahun ke tahun dengan laju pertumbuhan yang bervariasi secara temporal dan antar jenis ternak (Dirjen Peternakan, 2012). Laju pertumbuhan rata-rata ternak ruminansia ditargetkan 7%/tahun dan unggas 12,5%/tahun. Mulai dari tahun 2012, diproyeksikan akan terjadi percepatan peningkatan populasi ternak, khususnya untuk sapi potong, domba dan kambing. Hal ini akan terjadi sebagai dampak dari kebijakan pemerintah dalam upaya swasembada daging nasional. Untuk tingkat provinsi faktor emisi tingkat nasional dapat digunakan menjelang tersedia faktor emisi spesifi k lokasi. Data aktivitas disesuaikan dengan populasi ternak masing-masing provinsi. Penghitungan dengan hanya menggunakan populasi ternak, merupakan metode yang termudah dan dapat diterapkan di semua wilayah. Data populasi sebagai data aktivitas telah dimiliki oleh setiap Dinas Peternakan provinsi dan data populasi ternak nasional tersedia di Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian.


Tabel 1. Faktor emisi gas metana (CH4) dari proses pencernaan berbagai jenis ternak


Tabel 2. Populasi ternak Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun 2012 (ribu ekor)


Tabel 3. Estimasi populasi ternak dari tahun 2013 sampai 2020


II. EMISI CH4 DARI KOTORAN TERNAK: DATA AKTIVITAS DAN FAKTOR EMISI

Data aktivitas untuk emisi dari kotoran ternak adalah populasi ternak dan perkiraan jumlah kotorang hewan (Tabel 2, Tabel 3). Faktor emisi CH4 dari kotoran ternak disajikan padaTabel 4.

 

Tabel 4. Faktor emisi CH4 dari kotoran hewan dengan berbagai metode pengelolaan (IPCC, 2006).


III. EMISI N2O DARI KOTORAN HEWAN: DATA AKTIVITAS DAN FAKTOR EMISI

Jumlah N yang dieksresi (dikeluarkan melalui kotoran) hewan ditentukan oleh populasi ternak dan berat badan rata-rata ternak (Tabel 5), sedangkan jumlah N yang teremisi menjadi N2O ditentukan oleh sistem pengelolaan kotoran ternak. Semakin lama dan semakin banyak kotoran ditumpuk akan menyebabkan jumlah oksigen di dalam tumpukan makin terbatas dan akan membentuk N2O. Bila kotoran tidak ditumpuk dan langsung disebar ke lahan, maka hampir seluruh N tersebut berubah menjadi NO3 - (nitrat) yang merupakan zat hara tanaman. Faktor emisi (rasio pembentukan N2O) dari N yang tekandung di dalam kotoran hewan pada berbagai sistem pengelolaan kotoran disajikan pada Tabel 6.


Tabel 5. Angka acuan (default) untuk kandungan N pada kotoran hewan di Asia dan perkiraan berat badan rata-rata.


Tabel 6.  Faktor emisi N2O dari kotoran ternak dengan berbagai sistem pengelolaan

Catatan: Nilai eksresi N dan berat badan tercantum pada Tabel 5.


IV. EMISI MASA LALU (2006-2011) DAN PROYEKSI EMISI 2011-2020

Emisi metana dari pencernaan ternak Emisi CH4 dari pencernaan ternak dihitung dengan rumus: Emisi CH4 (kg/tahun) = Populasi ternak (ekor) x Faktor emisi (kg CH4 /(ekor . tahun) Berdasarkan data populasi ternak pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 1, serta faktor emisi pada Tabel 26, dapat dihitung besarnya emisi gas metana yang berasal dari proses pencernaan seluruh ternak. Data penghitungan emisi gas metana dari proses pencernaan tahun 2006 sampai tahun 2012 dan proyeksi untuk tahun 2013 sampai 2020 ditampilkan pada Tabel 3.


Di antara berbagai jenis ternak, kontributor emisi dari fermentasi pencernaan yang terbesar (sekitar 72%) adalah dari sapi potong. Dengan demikian aksi mitigasi sebaiknya diprioritaskan untuk ternak sapi potong.


V.   EMISI METANA DARI KOTORAN TERNAK

Emisi metana dari kotoran ternak dihitung dengan rumus: Emisi CH4 (ton CO2-e) = Jumlah ternak *Faktor emisi Data populasi ternak terdapat pada Tabel 2 dan Tabel 2 dan data faktor emisi CH4 dari kotoran ternak disajikan pada Tabel 4. Hasil perhitungan emisi metana dari kotoran ternak disajikan pada Gambar.


Kontributor terbesar dari emisi N2O adalah unggas, kemudian sapi potong. Data yang ditampilkan pada Gambar didasarkan atas asumsi metode pengelolaan kotoran ternak secara konvensional yaitu cara menumpuk kotoran beberapa bulan dalam keadaan padat (solid storage).


RAN/RAD PENURUNAN EMISI GRK SUBSEKTOR PERTERNAKAN

Dari beberapa sumber emisi GRK Subsektor Peternakan Gambar emisi CH4 dari proses pencernaan paling banyak jumlahnya, diikuti oleh emisi N2O dari kotoran ternak. Emisi CH4 dari kotoran ternak relatif sedikit. Dengan demikian usaha mitigasi difokuskan pada pengelolaan pakan ternak untuk menurunkan emisi CH4 dari proses pencernaan. Beberapa pendekatan yang dapat ditempuh untuk menurunkan emisi dari Subsektor Peternakan adalah:


• Penerapan teknologi pengolahan bahan pakan berserat kasar tinggi seperti jerami padi, limbah pertanian dan perkebunan melalui fermentasi dan ammoniasi. Selain dapat menurunkan emisi gas metana dari ternak, proses pengolahan juga bermanfaat untuk mengawetkan bahan pakan yang dapat digunakan sebagai cadangan makanan di musim kemarau. Selain itu, proses pengolahan pakan juga dapat meningkatkan kualitas pakan yang mengandung serat kasar tinggi.


• Penerapan teknik suplementasi bahan pakan berkualitas tinggi terhadap bahan pakan berkualitas rendah. Tanaman leguminosa seperti kaliandra, lamtoro dan gliricidia serta daun singkong dapat digunakan sebagai pakan suplemen. Teknik suplementasi dapat meningkatkan daya cerna dan efisiensi penggunaan pakan, serta berdampak pada pengurangan produksi gas metana di dalam rumen. Pemberian tanaman leguminosa lain seperti daun akasia pada sapi, domba dan kambing juga merupakan salah satu teknik mitigasi karena bahan aktif tannin yang terkandung dalam daun akasia.


• Penyusunan ransum komplit yang terdiri dari limbah pertanian dan perkebunan sebagai sumber serat dengan konsentrat yang berasal dari biji-bijian maupun limbah industri pertanian/perkebunan merupakan salah satu bentuk mitigasi untuk menurunkan emisi gas metana dari sektor peternakan. Peningkatan nilai nutrisi ransum komplit menyebabkan peningkatan kecernaan dan efi siensi penggunaan pakan yang selanjutnya menurunkan produksi gas metana dalam rumen.


Sistem integrasi tanaman-ternak di wilayah perkebunan kelapa sawit (sawit-sapi), perkebunan kakao (kakaokambing), pertanian/padi (padi-sapi) merupakan bentuk upaya mitigasi gas metana dan memperbaiki siklus karbon dari sub-sektor peternakan. Integrasi yang dimaksud dapat diartikan bahwa ternak berada langsung di dalam areal perkebunan atau pertanian secara umum. Arti lainnya adalah bahwa ternak dan tanaman berada pada areal yang berbeda, tetapi pakan yang diberikan merupakan produk dari tanaman tersebut.


Pemanfaatan kotoran ternak untuk menghasilkan energi melalui proses biogas. Pembangunan unit biogas skala kecil untuk peternakan rakyat dengan kepemilikan 4-5 ekor per kepala keluarga (KK) dapat dilakukan dengan sistem penggunaan bersama beberapa KK. Energi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk penerangan maupun memasak.


Proses pembuatan kompos sederhana dari kotoran ternak dengan sistem tertutup dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas metana selama proses pengomposan. Penambahan starter/ mikroba untuk mempercepat proses pengomposan juga merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas metana dari kotoran ternak.


Aplikasi teknologi mitigasi pada sektor peternakan, khusunya dari manajemen pemberian pakan dengan menggunakan bahan baku lokal dapat menurunkan emisi gas metana khususnya dari proses pencernaan. 


Diperoleh penurunan yang bervariasi, mulai dari 8 % sampai 20 %, tergantung kepada teknik mitigasi yang digunakan (Purnomoadi et al., 2005; Thalib dan Widiawati,2006; Wina, 2012). Penerapan sistem biogas dalam pengelolaan kotoran dan memanfaatkan energi yang dihasilkan untuk memasak atau penerangan dapat menurunkan tingkat emisi dari kotoran ternak.


MANFAT TAMBAHAN

Penerapan teknologi mitigasi gas metana di sektor peternakan akan berdampak positif terhadap lingkungan dan ternak. Terhadap lingkungan, penerapan teknologi mitigasi dapat menurunkan emisi gas metana yang di sumbang dari peternakan. Disamping itu, penurunan gas metana yang dihasilkan dari ternak memberikan nilai positif bagi ternak, karena gas metan yang dihasilkan merupakan energi pakan yang terbuang dari ternak. Dengan demikian penurunan produksi gas metana dari setiap ternak mengandung arti penyelamatan energi yang terbuang untuk kemudian digunakan sebagai tambahan energi untuk produksi ternak sehingga dapat terjadinya peningkatan produktivitas ternak.


EMISI BAU DAN MITIGASI SEMUA SUB-SEKTOR BERBASIS LAHAN

Emisi BAU untuk semua sub-sektor pada Sektor berbasis lahan berdasarkan pendekatan forward looking berkisar antara 682 juta pada periode 2006- 2011, 764 juta pada periode 2011-2016 dan 852 juta ton CO2-e pada periode 2016-2021. Pendekatan forward looking diberlakukan dengan asumsi kenaikan emisi untuk perubahan penggunaan lahan dan lahan gambut adalah sekitar 2,5% per tahun. Perkiraan kenaikan ini mengingat perluasan areal pertanian berbasis sumberdaya hutan dan lahan cenderung meningkat di beberapa provinsi di Papua dan Kalimantan. Di Sumatera emisi dari biomas diperkirakan akan menurun (Gunarso et al. 2013; Agus et al. 2013). Untuk Sub-sektor Pertanian emisi pendekatan forward looking dihitung berdasarkan trend linear dan kuadratik, tergantung kecenderungan perkembangan pada tahun acuan (base year).


Pada pelaksanaanya penyusunan RAN GRK dengan pendekatan forward looking memerlukan data proyeksi penggunaan lahan yang disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten (RTRWP/K). Pendekatan bottom-up perlu ditempuh, sehingga rencana forward looking lebih mencerminkan rencana pembangunan yang sebenarnya.


Dengan skenario penurunan emisi 26% (penurunan emisi unilateral menurut Perpres 61/2011), maka emisi pada periode 2016-2021 harus turun menjadi 631 juta atau penurunan sebanyak 222 juta ton CO2-e. Untuk menurunkan emisi 41%, maka emisi pada periode 2016-2021 harus turun menjadi 503 juta atau penurunan sebanyak 350 juta ton CO2-e. Berbeda dengan hasil penghitungan pada RAN GRK ini, di dalam Perpres 61/2011, indikasi penurunan emisi 26% dari Sektor Kehutanan dan lahan gambut adalah sebanyak 672 juta ton CO2 e/tahun.


REKOMENDASI

Perbedaan target penurunan emisi menurut Perpres 61/2011 dengan hasil penghitungan RAN GRK ini disebabkan oleh 2 faktor:

1. Perpres 61/2011 dan Second National Communication (MoE, 2010, SNC) memasukkan emisi dari kebakaran gambut sebagai salah satu sumber emisi. SNC menggunakan angka perkiraan kebakaran gambut dari van der Werf et al. (2008) yang besarannya cukup tinggi, yaitu 470 juta ton CO2 e/tahun pada tahun 2000-2006. Angka ini setara dengan 69% emisi 2006- 2011 untuk semua sektor berbasis lahan menurut RAN GRK. Panduan Teknis ini tidak memasukkan kebakaran gambut dalam penghitungannya. Hal ini disebakan karena sangat tingginya tingkat ketidak-yakinannya (uncertainty) emisi kebakaran gambut, baik dari aspek data aktivitas, maupun faktor emisi.


2. Di dalam Perpres 61/2011 Sektor Kehutanan (dan lahan gambut) dianggap mampu mengkompensasi penurunan emisi dari Sektor lain. Di dalam Panduan Teknis ini perkiraan penurunan emisi dari Sektor Kehutanan dan lahan gambut tidak mengasumsikan pembebanan penurunan emisi dari sektor lain ke sektor kehutanan dan lahan gambut.


Angka perkiraan penurunan emisi yang akan diajukan oleh provinsi pada RAD GRK akan menampilkan kemampuan masing-masing sektor dalam menurunkan emisi. Angka tersebut akan bervariasi tergantung kemampuan provinsi. Tidak semua provinsi akan mampu menurunkan emisi sebanyak 26% dari bidang kehutanan dan lahan gambut.


Dari berbagai subsektor terlihat bahwa penyumbang utama emisi sektor berbasis lahan adalah emisi dari dekomposisi lahan gambut, diikuti oleh emisi dari biomas tumbuhan lahan mineral, emisi dari biomas tumbuhan pada lahan gambut dan emisi dari lahan sawah. Sumbangan emisi dari pemupukan dan peternakan berturut-turut hanya sekitar 3% dan 4%. Dengan demikian usaha mitigasi perlu diprioritaskan pada sub-sektor yang menjadi sumber emisi terbesar, dalam hal ini perubahan penggunaan lahan. Pengurangan penggunaan lahan hutan dan memprioritaskan penggunaan lahan semak belukar untuk pengembangan perkebunan dan pertanian, berpotensi menurunkan emisi secara signifikan.


DAFTAR PUSTAKA

1.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

2.Dirjen Peternakan 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian.

3.Purnomoadi, A., E. Rianto, K. Higuchi and M. Kurihara. 2005. Beer cake could reduce methane production from buffalo fed basal diet containing rice straw and commercial concentrate. Proc The 2nd Greenhouse Gases and Animal Agriculture. Zurich. Pusdatin (Pusat Data dan informasi Pertanian). 2013. Informasi Ringkas Komoditas. Perkebunan, No. 01/01/I, 7 Januari 2013. Pusdatin, Jakarta.

4. Thalib, A. dan Y. Widiawati. 2008. Peningkatan produksi dan kualitas susu dengan emisi gas metan yang rendah melalui pemberian RMK sebagai imbuhan pada ransum sapi perah. Pros. Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Puslitbangnak dan STEKPI, pp. 82-87. Jakarta, 21 April 2008.

5.Van der Werf, G.R., J. Dempewolf, S.N. Trigg, J.T. Randerson, P.S. Kasibhatla, L. Giglio, D. Murdiyarso, W. Peters, D.C. Morton, G.J. Collatz, A.J. Dolman and R.S. DeFries. 2008. Climate regulation of fi re emissions and deforestation in equatorial Asia. PNAS 105(51): 20350–20355.

6.Widiawati, Y. 2013. Current and Future Mitigation Activities on Methane Emission from Ruminant in Indonesia. Paper in International Workshop on Inventory Data and Mitigation of Carbon and Nitrogen Cycling From Livestock in Indonesia. Jakarta, 24th April 2013.

7.Wina, E. 2012. Saponins: Effects on Rumen microbial ecosystem and metabolism in the rumen. In: Dietary phytochemicals and microbes. Patra, A.K. (ed).Springer. London. Pp. 311-350.


#mitigasipeternakan 

#gasrumahkaca 

#metanaternak 

#pakanhijau 

#peternakanberkelanjutan