Pada tahun 2018, Indonesia mencatat sejarah penting dalam dunia kesehatan hewan dengan berhasil melaksanakan Deklarasi Mandiri Zona Bebas Penyakit Kuda di Jakarta. Langkah strategis ini tidak hanya menjadi wujud komitmen dalam menjaga kesehatan dan keselamatan hewan, tetapi juga menjadi penopang utama terselenggaranya kompetisi equestrian pada Asian Games ke-18. Keberhasilan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia mampu memenuhi standar internasional, sekaligus memperkuat posisi bangsa di panggung olahraga dan kesehatan veteriner dunia.
Deklarasi Mandiri Zona Bebas Penyakit Kuda di Jakarta,
Indonesia untuk Mendukung Kompetisi Equestrian dalam Rangka Asian Games ke-18
Tahun 2018
I. PENDAHULUAN
Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games ke-18 Jakarta-Palembang yang
diselenggarakan pada 18 Agustus hingga 2 September 2018. Salah satu dari 40
cabang olahraga yang akan dipertandingkan adalah kompetisi equestrian dalam
tiga disiplin Olimpiade: jumping, eventing, dan dressage. Ketiga disiplin ini
akan dilaksanakan di Jakarta. Untuk memfasilitasi partisipasi kuda dari
berbagai belahan dunia, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
(DGLAHS) telah menetapkan Zona Bebas Penyakit Kuda (Equine Disease Free Zone,
EDFZ) sementara sesuai dengan Pedoman OIE, yang terdiri atas suatu kompartemen
bebas penyakit, yaitu lokasi pertandingan (Jakarta Equestrian Park). Lokasi ini
telah dijaga bebas dari keberadaan kuda selama lebih dari dua tahun. Status bebas
penyakit dari kompartemen ini dipertahankan melalui langkah-langkah
biosekuriti, khususnya: (i) pengurungan penuh area pertandingan, (ii) zona
penyangga tanpa hewan ternak dengan lebar minimal 1 km yang mengelilingi
kompartemen, dan (iii) pengendalian vektor serta pergerakan kuda.
DGLAHS ingin mendeklarasikan secara mandiri kebebasan kompartemen ini dari
penyakit berikut: anemia infeksius equine, glanders, influenza equine, surra,
piroplasmosis, dan ensefalitis Jepang.
Pada tahun 2017 dan 2018, surveilans dilakukan di sekitar EDFZ, di wilayah
Jabodetabek. Selama surveilans ini, anemia infeksius dan glanders tidak
terdeteksi (lihat 3.4.2), namun antibodi untuk influenza equine, surra,
piroplasmosis, dan ensefalitis Jepang ditemukan. Langkah-langkah biosekuriti
yang diterapkan di kompartemen, zona bebas ternak di antara kompartemen dan
lokasi penampungan kuda, serta pengendalian vektor dan pergerakan hewan akan
mengurangi risiko kemungkinan masuknya surra dan ensefalitis Jepang. Selain
itu, vektor piroplasmosis tidak ditemukan di lokasi pertandingan (lihat 4.1).
Karena lokasi ini telah kosong lebih dari dua tahun, lokasi ini dapat dianggap
sebagai kompartemen bebas influenza equine (TAHC, 12.6.4), dan status ini tidak
akan terganggu oleh kuda yang berpartisipasi, yang wajib divaksinasi.
Jalur koridor jalan raya yang aman secara biosekuriti telah disiapkan dari
lokasi pertandingan menuju Bandara Internasional di Jakarta (Soekarno-Hatta dan
Halim Perdanakusuma).
1.1 Tujuan Deklarasi
Tujuan deklarasi ini adalah untuk menginformasikan kepada negara anggota
OIE mengenai status kesehatan equine di dalam dan sekitar lokasi kompetisi
equestrian Asian Games ke-18 Jakarta-Palembang, serta berbagi informasi dengan
negara anggota OIE mengenai pembentukan kompartemen EDFZ untuk tujuan ini. Ini
adalah pertama kalinya deklarasi mandiri kebebasan dari berbagai penyakit kuda
dilakukan di Indonesia.
1.2 Penyakit Kuda
Deklarasi mandiri kebebasan ini merujuk pada penyakit berikut:
Anemia infeksius equine sesuai Bab 12.2. dari Terrestrial Animal
Health Code (TAHC)
Glanders sesuai Pasal 12.10.2. dari TAHC
Influenza equine sesuai Pasal 12.6.4. dari TAHC
Surra – penyakit yang tercantum dalam daftar OIE
Piroplasmosis sesuai Bab 12.7. dari TAHC
Ensefalitis Jepang sesuai Bab 8.10. dari TAHC
Perlu disebutkan bahwa Indonesia tidak pernah mengalami wabah African horse
sickness (AHS), dan selama surveilans serologi aktif yang dilakukan pada Juli
2017, tidak ditemukan antibodi terhadap virus AHS.
1.3 Pengakuan EDFZ oleh Komisi Eropa
EDFZ (Zona Bebas Penyakit Kuda) Indonesia dipertimbangkan dalam keputusan
Eropa terkait kondisi sertifikasi veteriner untuk re-entry kuda yang terdaftar
untuk kompetisi setelah ekspor sementara.
II. ZONASI
2.1 Pembentukan Kompartemen EDFZ
Zona bebas penyakit kuda terdiri dari kompartemen (area inti atau CORE
zone), yang dikelilingi oleh zona penyangga sejauh 1 km yang dikosongkan dari
hewan dan koridor jalan tol menuju Bandara Jakarta.
Kompartemen ini dibangun berdasarkan prinsip biosekuriti, manajemen, dan
pertimbangan spasial seperti yang dijelaskan dalam Bab 4.3 dan 4.4 dari TAHC.
Lokasi utama, bekas arena pacuan kuda, telah bebas kuda sejak direnovasi
menjadi venue kompetisi berkuda yang dimulai pada Mei 2016 (Gambar 1). Lokasi
ini mencakup kandang kuda, klinik veteriner, unit isolasi, area pelatihan dan
kompetisi, serta fasilitas untuk penonton, penunggang, dan petugas lainnya.
Lokasi tersebut dikelilingi oleh dinding beton kokoh setinggi 3,20 m, yang
dinaikkan menjadi 4,20 m di sekitar area kandang (di bagian depan kandang,
lihat poin 21 dan 22 pada Gambar 1). Dinding ini mencegah masuknya hewan liar.
Hanya ada tiga pintu masuk: gerbang utama untuk penonton di depan tribun
utama, satu gerbang untuk kuda (dekat poin 21 – Gambar 1), dan satu gerbang
untuk personel dan logistik (dekat poin 17 – Gambar 1). Semua gerbang
diamankan, diawasi, dan dilengkapi dengan perangkat biosekuriti seperti pencuci
roda dan fasilitas cuci tangan. Zona penyangga selebar 1 km yang mengelilingi
area inti telah dikosongkan dari hewan ternak, terutama kuda, sejak 15 Februari
2018. Koridor jalan tol menuju Bandara Jakarta juga termasuk dalam EDFZ
(Lampiran 10).
Manual Biosekuriti telah dikembangkan oleh DGLAHS yang mencakup berbagai
aktivitas sebelum kedatangan dan selama kuda berada di kompartemen (lihat Bab
IV). Pengendalian akses ke lokasi, prosedur pembersihan fasilitas dan kandang;
desinfeksi kandang isolasi, klinik, dan kendaraan; kebersihan personel;
pengangkutan kotoran; pengendalian tikus dan vektor; tindakan yang harus
dilakukan jika ada kecurigaan penyakit menular; dan perencanaan kontingensi,
semuanya dijelaskan secara rinci dalam manual. Berbagai formulir deklarasi
telah dibuat untuk mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan ini. Seorang Manajer
Biosekuriti, atas nama Komite Penyelenggara, bersama staf khusus dari Badan
Karantina Pertanian Indonesia (IAQA) melaksanakan langkah-langkah biosekuriti
di bawah pengawasan Layanan Veteriner.
2.1 Zona Surveilans dan Perlindungan di sekitar EDFZ
Untuk menentukan status kesehatan kuda di sekitar EDFZ, surveilans
dilakukan antara Juli 2017 hingga Maret 2018 (lihat III.4.2). Zona surveilans
mencakup wilayah administratif Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi) dengan populasi sekitar 30 juta orang dan 1370 kuda, mencakup 6390 km².
Setelah tiga survei serologis selesai, wilayah Jabodetabek dipisahkan menjadi
zona surveilans dan zona perlindungan untuk mempermudah pengawasan dan mitigasi
risiko masuknya penyakit ke EDFZ.
Zona Surveilans: Meliputi lima kota di DKI Jakarta di bawah tanggung
jawab veteriner Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian, DKI Jakarta.
Survei Mei 2017 mengidentifikasi 334 kuda di zona ini, sebagian besar adalah
kuda kerja untuk menarik gerobak atau memberikan layanan hiburan di taman. Luas
zona ini sekitar 661 km² dengan populasi 10 juta orang. Sejak 15 Februari,
setiap pemilik kuda dihubungi secara rutin oleh petugas veteriner Jakarta.
Tidak ada kuda yang diizinkan memasuki zona penyangga 1 km di sekitar venue.
Zona Perlindungan: Meliputi Jabodetabek di luar DKI Jakarta (Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi) dengan populasi sekitar 20 juta orang dan 1036 kuda
menurut survei Juni 2017. Luas zona ini adalah 5729 km². Surveilans pasif
ditingkatkan sejak 15 Februari, dan materi informasi didistribusikan kepada
semua pemilik kuda. Pemindahan kuda ke DKI Jakarta memerlukan sertifikat
kesehatan khusus yang mencakup uji untuk glanders, EIA, surra, dan
piroplasmosis.
III. Informasi
yang Terdokumentasi
3.1 Bukti
Wajib Lapor
Dasar hukum wajib
lapor penyakit menular di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009,
khususnya Pasal 45: “Setiap orang (termasuk peternak, produsen, pemelihara
hewan, pekerja kesehatan hewan, pejabat veteriner, atau pejabat pemerintah)
yang mengetahui adanya penyakit menular wajib melaporkan kasus atau kejadian
tersebut kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Dokter Hewan Berwenang
Daerah” (Lampiran 1).
3.2 Sistem
Regulasi yang Ada
Pemerintah Indonesia
melalui Menteri Pertanian telah menetapkan daftar Penyakit Hewan Menular
Strategis (PHMS) sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
4026/Kpts/OT.140/4/2013. Kriteria suatu penyakit dikategorikan sebagai PHMS
adalah karena dapat menyebabkan kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau
kematian hewan yang tinggi. Dalam keputusan tersebut, sebanyak 25 penyakit
telah didefinisikan sebagai PHMS. Penyakit antraks, rabies, dan surra termasuk
dalam PHMS sebagai penyakit multispecies yang juga memengaruhi kuda.
Menyadari bahwa PHMS
tidak mencakup penyakit kuda penting lainnya, Kementerian Pertanian, dalam
rangka pembentukan EDFZ, telah menetapkan keputusan pada tahun 2018 untuk
daftar penyakit kuda yang wajib dilaporkan sesuai dengan daftar OIE TAHC
(Keputusan Menteri Pertanian Nomor 235/Kpts/PK.320/3/2018, Lampiran 2):
1.
Penyakit Kuda Afrika (African
Horse Sickness)
2.
Contagious Equine
Metritis
3.
Dourine
4.
Ensefalomielitis kuda
(Timur dan Barat)
5.
Anemia Infeksius Kuda
(Equine Infectious Anemia)
6.
Influenza Kuda (Equine
Influenza)
7.
Piroplasmosis Kuda (Equine
Piroplasmosis)
8.
Virus Herpes Kuda-1 (Equine
Rhinopneumonitis)
9.
Virus Arteritis Kuda (Equine
Arteritis Virus)
10.
Glanders
11.
Ensefalomielitis
Venezuela
12.
Strangles
13.
Ensefalitis Jepang
14.
Surra
15.
Demam Nil Barat (West
Nile Fever)
16.
Stomatitis Vesikular
Dari penyakit-penyakit
tersebut, antraks, surra, dan piroplasmosis telah dilaporkan sebelumnya,
sementara survei serologi dalam kerangka proyek penelitian mendeteksi antibodi
terhadap Ensefalitis Jepang pada kuda, meskipun tidak ditemukan penyakit
klinis. Penyakit Kuda Afrika belum pernah dilaporkan dan vaksinasi terhadap
penyakit ini dilarang.
Meskipun Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2009 menetapkan kewajiban pelaporan penyakit menular, tidak ada
program surveilans khusus untuk penyakit kuda yang dilakukan di Indonesia.
Pelaporan didasarkan pada laporan surveilans pasif, investigasi penyakit, dan
studi penelitian. Investigasi penyakit dilakukan oleh Kantor Veteriner
Kabupaten yang relevan, dan sampel dikirimkan ke Balai Penyidikan Penyakit
Hewan setempat. Jika diperlukan pengujian yang lebih spesifik, Balai Penelitian
di Balitvet atau Institut Pertanian Bogor terlibat. Jika ada kecurigaan atau
konfirmasi penyakit, laporan dimasukkan ke dalam sistem ISIKHNAS melalui
aplikasi seluler.
3.3 Populasi
Kuda
Pada tahun 2013,
Indonesia telah melakukan sensus ternak yang mencakup kuda. Dalam sensus
nasional tersebut, tidak ada pembedaan antara spesies yang berbeda, misalnya
antara kuda dan keledai. Namun, di Pulau Jawa, tempat kompetisi ekuestrian
Asian Games 2018 diadakan dan EDFZ dibentuk, tidak ditemukan keledai, bagal,
atau himne, melainkan hanya kuda pekerja dan kuda olahraga dengan berbagai
fungsi (balap, ekuestrian, polo). Tidak ada kuda liar di Indonesia. Ada 48
kebun binatang dan taman konservasi di Indonesia yang memelihara spesies kuda
lainnya. Hewan-hewan ini diimpor ke Indonesia sejak lama dari kebun binatang di
negara bebas AHS.
Jumlah populasi kuda
untuk tahun 2014 hingga 2017 berdasarkan data Badan Statistik Nasional dan
disajikan pada tingkat Provinsi seperti ditunjukkan dalam Lampiran 3. Jumlah
total di seluruh Provinsi yang diperkirakan pada tahun 2017 adalah 442.602
ekor. Jumlah di DKI Jakarta adalah 334 ekor, sedangkan jumlah di wilayah
Jabodetabek tidak diketahui.
Untuk tujuan
pembentukan EDFZ, sensus khusus untuk kuda saja dilakukan pada Juni 2017.
Jumlah total kuda di Wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi) saat itu adalah 1.157 ekor. Populasi di Jabodetabek menjadi populasi
target untuk menentukan status kesehatan kuda. Populasi ini terutama terdiri
dari kuda pekerja, sejumlah kecil kuda tunggang, kuda polisi, dan kuda polo.
Distribusi ditunjukkan dalam Gambar 3. Perlu dicatat bahwa hanya kuda yang
hidup di Pulau Jawa, tanpa keledai atau kuda liar.
3.1 Menentukan
Status Kesehatan Kuda di Wilayah Jakarta Raya
3.1.1
Identifikasi Hewan
Selama proses sensus,
semua detail tentang pemilik (nama, ID, nomor telepon, lokasi) dan kuda (usia,
jenis kelamin, nama, warna, dan siluet) dicatat. Informasi ini dimasukkan ke
dalam basis data epidemiologi pada Layanan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian, yaitu ISIKHNAS (Sistem Informasi Kesehatan Hewan Terpadu). Dalam
basis data, setiap pemilik diberikan nomor identifikasi unik, dan setiap hewan
yang terdaftar dihubungkan dengan pemilik tertentu. Sistem juga menghasilkan ID
unik untuk setiap hewan individu.
Identifikasi kuda
ditingkatkan dengan menambahkan deskripsi tanda-tanda khusus, seperti merek,
bekas luka, kuping yang terpotong, dan lainnya pada siluet. Kartu pemilik yang
memuat informasi ini dikembangkan dan diterbitkan kepada pemilik pada November
2017.
Selama survei,
angka-angka sensus diverifikasi, dan tercatat peningkatan jumlah kuda menjadi
1.370 ekor.
3.1.2
Surveilans
3.1.2.1
Surveilans pada Kuda
Tiga survei dilakukan
pada periode Juli 2017 hingga Maret 2018, dan sampel dikumpulkan berdasarkan
kerangka sampel untuk mengestimasi prevalensi beberapa penyakit (EIA, surra,
piroplasmosis, influenza kuda, dan glanders), serta untuk membuktikan tidak
adanya penyakit African horse sickness di zona surveilans dan
perlindungan. Mengingat tingkat internasional kompetisi ekuestrian dan langkah
biosekuriti yang ketat yang diterapkan, serta larangan kontak langsung dan
perkembangbiakan kuda, penyakit reproduksi (CEM, dourine, EVA) tidak termasuk
dalam survei. Kerangka sampel tercantum dalam Lampiran 4.
Selain itu, untuk
mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang status kesehatan kuda, beberapa
sampel juga diuji untuk penyakit-penyakit yang dilaporkan di wilayah Asia
Tenggara, seperti Japanese encephalitis, West Nile fever, equine
herpes virus, dan strangles (tidak wajib dilaporkan tetapi dianggap
"pengganggu acara") selama survei pertama dan kedua. Sampel diambil
secara acak selama setiap survei, namun diupayakan untuk tidak selalu mengambil
dari hewan yang sama.
Sampel dianalisis oleh
Balai Penyidikan Penyakit Hewan Subang dan Laboratorium Penelitian Veteriner
Balitvet di Bogor. Karena pengujian penyakit kuda jarang dilakukan di
laboratorium ini (pengujian impor dan ekspor dilakukan oleh laboratorium Badan
Karantina Indonesia), sebagian besar kit pengujian harus dipesan dan tidak
selalu tiba tepat waktu atau dalam jumlah yang cukup. Hal ini menyebabkan
perbedaan antara jumlah sampel dalam kerangka sampel dan jumlah sampel yang
benar-benar diuji, sebagaimana ditunjukkan dalam Lampiran 5.1–5.3.
Survei
Pertama: Sebanyak 631 sampel diambil, lebih banyak dari yang
diperlukan menurut kerangka sampel. Sebagian sampel disimpan untuk tindak
lanjut bila ditemukan hasil menarik yang memerlukan ukuran sampel lebih besar.
Sebanyak 428 sampel diuji untuk penyakit berikut berdasarkan ketersediaan kit
uji (jumlah sampel per penyakit dalam kurung): African horse sickness
(184), piroplasmosis (B.c. 410; T.e. 428), surra (181), glanders
(422), influenza kuda (225). Bergantung pada ketersediaan kit, sebagian sampel
juga diuji untuk West Nile fever, Japanese encephalitis, equine
herpes virus, dan strangles. Sampel dikumpulkan pada Juli, dan hasil
tersedia pada November 2017. Hasil positif ditemukan untuk piroplasmosis (Babesia
caballi 75/410; Theileria equi 227/428), surra (6/181), dan
influenza kuda (7/225). Hasil rinci disajikan di Lampiran 5.1. Langkah
pengendalian penyakit untuk mencegah masuknya penyakit-penyakit ini ke zona
inti dijelaskan di Bab IV.
Pengujian di
Luar Negeri: Sebanyak 600 sampel
dikirim ke Laboratorium Referensi OIE untuk glanders (FLI, Jerman) dan 225
sampel untuk influenza kuda (Irlandia). Dari 600 sampel yang dikirim ke FLI
Jerman, 11 sampel teridentifikasi positif/terduga pada uji CFT dan diuji ulang
dengan Immunoblot. Satu dari 11 sampel positif pada Immunoblot. Hasil ini
dilaporkan ke Layanan Kesehatan Hewan Jakarta, dan kuda tersebut (Raja) serta
semua kuda kontaknya diuji ulang pada 19 Desember 2017. Raja dan satu kuda lain
(Belang) positif pada CFT, sementara kuda lain negatif. Larangan pergerakan
diterapkan di lokasi pemilik kuda.
Pengujian ulang pada
16 Januari 2018 menunjukkan semua kuda negatif kecuali Raja. Pada 2 Februari
2018, keputusan diambil untuk menyuntik mati Raja dan Belang. Autopsi dilakukan
di Bogor pada 6 Februari 2018, namun tidak ditemukan tanda-tanda glanders.
Penyidikan bakteriologis juga tidak menemukan Burkholderia mallei.
Pemberitahuan ke OIE pada 23 Januari 2018 dicabut pada Maret setelah penyidikan
epidemiologi tidak dapat mengonfirmasi adanya glanders.
Hasil Penting: Dari 225 sampel influenza kuda yang diuji di Irlandia, 7 sampel positif serologi.
Hal ini menunjukkan paparan alami virus influenza kuda. Sebagai respons,
Regulasi No. 357 di bawah UU No. 18 (2009) diterbitkan, memasukkan influenza
kuda ke dalam daftar penyakit yang vaksinnya dapat diimpor.
Survei Kedua: Sebanyak 616 sampel dikumpulkan, termasuk dari wilayah lain di Pulau Jawa.
Sampel diuji untuk beberapa penyakit, dan hasil disajikan dalam Lampiran 5.2.
Peningkatan populasi kuda menjadi 1.370 ekor juga tercatat di basis data
ISIKHNAS.
Selama tahun 2016, Dinas Kesehatan Hewan menerima laporan kasus yang
dicurigai sebagai Japanese encephalitis, Equine rhinopneumonitis (EHV), dan strangles
(distemper kuda) dari berbagai kabupaten di Pulau Jawa. Laporan-laporan
tersebut dilacak hingga ke lokasi asalnya, dan Kantor Dinas Veteriner Kabupaten
yang bertanggung jawab melakukan investigasi. Jika memungkinkan, sampel darah
dikumpulkan untuk pengujian penyakit-penyakit tersebut di Pusat Penelitian
Penyakit Hewan (Disease Investigation
Centre/DIC) terdekat.
Selama presentasi hasil survei ke-2, laporan-laporan ini juga disampaikan
kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (DGLAHS). Tabel 1
menunjukkan investigasi terhadap kasus-kasus yang dicurigai, sementara hasil
pengujian strangles telah diintegrasikan ke dalam Lampiran 5.2 yang
memuat hasil-hasil rinci.
Tabel 1. Investigasi
terhadap kasus-kasus penyakit kuda yang dicurigai di Indonesia, 2016
|
DIC
|
Laporan Tahun 2016
|
Investigasi
|
Metode
|
Hasil Pengujian
|
Denpasar
|
Surra, strangles
|
Sampel diambil pada Agustus 2017
|
300 sampel serum dari kuda lokal
|
52 positif untuk strangles; Negatif untuk surra
pada apusan darah, serologi masih ditunggu
|
Wates
|
EHV
|
Sampel diambil pada Oktober 2017
|
21 sampel serum dari sekitar lokasi laporan
|
14 positif untuk EHV
|
Maros
|
Strangles
|
3 peternak di lokasi laporan dikunjungi
|
Tidak ada sampel yang diambil karena kuda sudah
tidak tersedia
|
Tidak konklusif
|
Untuk survei ketiga, sebanyak
446 sampel dikumpulkan. Sampel diambil pada 23 Januari hingga 9 Februari 2018,
dan hasilnya tersedia pada Maret 2018. Sampel diuji untuk penyakit berikut (jumlah sampel yang diuji dalam
kurung): influenza kuda (367), glanders
(404), surra (431), EIA (415), dan piroplasmosis (435 – B. c; 446
– T. e). Dari 404 sampel glanders, 5 kuda olahraga dan 6 kuda
pekerja menunjukkan hasil mencurigakan dalam uji CFT. Berdasarkan
pengalaman selama survei pertama, larangan pergerakan diterapkan di dua lokasi
tempat kuda tersebut berada. Kuda-kuda tersebut diisolasi di lokasi
masing-masing dan diuji ulang dua kali dengan interval 4 minggu. Semua kuda
menunjukkan hasil negatif pada pengambilan sampel ulang pertama atau kedua
(Lampiran 8). Tidak ada tanda-tanda klinis penyakit yang diamati pada 11 kuda
tersebut selama tiga kunjungan (lihat Lampiran 5.3).
Hasil dari
tiga survei diberikan dalam
Lampiran 5. Temuan serologis positif untuk piroplasmosis, influenza kuda, demam
Nil Barat, virus herpes kuda, ensefalitis Jepang, strangles, dan surra
dari tiga survei tersebut telah disampaikan kepada Petugas Veteriner di distrik
masing-masing untuk ditindaklanjuti. Pemilik kuda dihubungi, dan dilakukan
penelusuran terhadap kemungkinan tanda-tanda penyakit yang terkait dengan hasil
serologis.
Karena sebagian besar
penyakit tersebut sebelumnya tidak dilaporkan ke OIE dalam laporan 6 bulanan
sebelum survei ini, OIE juga diberi tahu dan diminta untuk mengubah status,
jika sesuai, dari “tidak pernah dilaporkan” menjadi “infeksi/infestasi terbatas
pada satu atau lebih zona”.
Selama periode tiga
survei, tidak ditemukan kasus klinis untuk hasil serologis apa pun.
Kunjungan oleh
Otoritas Veteriner terkait survei penyakit ini dicatat dalam kartu pemilik dan
dalam ISIKHNAS.
3.3.1.1
Surveilans vektor
Keberadaan vektor yang
kompeten untuk penyakit kuda dan zoonosis seperti surra, ensefalitis
Jepang, demam Nil Barat, anaplasmosis, babesiosis, dan theileriosis di
Indonesia telah didokumentasikan dalam literatur. Untuk menilai keberadaan
vektor tersebut di lokasi, Departemen Parasitologi dan Entomologi Medis
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, melakukan survei vektor
pada Oktober 2017, yang mencakup beberapa lokasi kuda pekerja di DKI Jakarta.
Studi longitudinal lainnya dilakukan pada Januari hingga April 2018 dengan
pengambilan sampel dua kali per bulan.
Beberapa referensi
literatur dan temuan dari dua survei tersebut dirangkum dalam Lampiran 7.
Temuan utama menunjukkan tidak adanya kutu dan kelelawar di lokasi selama kedua
survei. Lalat, nyamuk, dan serangga penghisap darah ditemukan terutama di area
yang ditempati oleh pekerja, di air yang tergenang, dan di pot bunga. Beberapa
serangga ditemukan di area kandang yang kosong.
Sebagai langkah awal,
sumber air tergenang dibersihkan dan dikeringkan. Ketika pekerjaan konstruksi
selesai pada awal Mei, sebagian besar pekerja telah meninggalkan lokasi, dan
kantin mereka ditutup, fasilitas tersebut dibersihkan dan didisinfeksi secara
menyeluruh sehingga tidak lagi menarik bagi serangga.
Berdasarkan temuan
survei, program pengendalian vektor dirancang dengan menggunakan insektisida
yang diketahui efektif melawan serangga yang teridentifikasi dan yang terdaftar
di Indonesia. Program pengendalian ini juga mencakup program pengendalian hewan
pengerat serta inspeksi rutin di area kandang untuk memantau keberadaan
kelelawar.
IV. TINDAKAN UNTUK MENJAGA STATUS BEBAS DI KOMPARTEMEN
EDFZ DAN KARANTINA
Selama masa berlaku deklarasi mandiri ini, kontrol pergerakan yang ketat
diberlakukan mulai 15 Februari 2018 hingga setelah berlangsungnya Asian Games.
Berdasarkan arahan Direktur Pelayanan Veteriner DKI Jakarta, dilakukan kampanye
penyadaran kepada pemilik kuda (yang semuanya telah terdaftar di ISIKHNAS)
untuk memberikan informasi bahwa tidak ada kuda baru yang boleh dibawa ke Zona
Pengawasan selama periode ini. Jika kedatangan kuda baru tidak dapat dihindari,
kuda tersebut harus diuji untuk glanders, EIA, surra, dan piroplasmosis.
Kunjungan mendadak dan kontak melalui telepon dengan pemilik kuda dilakukan
untuk memeriksa jumlah dan identitas kuda.
Sertifikat tambahan telah disiapkan untuk tujuan berikut:
(i) memasuki Zona Pengawasan dari wilayah Indonesia,
(ii) berpindah dari Fasilitas Karantina Hewan Terdaftar (RAQI) ke Zona
Inti, dan
(iii) berpindah dari RAQI atau Zona Inti ke rumah sakit kuda.
Zona 1 km di sekitar venue dibersihkan dari semua kuda dan ternak lainnya
selama periode yang sama untuk menciptakan zona penyangga di sekitar area bebas
hewan.
Manual Biosekuriti telah dikembangkan yang merinci semua langkah yang harus
diambil mulai dari kedatangan kuda hingga keberangkatan mereka di berbagai
lokasi, termasuk RAQI, Klinik Hewan di venue, Rumah Sakit Kuda di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Pertanian Bogor, dan Unit Isolasi di venue.
4.1 Pengendalian Vektor
Mengingat beberapa penyakit yang dinyatakan bebas adalah penyakit yang
ditularkan melalui vektor (EIA, surra, Japanese encephalitis, piroplasmosis),
program pengendalian vektor telah diterapkan.
Peralatan fogging ultra-low volume (ULV) telah dibeli untuk
menangani area terbuka yang luas menggunakan insektisida yang diaplikasikan
dalam bentuk kabut tetesan kecil yang hampir tidak terlihat dan tetap berada di
udara hingga menguap. Formulasi sintetis piretroid (Alpha-Cypermethrin,
Permetrin, Deltametrin) akan digunakan. Area yang akan ditangani meliputi:
Area tribun utama: 2 hari sebelum
kedatangan kuda dan setiap 6 hari selama tidak ada penonton.
Area kantor dan ruang pertemuan: 2 hari sebelum kedatangan kuda, dengan pemasangan aplikator "One
Push" di setiap ruangan untuk digunakan sekali sehari.
Area kandang: 1 hari sebelum
kedatangan kuda dan setiap 6 hari di sekitar area kandang. Di tempat
pencucian, insektisida "Vape One Push" akan digunakan sekali
sehari di pagi hari.
Klinik dan kandang isolasi: 1 hari
sebelum kedatangan kuda dan setiap 6 hari di sekitar bangunan.
Perangkap cahaya UV dipasang di kandang, klinik, dan kandang isolasi.
Larvasida nyamuk seperti Temephos 1% (organophosphate) akan
digunakan untuk menangani badan air terbuka di area lintas alam guna mengurangi
kemungkinan tempat berkembang biaknya nyamuk. Perangkap lalat kuda juga akan
dipasang di sekitar area kandang dan ruang terbuka luas di area lintas alam.
Langkah mitigasi lainnya meliputi penggunaan kipas angin di setiap kandang
individu. Desain atap dan rencana bangunan terbuka pada kandang memungkinkan
sirkulasi udara yang bebas. Pembersihan kotak kuda dan area umum seperti tempat
pencucian dan lorong antar baris kandang akan dilakukan secara ketat.
Pengendalian
Tikus
Pengendalian tikus
akan diterapkan di area-area tertentu yang telah diidentifikasi oleh tim yang
melakukan surveilans vektor. Peta yang menunjukkan lokasi perangkap tikus akan
dipasang empat minggu sebelum kedatangan kuda, dan perangkap tersebut akan
diperiksa secara berkala.
Selain itu, Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Pusat Kesehatan Lingkungan
Jakarta akan memperkuat program pengendalian serangga rutin mereka di area
pemukiman sekitar dengan menyemprotkan insektisida secara teratur dan menangani
genangan air yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya serangga.
4.2 Ketentuan
Karantina
Untuk kuda yang
memasuki Jakarta dan memerlukan karantina pasca-kedatangan sesuai dengan "Sertifikat Veteriner untuk Impor
Sementara Kuda ke Indonesia untuk Berkompetisi dalam Acara Berkuda Asian Games
ke-18", sebuah Fasilitas Karantina Hewan Terdaftar (RAQI) telah
disiapkan di klub berkuda swasta (Arthayasa) yang terletak di Zona
Perlindungan, sekitar 42 km dari lokasi acara. Area karantina ini merupakan
bagian yang sepenuhnya terpisah dari properti utama, dipisahkan oleh jalan dan
sungai kecil. Unit-unit kandang sementara serta kandang isolasi dan semua instalasi
biosekuriti telah disiapkan untuk menerima kuda dari berbagai negara. Rencana
induk instalasi ditampilkan pada Lampiran 9.
V. RENCANA KOTINJENS
Jika tanda klinis
penyakit menular atau menular kontak terdeteksi selama periode karantina atau
selama acara berlangsung, tindakan pencegahan berikut telah disusun:
5.1. Di RAQI
Jika seekor kuda
mengalami demam atau tanda klinis lain yang mengindikasikan penyakit menular
atau menular kontak, kuda tersebut akan diawasi secara intensif di kandang
isolasi. Jika diperlukan, sampel darah dan/atau sampel biologis lainnya akan
diambil. Sampel ini akan diperiksa di laboratorium yang ditunjuk oleh Badan
Karantina, dan jika perlu, akan dikirim ke Laboratorium Penelitian di Bogor
untuk evaluasi dan konfirmasi lebih lanjut atas tanda-tanda klinis tersebut.
Jika seekor kuda
mengalami cedera atau kolik yang tidak dapat ditangani di tempat, kuda tersebut
akan dipindahkan ke rumah sakit kuda di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Pertanian Bogor, yang dilengkapi untuk melakukan intervensi bedah yang
diperlukan.
5.2. Di Lokasi
Acara
Jika seekor kuda
mengalami demam atau tanda klinis lain yang mengindikasikan penyakit menular
atau menular kontak, kuda tersebut akan dipindahkan ke unit isolasi di lokasi
acara dan diawasi secara intensif. Jika diperlukan, sampel darah dan/atau
sampel biologis lainnya akan diambil dan diperiksa di klinik di lokasi acara.
Jika perlu, sampel tersebut akan dikirim ke laboratorium yang ditunjuk untuk
evaluasi dan konfirmasi lebih lanjut atas tanda-tanda klinis tersebut.
Jika seekor kuda
mengalami cedera ringan, kuda tersebut akan dipindahkan ke klinik di lokasi
acara untuk mendapatkan perawatan. Jika cedera tersebut parah atau kuda
memerlukan operasi kolik, kuda tersebut akan dipindahkan ke rumah sakit kuda di
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Pertanian Bogor.
Dua ambulans kuda
tersedia untuk digunakan jika diperlukan pemindahan kuda dari Stasiun Karantina
atau lokasi acara ke Rumah Sakit Kuda.
Dalam kasus cedera di
arena, layar akan dipasang untuk menutupi kuda yang terluka dari pandangan
penonton. Kuda tersebut kemudian akan diangkut dengan ambulans ke klinik di
lokasi untuk pemeriksaan, perawatan, atau jika cedera tersebut fatal, dilakukan
eutanasia secara manusiawi.
VI. KESIMPULAN
Delegasi Indonesia menyatakan diri, untuk periode 15 Februari hingga 30
September 2018, memiliki Zona Bebas Penyakit (EDFZ) yang terdiri dari
kompartemen bebas penyakit, yaitu lokasi acara (Jakarta Equestrian Park).
Lokasi ini telah dijaga bebas dari kuda selama lebih dari dua tahun. Status
bebas penyakit pada kompartemen ini dikelola melalui langkah-langkah
biosekuriti, terutama (i) pengelolaan lokasi yang sepenuhnya tertutup, (ii)
zona penyangga yang tidak dihuni dengan lebar minimal 1 km yang mengelilingi
kompartemen, dan (iii) pengendalian vektor serta pengendalian pergerakan kuda.
DGLAHS bermaksud untuk melakukan pernyataan mandiri mengenai kebebasan dari
penyakit-penyakit berikut di kompartemen ini: anemia infeksius kuda, glanders,
influenza kuda, surra, piroplasmosis, dan ensefalitis Jepang. Pernyataan mandiri
ini juga secara jelas mendefinisikan langkah-langkah mitigasi biosekuriti dan
pengelolaan yang telah diterapkan untuk menjaga kebebasan dari penyakit
tersebut.
Delegasi menyatakan bahwa persyaratan dalam Kode Terestrial telah dipenuhi,
termasuk prinsip-prinsip biosekuriti, pengelolaan, dan pertimbangan spasial
seperti yang dijelaskan dalam Bab 4.3 dan 4.4 TAHC.