Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, 17 October 2016

Transmissible Gastro Enteritis (TGE)

 

 TGE (Transmissible Gastroenteritis)

 

TGE (Transmissible Gastroenteritis) adalah penyakit yang sangat penting dan sangat menular yang disebabkan oleh virus corona.

 

Virus corona mendapatkan namanya dari susunan protein amplop yang menyerupai halo yang mengelilingi kapsid; struktur ini terlihat pada pewarnaan negatif TEM (Transmission Electron Microscopy) sebagai proses seperti duri yang membentuk "mahkota" di sekitar inti RNA.

 

Virus ini mati jika terpapar sinar matahari dalam beberapa jam tetapi dapat bertahan lama di luar tubuh babi dalam kondisi dingin. Virus ini sangat rentan terhadap disinfektan, terutama yang berbahan dasar yodium, senyawa amonia kuartener, dan peroksigen.

 

Penyakit ini akan bertahan di kandang farrowing (kandang melahirkan) selama 3 hingga 4 minggu hingga induk babi mengembangkan kekebalan yang cukup untuk melindungi anak babi.

 

Pada kawanan yang terdiri dari kurang dari 300 induk babi, virus biasanya dapat hilang dengan sendirinya asalkan terdapat prosedur manajemen all-in, all-out yang baik di kandang farrowing dan kandang pembesaran. Namun, pada kawanan besar, virus akan bertahan di kelompok babi yang sedang tumbuh karena anak babi yang baru disapih, masih dalam pengaruh antibodi maternal, berpindah ke kandang yang masih mengandung virus. Setelah kekebalan laktogenik dari susu induk tidak lagi diterima, anak babi menjadi terinfeksi sehingga virus dapat berkembang biak. Anak babi kemudian mengeluarkan virus tersebut, mencemari ruangan penyapihan dan menginfeksi babi lain yang baru disapih. TGE dapat menjadi endemik dalam bentuk ringan dengan tingkat morbiditas tinggi tetapi mortalitas rendah.

 

Penyakit ini pada babi yang sedang disapih dan tumbuh secara klinis tidak dapat dibedakan dari diare epidemi babi (porcine epidemic diarrhoea). Pada unit peternakan kecil, virus ini cenderung menghilang dari populasi. Namun, pada unit pembesaran besar yang sering membawa masuk babi rentan, virus ini dapat bertahan dalam populasi dengan infeksi berulang pada babi pendatang.

 

Gejala

Babi Masa Disapih dan Babi Masa Pertumbuhan

  • Ketika virus pertama kali diperkenalkan ke kawanan pembesaran, gejala meliputi muntah yang menyebar dengan cepat dan diare berair, yang akhirnya memengaruhi hampir semua hewan.
  • Penyakit ini hilang secara spontan dalam 3 hingga 5 minggu.
  • Mortalitas biasanya rendah.
  • Efek utama pada individu adalah dehidrasi, yang biasanya sembuh dalam sekitar satu minggu.
  • Namun, penyakit ini dapat meningkatkan usia pemotongan hingga 5-10 hari.

 

Anak Babi Menyusui

  • Pada anak babi menyusui, penyakit ini sangat parah.
  • Diare berair akut.
  • Mortalitas hampir 100% dalam 2 hingga 3 hari pada anak babi berusia di bawah 7 hari karena dehidrasi parah dan ketidakseimbangan elektrolit.
  • Tidak ada respon terhadap terapi antibiotik.
  • Ciri yang paling mencolok adalah penampilan basah dan kotor pada bulu seluruh anak babi dalam satu kelompok akibat diare yang sangat deras.

 

Induk Babi

  • Pada wabah akut, ciri yang paling mencolok adalah kecepatan penyebaran.
  • Muntah.
  • Diare.
  • Hewan dewasa menunjukkan berbagai tingkat kehilangan nafsu makan dan biasanya sembuh dalam 5 hingga 7 hari.

 

Penyebab dan Faktor Pendukung

  • Virus dikeluarkan dalam jumlah besar melalui feses.
  • Feses babi menjadi sumber utama penularan, baik langsung melalui babi pembawa yang dibeli maupun tidak langsung melalui transmisi mekanis.
  • Lantai kandang yang buruk.
  • Kebersihan kandang yang buruk, termasuk sistem drainase yang tidak memadai.
  • Prosedur kebersihan yang buruk antar kandang.
  • Kontaminasi lingkungan dari satu kandang ke kandang lain (contoh: sepatu bot, sikat, sekop, pakaian).
  • Pipa pengumpan dan tempat penyimpanan pakan.
  • Anjing dapat mengeluarkan virus dalam feses selama 2 hingga 3 minggu.
  • Burung, terutama jalak, dapat menularkan penyakit.
  • Pakan yang terkontaminasi.
  • Penggunaan bangunan secara terus-menerus tanpa prosedur all-in, all-out.
  • Pembelian babi sapihan yang tidak memiliki kekebalan.

 

Diagnosis

Gambaran klinis penyakit akut hampir bersifat diagnostik karena tidak ada penyakit enterik lain yang menyebar secepat itu di antara semua babi. Diagnosis akhir TGE harus dilakukan di laboratorium menggunakan tes antibodi fluoresen (FAT) pada usus babi yang baru mati. Isolasi virus juga dapat dilakukan.

 

Tes terbaik adalah membekukan ileum (bagian akhir usus kecil), membuat bagian untuk histologi, dan melakukan FAT pada bagian tersebut. Beberapa laboratorium juga memiliki ELISA. Tes PCR mungkin memungkinkan tetapi jarang tersedia. Sampel darah dapat diuji dengan tes netralisasi serum untuk mendeteksi titer antibodi yang meningkat, meskipun hasilnya memakan waktu setidaknya 2 minggu.

 

 

Penyakit Serupa

Diare epidemi babi (PED) dapat memberikan gambaran serupa, tetapi cenderung kurang akut dan dengan tingkat mortalitas lebih rendah pada anak babi menyusui.

 

Pengobatan

  • Tidak ada pengobatan khusus untuk TGE.
  • Antibiotik oral pada anak babi individu dapat mengurangi infeksi sekunder.
  • Berikan akses mudah ke air yang mengandung elektrolit dan antibiotik seperti neomisin.
  • Tingkatkan perawatan dan lingkungan kandang dengan menyediakan pemanas tambahan dan alas tidur yang tebal.

 

Pencegahan dan Pengendalian

  • Isolasi kandang farrowing yang tidak terinfeksi.
  • Tingkatkan kekebalan induk babi kering sesegera mungkin, misalnya dengan mencampur feses anak babi yang diare dengan air dan memberikannya ke induk yang hamil.
  • Terapkan sistem manajemen all-in, all-out setelah wabah selesai.
  • Disinfeksi kandang antara kelompok babi menggunakan disinfektan berbasis yodium.
  • Sediakan sepatu dan pakaian pelindung untuk semua yang memasuki peternakan.
  • Pasang bak celup disinfektan di semua pintu masuk.
  • Jaga burung dan hewan lain agar tidak mencemari peternakan.
  • Hindari meminjam peralatan dari peternakan babi lain.
  • Evaluasi prosedur pencegahan dan biosekuriti secara rutin.

 

SUMBER:

http://www.thepigsite.com/pighealth/article/301/transmissible-gastroenteritis-tge/

http://www.doctorc.net/HISTO%20CASEBOOK/TGE%20IN%20SWINE/TGEDISCUSS.htm

Monday, 10 October 2016

Elemen Kunci Pendekatan One Health

 

 

Mengembangkan Elemen Kunci Pendekatan One Health di Negara Anggota dan Organisasi Mitra

 

Berikut adalah tindakan yang diidentifikasi untuk sebelas elemen pendukung utama guna mendorong kolaborasi multisektoral yang fungsional.

 

1. Kemauan Politik dan Komitmen Tingkat Tinggi

Perwakilan negara merekomendasikan pembentukan komite multisektoral nasional dan penyusunan Rencana Strategis Nasional yang didukung oleh undang-undang atau peraturan. Mitra menyarankan pembentukan unit dukungan regional dan kerangka kerja epidemiologi regional sebagai panduan bagi negara. Rekomendasi lainnya termasuk demonstrasi dampak ekonomi zoonosis serta mendapatkan dukungan dan intervensi dari organisasi internasional.

 

2. Kepercayaan

Perwakilan negara merekomendasikan pembentukan komite pengarah multisektor yang bertemu secara rutin melibatkan sektor pertanian, kesehatan manusia, perikanan, kehutanan, lingkungan, dan militer. Disarankan untuk meningkatkan transparansi antar sektor dan menyusun Kerangka Acuan (TOR) yang jelas. Disarankan juga untuk menciptakan program zoonosis terintegrasi serta program komunikasi risiko penyakit yang mempertimbangkan komponen kesehatan hewan dan manusia. Selain itu, perlu ditingkatkan mekanisme lintas sektor, khususnya dalam berbagi informasi, surveilans, respons, laboratorium, dan komunikasi risiko. Mitra menyarankan memperkuat jaringan seperti SEAOHUN, jaringan epidemiologi, dan laboratorium, serta melakukan pelatihan bersama untuk membangun kepercayaan.

 

3. Tujuan dan Prioritas Bersama

Dalam elemen ini, disarankan pembentukan komite One Health multisektor yang fungsional, pengembangan rencana strategis terintegrasi, dan penguatan berbagi data surveilans. Mitra merekomendasikan identifikasi penyakit prioritas di tingkat regional dan nasional, pembangunan tujuan bersama, serta mempertimbangkan area fokus APSED dengan pendekatan partisipatif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

 

4. Pengakuan atas Manfaat Bersama

Pengembangan mekanisme pemantauan dan berbagi cerita sukses diidentifikasi sebagai tindakan kunci. Harus ada kepemilikan bersama dalam pencegahan dan pengendalian penyakit. Mitra menyarankan koordinasi donor untuk memaksimalkan hasil dan meminimalkan biaya kegiatan, serta menerapkan pendekatan APSED untuk berbagi dalam manajemen risiko.

 

5. Struktur Tata Kelola yang Kuat, Kerangka Hukum yang Selaras, dan Pengakuan terhadap Standar Internasional yang Ada

Perwakilan negara menyarankan peningkatan advokasi One Health kepada pemimpin di tingkat pusat, regional, dan lokal, pembentukan komite One Health nasional dengan visi, misi, serta TOR yang jelas, dan sekretariat dari masing-masing sektor. Disarankan juga untuk meninjau undang-undang yang ada, termasuk daftar penyakit yang wajib dilaporkan, dengan melibatkan sektor kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan. Mitra menyarankan adopsi standar OIE, pengelolaan sumber daya manusia, dan penerapan pendekatan APSED.

 

6. Sumber Daya yang Memadai dan Terdistribusi Secara Adil

Perwakilan negara merekomendasikan harmonisasi prioritas zoonosis, advokasi kepada pembuat keputusan, peningkatan sumber daya manusia, penguatan mekanisme kelembagaan, serta penganggaran untuk perencanaan terintegrasi. Mitra menyarankan koordinasi donor seperti USAID dan AusAID untuk distribusi sumber daya.

 

7. Identifikasi dan Keterlibatan Mitra yang Relevan

Disarankan pengembangan basis data mitra yang relevan melalui otoritas yang berwenang, berbagi informasi, dan pembentukan bank vaksin hewan. Perwakilan negara menyarankan berbagi informasi secara daring dan kolaborasi konsultatif. Mitra merekomendasikan forum mitra dan pertemuan konsorsium, serta menghormati tugas utama setiap mitra.

 

8. Perencanaan Kegiatan yang Terkoordinasi

Tindakan utama termasuk identifikasi penyakit prioritas, pengembangan rencana aksi, pembentukan komite inti untuk implementasi terkoordinasi, serta pertemuan multisektor reguler. Mitra mengakui kebutuhan unit dukungan regional dan kerangka strategis bersama untuk meningkatkan perencanaan terkoordinasi, termasuk surveilans untuk penyakit seperti rabies dan zoonosis EID.

 

9. Panduan Implementasi Kolaborasi Lintas Sektor

Tindakan utama termasuk orientasi untuk pembuat kebijakan, pengenalan konsep One Health dalam kurikulum sarjana, pengembangan SOP untuk penanganan wabah, dan pelatihan gabungan. Mitra merekomendasikan pengembangan kompetensi inti One Health untuk setiap profesi yang dipandu oleh SEAOHUN serta kerangka kerja strategis negara.

 

10. Pengembangan Kapasitas

Perwakilan negara menyarankan penilaian kebutuhan, pengembangan kurikulum, sertifikasi laboratorium, dan perencanaan detail. Mitra menyarankan penggunaan PVS sebagai pedoman, serta pengembangan bahan pelatihan untuk penyakit tertentu.

 

11. Sistem Kesehatan yang Kuat dan Efektif di Sektor Individu

Perwakilan negara menyarankan pemanfaatan APSED untuk memperkuat sistem kesehatan dan pengembangan sumber daya manusia. Mitra mengakui perlunya memperkuat koordinasi dan kemitraan publik-swasta.

 

SUMBER:

The Third Regional Workshop on Multi-Sectoral Collaboration on Zoonoses Prevention and Control: Leading the Way on One Health. 26–28 November 2012. The Patra Bali Resort, Bali, Indonesia.

Tuesday, 4 October 2016

Tiga Daerah Percontohan Bersiap untuk ‘One Health’

Sebagai bentuk komitmen untuk mendukung implementasi Program EPT2, Pemerintah Indonesia telah menunjuk Bengkalis (Provinsi Riau), Ketapang (Provinsi Kalimantan Barat) dan Boyolali (Provinsi Jawa Tengah) sebagai daerah percontohan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular baru dan zoonosis  menggunakan pendekatan One Health.

Bengkalis, Ketapang dan Boyolali dipilih berdasarkan beberapa faktor, yaitu:
1.     Pemicu munculnya penyakit dan potensi spill-over penyakit dari hewan ke manusia;
2.     Potensi amplifikasi dan penyebaran penyakit;
3.     Dukungan dan antusiasme yang tinggi dari pemerintah daerah.

Pendekatan One Health mengedepankan keterlibatan para pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah, di mana dukungan politik dan operasional dapat dicapai secara intensif dan berkelanjutan untuk mencegah dan menangani penyakit menular baru (emerging) dan yang muncul kembali (reemerging) secara terpadu.

Melalui pendekatan One Health yang menekankan pada interaksi manusia, hewan dan lingkungan, para pemangku kebijakan disinergikan untuk melakukan kolaborasi multi-sektoral. Dalam hal ini, investigasi wabah penyakit di lapangan dilakukan secara bersama-sama oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Penunjukan tiga daerah percontohan tersebut merupakan hasil dari lokakarya yang dilaksanakan pada bulan April 2016, yang mempertemukan para pemangku kebijakan dari berbagai unsur, antara lain Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Komisi Nasional Zoonosis, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pemerintah Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Jawa Tengah, FAO, USAID, dan WHO.

Sumber :
FAO ECTAD Indonesia News Letter, Edisi 01, Aug – Nov 2016.