Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, 9 February 2009

Zen-Noh Koperasi Pertanian Terbesar Sedunia

Zen Noh Jepang merupakan koperasi terbesar dari 300 koperasi yang diranking ICA. Dengan basis pertanian, jejaring Zen Noh telah merambah ke berbagai bisnis, yang menjangkau banyak negara. Padahal, koperasi ini baru dibentuk pada 1972, jauh lebih muda ketimbang koperasi-koperasi raksasa di Eropa dan Amerika Serikat.

Para petani Jepang, memiliki posisi tawar (bargaining position) yang luar biasa kuat, dalam konste­lasi ekonomi dan politik di negaranya. Sudah menjadi pengetahuan umum, kalau berbagai komoditi pertanian yang dihasilkan petani­nya, jauh lebih mahal ketimbang komoditi sejenis di negara lain. Tapi, pemerintah Jepang tidak bi­sa sembarangan mengimpor komoditi tersebut, tanpa persetujuan petani. Jatuhnya menteri pertanian karena mengabaikan aspirasi peta­ni, bukan hal yang aneh terjadi di Jepang.


Kekuatan luar biasa dimiliki peta­ni Jepang, antara lain karena mereka solid bergabung dalam koperasi pertanian. Tapi, soliditas itu bukan cuma ditunjukkan untuk golongan berpengaruh, melainkan juga untuk pe­ngembangan jaringan bisnis. Yang terpenting, semua ini bisa terwujud karena para petani Jepang tergabung dalam koperasi.


Koperasi pertanian Jepang membentuk jaringan yang kokoh, mulai dari tingkat primer hingga sekunder, yang berpuncak pada Zen Noh sebagai ferederasi koperasi pertanian nasional. Dengan omset mencapai 63.449 dolar AS (setara dengan Rp 583,73 triliun) per tahun, Zen Noh kini menem­pati posisi teratas dalam ICA Global 300, yang dirilis oleh International Co-operative Alliance (ICA) pada Oktober 2007.


Zen Noh berdiri pada 30 Maret 1972, hasil penggabungan dua koperasi pertanian sekunder level nasional, yaitu Zenkoren (yang ber­gerak dalam pengadaan kebutuhan pertanian) dan Zenhanren (bergerak di bidang pemasaran pro­duk pertanian). Kedua sekunder ko­perasi ini berdiri pada 1948.


Secara keseluruhan, Zen Noh menghimpun 1.173 koperasi pertanian, 1.010 di antaranya merupakan primer koperasi pertanian. Sisanya merupakan sekunder koperasi pertanian tingkat provinsi, federasi kope­rasi lain yang terkait dengan bidang pertanian dan peternakan. Hampir semua kebutuh­an petani Jepang, dipenuhi melalui koperasi (umumnya disebut JA atau Nohkyo). Mulai dari penga­daan berbagai peralatan dan input pertanian, permodalan, sampai pe­masaran produk pertanian. Bahkan, kebutuhan barang sehari-hari pun, diperoleh lewat koperasi.


Dengan jaringannya, koperasi pertanian Jepang menangani sektor pertanian dari hulu sampai hilir, termasuk sektor pendukungnya se­per­ti keuangan dan asuransi. Pada awalnya, tanaman pertanian yang menjadi perhatian adalah padi. Total produksi beras yang dihasilkan, rata-rata mencapai 1,58 juta ton per tahun.


Namun, pada perkembangan selanjutnya, koperasi juga mengarahkan petani untuk melakukan diversivikasi tanaman. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi over supply beras sehingga harganya jatuh. Koperasi selalu mengupayakan agar harga setiap komoditi di tingkat petani tetap tinggi, sesuai dengan standar hidup di Jepang, yang termasuk paling tinggi di dunia.


Tidak seperti negara berkembang yang pada umumnya mengor­bankan sektor pertanian untuk membangun industri, yaitu de­ngan memperkecil nilai tukar hasil pertanian di hadapan barang produk industri, di Jepang nilai tukar ke­duanya selalu diusahakan setara. Dengan begitu, tingkat kesejahtera­an para petani, tidak ketinggalan dengan masyarakat yang bekerja di sektor industri.


Strategi tersebut, bukan tanpa risiko. Semula, Jepang memang bisa menerapkan kebijakan untuk mela­rang impor komoditi pertanian yang banyak dihasilkan petaninya, kendati harganya jauh lebih mahal di ban­ding pasar dunia. Namun, pada 1993, Jepang dipaksa membuka keran impor, melalui Kese­pakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT). Berdasarkan kesepakatan itu, mulai 1995 Jepang membuka impor beras, mes­kipun dibatasi hanya 4 persen dari kebutuhan beras dalam negeri. Memasuki tahun 2000, batasan itu diberbesar menjadi 4,8 persen.


Namun, Pemerintah Jepang te­tap melindungi petaninya, antara lain dengan menetapkan bea masuk cukup tinggi, di samping tetap memberikan subsidi pada input pertanian. Melalui koperasi, peta­ni Jepang memang mempunyai lobi yang kuat di pemerintahan. Bahkan di Partai Demokrat Libe­ral (LDP) yang merupakan partai besar, banyak orang koperasi yang berkiprah. Mereka mampu meyakinkan pemerintah, bahwa membatasi impor komoditi pertanian dalam jangka panjang bakal menumbulkan ketergantung­an yang bisa berakibat fatal. Dalam jangka pendek, melindungi pertanian di dalam negeri juga terkait de­ngan stabilitas politik nasional.


Lantas, apakah pertanian Jepang menjadi pasif berlindung di balik proteksi pemerintah? Tentu saja, tidak. Koperasi pertanian Jepang aktif melakukan kampanye yang mengu­sung tema “Produk Lokal untuk Kon­sumen Lokal”. Upaya untuk menjaga loyalitas penduduk Jepang pada produk pertanian dalam negeri ini, tidaklah semata-mata mengandalkan unsur emosional, tapi juga rasional.


Kendati harganya relatif lebih tinggi, koperasi pertanian menjamin bahwa seluruh komoditi pertanian yang dihasilkan anggotanya, memenuhi standar higienis tinggi. De­ngan label dengan system bar-code di setiap kemasan pertanian yang dibeli di toko koperasi, konsu­men dengan jelas mengetahui siapa petani yang menanam produk yang mereka beli. Maka, jika terjadi se­suatu, komplain lebih mudah di lakukan. Agar produk pertanian itu bisa dijual lebih murah, kope­rasi membangun jaringan toko sendiri, sehingga bisa memotong jalur distribusi.


Perkembangan bisnis setiap kope­rasi pertanian di Jepang, pada gilirannya, mendorong Zen Noh untuk terus melebarkan sayap bisnisnya, dengan jaringan yang tersebar di 26 negara, termasuk Indonesia, dan memiliki afiliasi dengan 249 perusahaan. Jumlah karyawannya mencapai 12,5 ribu orang lebih.


SUMBER

Majalah-pip.com 2008

Wednesday, 4 February 2009

Reformasi Pertanian di Jepang

Pada bulan April 2007, Gugus Tugas Promosi Kebijakan Pangan, Pertanian dan Wilayah Pedesaan yang dipimpin oleh Perdana Menteri telah mengadopsi paket kebijakan yang berorientasi pada sasaran yang disesuaikan dengan sasaran kebijakan kabinet sektor pertanian, yakni:

1) untuk memanfaatkan secara penuh kapasitas produksi yang berpotensi pada bidang pertanian dan untuk mengembangkan pertanian sebagai industri penting yang strategis di abad 21;

2) untuk memenuhi permintaan produk yang berkwalitas tinggi dan permintaan keamanan pangan bagi konsumen, dan untuk melaksanakan rencana yang terdiri dari (i) reformasi agraria yang dikonsentrasikan pada lahan pertanian petani utama dalam rangka memperkuat struktur pertanian Jepang dan (ii) penetapan Strategi Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dalam pencegahan Global Warming.

Respon Jepang terhadap melambungnya harga produk pertanian di dunia dan terhadap menurunnya swasembada pangan, pada bulan Mei 2008 Gugus Tugas Promosi Kebijakan Pangan, Pertanian dan Wilayah Pedesaan yang dipimpin oleh Perdana Menteri telah mengadopsi aksi dan tindakan nyata yang harus dikembangkan bukan hanya oleh Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan tetapi juga oleh Jepang secara menyeluruh. Program-programnya meliputi:

1) mengembangkan dan mempopulerkan produk-produk tepung beras, produksi pakan ternak dari sawah dan meningkatkan swasembada pakan ternak untuk memperkuat kapasitas suplai makanan domestik;

2) menambahkan informasi yang benar pada label kemasan makanan untuk meningkatkan kepercayaan konsumen;

3) mengembangkan program stabilisasi menejemen pertanian yang ditujukan kepada Petani Utama;

4) membangun suatu sistem dimana perusahaan dan masyarakat yang berasal dari bidang yang beranekaragam dapat memasuki sektor pertanian;

5) memanfaatkan kembali lahan “tidur”;

6) meningkatkan kerjasama di antara petani, industri makanan lokal dan perusahaan pengecer lokal guna revitalisasi wilayah pedesaan.

Kebijakan Produksi Padi di Jepang

Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang memberikan kesempatan kepada petani padi untuk ikut serta dalam program penurunan produksi padi, yang merupakan kebalikan dari kebijakan produksi padi selama ini, kata sumber dari Kementerian tersebut pada hari Selasa (3 Pebruari 2009).

Dengan sistem ini, hanya para petani yang ikut serta dalam usaha penurunan produksi padi yang sejalan dengan kebijakan pemerintah diberikan tunjangan, kata sumber tersebut.

Belum diketahui apakah koperasi pertanian dan petani padi yang telah mematuhi kebijakan pemerintah dalam pengurangan tanaman pangan selama bertahun-tahun akan menentang perubahan kebijakan ini.

Langkah ini dapat memaksa industri padi – yang telah diproteksi selama beberapa dekade – secara drastis berubah menuju liberalisasi. Selama ini pemerintah telah membantu petani padi dengan membeli gabah ketika harga jatuh.

Para petani yang patuh dengan kebijakan penurunan produksi padi ini biasanya menjual hasil panenannya melalui koperasi. Apabila mereka diberikan pilihan untuk mengurangi penanaman padi, komisi penjualan yang diterima koperasi bisa menurun.

Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan bertujuan maju ke depan dengan perubahan kebijakan tersebut sebagai pilar utama dalam reformasi pertanian yang diharapkan pada tahun fiskal 2010, kata sumber tersebut.

Menteri Pertanian Shigeru Ishiba telah mengatakan bahwa kebijakan padi nasional harus dirubah karena beberapa petani padi yang tidak patuh terhadap kebijakan pengurangan produksi padi ini masih memperoleh keuntungan dari kebijakan bantuan harga dari pemerintah.

“Kami akan melakukan kajian semua peraturan yang memungkinkan (untuk penggantian sistem)” kata Ishiba di Konperensi press.

Jika kebijakan ini diterapkan, petani yang memilih untuk tidak turut serta dalam pengurangan produksi padinya akan lebih bebas dalam melakukan usaha taninya dan akan dapat memproduksi varietas padi yang terkenal sesuai dengan kondisi pasar. Akan tetapi bisa juga mereka akan menderita apabila harga beras jatuh tajam karena mereka tidak memperoleh bantuan finansial dari Pemerintah.

Sebuah badan yang anggotanya terdiri dari delegasi organisasi pertanian dan para pakar pertanian akan dibentuk guna membuat perencanaan yang menentukan, kata sumber tersebut.

Dengan kebijakan ini, Pemerintah mengarahkan para petani untuk mengurangi penanaman padinya dan diganti ditanami dengan tanaman pangan lain.

Sumber: Japan Times 3 Pebruari 2009

Sunday, 1 February 2009

Surat Pengangkatan Profesor Dr. Jusuf Anwar


Pada tanggal 1 Pebruari 2009 telah diserahkan surat pengangkatan Dr. Jusuf Anwar sebagai Profesor Universitas Pajajaran oleh Mendiknas Bapak Bambang Sudibyo di Kedutaan Besar Republik Indonesia Tokyo disaksikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Bapak Jusuf Kalla dan masyarakat Indonesia di Tokyo.

Wapres Jusuf Kalla Petik Tomat di Pasona O2 Tokyo

Tepat pukul dua siang 1 Februari 2009 Wapres Bapak Jusuf Kalla dan Ibu Mufidah Jusuf Kalla disertai Mendiknas Bapak Bambang Sudibyo, Dubes Bapak Jusuf Anwar dan Ibu Lastrijah Jusuf Anwar serta rombongan tiba di Pertanian Percontohan Pasona O2. Pertanian ini terletak di lantai 2 bawah tanah Gedung Nomura yang terletak di tengah kota Tokyo, dengan alamat 2-1-1 Otemachi, Chiyodaku. Setibanya di halaman Gedung Nomura Bapak Wapres disambut oleh Presiden Pasona O2 Mr. Yasuyuki Nambu, Senior Managing Director Ms. Junko Fukuzawa, Executive Director Mr. Yoshihisa Endo dan para staf Pasona O2.

Pada saat kunjungan ini Bapak Wapres tampak sungguh-sungguh mendengarkan penjelasan Presiden Pasona O2. Mr. Yasuyuki Nambu menjelaskan bahwa tujuan dari pembuatan Pasona O2 adalah menarik minat para kaum muda untuk menerjuni pekerjaan bidang Pertanian. Pertanian yang dikembangkan di Pasona O2 menggunakan metoda Hydroponic dan penyinaran lampu Light-emiting Diodes (LEDs), Fluorescent, high-presure sodium vapor disertai pengaturan suhu secara otomatis. Sayuran yang diproduksi diluar memerlukan waktu pengangkutan yang cukup lama sehingga tidak segar lagi. Sedangkan tanaman sayuran yang diproduksi disini bisa dimakan ketika masih segar sehingga mempunyai nilai gizi 10 kali lipat dari pada sayuran yang diproduksi di luar.

Ketika Bapak Wapres menanyakan apakah produk pertanian menggunakan teknik ini sudah bisa dikomersialkan, Presiden Pasona O2 menjawab untuk padi memang belum bisa dikomersialkan tetapi dengan cara ini kami bisa memanen 3 kali setahun, sedangkan kalau diluar gedung dengan metoda biasa kami hanya panen sekali dalam setahun pada akhir musim panas saja. Di Jepang sayuran dengan metoda hydroponic dengan penyinaran lampu sudah bisa dikomersialkan. Meskipun sayuran yang ditanam dalam ruang tertutup sedikit lebih mahal harganya tetapi produk hasil teknologi ini disukai konsumen karena baik mutunya dan aman dikonsumsi.

Mr. Nambu pendiri Pasona O2 ini membanggakan bahwa Perdana Menteri Koizumi dan Fukuda pernah mengunjungi Pasona O2. Dia menceritakan menurut para Astronot teknik ini bisa dikembangkan untuk diaplikasikan di luar angkasa sehingga para astronot bisa makan sayur segar bukan bahan makanan yang diawetkan. Dan dengan metoda ini juga tidak menutup kemungkinan membuka pertanian di daerah padang pasir.

Pada kesempatan itu Wapres berkenan memetik buah tomat merah, sedianya akan disediakan alat pemetik tomat tetapi beliau langsung memetik dengan jemari tangannya dan langsung memakannya. “Rasanya enak", ketika seorang wartawan foto menunjukan tomat berwarna kuning berukuran lebih kecil, dengan cekatan Wapres memetiknya dan menyantapnya, “Rasanya lebih enak, memang yang kuning-kuning rasanya enak” disambut dengan riuh gelak-tawa para pengunjung.

Presiden Pasona O2 menceritakan rencananya bahwa Pasona O2 sedang merancang pertanian dengan lahan 18.000 m2, dengan teknik yang lebih canggih sehingga orang bisa sambil bekerja dapat langsung menyantap produknya. Dengan berpakaian jas dan berdasi kita dapat mengerjakan usaha pertanian dengan mudah asalkan menggunakan sarana dan prasarana yang didukung teknologi mutakhir.

Dia menambahkan kalau Pasona O2 telah berhasil memasukkan banyak kaum muda terjun bekerja dalam bidang pertanian menggunakan teknologi modern, diharapkan Jepang dapat meningkatkan kemandirian pangan dari 40% menjadi 55%, sehingga ketergantungan terhadap produk pertanian luar negeri menjadi semakin menurun.

Bapak Wapres menyampaikan bahwa kita bersyukur Indonesia mempunyai lahan yang subur dan luas dengan sinar matahari yang cukup, Alhamdulillah sekarang Indonesia sudah swasembada beras, jagung dan gula konsumsi. Prestasi ini perlu kita pertahanankan dan kembangkan lagi menggunakan teknologi yang lebih maju.