Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, 27 March 2024

Menguak Bahaya Tersembunyi: Perubahan Iklim Picu Ledakan Penyakit dari Nyamuk, Kutu, hingga Lalat Pasir!

 



Dampak Perubahan Iklim pada Penyakit Tular Vektor


Penyakit infeksi baru terutama yang berpotensi zoonosis (penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya) merupakan ancaman yang semakin besar terhadap kesehatan dan keselamatan global. Dampak perubahan iklim terhadap epidemiologi zoonosis dapat diketahui dari terjadinya perubahan dinamika inang, vektor, dan patogen serta interaksinya. Banyak proyeksi iklim mengungkapkan potensi perluasan geografis dan tingkat keparahan zoonosis yang ditularkan melalui vektor. Proyeksi iklim dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk mendapatkan gambaran mengebai respons sistem iklim terhadap perubahan gaya radiatif (radiative forcing) terutama akibat kenaikan konsentrasi GRK di atmosfir di masa depan. Indonesia sebagai negara kepulauan di wilayah tropis merupakan negara yang rentan terhadap perubahan iklim. Di sini akan disampaikan dampak perubahan iklim secara global terhadap zoonosis yang ditularkan melalui vektor.

 

Vektor Penyakitnya

 

Vektor penyakit adalah arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia. Arthropoda tersebut seperti nyamuk, kutu, dan lalat. Vektor ini bersifat ektotermik, artinya untuk menghangatkan tubuhnya dengan cara menyerap panas dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, suhu lingkungan berdampak lansung pada kelangsungan hidup vektor. Suhu lingkungan memengaruhi laju reproduksi, distribusi, kelimpahan, kesesuaian habitat, aktivitas, perkembangan dan kelangsungan hidup vektor. Suhu lingkungan juga memengaruhi reproduksi patogen yang berada dalam vektor.

 

Curah hujan yang tinggi akan menambah tempat berpotensi untuk berkembangbiaknya vektor seperti nyamuk. Selanjutnya, vegetasi-tetumbuhan berkembang lebat setelah hujan menjadi tempat berlindung yang cocok bagi vektor. Jadi perubahan iklim berkaitan erat dengan perubahan ekologi yang memengaruhi kejadian dan penyebaran penyakit tular vektor.

 


Vektor Nyamuk

 

Nyamuk dapat membawa berbagai patogen, seperti virus, parasit protozoa, dan bakteri. Nyamuk sebagai vektor menyebabkan amplifikasi penyakit dan penularan banyak jenis penyakit zoonosis seperti zika, demam berdarah, dan chikungunya. Maka dari itu kita perlu memahami tren prediksi penyakit yang ditularkan oleh nyamuk guna merespon perubahan iklim. Suhu yang baik memengaruhi peningkatan reproduksi dan aktivitas nyamuk. Selain itu frekuensi mengisap darah tinggi dan mencerna lebih cepat. Suhu air yang hangat menyebabkan jentik nyamuk berkembang pesat.

 

Perubahan iklim mengubah kapasitas vektor dan menularkan banyak penyakit. Hal ini dapat mengubah dinamika penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Sebagai contoh, hasil studi retrospektif wabah virus West Nile di Perancis Selatan pada tahun 2000 menunjukkan bahwa agresivitas vektor tergantung pada suhu dan kelembaban, juga berhubungan dengan intensitas curah hujan dan sinar matahari. Cuaca hangat dan kering meningkatkan reproduksi nyamuk yang menimbulkan jumlah vektor nyamuk berlebih di perkotaan seperti Culex pipiensCulex pipiens adalah spesies nyamuk yang biasa disebut nyamuk rumah biasa atau nyamuk rumah utara.

 

Kontak vektor nyamuk dengan inang unggas yang berkumpul di sekitar sumber air, menimbulkan peningkatan multiplikasi virus. Sebuah studi tentang proyeksi perubahan iklim memperkirakan pada tahun 2025 kemungkinan infeksi virus West Nile menjadi lebih besar, terutama di perbatasan wilayah penularan yang sudah ada seperti Kroasia Timur, Kroasia Timur Laut, dan Turki Barat Laut. Diprediksi perluasan akan terjadi pada tahun 2050 (Semenza dkk., 2016).

 

Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menularkan lebih dari 22 arbovirus ke manusia sehingga habitat vektor ini banyak menjadi perhatian di kalangan kesehatan masyarakat. Studi sebelumnya memproyeksikan terjadi perluasan habitat yang cocok untuk kedua spesies Aedes ini di Amerika Utara, Australia, dan Eropa. Namun demikian, kesesuaian iklim spesies Aedes di Eropa Selatan diperkirakan akan menurun selama abad ke-21, kemungkinan disebabkan cuaca yang lebih panas dan kering.

 

Sebuah studi tentang demam berdarah menunjukkan bahwa batas geografis penularan demam berdarah sangat ditentukan iklim. Dengan proyeksi populasi dan perubahan iklim pada tahun 2085, diperkirakan sekitar 50 – 60% populasi dunia yang diproyeksikan (5 – 6 miliar orang) akan berisiko terhadap penularan demam berdarah, dibandingkan dengan 35% populasi (3,5 miliar orang) jika tidak terjadi perubahan iklim (Hales dkk., 2002).

 

Di bawah skenario emisi karbon paling ekstrem, terdapat penelitian yang memperkirakan risiko penularan demam berdarah terjadi karena vektor Aedes aegypti selama musim panas di Inggris pada tahun 2100 (Liu-Helmersson dkk., 2016). Menurut penelitian lain, pada tahun 2100, tidak ada wilayah Inggris yang cocok untuk amplifikasi virus dengue di dalam tubuh serangga Aedes aegypti (Thomas dkk., 2011).

 

Masuknya Aedes albopictus dan virus chikungunya ke Italia telah dicatat sebagai kejadian yang tidak disengaja. Namun, kepadatan Aedes albopictus di Italia diakui sebagai kontribusi utama wabah chikungunya pertama saat iklim sedang (Rezza dkk., 2007). Transmisi dan distribusi Aedes albopictus kemudian diprediksi dalam kondisi iklim yang menguntungkan di negara-negara beriklim sedang. Aedes albopictus merupakan vektor utama untuk berbagai penyakit, seperti virus West Nile, Yellow Fever, St. Louis encephalitis, Japanese encephalitis, demam berdarah, Rift Valley Fever, dan demam chikungunya pada manusia (Mitchell, 1995).

 

Kombinasi faktor iklim dan lingkungan, termasuk suhu, kelembaban, curah hujan, dan penyinaran, diyakini berkontribusi terhadap wabah demam berdarah dan chikungunya sebelumnya di Eropa. Faktor-faktor tersebut dapat memperparah masuknya Aedes albopictus ke daerah baru (Mitchell, 1995). Jika terdapat infeksi nyamuk Aedes aegypti maka peningkatan suhu rata-rata akan mengakibatkan penularan demam berdarah musiman di Eropa Selatan (ECDC, 2019).

 

Malaria merupakan penyakit parasit menular yang disebabkan oleh parasit plasmodium, sering dilaporkan di negara tropis. Namun, hubungan antara kondisi meteorologi (misalnya suhu dan curah hujan) dan penularan malaria di negara beriklim sedang telah dibahas dalam beberapa penelitian, di mana mereka menggambarkan potensi invasi malaria dan “penyakit tropis” lainnya ke Eropa Selatan, sebagai contoh perluasan geografis risiko malaria akibat perubahan iklim.

 

Sebuah studi di Portugal memperkirakan peningkatan jumlah hari per tahun yang cocok untuk penularan malaria jika ada vektor yang terinfeksi (Casimiro dkk., 2006). Sebuah penelitian di Inggris memperkirakan peningkatan risiko penularan malaria lokal sebesar 8 – 14%, berdasarkan proyeksi perubahan suhu yang akan terjadi pada tahun 2050 (ECDC, 2019).

 

Sebuah studi tentang model dampak malaria menunjukkan peningkatan global jumlah orang berisiko per bulan dari tahun 2050-an hingga 2080-an. Studi tersebut menunjukkan bahwa iklim di masa mendatang lebih cocok untuk penularan malaria di daerah dataran tinggi tropis, seperti di dataran tinggi Afrika Timur (Caminade dkk., 2014). Epidemi malaria diperkirakan akan bergerak ke selatan di Afrika sub-Sahara dan menuju dataran yang lebih tinggi (Emert dkk., 2012). Pada akhir abad ke-21, kondisi suhu di wilayah semikering Sahel diperkirakan menjadi tidak menguntungkan bagi vektor malaria (Caminade dkk., 2014).

 

Di bawah skenario perubahan iklim sedang – tinggi, sebuah penelitian memproyeksikan bahwa wilayah selatan Inggris Raya menjadi cocok iklimnya untuk penularan malaria Plasmodium vivax selama dua bulan dalam setahun, dan sebagian Inggris tenggara selama empat bulan per tahun, pada tahun 2030. (Lindsay dkk., 2010). Pada tahun 2080, Skotlandia Selatan juga diperkirakan akan cocok secara iklim selama dua bulan dalam setahun (Lindsay dan Thomas, 2001).

 

Vektor Lalat Pasir

 

Seperti pada nyamuk, suhu berdampak pada laju gigitan lalat pasirLalat pasir, atau yang dikenal dalam bahasa ilmiah sebagai lepidophthalmus sinuosae, merupakan salah satu spesies serangga yang menarik karena keunikannya dalam beradaptasi dengan habitat yang keras seperti padang pasir. Larvanya dapat bertahan hingga 2 tahun untuk berkembang biak dan hidup di pasir lepas. Terjadi perkembangan patogen (protozoa) di dalam vektor. Di Eropa, lalat pasir tersebar di selatan 45°garis lintang utara dan kurang dari 800 m di atas permukaan laut. Namun, baru-baru ini telah meluas hingga setinggi 49° garis lintang utara (ECDC, 2019).

 

Suhu di Eropa Utara diperkirakan akan menjadi lebih hangat, dan curah hujan akan meningkat. Selain itu, suhu musim dingin diperkirakan akan meningkat di dataran yang lebih tinggi. Perubahan iklim ini diperkirakan akan memperluas jangkauan lalat pasir ke Eropa Barat Laut dan Eropa Tengah dan pada dataran yang lebih tinggi di wilayah yang sudah ada (Medlock dkk., 2014).

 

Perubahan iklim yang diproyeksikan di Eropa akan memberikan suhu yang menguntungkan bagi lalat pasir, sehingga lalat itu akan dengan cepat berkembang biak di negara-negara yang saat ini berada di batas jangkauan geografisnya, seperti Jerman, Austria, Swiss, dan di sepanjang pantai Atlantik (Naucke dkk., 2011).

 

Lalat pasir mampu menularkan leishmaniasis, yaitu infeksi parasit protozoa yang disebabkan oleh Leishmania infantum. Saat ini, Eropa Tengah dan Utara hanya mengimpor kasus anjing yang terinfeksi leishmaniasis. Jika perubahan iklim yang diproyeksikan membuat transmisi cocok di garis lintang utara, daerah endemik baru dapat dikembangkan dengan menjadi kasus impor ini sebagai sumber infeksi.

 

Di sisi lain, cuaca yang terlalu panas dan kering tidak menguntungkan bagi lalat pasir, yang akan menyebabkan hilangnya penyakit dari garis lintang selatan. Oleh karena itu, perubahan iklim yang diproyeksikan akan terus mengubah distribusi leishmaniasis di Eropa (ECDC, 2019). Sebuah studi di Eropa memperkirakan perluasan wilayahnya ke utara dengan kondisi iklim yang menguntungkan (di Eropa Tengah dan Utara) untuk sebagian besar spesies vektor, mencapai Inggris Raya dan Skandinavia pada 2061 – 2080 (Koch dkk., 2017).

 

Di Brasil, pertumbuhan 15% dalam jumlah rawat inap tahunan diperkirakan karena leishmaniasis pada akhir abad ke-21, dengan pertumbuhan relatif lebih tinggi di wilayah selatan (Mendes dkk., 2016). Studi lain memproyeksikan bahwa vektor Lutzomyia whitmani kemungkinan akan berkembang secara substansial di Brasil Tenggara, menyebabkan munculnya kembali leishmaniasis kulit pada tahun 2055. Gonzalez dkk. (2010) memproyeksikan kemungkinan perluasan leishmaniasis ke arah utara dari Meksiko dan Amerika Serikat Bagian Selatan, berpotensi mencapai batas selatan Kanada. Selain itu, mereka memperkirakan jumlah individu yang terpapar setidaknya dua kali lipat dari angka saat ini pada tahun 2080 (Gonzalez dkk., 2010).

 

Vektor Kutu

 

Seperti pada penyakit yang ditularkan melalui vektor lainnya, peningkatan suhu memengaruhi produksi telur, kepadatan populasi, siklus perkembangan, distribusi kutu, dan tingkat kelangsungan hidup kutu selama musim dingin. Kutu dapat bertahan hidup di garis lintang dan dataran yang lebih tinggi jika iklim menjadi lebih hangat. Model kesesuaian iklim Ixodes scapularis menggambarkan potensi perluasan populasi kutu yang signifikan ke utara hingga Kanada dengan peningkatan 213% habitat yang cocok pada tahun 2080-an (Brownstein dkk., 2005).

 

Selain itu, perubahan iklim yang diproyeksikan akan menarik vektor dari Amerika Serikat Selatan dan menuju ke Amerika Serikat Tengah. Ixodes scapularis adalah vektor utama Penyakit Lyme di Amerika Utara, yang disebabkan oleh Borrelia burgdorferi yang ditularkan ke manusia selama pemberian makan darah. Studi ini memperkirakan dampak perubahan iklim terhadap risiko Penyakit Lyme dan munculnya penyakit menular yang ditularkan melalui kutu di Kanada.

 

Penyakit Lyme adalah salah satu penyakit yang ditularkan melalui kutu yang paling umum di Eropa, dengan sekitar 85.000 kasus setiap tahunnya. Insiden Penyakit Lyme telah meningkat di beberapa negara Eropa, termasuk Jerman, Finlandia, Rusia, Skotlandia, Slovenia, dan Swedia (Fulop dan Poggensee, 2008).

 

Peningkatan suhu musim dingin yang diproyeksikan dapat memperluas Penyakit Lyme ke garis lintang dan dataran yang lebih tinggi jika semua persyaratan lain (keberadaan inang vertebrata yang sesuai) terpenuhi (ECDC, 2019). Temperatur yang terlalu tinggi, iklim yang lebih kering, kekeringan, dan banjir yang parah akan berdampak negatif pada distribusi kutu, mengubah aktivitas musiman dan metode paparannya. Eropa Utara diperkirakan akan mengalami suhu yang lebih tinggi dengan curah hujan yang meningkat, sedangkan Eropa Selatan akan menjadi lebih kering, yang akan mengubah dinamika penyakit di kedua wilayah Eropa tersebut.

 

Selain itu, perubahan iklim berdampak pada populasi dan habitat spesies inang seperti rusa, hewan pengerat, dan burung, yang mengubah kelimpahan dan distribusi populasi kutu. Tikus berkaki putih, inang reservoir penting untuk Penyakit Lyme, diperkirakan berkembang ke utara di Québec karena musim dingin yang ringan dan lebih singkat. Pada tahun 2050, habitat tikus putih diperkirakan akan menyebar lebih jauh ke utara dengan garis lintang 3°, yang dapat mengubah jangkauan geografis patogen dan distribusi kasus Penyakit Lyme.

 

Monaghan dkk. (2015) memprediksi pergeseran temporal dari timbulnya Penyakit Lyme di Amerika Serikat karena proyeksi perubahan iklim selama abad ke-21, di mana musim Penyakit Lyme diproyeksikan akan dimulai 0,4 – 0,5 minggu lebih awal pada tahun 2025 – 2040 (p<0,05) dan 0,7 – 1,9 minggu sebelumnya pada 2065 – 2080 (p<0,01). Demikian pula, Levi dkk. (2015) mengusulkan bahwa aktivitas puncak nimfa dan larva Ixodes scapularis akan meningkat masing-masing 8 – 11 hari dan 10 – 14 hari, karena proyeksi pemanasan pada tahun 2050-an.

 

Menurut penelitian di Republik Ceko, perluasan Ixodes ricinus ke dataran yang lebih tinggi selama dua dekade terakhir dikaitkan dengan peningkatan suhu rata-rata. Kutu Ixodes ricinus bertindak sebagai reservoir dan vektor untuk Penyakit Lyme dan virus tick-borne encephalitis (TBE) di Eropa.

 

Sebuah analisis di Swedia menunjukkan bahwa peningkatan kejadian TBE sejak pertengahan 1980-an berhubungan dengan musim dingin yang lebih hangat dan lebih pendek. Model iklim yang terdiri dari musim panas yang lebih hangat dan lebih kering memperkirakan TBE akan didorong ke dataran tinggi dan garis lintang yang lebih tinggi bersama dengan 3,8% perluasan habitat secara keseluruhan untuk Ixodes ricinus di Eropa (berpotensi di Eropa Utara dan Tengah) pada tahun 2040 – 2060 (Boeckmann dan Joyner, 2014). Risiko TBE diperkirakan akan berkurang di Eropa Selatan. Namun, banyak ketidakpastian yang ada dalam model ini, dan faktor sosial ekonomi lainnya. Program vaksinasi yang ditargetkan, dan surveilans TBE dapat menurunkan kejadian dan distribusi TBE.

 

Vektor Lainnya

 

Contoh jenis vektor lain yang menularkan zoonosis yaitu lalat hitam (misalnya, Onchocerciasis), tungau (misalnya, Scrub typhus), serangga triatomine (misalnya, penyakit Chagas), dan lalat tsetse (misalnya, trypanosomiasis Afrika). Beberapa penelitian telah mencatat korelasi positif antara penyakit yang ditularkan oleh vektor ini dan faktor iklim seperti suhu, lama penyinaran matahari, curah hujan, dan kelembapan.

 

Spesies vektor, seperti spesies Triatoma dan lalat tsetse, sering diprediksi mencerminkan perluasan dan penyempitan wilayah layak huni saat ini sebagai respons terhadap proyeksi perubahan iklim global. Menurut kondisi iklim di masa mendatang, pergeseran geografis vektor atau patogen ke wilayah kecil baru telah diprediksi: spesies Triatoma di Amerika Utara pada tahun 2050 dan Trypanosoma brucei rhodesiense di Afrika Selatan dan Timur pada tahun 2090 (Garza dkk., 2014).

 

Selain itu, juga diproyeksikan terjadinya pengurangan wilayah yang cocok untuk vektor atau populasi vektor, misalnya, penurunan 13 – 41% lalat hutan di Liberia dan lalat sabana di Ghana pada tahun 2040 (Nnko dkk., 2021). Musim Scrub typhus telah didokumentasikan dengan baik di berbagai negara Asia, misalnya di Jepang Utara, Korea, dan Cina Utara. Oleh karena itu, pergeseran temporal dan geografis Scrub typhus dapat diantisipasi, dengan proyeksi pemanasan global dan kejadian cuaca ekstrem yang sering terjadi di masa mendatang.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

 

1.Perubahan iklim merupakan salah satu masalah paling memprihatinkan yang mengancam planet kita dan umat manusia di abad ke-21.

2.Perlu dilakukan prediksi ilmiah yang sangat penting bagi pembuat kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam membangun kapasitas untuk: (a) menurunkan kerentanan zoonosis akibat perubahan iklim, (b) meningkatkan kesehatan hewan dan manusia, dan (c) mengembangkan dan memfasilitasi agenda global untuk meminimalkan penyebab perubahan drastis.

3.Perlu dilakukan KIE (komunikasi, informasi, edukasi) pengetahuan tentang dampak perubahan iklim terhadap kesehatan di kalangan masyarakat luas.


SUMBER:

Pudjiatmoko. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Penyakit Tular Vektor. Pangan News 10 Agustus 2023. https://pangannews.id/public/berita/1691634341/dampak-perubahan-iklim-terhadap-penyakit-tular-vektor.


#perubahaniklim 

#zoonosis 

#penyakitvektor 

#onehealth 

#kesehatanpublik

Rahasia Nanoteknologi Mengubah Masa Depan Peternakan Modern!


Penerapan Nanoteknologi di Subsektor Kedokteran Hewan dan Peternakan


Penerapan nanoteknologi sudah banyak digunakan di subsektor kedokteran hewan dan peternakan. Penerapan nanoteknologi semakin meluas penggunaannya untuk diagnosis, terapi, produksi vaksin hewan dan disinfektan peternakan. Juga untuk pemuliaan dan reproduksi ternak, serta nutrisi hewan. Penerapannya sangat menjanjikan untuk kemajuan subsektor kedokteran hewan dan peternakan dalam rangka meningkatkan produksi pangan terutama untuk pemenuhan penyediaan protein hewani.

 

Penerapan nanoteknologi (NT) dalam bidang kedokteran hewan tidak hanya terbatas pada pencegahan dan pengendalian penyakit tetapi meluas ke bidang lainnya yang bertujuan agar pemeliharaan ternak lebih menguntungkan bagi peternak. Penerapan nanoteknologi mencakup nutrisi hewan, reproduksi dan bahkan kesejahteraan hewan dan keamanan produk turunannya seperti produk perawatan hewan kesayangan misal shampo dan body lotion.

 

Faktor penting yang berdiri di belakang berbagai penerapan nanoteknologi ini yaitu variasi dalam struktur, sifat, dan pengembangannya. Berbagai jenis nanoteknologi dan penerapannya di bidang kedokteran hewan dan peternakan dibahas secara ringkas satu per satu.

 

DIAGNOSIS

 

Gabungan nanopartikel (NP) dengan antibodi spesifik tumor memungkinkan diagnosis kanker dini yang mencerminkan: (a) tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik; dan (b) pemindaian seluruh tubuh terhadap lesi metastasis. Metastasis adalah kondisi ketika sel kanker telah menyebar ke beberapa jaringan tubuh.

 

Ketika sebagai agen pencitraan dari Nanoteknologi, zatnya tampak lebih cerah, bertahan lebih lama di dalam tubuh dan memungkinkan penggunaannya berulang tanpa menggangu aktivitas hati dan ginjal.

 

Nanorobot dapat digunakan dalam bedah mikro investigasi / terapi. Nanorobot ini juga dapat dilengkapi dengan nanokamera untuk membantu saat dilakukan operasi.

 

Nanoteknologi (NT) bisa menyediakan alat skrining / diagnostik yang sangat cepat. Penggunaan chip array-nano dengan kepadatan tinggi memungkinkan mendeteksi ribuan protein, gen, antigen, atau biomarker penyakit secara bersamaan.

 

TERAPI

 

Nanoteknologi (NT) memudahkan dalam memanipulasi sifat fisik atau kimia bahan selama pembuatan sesuai dengan penerapan yang direncanakan dan menyediakan varian yang tak terbatas. Pada gilirannya, memungkinkan konsep personalisasi terapi dan diagnosis.

 

NT memungkinkan pembuatan formulasi yang mengandung agen diagnosis dan terapi dalam satu formulasi yang disebut nanotheranostic. Dengan kata-kata lain yaitu mendiagnosis dan mengobati penyakit secara bersamaan.

 

NT dicirikan dengan stabilitas meskipun dibawah tekanan dan suhu tinggi.

 

Karena ukurannya yang kecil, nanopartikel dapat melewati hambatan fisiologis penghalang darah otak, atau melalui membran / inti sel untuk mencapai situs targetnya dan menghindari deteksi dan eliminasi pada sistem retikuloendotelial.

 

Nanopartikel biokompatibel, dapat dengan mudah berintegrasi dengan sistem biologis organisme tanpa menyebabkan inflamasi atau respons imun tubuh negatif.

 

Memfasilitasi pemberian sediaan jumlah banyak sehingga mengganti obat suntik dengan aplikasi topikal.

 

Nanoteknologi menargetkan lesi patologis secara efektif dan selektif dimanfaatkan untuk : (a) pengobatan yang lebih efisien (prognosis / indeks terapi lebih baik); (b) pengurangan volume sirkulasi obat, yang berarti lebih sedikit ekskresi di ginjal dan inaktivasi di hati terhadap obat misalnya meningkatkan ketersediaan hayati obat; (c) meminimalkan dosis terapi yang diperlukan yang mempunyai dampak ekonomi; dan (d) menghindari efek sitotoksik (kerusakan sel) pada jaringan sehat sehingga menurunkan kejadian dan intensitas efek samping.

 

NT menyediakan sarana penghantaran obat jangka panjang untuk penghantaran antibiotik, nanomineral, hormon, antioksidan, vitamin, asam nukleat, dan agen pencitraan.

 

NT memungkinkan pengobatan patogen yang resisten terhadap multi-antibiotik (seperti MRSA dan XDR− / TDR− / MDR-TB), patogen intraseluler (seperti infeksi Brucella dan Leishmania) dan penyakit kronis yang tidak menular.

 

Nanopartikel terapi generasi baru sangat spesifik untuk target yang berbeda, berbagai Nanopartikel dikembangkan untuk mengobati genotipe dan fenotipe sel kanker yang berbeda-beda. Juga untuk mengobati tumor ganas yang kebal terhadap kemoterapi. Nanoteknologi bisa berfungsi melalui beberapa mekanisme, misal nanopartikel dapat menghilangkan sel kanker dengan penghantaran agen kemoterapi, pemanasan sel, immunosupresif selektif, atau dengan cara mematikan gen yang menimbulkan apoptosis. Penggunaan Nanopartikel yang digabungkan dengan antibodi spesifik tumor memungkinkan eliminasi sel kanker metastatik dari sel primer lesi.

 

NT membuka cakrawala baru untuk rekayasa jaringan dan pencangkokan tulang.

NT memberikan konsep baru untuk terapi gen, penghantaran DNA, RNA, protein atau peptida kecil di dalam sel.

Mikro-robotika yang dikembangkan dapat menggantikan sel darah merah (untuk pertukaran oksigen / karbon dioksida) dan sel darah putih (untuk mencegah sirkulasi patogen).

 

PENCEGAHAN

 

NT membuat pengembangan vaksin dan adjuvan baru yang lebih aman, efisien dan stabil ketika disimpan.

 

Uji coba untuk mengembangkan sensor nirkabel yang ditanamkan di bawah kulit pasien-berisiko untuk mengukur berbagai fungsi vital dan tingkat protein target tertentu. Ini berguna untuk memantau setiap perubahan vital kondisi kesehatan pasien dengan pemantauan real-time.

 

NANOTEKNOLOGI KEDOKTERAN HEWAN

 

Nanoteknologi memberikan pilihan hal yang sama kepada dokter hewan seperti juga dokter, meliputi terapi, diagnosis, rekayasa jaringan, produksi vaksin, dan disinfektan modern. Penerapan nano sudah digunakan di bidang kesehatan hewan dan produksi ternak, pembiakan dan reproduksi ternak, dan nutrisi ternak. Penghantaran obat langsung ke sel target memungkinkan penggunaan dosis yang sangat rendah, pada gilirannya meminimalkan residu obat dan waktu henti obat (withdrawal time) pada hewan ternak.

 

DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN

 

Nanoteknologi menawarkan solusi revolusioner untuk sebagian besar masalah serius yang dihadapi dokter hewan seperti tuberkulosis, brucellosis, Staphylococcus aureus resisten methicillin (MRSA), penyakit mulut dan kuku (PMK), bahkan infeksi dengan patogen intraseluler.

Penerapan nanodrug menawarkan banyak keuntungan dibandingkan obat konvensional dalam banyak aspek, salah satunya adalah pengambilan keputusan independen. Misalnya, mengikat gentamisin dengan penaut peptida ke hidrogel, menjaga gentamisin secara medis tidak aktif selama penautnya utuh. Penaut peptida hanya dapat diuraikan oleh enzim protease yang diproduksi oleh Pseudomonas aeruginosa. Gentamisin hanya akan dibebaskan dan diaktifkan dengan Pseudomonas aeruginosa. Nanoteknologi menargetkan toksin dan reseptor bakteri juga dikembangkan untuk mengikat mikroflora patogen usus sebelum dibuang ke luar tubuh.

 

Perkembangan nanopartikel dikombinasikan dengan antibodi atau asam nukleat memungkinkan pengembangan tes diagnosis yang cepat, sensitif, spesifik, dan portabel. Pengembangan dari nano- dan biochip membantu tidak hanya dalam diagnosis pathogen tetapi juga dalam memahami faktor-faktor predisposisi genetik. Chip array-nano dengan kepadatan tinggi dapat dianalisis dan mendeteksi ribuan gen, antigen, atau penanda penyakit serentak.

 

Microarray DNA dan protein juga dikembangkan untuk digunakan dalam penentuan efisiensi obat dan ekspresi gen. Dengan dimulainya era Lab-on-a-Chip (LOC), deteksi DNA atau protein target bahkan dalam sampel ukuran nano / pico-liter diaktifkan. Selain itu, Nanopartikel digunakan dalam aplikasi diagnostik yang berbeda seperti agen pencitraan untuk MRI pada kucing.

 

Di Amerika Serikat, nanopartikel emas menggantikan gangguan bedah pada pengobatan kanker prostat pada anjing. Terapi dengan protokol ini membutuhkan dosis lebih sedikit yaitu seribu kali kurang dari kemoterapi dan tidak memiliki efek samping pada jaringan sehat.

 

NANOVAKSIN DAN NANOADJUVAN

 

Nanoteknologi semakin banyak digunakan di bidang pembuatan vaksin hewan. Teknik tersebut memiliki imunomodulator fundamental berfungsi untuk meningkatkan potensi respons imun tubuh. Teknik tersebut meningkat presentasi silang peptida dan mengaktifkan / memodulasi antigen menyajikan sel. Nanopartikel juga bisa bertindak sebagai adjuvan untuk memperlambat pelepasan antigen sehingga dapat meningkatkan efisiensi vaksin. Nanopartikel yang dimuat antigen juga dapat secara langsung menargetkan kelenjar getah bening yang menghasilkan perbaikan efisiensi vaksin.

 

Ada banyak batu loncatan dalam pengembangan nanovaksin untuk hewan seperti: (1) nano-emulsi vaksin, misalnya, rekombinan Bacillus anthracis berbasis spora vaksin, dan vaksin virus influenza di mana kekebalan mukosa dikembangkan setelah pemberian intranasal. (2) Nanopartikel polimer Poly-Lactic-co-Glicolyc Acid (PLGA), misalnya, vaksin Heliobacter pylori, Toksoid Tetanus, bordetella pertussis, kapsid virus Rota dan Bovine parainfluenza tipe 3 yang merangsang respons imun tubuh antibodi IgG dan IgA setelah pemberian oral. (3) Nanopartikel kitosan (glukosamin biopolimer) yang dapat diberikan S/C (misalnya, vaksin SOD Leishmania rekombinan), dan intranasal (misalnya, vaksin antigen A pneumokokus dan Vaksin Streptococci equi), atau paru (misalnya, vaksin TB).

 

Vaksin nano lainnya juga dikembangkan untuk hewan seperti vaksin PMK (vaksin berbasis nanopartikel emas), Newcastle Disease (nanokapsulasi diberikan secara oral), virus influenza (vaksin asam poli gamma glutamat diterapkan intranasal, atau nanopatch TM dioleskan secara topikal), atau herpes virus simpleks 2 (pada NP kalsium fosfat). (4) Kapsid kosong dan vaksin inti seperti partikel Corpus luteum persisten (CLP) dari Afrivan Horse sickness virus (AHSV) juga bisa dikembangkan dengan menggunakan sintesis African Horse Sickness yang dimediasi baculovirus partikel mirip virus dari VP3 dan VP7 (inti utama protein) dan VP2 dan VP5 (protein kapsid luar). Vaksin yang diperoleh ini menghasilkan sedikit respon imun sehingga diperlukan perbaikan dalam desain vaksin.

 

KESEHATAN HEWAN DAN NUTRISI HEWAN

 

Produksi nanomineral memberikan berbagai keuntungan bagi industri pakan ternak. Harganya lebih murah, dibutuhkan dalam konsentrasi yang lebih rendah, dan memiliki efek yang mendorong pertumbuhan dan stimulasi imun tubuh hewan. Nanomineral juga dapat membantu mengontrol patogen yang ada dalam pakan dan mengatur proses fermentasi rumen. Akhirnya, nanomineral bisa digunakan untuk mengatasi banyak hal masalah reproduksi pada peternakan.

 

Banyak nanomineral sekarang sudah tersedia untuk penggunaan komersial seperti nano-ZnO yang meningkatkan laju pertumbuhan, kekebalan, dan reproduksi hewan ternak. Dalam peternakan sapi perah, nano-Zn ada terbukti meningkatkan produksi susu dan mengurangi somatic cell count (SCC) pada sapi penderita mastitis subklinis. Vitamin cair yang disiapkan dengan nanoteknologi telah dapat digunakan untuk pakan unggas.

 

Nutrisi berukuran nano dirancang untuk melewati saluran pencernaan yang dapat menghantarkan vitamin atau nutrisi lainnya langsung ke aliran darah, sehingga meningkatkan ketersediaan secara hayati. Nanonutrisi ini menutupi rasa yang tidak diinginkan dan meningkatkan efisiensi pembentukan emulsi (dispersibilitas) nutrisi dan daya tahan pakan. Selain itu, nanonutrisi mengurangi penggunaan bahan pengawet.

 

Mikroenkapsulasi merupakan teknologi untuk menyalut atau melapisi suatu zat inti dengan suatu lapisan dinding polimer sehingga menjadi partikel-partikel berukuran mikro. Tujuan dari mikroenkapsulasi melindungi zat inti dari pengaruh lingkungan, menutupi rasa dan bau tidak enak, menyatukan zat-zat yang tidak tersatukan. Mikroenkapsulasi bahan pakan bertujuan untuk: (a) melindungi bahan dari inaktivasi oleh cahaya dan oksidasi, (b) melindungi degradasi oleh protease dan enzim pencernaan lainnya, (c) menjaga bahan tetap stabil pada variabel nilai pH dan suhu, (d) memungkinkan penyebaran bahan tersebut lebih baik, (e) memungkinkan pencampuran zat aditif yang larut dalam lemak lebih baik, dan (f) meningkatkan waktu kadaluarsa kapsul selama penyimpanan.

 

Mikotoksikosis adalah penyakit yang menyerang hewan dan manusia disebabkan oleh mikotoksin. Mikotoksin dapat dideteksi pada sekitar 25% pakan ternak dengan prevalensi yang lebih tinggi di negara berkembang. Teknologinano memungkinkan pembuatan pengikat nanomycotoxin, seperti MgO-SiO2 yang mengikat aflatoksin secara efisien.

 

Nanomaterial juga menyediakan bahan kemasan yang lebih baik yang memiliki efek antimikroba (misalnya, nano-zinc oxide), perlindungan dari lingkungan luar dan UV (misalnya, nano-titanium dioksida) dan kekuatan ekstra (misalnya, nano-titanium nitride). Perkembangan nanosensor juga memungkinkan pendeteksian kontaminasi biologis atau kimiawi meskipun konsentrasinya sangat kecil.

 

REPRODUKSI TERNAK

 

Ada berbagai aplikasi nanoteknologi di lapangan alat reproduksi hewan yang mengoptimalkan penampilan reproduksi secara umum pada tahapan yang berbeda mulai dari diagnosis dan pengobatan gangguan reproduksi, deteksi estrus untuk menyortir dan membekukan sperma dan diakhiri dengan layanan langsung dengan peralatan-nano selama melahirkan dan juga untuk mengelola masalah reproduksi seperti retensi plasenta.

 

NP juga dapat digunakan untuk pelepasan hormon reproduksi secara berkelanjutan. Nanoteknologi ini memberikan perlindungan terhadap hormon dan vitamin dari inaktivasi dan degradasi oleh oksidasi (misalnya vitamin dan hormon steroid) atau oleh hidrolisis (misalnya hormon gonadotropin). Sensor nano merupakan perangkat yang sangat sensitif berukuran nano dengan biomolekul probe seluler. Probe terbuat dari nanomaterial dan biasanya digunakan untuk tujuan diagnostik.

 

NP dapat disesuaikan untuk mendiagnosis penyakit infeksi saluran reproduksi, gangguan metabolisme dan hormonal dan bahkan untuk deteksi estrus. Demikian pula, nanotube dapat digunakan dalam mendeteksi estrus. Tabung yang ditanam di bawah kulit sapi akan tampak fluoresensi (perpendaran sinar fluor) saat sapi masuk masa estrus. Tes ini didasarkan pada sensor estradiol yang bisa mengukur level hormon dalam darah dan mengirimkan hasil pembacaan pada sapi secara real-time ke komputer pusat untuk pemantauan sapi. Untuk inseminasi sapi, nanokapsul yang banyak mengandung semen sapi pejantan bisa diarahkan ke sel telur. Nanoteknologi bisa digunakan untuk menyortir sperma dan oosit. Biochip sedang dikembangkan untuk bisa memilih jenis kelamin janin.

 

Sistem Nano juga dapat digunakan dalam cryo-konservasi sperma / oosit atau embrio. Injeksi mikro krioprotektan propilen glikol yang mengandung NP emas / logam memungkinkan pembekuan ultra-cepat dan kemudian pencairan cepat dan homogeny dari gamet dengan sinar laser. Seluruh proses ini dilakukan pada chip berdasarkan teknik mikrofluida.

 

NP juga dapat digunakan untuk sterilisasi hewan sebagai kontrasepsi tergantung dari toksisitas beberapa NP logam seperti kadmium bila diberikan dalam dosis rendah. NP logam diarahkan ke saluran reproduksi hewan untuk dimanfaatkan efeknya di tempatnya. NP juga dapat menggunakan antibodi yang dikonjugasikan NP atau memanaskan gonad menggunakan medan magnet eksternal untuk menghindari penggunaan pendekatan NP beracun.

 

PERAWATAN HEWAN KESAYANGAN

 

Perawatan kesehatan hewan kesayangan merupakan industri yang berkembang di seluruh dunia. Nanoteknologi juga diterapkan untuk mengembangkan produk baru untuk hewan peliharaan. Sifat fisik dan kimia NP membantu dalam pengembangan penghilang bau permukaan dan disinfektan. Juga nanoteknologi terlibat dalam industri produk perawatan hewan kesayangan seperti sampo mengandung NP perak.

 

EFEK KEAMANAN

 

Meskipun Nanoteknologi umumnya aman untuk digunakan, beberapa mungkin memiliki efek berbahaya pada : (1) pekerja perusahaan farmasi (misalnya, paparan paru yang lama ke nanotube karbon dapat menyebabkan gangguan reproduksi; (2) pada pasien (misalnya, akumulasi NP oksida besi magnetik di dalam tubuh, atau melalui kerusakan yang disebabkan oleh ikatan yang tidak stabil antara agen terapeutik dan partikel yang dapat melepaskan obat di jaringan sehat selain jaringan target), persiapan di luar targetnya tidak hanya akan menyebabkan toksisitas jaringan yang sehat tetapi juga pada penghantaran dosis sub-terapi pada bagian target. Kemampuannya untuk melewati beberapa penghalang biologis di dalam tubuh seperti penghalang darah otak bisa menimbulkan konsekuensi serius; dan (3) pada lingkungan (misalnya, meningkatnya permintaan radionuklida, atau serat nano karbon juga ikut berperan menguras lapisan ozon di atmosfer).

 

KESIMPULAN

 

Perkembangan pesat dalam perancangan dan manipulasi nanomaterial memungkinkan pengembangan varian tanpa akhir dari nanopartikel. Pada gilirannya, bisa mengarsipkan rekaman personalisasi gangguan medis. Nanoteknologi menopang kemajuan pesat subsektor kedokteran hewan dan peternakan seperti diagnosis, pengobatan, vaksinasi, produksi, reproduksi, pakan, dan higiene ternak.

 

SUMBER:

Pudjiatmoko. Penerapan Nanoteknologi di Subsektor Kedokteran Hewan dan Peternakan . Pangan News 27 Agustus 2023. https://pangannews.id/berita/1692282517/penerapan-nanoteknologi-di-subsektor-kedokteran-hewan-dan-peternakan


#NanoVet

#Nanotechnology

#AnimalHealth

#SmartFarming

#LivestockTech